Kelas: X IPA 2
Mata Pelajaran: SEJARAH INDONESIA
1. Pada masyarakat food gathering, mereka sangat menggantungkan diri pada alam. Dimana
daerah yang mereka tempati harus dapat memberikan persediaan yang cukup untuk
kelangsungan hidup. Oleh karena itu mereka selalu berpindah-pindah.
a. Binatang buruan dan umbi-umbian semakin berkurang di tempat yang mereka diami.
b. Musim kemarau menyebabkan binatang buruan berpindah tempat untuk mencari sumber
air yang lebih baik.
c. Mereka berusaha menemukan tempat dimana kebutuhan mereka tersedia lebih banyak
dan mudah diperoleh.
2. Mereka masih hidup mengembara. Tempat tinggal sementara di gua-gua. Ada pula kelompok
yang tinggal di daerah pantai
3. Mencari makanan berupa binatang buruan dan tumbuh-tumbuhan liar di tepi sungai atau
danau. Mereka mencari kerang sebagai makanannya.
6. Hubungan antar anggota sangat erat, mereka bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan
hidup serta mempertahankan kelompok dari serangan kelompok lain ataupun dari binatang
buas.
7. Populasi pertumbuhan penduduk sangat kecil karena situasi yang berat, dengan peralatan
yang masih sangat primitif membuat mereka tidak dapat selamat dari berbagai bahaya.
b) Kehidupan Budaya
1. Dengan peralatan yang masih sangat sederhana, mula-mula bisa membuat rakit, lama
kelamaan mereka membuat perahu.
2. Mereka belum mampu membuat gerabah, oleh karena itu, mereka belum mengenal cara
memasak makanan, salah satunya yaitu dengan cara membakar.
3. Mereka sudah mengenal perhiasan yang sanagat primitif yaitu dengan cara merangkai kulit-
kulit kerang sebagai kalung.
4. Untuk mencukupi kebutuhan hiudup mereka membuat alat-alat dari batu, tulang, dan kayu.
5. Pada masa itu mereka memilih untuk tinggal di gua-gua, dari tempat tersebut ditemukan
peninggalan berupa alat-alat kehidupan yang digunakan pada masa itu, seperti:
– Kapak perimbas, Kapak Penetak, Kapak genggam, Pahat genggam, Alat serpih, Alat-alat dari
tulang, dll.
c) Teknologi
Teknologi masa food gathering masih sangat rendah. Hampir semua alat-alat yang digunakan
masih sangat sederhana sekedar untuk membantu pekerjaan mereka.
a) Kehidupan Sosial
1. Kehidupan bercocok tanamnya dikenal dengan berhuma, yaitu teknik bercocok tanam
dengan cara membersihkan hutan dan menanaminya. Setelah tanah tidak subur maka mereka
akan berpindah ke tempat lain yang masih subur dan melakukan hal yang sama seperti
sebelumnya. Hal ini dilakukan secara berulang-ulang. Pada perkembangannya mulai
menetapkan kehidupan bercocok tanam pada tanah-tanah persawahan
2. Telah tinggal menetap di suatu tempat, mereka tinggal di sekitar huma tersebut, dengan
cara bercocok tanam dan memelihara hewan-hewan jenis tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa
mereka telah hidup menetap Hal ini juga menunjukkan bahwa manusia telah dapat menguasai
alam lingkungan.
3. Dengan hidup menetap, merupakan titik awal dan perkembangan kehidupan manusia untuk
mencapai kemajuan. Dengan hidup menetap, akal pikiran manusia mulai berkembang dan
mengerti akan perubahan-perubahan hidup yang terjadi.
6. Muncul kegiatan kehidupan perkampungan, oleh karena itu di buat peraturan, untuk
menjaga ketertiban kehidupan masyarakat.
7. Diangkat seorang pemimpin yang berwibawa, kuat, dan disegani untuk mengatur para
anggotanya.
