Anda di halaman 1dari 27

1.

Menurut koenthjaraningrat (Guru besar Antroppologi UI)


Ide : abstrak
Aktivitas : konkrret
Benda : paling nyata

Ada tiga wujud kebudayaan menurut Koentjaraningrat (1979: 186-187). Pertama


wujud kebudayaan sebagai ide, gagasan, nilai, atau norma. Kedua wujud kebudayaan
sebagai aktifitas atau pola tindakan manusia dalam masyarakat. Ketiga adalah wujud
kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud pertama berbentuk
absarak, sehingga tidak dapat dilihat dengan indera penglihatan. Wujud ini terdapat di
dalam pikiran masyarakat. Ide atau gagasan banyak hidup bersama dengan
masyarakat. Gagasan itu selalu berkaitan dan tidak bisa lepas antara yang satu dengan
yang lainnya. Keterkaitan antara setiap gagasan ini disebut sistem. Koentjaraningrat
mengemukaan bahwa kata ‘adat’ dalam bahasa Indonesia adalah kata yang sepadan
untuk menggambarkan wujud kebudayaan pertama yang berupa ide atau gagasan ini.
Sedangkan untuk bentuk jamaknya disebut dengan adat istiadat (1979: 187). Wujud
kebudayaan yang kedua disebut dengan sistem sosial (Koentjaraningrat, 1979: 187).
Sistem sosial dijelaskan Koentjaraningrat sebagai keseluruhan aktifitas manusia atau
segala bentuk tindakan manusia yang berinteraksi dengan manusia lainnya. Aktifitas
ini dilakukan setiap waktu dan membentuk pola-pola tertentu berdasarkan adat yang
berlaku dalam masyarakat tersebut. Tindakan-tindakan yang memiliki pola tersebut
disebut sebagai sistem sosial oleh Koentjaraningrat. Sistem sosial berbentuk kongkrit
karena bisa dilihat pola-pola tindakannya dengan indra penglihatan. Kemudian wujud
ketiga kebudayaan disebut dengan kebudayaan fisik (Koentjaraningrat, 1979: 188).
Wujud kebudayaan ini bersifat konkret karena merupakan benda-benda dari segala
hasil ciptaan, karya, tindakan, aktivitas, atau perbuatan manusia dalam masyarakat.

Koentjaraningrat. 1987. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: UI Press


_____________. 2005. Pengantar Antropologi II, Pokok-pokok Etnografi. Jakarta:
Rineka Cipta
https://www.era.id/play/BoU9K0-3-wujud-kebudayaan
https://dirarahimsyah.blogspot.com/2013/03/koentjaraningrat-3-wujud-dalam-7-
unsur.html

2. Definisi prasejarah atau nirleka ( nir ; sebelum leka ; tulisan ) merujuk pada suatu
masa dimana perilaku dan anatomi manusia pertama kali muncul. Prasejarah juga
dapat mengacu pada masa keberradaan manusia sebelum ditemukannya tulisan/
aksara. Kata ini pertama kali muncul pada abad pencerahan oleh para kolektor barang
antik yang menggunakan kata primitif untuk menggambarkan masyarakat yang sudah
ada sebelum catatan ditulis. 1836.

https://id.wikipedia.org/wiki/Prasejarah

Kehidupan Sosial, Kebudayaan dan Teknoogi Masa Prasejarah di Indonesia


Kehidupan Sosial, Kebudayaan dan Teknoogi Masa Prasejarah di Indonesia

1. Masa Berburu dan Meramu (Food Gathering)/Mengumpulkan Makanan


a) Kehidupan Sosial
1. Pada masyarakat food gathering, mereka sangat menggantungkan diri pada alam. Dimana
daerah yang mereka tempati harus dapat memberikan persediaan yang cukup untuk
kelangsungan hidup. Oleh karena itu mereka selalu berpindah-pindah.
Sebab mereka hidup berpindah-pindah adalah sebagai berikut:

a. Binatang buruan dan umbi-umbian semakin berkurang di tempat yang mereka diami.

b. Musim kemarau menyebabkan binatang buruan berpindah tempat untuk mencari


sumber air yang lebih baik.

c. Mereka berusaha menemukan tempat dimana kebutuhan mereka tersedia lebih banyak
dan mudah diperoleh.

2. Mereka masih hidup mengembara. Tempat tinggal sementara di gua-gua. Ada pula
kelompok yang tinggal di daerah pantai

3. Mencari makanan berupa binatang buruan dan tumbuh-tumbuhan liar di tepi sungai atau
danau. Mereka mencari kerang sebagai makanannya.

4. Mereka hidup dalam kelompok-kelompok kecil untuk memudahkan pergerakan dalam


mengikuti binatang buruan atau mengumpulkan makanan.

5. Dalam kelompok-kelompok tersebut terdapat pembagian tugas kerja, laki-laki pada


umumnya melakukan perburuan. Sementara itu, para wanita mengumpulkan bahan makanan
seperti buah-buahan dan merawat anak. Mereka yang memilih dan meramu makanan yang
akan di makan.

6. Hubungan antar anggota sangat erat, mereka bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan
hidup serta mempertahankan kelompok dari serangan kelompok lain ataupun dari binatang
buas.

7. Populasi pertumbuhan penduduk sangat kecil karena situasi yang berat, dengan peralatan
yang masih sangat primitif membuat mereka tidak dapat selamat dari berbagai bahaya.

b) Kehidupan Budaya

1. Dengan peralatan yang masih sangat sederhana, mula-mula bisa membuat rakit, lama
kelamaan mereka membuat perahu.

2. Mereka belum mampu membuat gerabah, oleh karena itu, mereka belum mengenal cara
memasak makanan, salah satunya yaitu dengan cara membakar.

3. Mereka sudah mengenal perhiasan yang sanagat primitif yaitu dengan cara merangkai
kulit-kulit kerang sebagai kalung.

4. Untuk mencukupi kebutuhan hiudup mereka membuat alat-alat dari batu, tulang, dan kayu.
5. Pada masa itu mereka memilih untuk tinggal di gua-gua, dari tempat tersebut ditemukan
peninggalan berupa alat-alat kehidupan yang digunakan pada masa itu, seperti:

– Kapak perimbas, Kapak Penetak, Kapak genggam, Pahat genggam, Alat serpih, Alat-alat
dari tulang, dll.

c) Teknologi

Teknologi masa food gathering masih sangat rendah. Hampir semua alat-alat yang
digunakan masih sangat sederhana sekedar untuk membantu pekerjaan mereka.
2. Masa Bercocok Tanam (Food Producing) dan Beternak
a) Kehidupan Sosial

1. Kehidupan bercocok tanamnya dikenal dengan berhuma, yaitu teknik bercocok tanam
dengan cara membersihkan hutan dan menanaminya. Setelah tanah tidak subur maka mereka
akan berpindah ke tempat lain yang masih subur dan melakukan hal yang sama seperti
sebelumnya. Hal ini dilakukan secara berulang-ulang. Pada perkembangannya mulai
menetapkan kehidupan bercocok tanam pada tanah-tanah persawahan

2. Telah tinggal menetap di suatu tempat, mereka tinggal di sekitar huma tersebut, dengan
cara bercocok tanam dan memelihara hewan-hewan jenis tertentu. Hal ini menunjukkan
bahwa mereka telah hidup menetap Hal ini juga menunjukkan bahwa manusia telah dapat
menguasai alam lingkungan.

3. Dengan hidup menetap, merupakan titik awal dan perkembangan kehidupan manusia
untuk mencapai kemajuan. Dengan hidup menetap, akal pikiran manusia mulai berkembang
dan mengerti akan perubahan-perubahan hidup yang terjadi.

4. Jumlah anggota kelompoknya semakin besar sehingga membuat kelompok-kelompok


perkampungan, meskipun mereka masih sering berpindah-pindah tempat tinggal.

5. Populasi penduduk meningkat, usia rata-rata manusia masa ini 35 tahun.

6. Muncul kegiatan kehidupan perkampungan, oleh karena itu di buat peraturan, untuk
menjaga ketertiban kehidupan masyarakat.

7. Diangkat seorang pemimpin yang berwibawa, kuat, dan disegani untuk mengatur para
anggotanya.

8. Mereka hidup bergotong royong, sehingga mereka saling melengkapi, saling membantu,
dan saling berinteraksi dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya.

b) Kehidupan Budaya

1. Kebudayaan semakin berkembang pesat, manusia telah dapat mengembangkan dirinya


untuk menciptakan kebudayaan yang lebih baik
2. Peninggalan kebudayaan manusia pada masa bercocok tanam semakin banyak dan
beragam, baik yang terbuat dari tanah liat, batu maupun tulang

3. Hasil kebudayaan pada masa bercocok tanam:

Beliung Persegi, Kapak Lonjong, Mata panah, Gerabah, Perhiasan, Bangunan Megalitikum
seperti menhir, dolmen, sarkofagus, kubur batu, punden berundak, waruga, arca.

c) Teknologi

Pada masa bercocok tanam, kebudayaan orang-orang purba mengalami perkembangan yang
luar biasa. Pada masa ini terjadi revolusi secara besar-besaran dalam peradaban manusia yaitu
dari kehidupan food gathering menjadi food producing. Sehingga terjadi perubahan yang
sangat mendalam dan meluas dalam seluruh penghidupan umat manusia.
3. MASA PERTANIAN
Ketika ditemukan tanaman padi maka sistem pertanian menjadi semakin meningkat dan
berkembang menjadi sistem persawahan. Mereka juga mulai memelihara binatang ternak
untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

a) Kehidupan Sosial

1. Bertani adalah mata pencahariannya. Mulai membudidayaakan tanaman dan hewan


peliharaan tertentu seperti membudidayakan tanaman padi dan memelihara kerbau sebagai
hewan ternak;

2. Mereka sudah berladang/ bersawah, dalam bekerja mereka melakukan secara bersama-
bersama/ secara gotong royong. Dengan alat pendukung kapak perunggu yang berfungsi
sebagai pacul;

3. Untuk mengisi waktu menunggu musim panen tiba mereka membuat anyaman dari bambu/
rotan;

4. Mendiami tempat-tempat kecil dengan tujuan untuk menghindari serangan binatang buas;

5. Mulai mendirikan rumah sebagai tempat berteduh dengan cara bergotong-royong yang
disertai dengan upacara tradisional. Mulai menetap dalam waktu yang cukup lama. Mereka
sudah mengenal pertukangan dengan alat pendukung berupa kapak beliung yang berfungsi
sebagai alat pemotong kayu. Dengan alat-alat tersebut digunakan untuk mendirikan rumah
dengan cara gotong-royong pula;