8. Mereka hidup bergotong royong, sehingga mereka saling melengkapi, saling membantu, dan
saling berinteraksi dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya.
b) Kehidupan Budaya
2. Peninggalan kebudayaan manusia pada masa bercocok tanam semakin banyak dan beragam,
baik yang terbuat dari tanah liat, batu maupun tulang
Beliung Persegi, Kapak Lonjong, Mata panah, Gerabah, Perhiasan, Bangunan Megalitikum
seperti menhir, dolmen, sarkofagus, kubur batu, punden berundak, waruga, arca.
c) Teknologi
Pada masa bercocok tanam, kebudayaan orang-orang purba mengalami perkembangan yang
luar biasa. Pada masa ini terjadi revolusi secara besar-besaran dalam peradaban manusia yaitu
dari kehidupan food gathering menjadi food producing. Sehingga terjadi perubahan yang sangat
mendalam dan meluas dalam seluruh penghidupan umat manusia.
3. MASA PERTANIAN
Ketika ditemukan tanaman padi maka sistem pertanian menjadi semakin meningkat dan
berkembang menjadi sistem persawahan. Mereka juga mulai memelihara binatang ternak
untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
a) Kehidupan Sosial
3. Untuk mengisi waktu menunggu musim panen tiba mereka membuat anyaman dari bambu/
rotan;
4. Mendiami tempat-tempat kecil dengan tujuan untuk menghindari serangan binatang buas;
5. Mulai mendirikan rumah sebagai tempat berteduh dengan cara bergotong-royong yang
disertai dengan upacara tradisional. Mulai menetap dalam waktu yang cukup lama. Mereka
sudah mengenal pertukangan dengan alat pendukung berupa kapak beliung yang berfungsi
sebagai alat pemotong kayu. Dengan alat-alat tersebut digunakan untuk mendirikan rumah
dengan cara gotong-royong pula;
9. Mereka telah memiliki aturan dalam kehidupan masyarakat guna ketertiban dan rapinya
kerjasama dengan cara pembagian kerja;
10. Mereka memiliki kebiasaan untuk menyelenggarakan upacara secara teratur yang
melibatkan orang lain.
1. Mereka sudah menetap, dan tinggal di rumah-rumah, membentuk perkampungan dan hidup
sebagai petani;
2. Mereka telah mengenal musim sehingga dapat dipastikan mereka telah menguasai ilmu
perbintangan (ilmu falak);
3. Mereka telah menggunakan alat-alat kehidupan yang halus seperti kapak persegi, dan kapak
lonjong, selain itu juga menggunakan kapak perunggu, nekara, gerabah serta benda-benda
megalitik;
4. Alat-alat yang dibuat dari batu, seperti kapak batu halus dengan beragai ukuran kapak batu
dengan ukuran kecil yang indah digunakan sebagai mas kawin, alat penukar, atau alat upacara;
5. Kapak-kapak dari logam berupa perunggu memunculkan budaya megalitik berupa menhir,
dolmen, punden berundak, pandhusa, dll;
6. Alat-alat yang dibuat dari tanah liat sangat berhubungan erat dengan adanya proses kimia,
yaitu proses pencampuran tanah liat, penjemuran, dan teknik-teknik pembakarannya. Gerabah
sudah dibuat dengan warna-warni dan dengan hiasan yang beraneka ragam. Seperti hiasan dari
anyaman kain yang menunjukkan bahwa nenek moyang kita sudah mengenal tulisan.
4. MASA PERUNDAGIAN
a) Kehidupan Sosial
2. Mereka memiliki pengetahuan tentang gejala alam dan musim, mereka mulai dapat
memperkirakan peristiwa alam dan memperhitungkan musim tanam dan musim panen;
3. Dengan diterapkan sistem persawahan maka pembagian waktu dan kerja semakin
diketatkan;
4. Dalam masyarakat muncul golongan undagi, mereka merupakan golongan yang terampil
untuk melakukan perkerjaan seperti pembuatan rumah kayu, gerobak, maupun benda logam.
Pertanian tetap menjadi usaha utama masyarakat;
5. Dari segi sosial, kehidupan masyarakat zaman ini semakin teratur. Contohnya : ada
pembagian kerja yang baik berdasarkan kemampuan yang dimiliki masing-masing individu;
6. Pembagian kerja semakin komplek dimana perempuan tidak hanya bekerja di rumah tetapi
juga berdagang di pasar.
b) Kehidupan Budaya
1. Masyarakat zaman ini telah menunjukkan tingkat budaya yang tinggi terlihat dari berbagai
bentuk benda seni dan upacara yang ditemukan menunjukkan keterampilan masyarakat
perundagian yang tinggi;
2. Zaman ini ditandai dengan pesatnya kemampuan membuat alat-alat akibat perkembangan
teknologi. Mereka menemukan teknologi peleburan biji logam. Oleh karena itu, semakin
banyak manusia yang menggunakan logam untuk memenuhi perkakas hidupnya;
3. Pada zaman perunggu, orang dapat memperoleh jenis logam yang lebih keras daripada
tembaga, sebab perunggu merupakan logam campuran dari tembaga dan timah. Sehingga
dapat dikatakan bahwa kebudayaan manusia pada zaman ini jauh lebih tinggi. Terbukti
masyarakatnya sudah mengenal teknologi peleburan dan pencampuran logam.;
4. Pada zaman besi, manusia telah menemukan logam yang jauh lebih keras lagi dimana harus
dileburkan pada titik lebur yang cukup tinggi. Sehingga alat-alat pada zaman ini telah lebih
sempurna daripada sebelumnya. Kemampuan membuat benda-benada jauh lebih tinggi
tingkatannya dibandingkan dengan masa sebelumnya. Teknologi peleburan logam yang
digunakan adalah dengan sistem pemanasan, pencetakan logam, pencampuran logam dan
penempaan logam;
5. Pada zaman Perundagian peralatan gerabah masih ditemukan dengan teknologi yang
semakin maju. Hal ini menunjukkan bahwa peranan alat-alat dari gerabah tersebut tidak dapat
digantikan dengan mudah oleh alat-alat dari dari logam.
c) Teknologi
1. Teknologi dapat dilihat dari pembuatan alat-alat pada masa itu. Terlebih lagi teknologi
tersebut terlihat pada masa penggunaan alat-alat dari logam. Hal ini disebabkan karena teknik
yang digunakan untuk membuat alat-alat dari logam tersebut diadopsi dari teknik membuat
logam di daratan Cina;
2. Logam digunakan sebab penggunaan alat bercocok tanam dari logam lebih efisien selain itu
memiliki nilai artistik yang lebih tinggi jika dibandingkan alat-alat dari batu;
3. Zaman logam disebut juga zaman perundagian dimana masyarakat telah mampu membuat
peralatan dengan teknologi sederhana dengan bahan baku logam;
4. Teknik yang digunakan pada masa itu adalah teknik a cire perdue. Caranya sebagai berikut :
1. Benda yang hendak dibuat, terlebih dulu dibuat dari lilin lengkap dengan segala
bagiannya;
3. Dengan cara dipanaskan maka tanah tersebut akan menjadi keras, sedangkan lilinnya akan
cair dan mengalir keluar dari lubang yang ada dalam selubung;
4. Jika lilin telah habis maka logam cair dapat dituang ke tempat lilin tadi;
5. Setelah dingin, selubung tanah dipecah dan jadilah benda yang kita kehendakai yang
terbuat dari logam.