6. Muncul ikatan sosial antara masyarakat dan keluarga;

7. Muncul struktur kepemimpinan di kampung;

8. Mulai digunakan bahasa sebagai alat komunikasi;


9. Mereka telah memiliki aturan dalam kehidupan masyarakat guna ketertiban dan rapinya
kerjasama dengan cara pembagian kerja;

10. Mereka memiliki kebiasaan untuk menyelenggarakan upacara secara teratur yang
melibatkan orang lain.

b) Kehidupan Budaya dan Teknologi

1. Mereka sudah menetap, dan tinggal di rumah-rumah, membentuk perkampungan dan hidup
sebagai petani;

2. Mereka telah mengenal musim sehingga dapat dipastikan mereka telah menguasai ilmu
perbintangan (ilmu falak);

3. Mereka telah menggunakan alat-alat kehidupan yang halus seperti kapak persegi, dan
kapak lonjong, selain itu juga menggunakan kapak perunggu, nekara, gerabah serta benda-
benda megalitik;

4. Alat-alat yang dibuat dari batu, seperti kapak batu halus dengan beragai ukuran kapak batu
dengan ukuran kecil yang indah digunakan sebagai mas kawin, alat penukar, atau alat
upacara;

5. Kapak-kapak dari logam berupa perunggu memunculkan budaya megalitik berupa menhir,
dolmen, punden berundak, pandhusa, dll;

6. Alat-alat yang dibuat dari tanah liat sangat berhubungan erat dengan adanya proses kimia,
yaitu proses pencampuran tanah liat, penjemuran, dan teknik-teknik pembakarannya. Gerabah
sudah dibuat dengan warna-warni dan dengan hiasan yang beraneka ragam. Seperti hiasan
dari anyaman kain yang menunjukkan bahwa nenek moyang kita sudah mengenal tulisan.

4. MASA PERUNDAGIAN
a) Kehidupan Sosial

1. Jumlah penduduk semakin bertambah. Kepadatan penduduk bertambah, pertanian dan


peternakan semakin maju, mereka memiliki pengalaman dalam bertani dan berternak mereka
mengenal cara bercocok tanam yang sederhana;

2. Mereka memiliki pengetahuan tentang gejala alam dan musim, mereka mulai dapat
memperkirakan peristiwa alam dan memperhitungkan musim tanam dan musim panen;

3. Dengan diterapkan sistem persawahan maka pembagian waktu dan kerja semakin
diketatkan;

4. Dalam masyarakat muncul golongan undagi, mereka merupakan golongan yang terampil
untuk melakukan perkerjaan seperti pembuatan rumah kayu, gerobak, maupun benda logam.
Pertanian tetap menjadi usaha utama masyarakat;
5. Dari segi sosial, kehidupan masyarakat zaman ini semakin teratur. Contohnya : ada
pembagian kerja yang baik berdasarkan kemampuan yang dimiliki masing-masing individu;

6. Pembagian kerja semakin komplek dimana perempuan tidak hanya bekerja di rumah tetapi
juga berdagang di pasar.

b) Kehidupan Budaya

1. Masyarakat zaman ini telah menunjukkan tingkat budaya yang tinggi terlihat dari berbagai
bentuk benda seni dan upacara yang ditemukan menunjukkan keterampilan masyarakat
perundagian yang tinggi;

2. Zaman ini ditandai dengan pesatnya kemampuan membuat alat-alat akibat perkembangan
teknologi. Mereka menemukan teknologi peleburan biji logam. Oleh karena itu, semakin
banyak manusia yang menggunakan logam untuk memenuhi perkakas hidupnya;

3. Pada zaman perunggu, orang dapat memperoleh jenis logam yang lebih keras daripada
tembaga, sebab perunggu merupakan logam campuran dari tembaga dan timah. Sehingga
dapat dikatakan bahwa kebudayaan manusia pada zaman ini jauh lebih tinggi. Terbukti
masyarakatnya sudah mengenal teknologi peleburan dan pencampuran logam.;

4. Pada zaman besi, manusia telah menemukan logam yang jauh lebih keras lagi dimana
harus dileburkan pada titik lebur yang cukup tinggi. Sehingga alat-alat pada zaman ini telah
lebih sempurna daripada sebelumnya. Kemampuan membuat benda-benada jauh lebih tinggi
tingkatannya dibandingkan dengan masa sebelumnya. Teknologi peleburan logam yang
digunakan adalah dengan sistem pemanasan, pencetakan logam, pencampuran logam dan
penempaan logam;

5. Pada zaman Perundagian peralatan gerabah masih ditemukan dengan teknologi yang
semakin maju. Hal ini menunjukkan bahwa peranan alat-alat dari gerabah tersebut tidak dapat
digantikan dengan mudah oleh alat-alat dari dari logam.

c) Teknologi

1. Teknologi dapat dilihat dari pembuatan alat-alat pada masa itu. Terlebih lagi teknologi
tersebut terlihat pada masa penggunaan alat-alat dari logam. Hal ini disebabkan karena teknik
yang digunakan untuk membuat alat-alat dari logam tersebut diadopsi dari teknik membuat
logam di daratan Cina;

2. Logam digunakan sebab penggunaan alat bercocok tanam dari logam lebih efisien selain
itu memiliki nilai artistik yang lebih tinggi jika dibandingkan alat-alat dari batu;

3. Zaman logam disebut juga zaman perundagian dimana masyarakat telah mampu membuat
peralatan dengan teknologi sederhana dengan bahan baku logam;
4. Teknik yang digunakan pada masa itu adalah teknik a cire perdue. Caranya sebagai
berikut :
1. Benda yang hendak dibuat, terlebih dulu dibuat dari lilin lengkap dengan segala
bagiannya;

2. Model lilin tersebut kemudian ditutup dengan tanah;

3. Dengan cara dipanaskan maka tanah tersebut akan menjadi keras, sedangkan lilinnya
akan cair dan mengalir keluar dari lubang yang ada dalam selubung;

4. Jika lilin telah habis maka logam cair dapat dituang ke tempat lilin tadi;

5. Setelah dingin, selubung tanah dipecah dan jadilah benda yang kita kehendakai yang
terbuat dari logam.

Budaya Masa Pra-Sejarah Indonesia


Berbicara perkara kehidupan manusia, khususnya dalam arena prasejarah, tentu tidak akan
terlepas dari perkara yang lain yaitu lingkungan alam dan budaya. Aspek lingkungan ini
merupakan salah satu unsur penting pembentuk suatu budaya masyarakat. Manusia masa
prasejarah masih sangat menggantungkan hidupnya pada alarn, oleh karena itu hubungan
yang begitu dekat antara manusia dengan lingkungan membawa konsekuensi bahwa manusia
hams senantiasa beradaptasi dengan lingkungan yang ditempati, salah satunya tercermin dari
hasil budaya. Untuk mendapatkan penjelasan tentang kehidupan manusia masa prasejarah
maka perlu mengintegrasikan antara tinggalan manusia, tinggalan budaya, dan lingkungan
alamnya. Dengan demikian studi tentang hubungan antara manusia, budaya, dan lingkungan
alam masa prasejarah merupakan topik yang tetap aktual menarik, dan perlu dikembangkan
dalam disiplin ilmu arkeologi. Nilai-nilai budaya masa prasejarah artinya, konsep-konsep
umum tentang masalah-masalah dasar yang sangat penting dan bernilai bagi kehidupan
masyarakat prasejarah di Indonesia. Konsep-konsep umum dan penting itu hingga kini masih
tersebar luas di kalangan masyarakat Indonesia. Nilai-nilai budaya masa prasejarah Indonesia
itu masih terlihat dalam bentuk kegiatan-kegiatan berikut:
1. Mengenal Astronomi

Pengetahuan tentang astronomi sangat penting dalam kehidupan mereka terutama pada saat
berlayar waktu malam hari. Astronomi juga, penting artinya dalam menentukan musim untuk
keperluan pertanian.

2. Mengatur Masyarakat

Dalam kehidupan kelompok masyarakat yang sudah menetap diperlukan adanya aturan-
aturan dalam masyarakat. Pada masyarakat dari desa-desa kuno di Indonesia telah memiliki
aturan kehidupan yang demokratis. Hal ini dapat ditunjukkan dalam musyawarah dan
mufakat memilih seorang pemimpin. Seorang pemimpin yang dipilih itu diharapkan dapat
melindungi masyarakat dari gangguan masyarakat luar maupun roh jahat dan dapat mengatur
masyarakat dengan baik. Bila seorang pemimpin meninggal, makamnya dipuja oleh
penduduk daerah itu.
3. Sistem Macapat

Sistem macapat ini merupakan salah satu butir dari 10 butir penelitian J.L.A. Brandes tentang
keadaan Indonesia menjelang berakhirnya zaman prasejarah. Sistem macapat merupakan
suatu tatacara yang didasarkan pada jumlah empat dan pusat pemerintah terletak di tengah-
tengah wilayah yang dikuasainya. Pada pusat pemerintahan terdapat tanah lapang (alun-alun)
dan di empat penjuru terdapat bangunan-bangunan yang penting seperti keraton, tempat
pemujaan, pasar, penjara. Susunan seperti itu masih banyak ditemukan pada kota-kota lama.

4. Kesenian Wayang

Munculnya kesenian wayang berpangkal pada pemujaan roh nenek moyang. Jenis wayang
yang dipertunjukkan adalah wayang kulit, wayang orang dan wayang golek (boneka). Cerita
dalam pertunjukkan wayang mengambil tema tentang kehidupan pada masa itu dan setelah
mendapat pengaruh bangsa Hindu muncul cerita Mahabarata dan Ramayana.

5. Seni Gamelan

Seni gamelan digunakan untuk mengiringi pertunjukkan wayang dan dapat mengiringi
pelaksanaan upacara.

6. Seni Membatik

Seni membatik merupakan kerajinan untuk menghiasi kain dengan menggunakan alat yang
disebut canting. Hiasan gambar yang diambil sebagian besar berasal dari alam lingkungan
tempat tinggalnya. Di samping itu ada seni menenun dengan beraneka ragam corak.

7. Seni Logam

Seni membuat barang-barang dari logam menggunakan teknik a Cire Perdue. Teknik a Cire
Perdue adalah cara membuat barangbarang dari logam dengan terlebih dulu membentuk
tempat untuk mencetak logam sesuai dengan benda yang dibutuhkan. Tempat untuk
mencetak logam sesuai dengan benda yang dibutuhkan. Tempat untuk mencetak logam itu
ada yang terbuat dari batu, tanah liat, dan sebagainya. Pada tempat cetakan itu dituang logam
yang sudah dicairkan dan setelah dingin cetakan itu dipecahkan, sehingga terbentuk benda
yang dibutuhkannya. Barang-barang logam yang ditemukan sebagian besar terbuat dari
perunggu.
Peninggalan masa prasejarah
Peninggalan masa prasejarah Nusantara diketahui dari berbagai temuan-temuan
coretan/lukisan di dinding gua atau ceruk di tebing-tebing serta dari penggalian-penggalian
pada situs-situs purbakala.

Beberapa lokasi penemuan sisa-sisa prasejarah Nusantara:

 Situs Gua Putri, Baturaja, Sumatera Selatan;


 Lembah Sangiran, sekarang menjadi Taman Purbakala Sangiran;
 Situs Purbakala Wajak, Tulungagung;
 Liang Bua, Pulau Flores;
 Gua Leang-leang, Sulawesi;
 Situs Gua Perbukitan Sangkulirang, Kutai Timur;
 Situs Pasemah di Lampung;
 Situs Cipari, Kuningan, Jawa Barat;
 Situs Goa Pawon, Bandung, Jawa Barat;
 Situs Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat;
 Situs Gilimanuk, Jembrana, Bali;
 Situs Gua-gua Biak, Papua (40.000-30.000 SM);
 Situs Lukisan tepi pantai di Raja Ampat, Papua Barat;
 Situs Tutari, Kabupaten Jayapura, (periode Megalitikum);
 Gua Babi di Gunung Batu Buli, desa Randu, Muara Uya, Tabalon.
Disusun oleh:

Nana Cholisna, Omet Rasyidi M., Sigit Purnomo P.

Sumber:
Poesponegoro, Marwati Djoeneddan Nugroho Notosusanto. 1993. Sejarah Nasional
Indonesia I (edisi ke-4). Jakarta: Balai Pustaka.
http://rinahistory.blog.friendster.com/2009/03/kehidupan-manusia-purba/

3. Masuknya isalam ke nusantara belum dapat dipastiakan.


Di leran (dekat gresik) sebuah batu bersurat dalam huruf arab. Terdapat nama fatimah
binti maimun. Kemungkingan 1082 masehi.
Keterangan kerajaan majapahit dari seorang italia dari Venetia, Marco Polo 1292
singgah di Utara Aceh. Di perlak tepatnya ia menjumpai penduduk penduduk yang
memeluk agama islam dan banyak pedagang islam dari india.
Di Samudra terdapat makam raja islam yaitu Sultan Malik al-saleh. Meninggal
ramadhan 676 sesudah hijrah nabi (1297 masehi). Gelar sultan menunjuk pada kerjaan
bercorak islam.

Seni bangunan
Masjid
Arti kata masjid adalah tempat wudhu. Yaitu tempat orang besembahyang menurut
peraturan islam.
Atap yang melingkupi berbentuk bujur sangkar. Atapnya berupa atap tumpang, yaitu
atap yang bersusun, semakin ke atas semakin kecil, sedangkan tingkatan yang paling
atas berbentuk limas. Jumlah tumpang itu selalu ganjil, biasanya 3 namun ada juga 5
seperti masjid Banten.
Atap tumpang sendiri sampai kini masih banyak kita temui di Bali. namanya meru
dan digunakan khusus untuk mengatapi bangunan - bangunan suci. Atap tumpang ini
mungkin dapat kita anggap sebagai bentuk perkembangan dari dua unsur yang
berbeda antara atap candi dan pucuk stupa yang berbentuk bersusun seperti payung
yang terbuka.
Jadi dapat kita simpulkan bahwa atap dari masjid pada awal persebaran islam ini
memiliki kesamaan atau dapat dibilang menyerupai bangunan suci agama Hindu yang
memang sudah lebih dahulu masuk ke nusantara.
Masjid di indonesia pada awalnya tidak memiliki menara. Meskipun menara bukan
bagian masjid yang harus ada, namun keberadaan menara dalam seni bangunan isalam
selalu merupakan tambahan yang memberi kesudahan. Masjid pada masa awal
persebaran islam yang memiliki menara hanya masjid banten dan masjid kudus.
Itupun dikatakan sangat aneh bentuknya. Menara kudus tidak lain adalah sebuah
bangunan candi yang telah diubah dan diberi tambahan atap tumpang. Sedangkan
menara banten adalah tambahan dan kemudian diusahakan oleh seorang pelarian
Belanda,Cardeel. Bentuk manara ini malah lebih menyerupai mercusuar Eropa.

Letaknya. Di Ibukota kerajaan, sebuah masjid umumnya berada sedekat mungkin


dengan istana. Di sebelah utara atau selatan istana terdapat tanah lapang yang biasa
disebut alun – alun oleh masyarakat jawa. Masjid ini biasanya dibangun di sebelah
barat alun – alun. Jika alun – alun difungsikan sebagai tempat bertemunya raja dengan
rakyatnya, maka masjid adalah tempat bertemunya raja dengan Tuhannya.
Di tepi alun – alun biasanya terdapat sebuah makam keramat milik seorang raja atau
seorang pemuka agama. Dimana seorang yang dimakamkan disana biasanya sudah
terlebih dahulu menunjuk tempat dimana ia ingin dimakamkan. Dalam hal ini kita
mendapati sebuah pola pikir jaman purba yaitu bahwa tempatnyalah yang suci dan
bukan bangunanyang didirikan diatasnya. Penggabungan masjid dengan makam tidak
saja terdapat pada tempat suci tetapi juga di ibukota – ibukota kerajaan, dimana
masjid berdiri di tepi Barat alun –alun. Halaman masjid terutama di samping dan
belakang sering penuh dengan kuburan – kuburan. Antara masjid dan makam ini
biasanya diberi tembok dengan gapura – gapura penghubung. Gapura ini pada jaman
purba memiliki dua macam yaitu kori agung (bertatap dan berpintu) dan candi bentar
(tanpa atap tanpa pintu). Tempat gapura ini ternyata juga mengikuti penempatan
gapura pada jaman purba yaitu kori agung khusus untuk mamsuki bagian yang tersuci
dan candi bentar untuk bagian luarnya.

Makam
Dalam tradisi pemakaman islam sesudah upacara peringatan 1000 hari selesai,
barulah makam itu diabadikan. Artinya diperkuat dengan bangunan batu. Bangunan
ini disebut jirat atau kijing. Nisannya diganti dengan nisan batu yang tegak dekat
ujung – ujung jirat. Di atas jirat ini sering pula didirikan sebuah rumah yang disebut
cungkub atau kubah.
Bentuk makam seperti ini sangat serupa dengan bangunan candi sebagai tempat
kediaman yang terkahir dan abadi. Maka dibangunlah perumahan yang sesuai dengan
orang yang dikubur itu. Terutama bagi raja maka akan dibangun cungkub – cungkub
dan jirat – jirat yang dikelompokkan menurut kekeluargaanya. Gugusan cungkub –
cungkub ini dibagi dalam berbagai halaman yang dipisahkan oleh tembok – tembok
tetapi dihubungkan dengan gapura.
Makam ini pada umumnya diletakkan di atas lereng sebuah bukit. Halaman makam
ini akan dibuat bersusun berundak – undak. Penyusunan halaman makam ini
mengingatkan kita pada punden berundak dan susunan halaman candi, dimana bagian
paling suci terletak pada bagian paling atas. Awalnya penyusunan halaman yang
berundak ini dibagi menjadi 3 persis seperti pembagian jaman purba, namun pada
perkembangannya jumlah makam bertambah dan daerahnya harus diperluas, maka
penyusunan halaman ini menjadi kabur.

Seni ukir
Dalam agama islam terdapat larangan untuk melukiskan sesuatu mahkluk yang hidup
apalagi manusia. hal ini sangat dipatuhi di Indonesia. Maka ketrampilan pahat patung
yang telah maju di jaman purba tidak mendapat tempat. Seni yang kemudian muncul
adalah seni ukir yang berfokus pada seni ukir hias saja. Pola yang diambil dalam seni
ukir ini tidak ragu – ragu untuk mengambil pola – pola jaman purba seperti daun –
daun, bunga teratai, bukit karang, pemandangan, dan garis – garis geometri. Sering
juga ditemukan pola kala makara dan kalamrga (kepala kijang menjadi pengganti
makaranya) suatu hal yang sesungguhnya kurang sesuai dengan aturan islam. Dengan
masuknya islam maka bertambah pula pola huruf arab pada isian ukiran ini

7 Artefak Peninggalan budaya megalitikum


Sebagian besar budaya megalitik dibuat dari bahan dasar batu yang tersedia di alam.
Beberapa dari mereka sedikit berbentuk dan yang lainnya masih terlihat kasar. Jenis
Artefak peninggalan zaman megalithikum dibedakan atas dasar jumlah batu dan
posisi penempatan mereka.

Menhir
Menhir adalah bangunan yang berupa tugu batu yang didirikan untuk upacara
menghormati roh nenek moyang. Lokasi tempat ditemukannya menhir di Indonesia
adalah Pasemah (Sumatera Selatan), Sulawesi Tengah dan Kalimantan. Fungsi
Menhir adalah sebagai berikut :

Sarana pemujaan terhadap arwah nenek moyang


Tempat memperingati seseorang (kepala suku) yang telah meninggal
Tempat menampung kedatangan roh
Punden Berundak-undak
Punden berundak-undak adalah bangunan dari batu yang bertingkat-tingkat dan
fungsinya sebagai tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang yang telah
meninggal. Lokasi tempat penemuannya adalah Lebak Sibedug/Banten Selatan dan
Lereng Bukit Hyang di Jawa Timur

Dolmen
Dolmen merupakan meja dari batu yang berfungsi sebagai tempat meletakkan saji-
sajian untuk pemujaan. Lokasi penemuan dolmen antara lain Cupari Kuningan / Jawa
Barat, Bondowoso / Jawa Timur, Merawan, Jember / Jatim, Pasemah / Sumatera, dan
NTT.

Sarkofagus
Sarkofagus adalah keranda batu atau peti mayat yang terbuat dari batu. Bentuknya
menyerupai lesung dari batu utuh yang diberi tutup. Daerah tempat ditemukannya
sarkofagus adalah Bali.

Peti kubur
Peti kubur adalah peti mayat yang terbuat dari batu-batu besar. Kubur batu dibuat dari
lempengan/papan batu yang disusun persegi empat berbentuk peti mayat yang
dilengkapi dengan alas dan bidang atasnya juga berasal dari papan batu. Daerah
penemuan peti kubur adalah Cepari Kuningan, Cirebon (Jawa Barat), Wonosari
(Yogyakarta) dan Cepu (Jawa Timur).