Berbicara perkara kehidupan manusia, khususnya dalam arena prasejarah, tentu tidak akan
terlepas dari perkara yang lain yaitu lingkungan alam dan budaya. Aspek lingkungan ini
merupakan salah satu unsur penting pembentuk suatu budaya masyarakat. Manusia masa
prasejarah masih sangat menggantungkan hidupnya pada alarn, oleh karena itu hubungan yang
begitu dekat antara manusia dengan lingkungan membawa konsekuensi bahwa manusia hams
senantiasa beradaptasi dengan lingkungan yang ditempati, salah satunya tercermin dari hasil
budaya. Untuk mendapatkan penjelasan tentang kehidupan manusia masa prasejarah maka
perlu mengintegrasikan antara tinggalan manusia, tinggalan budaya, dan lingkungan alamnya.
Dengan demikian studi tentang hubungan antara manusia, budaya, dan lingkungan alam masa
prasejarah merupakan topik yang tetap aktual menarik, dan perlu dikembangkan dalam disiplin
ilmu arkeologi. Nilai-nilai budaya masa prasejarah artinya, konsep-konsep umum tentang
masalah-masalah dasar yang sangat penting dan bernilai bagi kehidupan masyarakat prasejarah
di Indonesia. Konsep-konsep umum dan penting itu hingga kini masih tersebar luas di kalangan
masyarakat Indonesia. Nilai-nilai budaya masa prasejarah Indonesia itu masih terlihat dalam
bentuk kegiatan-kegiatan berikut:
1. Mengenal Astronomi
Pengetahuan tentang astronomi sangat penting dalam kehidupan mereka terutama pada saat
berlayar waktu malam hari. Astronomi juga, penting artinya dalam menentukan musim untuk
keperluan pertanian.
2. Mengatur Masyarakat
Dalam kehidupan kelompok masyarakat yang sudah menetap diperlukan adanya aturan-aturan
dalam masyarakat. Pada masyarakat dari desa-desa kuno di Indonesia telah memiliki aturan
kehidupan yang demokratis. Hal ini dapat ditunjukkan dalam musyawarah dan mufakat memilih
seorang pemimpin. Seorang pemimpin yang dipilih itu diharapkan dapat melindungi
masyarakat dari gangguan masyarakat luar maupun roh jahat dan dapat mengatur masyarakat
dengan baik. Bila seorang pemimpin meninggal, makamnya dipuja oleh penduduk daerah itu.
3. Sistem Macapat
Sistem macapat ini merupakan salah satu butir dari 10 butir penelitian J.L.A. Brandes tentang
keadaan Indonesia menjelang berakhirnya zaman prasejarah. Sistem macapat merupakan suatu
tatacara yang didasarkan pada jumlah empat dan pusat pemerintah terletak di tengah-tengah
wilayah yang dikuasainya. Pada pusat pemerintahan terdapat tanah lapang (alun-alun) dan di
empat penjuru terdapat bangunan-bangunan yang penting seperti keraton, tempat pemujaan,
pasar, penjara. Susunan seperti itu masih banyak ditemukan pada kota-kota lama.
4. Kesenian Wayang
Munculnya kesenian wayang berpangkal pada pemujaan roh nenek moyang. Jenis wayang yang
dipertunjukkan adalah wayang kulit, wayang orang dan wayang golek (boneka). Cerita dalam
pertunjukkan wayang mengambil tema tentang kehidupan pada masa itu dan setelah
mendapat pengaruh bangsa Hindu muncul cerita Mahabarata dan Ramayana.
5. Seni Gamelan
Seni gamelan digunakan untuk mengiringi pertunjukkan wayang dan dapat mengiringi
pelaksanaan upacara.
6. Seni Membatik
Seni membatik merupakan kerajinan untuk menghiasi kain dengan menggunakan alat yang
disebut canting. Hiasan gambar yang diambil sebagian besar berasal dari alam lingkungan
tempat tinggalnya. Di samping itu ada seni menenun dengan beraneka ragam corak.