Arca batu
Arca / patung-patung dari batu yang berbentuk binatang atau manusia. Bentuk
binatang yang digambarkan adalah gajah, kerbau, harimau dan moyet. Sedangkan
bentuk arca manusia yang ditemukan bersifat dinamis. Maksudnya, wujudnya
manusia dengan penampilan yang dinamis seperti arca batu gajah. Fungsi untuk
Penghormatan terhadap tokoh yang disukai. Daerah-daerah sebagai tempat penemuan
arca batu antara lain Lampung, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Arca batu juga di
temukan di Sumatra Selatan dan di teliti oleh Von Heine Geldern.

Waruga

Waruga adalah peti jenazah kecil yg berbentuk kubus dan ditutup dengan batu lain yg
berbentuk atap rumah dan merupakan peninggalan budaya minahasa. Banyak
ditemukan di Minahasa. Fungsi utama waruga adalah sebagai kuburan. Di samping
tulang belulang atau mayat, alat-alat perang seperti wengkow (tombak), kelung
(parang dan perisai) disimpan juga di dalam waruga. Yang menempati waruga
biasanya adalah tokoh, panglima perang atau para dotu-dotu, pemimpin (yang
merintis pemukiman baru). Jadi mereka yang dituakan atau dihormati sebagai tokoh
di negeri tersebut. Jadi tidak semua orang bisa dikuburkan di dalam waruga. Menurut
sejarah Minahasa, diperkirakan bahwa waruga-waruga ini telah ada sejak abad ke 4
sampai abad ke 6.

Kata Kunci
artefak megalitikum
Artikel terkait
Ciri-ciri Artefak
Pengertian Artefak Anda yang pernah belajar mengenai sejarah tentu sudah tak asing
lagi dengan kata…

Pengertian Artefak
Pengertian dan Contoh Artefak Kehidupan masa lalu pastinya memiliki peradaban
yang diakui dan dilaksanakan oleh…

Peninggalan Kerajaan Kediri


Sekitar tahun 1042-1222 di Jawa Timur ada sebuah kerajaan yang disebut dengan
kerajaan Kediri atau….

Kebudayaan Dongson
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Loncat ke navigasiLoncat ke pencarian

Nekara perunggu dari Sông Đà, Vietnam

Patung perunggu kebudayaan Đông Sơn, Dong asal Thailand


Kebudayaan Đông Sơn adalah kebudayaan zaman Perunggu yang berkembang di
Lembah Sông Hồng, Vietnam. Kebudayaan ini juga berkembang di Asia Tenggara,
termasuk di Nusantara dari sekitar 1000 SM sampai 1 SM.

Kebudayaan Dongson mulai berkembang di Indochina pada masa peralihan dari


periode Mesolitik dan Neolitik yang kemudian periode Megalitik. Pengaruh
kebudayaan Dongson ini juga berkembang menuju Nusantara yang kemudian dikenal
sebagai masa kebudayaan Perunggu

Kebudayaan Dongson secara keseluruhan dapat dinyatakan sebagai hasil karya


kelompok bangsa Austronesia yang terutama menetap di pesisir Annam, yang
berkembang antara abad ke-5 hingga abad ke-2 Sebelum Masehi. Kebudayaan ini
sendiri mengambil nama situs Dongson di Tanh hoa.

Masyarakat Dongson adalah masyarakat petani dan peternak yang handal. Mereka
terampil menanam padi, memelihara kerbau dan babi, serta memancing. Mereka
agaknya menetap di pematang-pematang pesisir, terlindung dari bahaya banjir, dalam
rumah-rumah panggung besar dengan atap yang melengkung lebar dan menjulur
menaungi emperannya. Selain bertani, masyarakat Dongson juga dikenal sebagai
masyarakat pelaut, bukan nelayan tetapi juga pelaut yang melayari seluruh Laut China
dan sebagian laut-laut selatan dengan perahu yang panjang.

Daftar isi
1 Asal mula kebudayaan Dongson
2 Kesenian Dongson
3 Agama dan kepercayaan Dongson
4 Penyebaran Kebudayaan Dongson
5 Sumber
Asal mula kebudayaan Dongson
Asal mula kebudayaan ini berawal dari evolusi kebudayaan Austronesia . Asal
usulnya sendiri telah dicar adalah bangsa Yue-tche yang merupakan orang orang
barbar yang muncul di barat daya China sekitar abad ke-8 SM. Namun pendapat ini
sama halnya dengan pendapat yang mengaitkan Dongsaon dengan kebudayaan
Halstatt yang ternyata masih diragukan kebenarannya.

Asumsi yang digunakan adalah bahwa benda-benda perunggu di Yunnan dengan


benda-benda yang ditemukan di Dongson. Meski harus dibuktikan apakah benda-
benda tersebut dibuat oleh kelompok-kelompok dari Barat sehingga dari periode
pembuatannya, dapat menentukan apakah benda tersebut adalah model untuk
Dongson atau hanyalah tiruan-tiruannya. Jika dugaan ini benar maka dapat
menjelaskan penyebaran kebudayaan Dongson sampai ke Dataran Tinggi Burma.

Pengaruh China yang berkembang pesat juga ikut memengaruhi Kebudayaan


Dongson terlebih lebih adanya ekspansi penjajahan China yang mulai turun ke
perbatasan-perbatasan Tonkin. Hal ini dilihat dari motif-motif hiasan Dongson
memberikan model benda-benda perunggu China pada masa kerajaan-kerajaan
Pendekar. Itulah sumber utama seni Dongson yang berkembang sampai penjajahan
Dinasti Han yang merebut Tonkin pada tahun 111 SM. Meski demikian, kebudayaan
Dongson kemudian memengaruhi kebudayaan Indochina selatan terutama kesenian
Cham.

Ada pula yang berpendapat bahwa kebudayaan ini mendapat pengaruh Hellenisme
melalui model-model yang datang dari arah selatan dan Fu-nan yang merupakan
kerajaan besar Indochina pertama yang mendapat pengaruh India. Namun pendapat
ini tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Kesenian Dongson
Benda-benda arkeologi dari Dongson sangat beraneka ragam, karena mendapat
berbagai macam pengaruh dan aliran. Hal tersebut tampak dari artefak-artefak
kehidupan sehari-hari ataupun peralatan bersifat ritual yang sangat rumit sekali.
Perunggu adalah bahan pilihan. Benda-benda seperti kapak dengan selongsong, ujung
tombak, pisau belati, mata bajak, topangan berkaki tiga dengan bentuk yang kaya dan
indah. Kemudian gerabah dan jambangan rumah tangga, mata timbangan dan kepala
pemintal benang, perhiasan-perhiasan termasuk gelang dari tulang dan kerang, manik-
manik dari kaca dan lain-lain. Semua benda tersebut atau hampir semuanya diberi
hiasan. Bentuk geometri merupakan ciri dasar dari kesenian ini diantaranya berupa
jalinan arsir-arsir, segitiga dan spiral yang tepinya dihiasi garis-garis yang
bersinggungan.

Karya yang terkenal adalah nekara besar diantaranya nekara Ngoc-lu yang kini
disimpan di Museum Hanoi, serta patung-patung perunggu yang sering ditemukan di
makam-makam pada tahapan terakhir masa Dongson.

Agama dan kepercayaan Dongson


Dari motif-motif yang dijumpai pada nekara yang sering disebut-sebut sebagai nekara
hujan, ditampilkan dukun-dukun atau syaman-syaman yang kadang-kadang
menyamar sebagai binatang bertanduk, menunjukkan pengaruh China atau lebih
jauhnya pengaruh masyarakat kawasan stepa. Jika bentuk ini disimbolkan sebagai
perburuan, maka ada lagi simbol yang menunujukkan kegiatan pertanian yakni
matahari dan katak (simbol air). Sebenarnya, nekara ini sendiri dikaitkan dengan
siklus pertanian. Dengan mengandalkan pengaruh ghaibnya, nekara ini ditabuh untuk
menimbulkan bunyi petir yang berkaitan dengan datangnya hujan.

Pada nekara-nekara tersebut, yang seringkali disimpan di dalam makam terlihat motif
perahu yang dipenuhi orang yang berpakaian dan bertutup kepala dari bulu burung.
Hal tersebut boleh jadi menggambarkan arwah orang yang sudah mati yang berlayar
menuju surga yang terletak di suatu tempat di kaki langit sebelah timur lautan luas.
Pada masyarakat lampau, jiwa sering disamakan dengan burung dan mungkin sejak
periode itu hingga sekarang masih dilakukan kaum syaman yang pada masa
kebudayaan Dongson merupakan pendeta-pendeta menyamar seperti burung agar
dapat terbang ke kerajaan orang-orang mati untuk mendapatkan pengetahuan
mengenai masa depan.

Lagipula nekara-nekara tersebut sendiri didapatkan pada awal abad ke-19 masih
digunakan untuk upacara ritual keagamaan. Sehingga bisa disimpulkan bahwa pada
nekara tesebut digambarkan kehidupan orang-orang Dongson mulai perburuan,
pertanian hingga kematian.
Banyaknya perlengkapan pemakaman tersebut menunjukkan ritual yang dilakukan
masyarakat Dongson. Antara lain masalah jenazah yang dikelilingi semua benda-
benda sehari-hari miliknya agar dapat hidup secara normal di alam baka. Belakangan
sebagai upaya penghematan, yang ikut dikuburkan bersama jenazah adalah benda-
benda berukuran kecil saja. Kemudia pada masa akhir kebudayaan Dongson, muncul
bentuk ritual baru. Sebelumnya makamnya berbentuk peti mati sederhana dari kayu
yang dikubur, sementara pada berikutnya yang dinamakan periode Lach-truong, yang
mungkin diawali pada abad pertama sebelum Masehi, telah ditemukan makam dari
batu bata yang berbentuk terowongan atau lebih tepatnya gua yang terbagi menjadi
tiga kamar oleh tembok-tembok lengkung beratap. Semula perlengkapan ini dikait-
kaitkan dengan pengaruh Yunani tentang kehidupan alam baka, meski sebenarnya
menunjukkan pengaruh China yang terus-terus bertambah besar yang beranggapan
bahwa arwah orang mati bersembunyi dalam gua-gua yang terdapat di lereng-lereng
gunung suci, tempat bersemayam para arwah yang abadi.

Makam yang berbentuk terowongan itu boleh dikatakan tiruan dari gua alam gaib
tersebut. Peletakan peti mati di kamar tengah, kemudian di ruangan bersebelahan
ditumpuk sesajen sebagai makanan untuk arwah dan ruangan ketiga disediakan altar
yang terdapat lampu-lampu yang dibawa atau dijaga oleh patung-patung terbuat dari
perunggu. Secara sekilas terasa pengaruh Hellenisme yang menandai akhir
kebudayaan Dongson.

Penyebaran Kebudayaan Dongson


Kebudayaan Dongson yang berkembang di situs Dongson, ternyata juga ditemukan
karya-karya budaya yang diinspirasikan oleh kebudayaan tersebut di bagian selatan
Semenanjung Indochina (Samrong, Battambang di Kamboja) hingga Semenanjung
Melayu (Sungai Tembeling di Pahang dan Klang di Selangor) hingga Nusantara
(Indonesia). dengan pola hidup nomaden, bermata pencaharian berburu manusia ini
menghasilkan budaya paleolithikum kemudian terjadilah migrasi melanesoid dari
teluk tonkin

Sumber
Wikimedia Commons memiliki media mengenai Dong Son culture.
Indocina Persilangan Kebudayaan, Bernard Philippe Groslier, KPG École française
d'Extrême-Orient Pusat penelitian Arkeologi Forum Jakarta-Paris, 2002.

Sejarah
Candi Prambanan merupakan candi Hindu yang terbesar di Indonesia. Sampai saat ini
belum dapat dipastikan kapan candi ini dibangun dan atas perintah siapa, namun kuat
dugaan bahwa Candi Prambanan dibangun sekitar pertengahan abad ke-9 oleh raja
dari Wangsa Sanjaya, yaitu Raja Balitung Maha Sambu. Dugaan tersebut didasarkan
pada isi Prasasti Syiwagrha yang ditemukan di sekitar Prambanan dan saat ini
tersimpan di Museum Nasional di Jakarta. Prasasti berangka tahun 778 Saka (856 M)
ini ditulis pada masa pemerintahan Rakai Pikatan.

Denah asli Candi Prambanan berbentuk persegi panjang, terdiri atas halaman luar dan
tiga pelataran, yaitu Jaba (pelataran luar), Tengahan (pelataran tengah) dan Njeron
(pelataran dalam). Halaman luar merupakan areal terbuka yang mengelilingi pelataran
luar. Pelataran luar berbentuk bujur dengan luas 390 m2. Pelataran ini dahulu
dikelilingi oleh pagar batu yang kini sudah tinggal reruntuhan. Pelataran luar saat ini
hanya merupakan pelataran kosong. Belum diketahui apakah semula terdapat
bangunan atau hiasan lain di pelataran ini.

Di tengah pelataran luar, terdapat pelataran kedua, yaitu pelataran tengah yang
berbentuk persegi panjang seluas 222 m2. Pelataran tengah dahulu juga dikelilingi
pagar batu yang saat ini juga sudah runtuh. Pelataran ini terdiri atas empat teras
berundak, makin ke dalam makin tinggi. Di teras pertama, yaitu teras yang terbawah,
terdapat 68 candi kecil yang berderet berkeliling, terbagi dalam empat baris oleh jalan
penghubung antarpintu pelataran. Di teras kedua terdapat 60 candi, di teras ketiga
terdapat 52 candi, dan di teras keempat, atau teras teratas, terdapat 44 candi. Seluruh
candi di pelataran tengah ini mempunyai bentuk dan ukuran yang sama, yaitu luas
denah dasar 6 m2 dan tinggi 14 m. Hampir semua candi di pelataran tengah tersebut
saat ini dalam keadaan hancur. Yang tersisa hanya reruntuhannya saja.

Pelataran dalam, merupakan pelataran yang paling tinggi letaknya dan yang dianggap
sebagai tempat yang paling suci. Pelataran ini berdenah persegi empat seluas 110 m2,
dengan tinggi sekitar 1,5 m dari permukaan teras teratas pelataran tengah. Pelataran
ini dikelilingi oleh turap dan pagar batu. Di keempat sisinya terdapat gerbang
berbentuk gapura paduraksa. Saat ini hanya gapura di sisi selatan yang masih utuh. Di
depan masing-masing gerbang pelataran teratas terdapat sepasang candi kecil,
berdenah dasar bujur sangkar seluas 1, 5 m2 dengan tinggi 4 m.

Di pelataran dalam terdapat 2 barisan candi yang membujur arah utara selatan. Di
barisan barat terdapat 3 buah candi yang menghadap ke timur. Candi yang letaknya
paling utara adalah Candi Wisnu, di tengah adalah Candi Syiwa, dan di selatan adalah
Candi Brahma. Di barisan timur juga terdapat 3 buah candi yang menghadap ke barat.
Ketiga candi ini disebut candi wahana (wahana = kendaraan), karena masing-masing
candi diberi nama sesuai dengan binatang yang merupakan tunggangan dewa yang
candinya terletak di hadapannya.

Candi yang berhadapan dengan Candi Wisnu adalah Candi Garuda, yang berhadapan
dengan Candi Syiwa adalah Candi Nandi (lembu), dan yang berhadapan dengan
Candi Brahma adalah Candi Angsa. Dengan demikian, keenam candi ini saling
berhadapan membentuk lorong. Candi Wisnu, Brahma, Angsa, Garuda dan Nandi
mempunyai bentuk dan ukuran yang sama, yaitu berdenah dasar bujur sangkar seluas
15 m2 dengan tinggi 25 m. Di ujung utara dan selatan lorong masing-masing terdapat
sebuah candi kecil yang saling berhadapan, yang disebut Candi Apit.

Kisah Ramayana

Pembuka
Prabu Janaka, Raja kerajaan Mantili memiliki putri bernama Dewi Shinta. Sebuah
sayembara diadakan raja untuk mencari calon suami untuk Dewi Shinta. Pangeran
dari kerajaan Ayodya Raden Rama Wijaya, memenangkan sayembara tersebut.
Sementara itu Prabu Rahwana, pemimpin kerajaan Alengka juga ingin menikahi Dewi
Shinta. Rahwana percaya bahwa Shinta adalah reinkarnasi dari Widowati, seseorang
yang telah lama ia inginkan.
Hutan Dandaka.

Rama dan Shinta ditemani Lakshmana sedang berjalan di hutan Dandaka. Di sana
Rahwana diam-diam mengamati Shinta dan ingin mendapatkannya. Rahwana
memerintah salah satu pengikutnya untuk menjadi Kijang Kencana untuk menarik
perhatian Shinta. Shinta yang tertarik kepada Kijang Kencana kemudian meminta
Rama untuk menangkap kijang tersebut. Rama kemudian meninggalkan Lakshmana
dan Shinta untuk memburu Kijang Kencana. Lama tak kembali, Shinta khawatir dan
mengutus Lakshmana untuk menyusul Rama. Lakshmana kemudian menggambar
lingkaran ajaib disekitar Shinta untuk melindunginya. Rahwana kemudian mencoba
menculik Shinta setelah ia ditinggal sendirian, namun gagal karena lingkaran ajaib
tersebut. Rahwana kemudian berubah menjadi seorang pengemis tua, Shinta yang
merasa kasihan keluar dari lingkaran untuk menolong pengemis tersebut. Setelah
Shinta keluar dari lingkaran, Rahwana kemudian menculik Shinta dan membawanya
ke Alengka.

Menangkap Kijang Kencana.


Rama memanah kijang dengan panah ajaibnya, namun si kijang berubah menjadi
seorang Raksasa (Marica). Pertarungan terjadi antara Rama dan Marica, Rama
mengalahkan Marica dengan tembakan panah. Setelah itu Lakshmana kemudian
meminta Rama untuk kembali ke tempat Shinta.

Penculikan Shinta

Dalam perjalanannya ke Alengka, Rahwana bertemu seekor burung bernama Jatayu.


Jatayu mengenali Shinta sebagai putri Prabu Janaka kemudian berusaha
membebaskannya, namun ia dikalahkan oleh Rahwana. Sementara itu Rama yang
baru sadar bahwa Shinta telah hilang bertemu dengan Jatayu yang terluka. Rama yang
marah mengira Jatayu yang menculik Shinta dan berusaha membunuhnya, namun
dicegah oleh Lakshmana. Jatayu kemudian menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi
dan mati. Beberapa saat kemudian, seekor kera putih bernama Hanuman datang.
Hanuman diutus oleh pamannya Sugriwa untuk mencari bantuan agar dapat
membunuh Subali. Subali adalah orang yang menculik Dewi Tara, wanita kesayangan
Sugriwa. Rama kemudian memutuskan untuk membantu Hanuman melawan Subali.

Gua Kiskendo
Sugriwa sampai di Gua Kiskendo dengan bantuan Rama. Sugriwa kemudian
mengalahkan Subali dan menyelamatkan Dewi Tara. Sebagai ucapan terima kasih,
Sugriwa membantu Rama untuk mencari Sinta dengan mengirimkan Hanuman
sebagai utusan menuju kerajaan Alengka.

Taman Argasoka
Keponakan Rahwana, Trijata bertugas menemani dan menenangkan Shinta di taman.
Rahwana meminta Shinta untuk menjadi istrinya, namun Shinta selalu menolak.
Rahwana marah sampain ingin membunuh Shinta, namun ia selalu dicegah oleh
Trijata. Shinta kemudian mendengar nyanyian yang berasal dari Hanuman. Hanuman
memberi tahu Shinta bahwa ia diutus oleh Rama untuk menolongnya. Hanuman
kemudian merusak taman Alengka. Indrajid, anak dari Rahawana menangkap
Hanuman. Kumbakarna yang berusaha menolong Hanuman malah diusir keluar
kerajaan. Hanuman yang divonis untuk dibakar hidup-hidup kemudian membakar
istana Alengka bersama tubuhnya yang terbakar.

Jembatan Rama
Setelah mengutus Hanuman, Rama beserta pasukan kera membangun jembatan
menuju Alengka. Setelah jembatan itu jadi Hanuman kembali dan memberikan kabar
tentang kekuatan pasukan Alengka. Rama kemudian memberikan perintah kepada
Hanuman, Hanggada, Hanila, dan Jambawan untuk menyerang Alengka.

Perang Besar
Perang Besar terjadi antara pasukan raksasa Alengka dengan pasukan kera Rama.
Dalam pertarungan ini, Indrajid terbunuh oleh Lakshmana, Kumbakarna, adik
Rahwana juga terbunuh. Rahwana kemudian terbunuh oleh panah Rama dan Gunung
Sumawana yang dilempar oleh Hanuman.

Pertemuan Rama dan Shinta


Setelah kekalahan Rahwana, Shinta akhirnya bertemu kembali dengan Rama. Namun
Rama menolak kembalinya Shinta karena khawatir ia sudah tidak suci lagi. Untuk
membuktikan kesuciannya, Shinta membakar dirinya sendiri. Dengan bantuan dari
dewa api, Shinta selamat dari luka bakar. Pembuktian Shinta membuat Rama bahagia
dan menerima Shinta kembali.