7. Seni Logam
Seni membuat barang-barang dari logam menggunakan teknik a Cire Perdue. Teknik a Cire
Perdueadalah cara membuat barangbarang dari logam dengan terlebih dulu membentuk
tempat untuk mencetak logam sesuai dengan benda yang dibutuhkan. Tempat untuk mencetak
logam sesuai dengan benda yang dibutuhkan. Tempat untuk mencetak logam itu ada yang
terbuat dari batu, tanah liat, dan sebagainya. Pada tempat cetakan itu dituang logam yang
sudah dicairkan dan setelah dingin cetakan itu dipecahkan, sehingga terbentuk benda yang
dibutuhkannya. Barang-barang logam yang ditemukan sebagian besar terbuat dari perunggu.
Gua Babi di Gunung Batu Buli, desa Randu, Muara Uya, Tabalon.
Masa praaksara merupakan masa dimana belum dikenalnya tulisan oleh manusia.
Berdasarkan corak kehidupannya, masyarakat praaksara dibagi menjadi masa berburu
dan mengumpulkan makanan, masa bercocok tanam dan beternak, dan masa kemahiran
teknik (masa undagi). Corak kehidupan manusia berlangsung dari cara yang paling
sederhana hingga pembuatan alat – alat yang berasal dari logam. Pada awalnya manusia
hidup berpindah – pindah hingga pada akhirnya menetap dengan membuat rumah. Dari
awalnya mendapatkan makanan dengan cara berburu hingga menghasilkan makanan
sendiri.
Alat yang digunakan pada saat berburu dan meramu adalah alat – alat berupa kapak
perimbas atau kapak genggam yang terbuat dari batu yang dihaluskan dan tidak memiliki
tangkai. Kapak perimbas ditemukan di sekitar Pacitan dan Ngandong oleh von
Koenigswald. Selain kapak genggam juga ditemukan pula alat – alat yang terbuat dari
tulang yang digunakan sebagai alat serpih, alat penusuk, alat melubangi (gurdi) dan
sebagai pisau. Alat lain yang digunakan pada masa berburu dan meramu
adalah Kjokkenmoddinger atau sampah dapur berupa tumpukan kulit kerang.
Alat yang digunakan pada masa bercocok tanam dan beternak diantaranya kapak persegi,
kapak lonjong dan mata panah. Kapak lonjong dan kapak persegi digunakan pada bidang
pertanian. Kedua kapak ini sudah dibuat halus pada bagian tertentu. Kapak persegi
banyak tersebar di wilayah – wilayah Indonesia bagian timur. Pada masa itu telah dikenal
teknik pembuatan gerabah dan diperkirakan manusia pada saat ini sudah mengenal
bahasa untuk komunikasi.
3. Masa Perundagian
Kata perundagian berasal dari kata undagi yang berarti tukang atau orang yang memiliki
keterampilan dalam hal tertentu. Masing – masing orang telah memiliki keterampilan
dalam masing – masing bidang sehingga memiliki spesialisasi tersendiri. Kehidupan
masa purba telah teratur dan hidup secara permanen. Sistem irigasi mulai diperkenalkan
pada masa ini. Peninggalan pada masa perundagian berupa alat – alat logam. Pembuatan
peralatan berbahan logam tersebut menggunakan teknik a cire perdue dan bivalve. Alat –
alat yang dihasilkan diantaranya nekara, moko, kapak perunggu atau kapak corong,
cendrasa, mata panah dan tombak, perhiasan dan alat – alat pertanian.