Sejarah
Dinasti Sailendra membangun peninggalan Budha terbesar di dunia antara 780-840
Masehi. Dinasti Sailendra merupakan dinasti yang berkuasa pada masa itu.
Peninggalan ini dibangun sebagai tempat pemujaan Budha dan tempat ziarah. Tempat
ini berisi petunjuk agar manusia menjauhkan diri dari nafsu dunia dan menuju
pencerahan dan kebijaksanaan menurut Buddha. Peninggalan ini ditemukan oleh
Pasukan Inggris pada tahun 1814 dibawah pimpinan Sir Thomas Stanford Raffles.
Area candi berhasil dibersihkan seluruhnya pada tahun 1835.

Borobudur dibangun dengan gaya Mandala yang mencerminkan alam semesta dalam
kepercayaan Buddha. Struktur bangunan ini berbentuk kotak dengan empat pintu
masuk dan titik pusat berbentuk lingkaran. Jika dilihat dari luar hingga ke dalam
terbagi menjadi dua bagian yaitu alam dunia yang terbagi menjadi tiga zona di bagian
luar, dan alam Nirwana di bagian pusat.

Zona 1: Kamadhatu

alam dunia yang terlihat dan sedang dialami oleh manusia sekarang.

Kamadhatu terdiri dari 160 relief yang menjelaskan Karmawibhangga Sutra, yaitu
hukum sebab akibat. Menggambarkan mengenai sifat dan nafsu manusia, seperti
merampok, membunuh, memperkosa, penyiksaan, dan fitnah.

Tudung penutup pada bagian dasar telah dibuka secara permanen agar pengunjung
dapat melihat relief yang tersembunyi di bagian bawah. Koleksi foto seluruh 160 foto
relief dapat dilihat di Museum Candi Borobudur yang terdapat di Borobudur
Archaeological Park.
Zona 2: Rupadhatu

alam peralihan, dimana manusia telah dibebaskan dari urusan dunia.

Rapadhatu terdiri dari galeri ukiran relief batu dan patung buddha. Secara keseluruhan
ada 328 patung Buddha yang juga memiliki hiasan relief pada ukirannya.

Menurut manuskrip Sansekerta pada bagian ini terdiri dari 1300 relief yang berupa
Gandhawyuha, Lalitawistara, Jataka dan Awadana. Seluruhnya membentang sejauh
2,5 km dengan 1212 panel.

Zona 3: Arupadhatu

alam tertinggi, rumah Tuhan.

Tiga serambi berbentuk lingkaran mengarah ke kubah di bagian pusat atau stupa yang
menggambarkan kebangkitan dari dunia. Pada bagian ini tidak ada ornamen maupun
hiasan, yang berarti menggambarkan kemurnian tertinggi.

Serambi pada bagian ini terdiri dari stupa berbentuk lingkaran yang berlubang,
lonceng terbalik, berisi patung Buddha yang mengarah ke bagian luar candi. Terdapat
72 stupa secara keseluruhan. Stupa terbesar yang berada di tengah tidak setinggi versi
aslinya yang memiliki tinggi 42m diatas tanah dengan diameter 9.9m. Berbeda
dengan stupa yang mengelilinginya, stupa pusat kosong dan menimbulkan perdebatan
bahwa sebenarnya terdapat isi namun juga ada yang berpendapat bahwa stupa tersebut
memang kosong.

Relief

Secara kesulurhan terdapat 504 Buddha dengan sikap meditasi dan enam posisi
tangan yang berbeda di sepanjang candi.

Koridor Candi

Selama restorasi pada awal abad ke 20, ditemukan dua candi yang lebih kecil di
sekitar Borobudur, yaitu Candi Pawon dan Candi Mendut yang segaris dengan Candi
Borobudur. Candi Pawon berada 1.15 km dari Borobudur, sementara Candi Mendut
berada 3 km dari Candi Borobudur. Terdapat kepercayaan bahwa ada hubungan
keagamaan antara ketiga candi tersebut namun masih belum diketahui secara pasti
proses ritualnya.

Ketiga candi membentuk rute untuk Festival Hari Waisak yag digelar tiap tahun saat
bulan purnama pada Bulan April atau Mei. Festival tersebut sebagai peringatan atas
lahir dan meninggalnya, serta pencerahan yang diberikan oleh Buddha Gautama.
5 Kebudayaan Penjajah Yang Masih Dilestarikan Bangsa Indonesia Hingga Sekarang
user profile Anas Anas 139w | Tips

Tahukah Anda jika penjajah itu selain meninggalkan bangunan-bangunan kuno untuk
Bangsa Indonesia, ternyata mereka juga turut meninggalkan kebudayaan asing yang
nyatanya dilestarikan oleh bangsa kita, Indonesia. Ya, meskipun bangsa Indonesia
secara tegas mengutuk segala bentuk penjajahan, masih ada saja budaya-budaya
penjajah yang kita rasakan sampai saat ini.

Dalam dunia pendidikan misalnya, ternyata banyak konsep penjajah yang kita
gunakan sampai sekarang. Tak hanya itu, struktur masyarakat, bahasa, nama dan
perkampungan ternyata juga turut dipengaruhi oleh bangsa asing. Nah, kira-kira
seperti apa saja pengaruh-pengaruh tersebut? Untuk mengetahuinya, berikut akan
kami ulas 5 kebudayaan penjajah yang dilestarikan bangsa Indonesia sampai saat ini.

Pendidikan
Sadar atau tidak sadar, ternyata Belanda juga ikut mewariskan kebudayaan penjajah
dalam sistem pendidikan Indonesia. Jika kita memperhatikan, mengapa dalam setiap
sekolah peserta didik duduk dalam formasi berbanjar menghadap ke depan dan
seorang guru berdiri di depan kelas, maka itu adalah sistem yang diwariskan oleh
Belanda. Sistem seperti ini serupa dengan struktur kelas di era skolastik Eropa.

Sekolah Belanda [Image Source]


Sekolah Belanda [Image Source]
Selain itu, jenjang pendidikan yang didasarkan pada tahun merupakan sistem yang
mengikuti penjajah Belanda. Misalkan, di jenjang sekolah dasar ditempuh selama
enam tahun dan selanjutnya ditempuh selama tiga tahun. Selain itu, prasyarat usia
calon peserta didik yang selama ini digunakan dalam pendidikan Indonesia juga
merupakan warisan Belanda. Saat itu, sekolah lokal yang mampu menyaingi sistem
pendidikan Belanda hanyalah pesantren.

Kesenian
Menurut Victor Ganap, musik keroncong pada awalnya berasal dari wilayah Portugis
di abad ke-16 dengan nama Fado. Menurut sejarahnya, musik ini dibawa oleh budak
negro dari Cape Verde, Afrika Barat ke Portugis pada abad ke-15. Kemudian, Fado
lambat laun berkembang dengan iringan tarian yang dinamakan Moresco. Pada
perkembangan selanjutnya, tarian Moresco turut diiringi lagi dengan irama gitar kecil
yang dinamakan Cavaquinho.

Musik keroncong [Image Source]


Musik keroncong [Image Source]
Penemuan Cavaquinho ternyata menjadi hiburan gratis yang turut dibawa oleh pelaut
Portugis dalam penjelajahan dunia. Ketika sampai di Indonesia, suara yang
dikeluarkan Cavaquinho ini seperti bunyi crong-crong. Akibatnya musik ini
dinamakan sebagai musik Keroncong. Di era sekarang ini, musik keroncong
merupakan musik yang masih akrab di telinga. Meskipun diklaim sebagai bawaan
negeri penjajah, ternyata musik ini juga memiliki basis penggemar yang patut
diperhitungkan.
Struktur Masyarakat
Awalnya struktur pemerintahan terkecil di Indonesia adalah desa atau dukuh. Hal ini
berubah ketika Jepang datang menjajah Indonesia. Sebagai upaya untuk mengawasi
masyarakat jajahannya di Indonesia, Jepang membagi lagi struktur desa dengan
satuan yang lebih kecil dengan nama Rukun Warga (RW) dan Rukun Tetangga (RT).
Di Jepang sendiri, sistem ini sudah dijalankan lebih dahulu dengan nama Tonarigumi.

Satuan RT dan RW masa Jepang [Image Source]


Satuan RT dan RW masa Jepang [Image Source]
Meski merupakan sistem yang dibawa penjajah, satuan RW dan RT ini digunakan
oleh pemerintah Indonesia hingga sekarang. Dengan pembagian ini, nyatanya mampu
memberi manfaat yang besar terhadap pola koordinasi dan administrasi pemerintah
Indonesia sampai masuk ke tengah masyarakat kecil Indonesia.
Bahasa
Pola interaksi langsung yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia dengan bangsa
penjajah, secara tidak sadar memang mengenalkan bahasa komunikasi baru kepada
rakyat Indonesia. Paling tidak, salah satunya adalah berpengaruh bagi kekayaan
kosakata Bahasa Indonesia saat ini. Dewasa ini, ada banyak kosakata yang asal
mulanya merupakan kata serapan dari bahasa asing, baik itu dari Bahasa Portugis,
Bahasa Belanda, Bahasa Inggris dan Bahasa Jepang.

Interaksi dengan bangsa asing [Image Source]


Interaksi dengan bangsa asing [Image Source]
Dari Bahasa Portugis misalnya, kita mengenal kosakata biola (viola), pesiar (passear),
pita (fita), mentega (manteiga), bendera (bandeira), cerutu (charuto), algojo (algoz),
bangku (banco), boneka (boneca), bantal (avental), tolol (tolo), serdadu (soldado),
pigura (figura), meja (mesa), sepatu (sapato), dan masih banyak lagi yang lain.
Nama dan Perkampungan
Jika Anda menemukan nama keluarga seperti da Costa, Dias, de Fretas, Gonsalves,
Mendoza, Rodrigues dan da Silva, maka nama-nama keluarga tersebut sebenarnya
adalah kebudayaan Bangsa Portugis yang diwarisi Bangsa Indonesia. Nama-nama
semacam ini banyak ditemukan di Indonesia bagian timur yang memang dulunya
bekas jajahan bangsa Portugis.