CORAK KEHIDUPAN MASYARAKAT PRA-AKSARA
Doni Setyawan | Juli 23, 2016 | Masa Pra-Aksara | Tidak ada Komentar
corak kehidupan manusia purbaZaman pra-aksara adalah masa dimana tidak ditemukannya
tulisan. Berdasarkan corak kehidupan masyarakat pra-akasara. Berdasarkan corak kehidupan,
masa pra-aksara dibagi menjadi masa hidup berburu dan mengumpulkan makanan, masa
bercocok tanam dan beternak, serta masa perundagian atau masa kemahiran teknik. Corak
kehidupan berlangsung dari yang paling sederhana hingga pembuatan alat-alat dari logam yang
membutuhkan keahlian khusus. Dari awalnya hidup berpindah-pindah hingga menetap dengan
membuat rumah. Dari yang awalnya hidup dengan cara mengumpulkan makanan hingga
menghasilkan makanan sendiri.
Masa berburu dan mengumpulkan makanan, kadang juga digunakan istilah meramu makanan,
adalah corak kehidupan dasar dari masyarakat pra-aksara. Kehidupan sangat sederhana,
tergantug pada alam. Manusia purba berpindah-pindah atau nomaden dari satu tempat ke
tempat yang lain untuk mendapatkan makanan (food gathering). Manusia purba pada tahap ini
tinggal berkelompok di daerah sekitar sungai yang subur, dan juga gua-gua karang (abris soche
rouche) agar terhindar dari panas dan hujan serta binatang buas. Pada dinding gua terdapat
lukisan yang menggunakan cat merah dari daun daunan.
Alat yang digunakan pada masa berburu dan mengumpulkan makanan adalah berupa kapak
perimbas atau kapak genggam yang berupa batu belum dihaluskan dan tidak bertangkai. Kapak
perimbas ditemukan sekiat Pacitan dan Ngandong oleh Von Koenigswald. Selain kapak
genggam juga ditemukan alat-alat dari tulang yang digunakan sebagai alat serpih yaitu alat
penusuk, alat melubangi (gurdi) dan sebagai pisau. Peninggalan pada masa berburu dan
meramu yang lain yaitu Kjokkenmoddinger atau sampah dapur yaitu tumpukan kulit kerang.
Pada masa bercocok tanam timbul revolusi perdaban yakni perubahan corak hidup dari
mengumpulkan makanan (food gathering) menjadi menghasilkan makanan sendiri (food
producing), perubahan dari yang hidup berpindah-pindah (nomaden) menjadi hidup menetap
(sedenter). Manusia sudah tidak lagi sangat tergantung pada alam. Mereka sudah menghasilkan
makanan sendiri dan beternak. Pada masa ini manusia sudah bisa membuat rumah. Selain itu
corak kehidupan juga sudah lebih maju dengan adanya perdagangan secara barter yaitu tukar
menukar barang dengan barang.
Alat yang digunakan berupa kapak persegi, kapak lonjong, dan mata panah. Kapak persegi dan
kapak lonjong digunakan untuk alat pertanian. Kedua kapak tersebut sudah dibuat halus pada
bagian tertentu. kapak persegi tersebar di wilayah-wilayah Indonesia bagian barat, sedangkan
kapak lonjong tersebar di wilayah-wilayah Indonesia bagian timur. Pada masa ini sudah ada
teknik pembuatan gerabah. Selain itu pada masa ini juga diperkirakan masyarakat pra-aksara
sudah menggunakan bahasa untuk komunikasi.
Masa perundagian
Perungangian berasal dari kata undagi yang artinya sama dengan tukang atau seseorang yang
memiliki keterampilan atau ahli dalam pekerajaan tertentu. Masing-masing orang bekerja
sesuai dengan keterampilan masing-masing, sehingga sudah ada spesialisasi dalam bekerja.
Kehidupan manusia purba sudah teratur dan hidup secara permanen. Sistem irigasi untuk
pertanian mulai ada pada masa ini.
Peninggalan masa perundagian berupa alat-alat dari logam. Terdapat dua teknik dalam
pembuatan alat-alat dari logam yaitu teknik cire perdue dan bivalve. Alat-alat yang
dihasilkan pada zaman perundagian antara lain Nekara, Moko, Kapak Perunggu atau
Kapak Corong, Cendrasa, mata panah dan tombak, perhiasan, serta alat-alat pertanian.
Corak Kehidupan Masyarakat Pra-Aksara
Diposting oleh Kumpulan Trik, Artikel, dan game on Minggu, 03 April 2016
1.Corak Kehidupan Berburu dan Meramu
Masa berburu dan meramu tingkat lanjut berlangsung setelah zaman pleistosen. Corak
kehidupan masyarakat berburu dan meramu tingkat lanjut terpengaruh pada masa sebelumnya.
Kehidupan mereka masih bergantung pada alam. Mereka hidup dengan cara berburu binatang di
dalam hutan, menangkap ikan, dan dengan mengumpulkan makanan seperti umbi-umbian, buah-
buahan, biji-bijian, dan daun-daunan. Alat-alat kehidupan yang digunakan pada masa itu
misalnya kapak genggam, flake, dan alat-alat dari tulang. Pada masa tersebut juga dikenal
gerabah yang berfungsi sebagai wadah. Sejarah masa berburu dan meramu tingkat lanjut
Masyarakat berburu dan meramu tingkat lanjut hidup dalam kelompok yang terdiri dari beberapa
keluarga. Di antara kelompok-kelompok tersebut ada yang hidup di daerah pesisir. Mereka hidup
dengan mencari kerang dan ikan laut. Bekas tempat tinggal mereka ditemukan tumpukan kulit
kerang dan alat-alat yang mereka gunakan, seperti kapak genggam, mata panah, mata tombak,
mata kail dan lain-lain. Pola bermukim mereka mulai berubah dari nomaden menjadi
semesedenter. Ketika masyarakat berburu dan meramu tingkat lanjut telah mampu
mengumpulkan makanan dalam jumlah yang cukup banyak, mereka mulai lebih lama mendiami
suatu tempat. Kemudian pengetahuan mereka berkembang untuk menyimpan dan mengawetkan
makanan. Daging binatang buruan diawetkan dengan cara dijemur setelah terlebih dahulu diberi
ramuan. Mereka bertempat tinggal di gua-gua (abris sous roche). Mereka memilih gua yang
letaknya cukup tinggi di lereng-lereng bukit untuk melindungi diri dari iklim dan binatang buas.
Masyarakat berburu dan meramu tingkat lanjut juga telah mengenal pembagian kerja. Kegiatan
berburu banyak dilakukan oleh kaum laki-laki. Kaum wanita tidak banyak yang terlibat dalam
kegiatan perburuan, mereka lebih banyak berada di sekitar gua tempat tinggal mereka. Karena
perhatian wanita ditujukan kepada lingkungan yang terbatas, maka mereka mampu memperluas
pengetahuannya tentang seluk-beluk tumbuh-tumbuhan yang dapat dibudidayakan. Secara alami
masyarakat ini telah mengenal bercocok tanam, meskipun masih dalam taraf yang sangat
sederhana dan dilakukan secara berpindah-pindah. Mereka membuka lahan dengan cara
menebang hutan, membakar dan membersihkannya. Setelah tidak subur lagi tanah tersebut
mereka tinggalkan untuk mencari lahan baru yang subur. Kehidupan semisedenter memberikan
banyak waktu luang bagi manusia pendukung masa ini. Waktu luang tersebut mereka gunakan
untuk membuat alat-alat dari batu dan tulang serta membuat lukisan pada dinding-dinding gua.
Lukisan-lukisan mereka berwujud seperti cap telapak tangan, babi, kadal, perahu,
menggambarkan kegiatan berburu yang berhubungan dengan kepercayaan, yaitu penghormatan
terhadap nenek moyang, upacara kesuburan, dan keperluan perdukunan.