Kebudayaan Portugis di Kampung Tugu [Image Source]


Kebudayaan Portugis di Kampung Tugu [Image Source]
Selain itu, bekas peninggalan penjajah Portugis juga terdapat di perkampungan Tugu,
Jakarta. Kampung ini merupakan kampung Kristen tertua yang ada di Indonesia
bagian barat. Rata-rata masyarakat di daerah ini menganut agama Kristen Protestan
sebagai bagian dari sejarah mereka yang harus menanggalkan kepercayaan
sebelumnya sebagai syarat untuk dibebaskan dari tawanan perang.
Nah, itulah 5 kebudayaan penjajah yang dilestarikan Bangsa Indonesia hingga
sekarang. Ternyata sikap kita melawan penjajah selama ini tidak mutlak benar-benar
sebagai sebuah perlawanan. Karena ada juga sisa-sisa bekas penjajahan bangsa asing
yang bermanfaat bagi masyarakat Indonesia.
Pengertian Animisme

Kata animisme berasal dari bahasa Latin, yaitu anima yang berarti ‘roh’. Kepercayaan animisme
adalah kepercayaan kepada makhluk halus dan roh. Paham animisme mempercayai bahwa setiap
benda di bumi ini (seperti laut, gunung, hutan, gua, atau tempat-tempat tertentu), mempunyai
jiwa yang mesti dihormati agar jiwa tersebut tidak mengganggu manusia, atau bahkan membantu
mereka dalam kehidupan ini.

Banyak kepercayaan animisme yang berkembang di masyarakat Nusantara. Contohnya adalah


kepercayaan masyarakat Nias yang meyakini bahwa tikus yang sering keluar masuk rumah adalah
jelmaan dari roh wanita yang meninggal dalam keadaan melahirkan. Atau, keyakinan bahwa roh
orang yang sudah meninggal bisa masuk ke dalam jasad binatang lain, seperti babi hutan dan
harimau. Biasanya, roh tersebut akan membalas dendam terhadap orang yang pernah
menyakitinya ketika hidup. Tahukah kamu di mana Nias berada?

Pengertian Dinamisme

Perkataan dinamisme berasal dari bahasa Yunani, yaitu dunamos, sedangkan dalam bahasa
Inggris berarti dynamic dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan arti kekuatan,
daya, atau kekuasaan. Definisi dari dinamisme memiliki arti tentang kepercayaan terhadap benda-
benda di sekitar manusia yang diyakini memiliki kekuatan ghaib.

Dalam Ensiklopedi umum, dijumpai definisi dinamisme sebagai kepercayaan keagamaan primitif
yang ada pada zaman sebelum kedatangan agama Hindu di Indonesia. Dinamisme disebut juga
dengan nama preanimisme, yang mengajarkan bahwa tiap-tiap benda atau makhluk mempunyai
daya dan kekuatan. Maksud dari arti tadi adalah kesaktian dan kekuatan yang berada dalam zat
suatu benda dan diyakini mampu memberikan manfaat atau marabahaya. Kesaktian itu bisa
berasal dari api, batu-batuan, air, pepohonan, binatang, atau bahkan manusia sendiri.

Keterkaitan Sistem Kepercayaan Dengan Tradisi Bangunan Batu Besar

Adanya sistem kepercayaan yang diyakini oleh manusia pada saat itu telah melahirkan adanya
tradisi megalitikum yaitu membuat bangunan-bangunan besar. Berdasarkan penemuan-penemuan
arkeologis diketahui bahwa peradaban megalitikum lebih banyak berkaitan dengan tradisi memuja
roh dan arwah nenek moyang. Bangunan-bangunan tersebut seperti menhir, dolmen, sarkofagus,
dan lain-lain adalah salah satu bentuk fisik kepercayaan animisme dan dinamisme pada zaman
prasejarah.

Untuk mengungkapkan rasa bersyukur atas karunia yang telah diberikan oleh alam, mereka
melakukan upacara ritual yang dipersembahkan untuk alam. Untuk itu, mereka percaya bahwa
alam beserta isinya mempunyai kekuatan yang tak bisa dicapai oleh akal dan pikiran mereka.
Untuk melaksanakan ritual atau upacara keagaman, masyarakat pra aksara berkumpul di komplek
megalithik seperti punden berundak-undak, menhir, dolmen, sarkofagus, dan lain-lain. Bangunan
batu besar ini banyak sekali ditemukan di sepanjang wilayah Jawa Barat.

Pemujaan terhadap arwah nenek moyang dari tradisi megalithik yang dilatarbelakangi oleh
pendapat bahwa nenek moyang yang meninggal dari zaman megalitikum itu masih hidup tetapi di
dunia arwah, dan arwah tersebut pun diyakini masyarakat setempat telah bersemayam di tempat-
tempat tertentu yang dianggap suci seperti di gunung-gunung yang tinggi. Dan hampir semua
benda-benda di zaman megalitikum ini digunakan sebagai alat untuk mendekatkan diri kepada
arwah nenek moyang, baik dalam tradisi megalithik pra aksara maupun tradisi megalithik yang
masih berlanjut.
megalitikum muncul untuk digunakan masyarakat yang hidup pada masa tersebut sebagai alat
peribadatan atau penguburan. Dan dari hasil penelusuran, telah diketahui bahwa peninggalan
zaman megalitikum ini tidak hanya berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan yang bersifat sakral,
banyak sekali peninggalan yang ada hubungannya dengan kebutuhan sehari-hari pun juga disebut
sebagai peninggalam zaman megalitikum, contohnya ada batu tegak yang berfungsi sebagai batas
perkampungan, lalu ada susunan batu-batu besar untuk persawahan, ada juga lumpang batu yang
dipergunakan untuk menumbuk biji-bijian, dan lain-lain.

Kepercayaan terhadap animisme telah berlangsung terus sampai sekarang dan mengalami proses
evolusi yang sangat panjang. Di beberapa suku bangsa di Indonesia kepercayaan tersebut masih
ada walaupun dengan bentuk yang berbeda-beda. Aktivitas masyarakat di zaman sekarang pun
masih ada yang terkait dengan kepercayaan masyarakat megalitikum, contohnya:

 Upacara tertentu yang biasanya dilakukan oleh sesorang yang memiliki keahlian khusus yang
bisa menghubungkan dunia nyata dengan roh halus. Biasanya orang yang memiliki keahlian
tersebut adalah seorang yang berprofesi sebagai dukun atau kuncen
 Banyak anggota masyarakat modern yang masih percaya dengan benda yang dimiliki oleh
masing-masing personal seperti batu akik (cincin) yang diduga bisa membawa berkah dan
zaman dulu mayoritas masyarakat setempat memiliki batu cincin tersebut.

Berdasarkan sumber yang ditemukan, masuknya pedagang India ke Indonesia diperkirakan


pada abad ke-2 dengan ditemukannya patung budha. Sedangkan untuk pengaruh Hindu mulai
ada diperkirakan abad ke-5 dengan munculnya kerajaan Kutai sebagai kerajaan pertama di
Indonesia. Datangnya para pedagang India tidak bisa dibendung begitu saja dikarenakan letak
Indonesia yang strategis di tepian selat Malaka, membuat para pedagang baik dari India dan
Cina singgah di Indonesia.
Pengaruh India di Indonesia mencangkup berbagai bidang kehidupan, antara lain:

Bahasa dan tulisan


Sebelum masuknya Hindu-Budha, Indonesia masih meemasuki zaman pra aksara yakni zaman
dimana manusia belum mengenal tulisan. Bukti selama ini tulisan yang ada di Indonesia,
pertama kali ditemukan abad ke-5 yakni pada Prasasti Yupa peninggalan Kerajaan Kutai. Pada
prasasti tersebut menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta yang merupakan huruf
dan bahasa yang berasal dari India

Agama
Masuknya pengaruh India ke Indonesia mengakibatkan penduduk di Indoneisa memeluk agama
Hindu dan Budha. Sebelum masuknya pengaruh India ke Indonesia, bangsa Indonesia sudah
memiliki sistem kepercayaan sendiri yakni Animisme, Dinamisme, Totemisme. Hal ini terbukti
dari penginggalan zaman Megalitikum yang berhubungan dengan rutial pemujaan terhadap roh
nenek moyang.

Pemerintahan
Seiring masuknya pengaruh India ke Indonesia, muncullah sistem pemerintahan berbentuk
kerajaan. Sebelumnya, sistem pemerintahan di Indonesia menggunakan sistem kesukuan yakni
dengan prinsip primus interperes. Setelah masuknya pengaruh India, kemudian muncul sistem
kerajaan yang memberikan kekuasaan secara turun temurun pada keluargannya. Kerajaan
pertama di Indonesia adalah Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur.
Struktur Masyarakat
Masuk dan berkembangnya agama Hindu di Indonesia memengaruhi sector kehidupan
masyarakat Indonesia, termasuk sistem dan struktur sosial masyarakatnya. Pengaruhnya dapat
dilihat melalui diterapkannya sistem pembagian kasta pada masyarakat Indonesia. Sistem
pembagian kasta di Indonesia tidak seperti yang ada di India, akan tetapi merupakan sistem
pengelompokan masyarakat melalui tingkatan-tingkatan kehidupan masyarakat dan berlaku
turun temurun. Hal ini untuk menunjukkan status sosial dalam masyarakat Indonesia.
Sementara itu, di India perbedaan sistem kasta sangat mendasar sebab untuk membedakan
status sosial antara golongan Arya dan Dravida.

Pendidikan
Pendidikan berkembang pesat setelah adanya pengaruh Hindu, yakni masyarakat mendapat
pendidikan yang dilakukan para pendeta Hindu dan Buddha. Mereka ada yang berguru kepada
pendeta dengan pergi ke rumah-rumah pendeta atau berada di tempat khusus seperti wihara-
wihara. Kaum Brahmana yang memberikan pendidikan serta mengajarkan agama Hindu kepada
masyarakat di daerah-daerah membuka tempat-tempat pendidikan yang dikenal Pasraman. Di
Pasraman inilah, masyarakat Indonesia mendapatkan berbagai pengetahuan yang diajarkan
para Brahmana.
Kesenian
Perkembangan bidang kesenian tampak sekali dalam seni bangunan, seni rupa, dan seni sastra.

1. Seni bangunan yakni adanya bangunan candi Hindu dan candi Buddha yang banyak
ditemukan di Nusantara. Dasar pembangunan candi berasal dari zaman megalitikum
sehingga candi-candi yang ada di Nusantara memiliki bentuk bangunan yang megah serta
punden berundak seperti yang tampak pada candi Borobudur.
2. Seni rupa, seni lukis yang masuk ke Nusantara berkembang, ditandai dengan ditemukannya
patung Buddha berlanggam Gandara di Kota Bangun Kutai, dan patung Buddha
berlanggam Amarawati yang ditemukan di Sulawesi, adanya hiasan perahu yang
menunjukkan majunya seni di Nusantara saat itu serta pada dinding candi Prambanan kita
jumpai relief Ramayana.
3. Seni sastra, seni sastra Hindu banyak kita jumpai pada prasasti-prasasti serta kitab-kitab
sastra. Banyak prasasti di Nusantara menggunakan bahasa Sanskerta bahkan kitab-kitab
sastra zaman Hindu dominan menggunakan bahasa tersebut dan tulisan Palawa.
4. Seni pertunjukan dapat kita lihat pada wayang yang menggunakan cerita Mahabarata dan
Ramayana dengan berbagai penambahan sehingga tidak sama persis dengan yang ada di
India.
Sumber

Wardaya. 2009. Cakrawala Sejarah 2 : untuk SMA / MA Kelas XI ( IPS ). Jakarta : Pusat Perbukuan,
Departemen Pendidikan Nasional

Masyarakat Indonesia dari sebelum masuknya agama Hindu-Budha sebenarnya sudah memiliki budaya
yang cukup tinggi. Dengan masuknya pengaruh budaya Hindu-Budha di Indonesia semakin mempertinggi
teknologi yang sudah dimiliki bangsa Indonesia sebelumnya. Pengaruh Hindu-Budha terhadap
perkembangan teknologi masyarakat Indonesia terlihat dalam bidang kemaritiman, bangunan dan
pertanian.

Perkembangan kemaritiman terlihat dengan semakin banyaknya kota-kota pelabuhan, ekspedisi pelayaran
dan perdagangan antar negara. Selain itu, bangsa Indonesia yang awalnya baru dapat membuat sampan
sebagai alat transportasi kemudian mulai dapat membuat perahu bercadik.
Perpaduan antara pengetahuan dan teknologi dari India dengan Indonesia terlihat pula pada pembuatan
dan pendirian bangunan candi baik candi dari agama Hindu maupun Budha.
Bangunan candi merupakan hasil karya ahli-ahli bangunan agama Hindu-Budha yang memiliki nilai budaya
yang sangat tinggi. Selain itu terlihat dalam penulisan prasasti-prasastri pada batu-batu besar yang
membutuhkan keahlian, pengetahuan, dan teknik penulisan yang tinggi. Pengetahuan dan perkenalan
teknologi yang tinggi dilakukan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi selanjutnya.

Dalam bidang pertanian, tampak dengan adanya pengelolaan sistem irigasi yang baik mulai diperkenalkan
dan berkembang pada zaman masuknya Hindu-Budha di Indonesia. Tampak pada relief candi yang
menggambarkan teknologi irigasi pada zaman Majapahit.

Masuknya Hindu-Budha juga mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia dalam bidang pendidikan.
Sebab sebelumnya masyarakat Indonesia belum mengenal tulisan. Namun dengan masuknya Hindu-
Budha, sebagian masyarakat Indonesia mulai mengenal budaya baca dan tulis.

Bukti pengaruh dalam pendidikan di Indonesia yaitu :

1. Dengan digunakannya bahasa Sansekerta dan Huruf Pallawa dalam kehidupan sebagian masyarakat
Indonesia. Bahasa tersebut terutama digunakan di kalangan pendeta dan bangsawan kerajaan. Telah
mulai digunakan bahasa Kawi, bahasa Jawa Kuno, dan bahasa Bali Kuno yang merupakan turunan
dari bahasa Sansekerta.
2. Telah dikenal juga sistem pendidikan berasrama (ashram) dan didirikan sekolah-sekolah khusus untuk
mempelajari agama Hindu-Budha. Sistem pendidikan tersebut kemudian diadaptasi dan
dikembangkan sebagai sistem pendidikan yang banyak diterapkan di berbagai kerajaan di Indonesia.
3. Bukti lain tampak dengan lahirnya banyak karya sastra bermutu tinggi yang merupakan interpretasi
kisah-kisah dalam budaya Hindu-Budha. Contoh :
· Empu Sedah dan Panuluh dengan karyanya Bharatayudha

· Empu Kanwa dengan karyanya Arjuna Wiwaha

· Empu Dharmaja dengan karyanya Smaradhana

· Empu Prapanca dengan karyanya Negarakertagama

· Empu Tantular dengan karyanya Sutasoma.

1. Pengaruh Hindu Budha nampak pula pada berkembangnya ajaran budi pekerti berlandaskan ajaran
agama Hindu-Budha. Pendidikan tersebut menekankan kasih sayang, kedamaian dan sikap saling
menghargai sesama manusia mulai dikenal dan diamalkan oleh sebagian masyarakat Indonesia saat
ini.
Para pendeta awalnya datang ke Indonesia untuk memberikan pendidikan dan pengajaran mengenai
agama Hindu kepada rakyat Indonesia. Mereka datang karena berawal dari hubungan dagang. Para
pendeta tersebut kemudian mendirikan tempat-tempat pendidikan yang dikenal dengan pasraman. Di
tempat inilah rakyat mendapat pengajaran. Karena pendidikan tersebut maka muncul tokoh-tokoh
masyarakat Hindu yang memiliki pengetahuan lebih dan menghasilkan berbagai karya sastra.
Rakyat Indonesia yang telah memperoleh pendidikan tersebut kemudian menyebarkan pada yang lainnya.
Sebagian dari mereka ada yang pergi ke tempat asal agama tersebut. Untuk menambah ilmu pengetahuan
dan melakukan ziarah. Sekembalinya dari sana mereka menyebarkan agama menggunakan bahasa
sendiri sehingga dapat dengan mudah diterima oleh masyarakat asal.

Agama Budha tampak bahwa pada masa dulu telah terdapat guru besar agama Budha, seperti di Sriwijaya
ada Dharmakirti, Sakyakirti, Dharmapala. Bahkan raja Balaputra dewa mendirikan asrama khusus untuk
pendidikan para pelajar sebelum menuntut ilmu di Benggala (India)

Disadari atau tidak, bentuk pemerintahan kita sekarang juga merupakan


“warisan” dari pemerintahan kolonial Belanda. Zaman dahulu, sistem
kepemimpinan kita bersifat pamong praja. Jabatan yang sifatnya turun-
temurun dan upetinya didapat dari rakyat. Artinya, kalau kamu baru bisa
menjadi "penguasa" kalau kamu keturunan raja. Kalau tidak, ya tidak.

Daendels dan Raffles kemudian mengubahnya menjadi pemerintahan


modern. Bupati dijadikan pegawai negeri dan digaji. Bagi mereka, bupati
adalah alat kekuasaan. Ya, baik Belanda maupun Inggris melakukan
intervensi terhadap kerajaan. Alhasil, elit kerajaan kurang leluasa dalam
pergerakan politik.

Imperialisme dan kolonialisme yang pernah mendera Indonesia juga


mengakibatkan hal lain: aktivitas pemerintahan berpusat di jawa. Hal ini
akhirnya terbawa sampai sekarang. Meskipun saat ini kita sudah
melakukan desentralisasi, tapi tetap terasa bahwa wilayah Jawa seakan
adalah pusat pemerintahan.

Tentu, saat pemerintah kolonial Belanda menguasai Indonesia, tidak


sedikit perlawanan yang menghadang. Salah satunya adalah perlawanan
ciamik lewat dunia politik. Kebanyakan rakyat bergerak
melalui organisasi dalam maupun luar negeri.
Sayangnya, kedatangan kolonial memperburuk sosial budaya kita. Adanya
Belanda membuat kita terbiasa hidup dalam kotak-kotak masyarakat.
Mereka, dengan sengaja membuat kasta antargolongan. Buat mereka,
bangsa eropa adalah yang tertinggi. Disusul Asia, Timur Jauh, dan,
kasta terendah adalah kaum pribumi.

Tidak hanya itu, penindasan dan pemerasan secara kejam juga terjadi.
Upacara adat di istana-istana kerajaan dihilangkan. Merka menggantinya
dengan tradisi pemerintahan Belanda.

Kebiasaan pemerintah Kolonial menggunakan bahasa Belanda, di sisi lain,


membawa pengaruh tersendiri. Sedikit banyak kita punya bahasa serapan
yang berasal dari bahasa Belanda. Kantor yang berasal dari kata
“Kantoor”. Dan koran yang berasal dari kata “krant”.

Baca juga: Perkembangan Imperialisme dan Kolonialisme di Indonesia

Pengaruh lain dari Belanda ada pada karya sastra kita. Belanda yang
memperkenalkan surat kabar pada tahun 1659 tentu membantu dalam
penyebaran informasi. Bahkan, penyebaran Katolik dan Protestan juga
dapat ditemui dari koran.

Karena tujuan Belanda di Indonesia untuk mencari rempah-rempah,


mereka harus membuat infrastruktur untuk mengangkut pasokan bahan
makanan. Makanya, mereka punya andil dalam pembuatan
pembangunan rel kereta dan jalan raya. Bahkan mereka juga
membangun waduk dan saluran irigasi. Selain itu. Mereka juga
membangun industri pertambahan dengan membuka kilang minyak bumi di
Tarakan, Kalimantan Timur.

Oke, mungkin paragraf di atas membuat kamu merasa kalau “Belanda itu
baik” karena membangun infrastruktur dan perekonomian kita. Tapi, satu
hal yang perlu diingat adalah, cara mereka memperlakukan rakyat kita.
Kebijakan tanam paksa dan ekonomi liberal yang mereka bentuk membuat
rakyat Indonesia dipaksa menjadi penghasil bahan mentah aja. Alhasil, kita
tidak punya jiwa “Entrepreneur”. Lha, wong disuruh menanam pala terus.

Yah, monopoli dagang yang dibuat VOC juga membuat perdagangan


Nusantara di kancah internasional jadi mundur. Karena kita cuman tahu
bikin bahan mentah, tapi tidak tahu cara mengolah lebih lanjut.
Di bidang pendidikan, Pemerintah Kolonial berhasil memanfaatkan
rakyat kita untuk dijadikan pegawai administrasi yang terdidik,
terampil, tapi dihargai murah. Secara pendidikan formal, Belanda
menyusun kurikulum pengajarannya sendiri sampai abad ke-19. Makanya,
ada kecenderungan politik dan kebudayaan yang dimasukkan melalui
pendidikan.

Masalahnya, akses untuk pendidikan ini dibatasi oleh mereka. Belanda


lagi-lagi membuat sekat dan kasta. Karena mereka takut kalau rakyat kita
terlalu pintar, kita bisa bersatu untuk menggulingkan kekuasaan mereka.
Makanya, hanya orang-orang "berada" yang bisa masuk. Seperti keturunan
raja, bangsawan, dan pengusaha kaya.

Lama-kelamaan, hal ini membuat sebagian kalangan menjadi geram.


Alhasil, mulai bermunculan akademisi yang mementingkan pendidikan di
Indonesia. Mulai dari bedirinya Budi Utomo. Masuknya pendiidikan
berbasis agama seperti Muhammadiyah. Dan, tentu saja, lewat bapak
pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara.

Anda mungkin juga menyukai