Kelompok-kelompok kecil pada masa bercocok tanam makin bertambah besar, karena
masyarakat telah mulai menetap dan hidup lebih teratur. Kelompok-kelompok perkampungan
tumbuh menjadi kesatuan-kesatuan yang lebih besar misalnya klan, marga dan sebagainya yang
menjadi dasar masyarakat Indonesia sekarang. Kehidupan masyarakat menjadi semakin
kompleks setelah mereka tidak saja tinggal di goa-goa, tetapi juga memanfaatkan lahan-lahan
terbuka sebagai tempat tinggal. Dengan bertempat tinggal menetap mereka mempunyai
kesempatan yang lebih banyak untuk mengembangkan teknologi pembuatan alat dari batu.
Perubahan cara hidup dari mengembara ke menetap akhirnya berpengaruh terhadap aspek-aspek
kehidupan lainnya. Cara hidup berburu dan meramu secara berangsur-angsur mulai ditinggalkan.
Mereka memasuki tahapan baru yaitu bercocok tanam ini merupakan peristiwa penting dalam
sejarah perkembangan dan peradaban manusia. Dengan penemuan-penemuan baru, mereka dapat
menguasai alam, terutama yang berhubungan langsung dengan kebutuhan hidup mereka.
Beragam jenis tumbuhan mulai dibudidayakan dan bermacam- macam binatang mulai
dijinakkan. Dengan perkembangannya cara bercocok tanam dan bertani, berarti banyak hal yang
diperlukan untuk melaksanakan kegiatan tersebut yang tidak mungkin dapat dipenuhi sendiri.
Kondisi inilah yang kemudian mendorong munculnya kelompok-kelompok spesialis
atau undagi. misalnya kelompok ahli pembuatan rumah, pembuatan gerabah, dan pembuatan
alat-alat logam.Pada tahapan berikutnya, kegiatan pertanian membutuhkan satu organisasi yang
lebih luas yang berfungsi untuk mengelola dan mengatur kegiatan pertanian tersebut. Dari
organisasi itu kemudian menumbuhkan organisasi masyarakat yang bersifat chiefdomsatau
masyarakat yang sudah berkepemimpinan. Dalam masyarakat yang demikian itu sudah dapat
dibedakan antara pemimpin dan yang dipimpin. Pengakuan terhadap pemimpin tidak sekadar
karena faktor keturunan, tetapi juga dianggap mempunyai kekuatan yang lebih dan
berkedudukan tinggi. Para pemimpin tersebut sesudah meninggal arwahnya tetap dihormati
karena kelebihan yang dimilikinya itu. Untuk menghormati sang arwah, dibangunlah tempat-
tempat pemujaan seperti tampak pada peninggalan-peninggalan pundenberundak. Selain dapat
menunjukan tempat pemujaan arwah, keberadaanpundenberundak juga dapat menjadi bukti
adanya masyarakat yang sudah berkepemimpinan. Pundenberundak merupakan bangunan
tempat melakukan upacara bersama. Dalam melaksanakan upacara itu, juga dipimpin oleh
seorang pemimpin yang disegani oleh masyarakatnya. Pada masa itu ada kemungkinan sudah
terbentuk desa-desa kecil. Pada mulanya hanya bentuk rumah agak kecil dan berdenah melingkar
dengan atap daun-daunan. Kemudian rumah seperti itu berkembang dengan bentuk yang lebih
besar yang dibangun di atas tiang penyangga. Rumah besar ini bentuknya persegi panjang,
dihuni oleh beberapa keluarga inti. Di bawah tiang penyangga rumah digunakan untuk
memelihara ternak. Apabila musim panen tiba mereka berpindah sementara di dekat ladang-
ladang dengan membangun rumah atau gubuk- gubuk darurat. Binatang-binatang piaraan mereka
juga dibawa. Tidak menutup kemungkinan pada masa itu, mereka sudah menggunakan bahasa
untuk komunikasi. Para ahli menduga bahwa pada masa bercocok tanam menetap ini, mereka
sudah menggunakan bahasa Melayu-Polenesia atau rumpun bahasa Austronesia. Pada masa
bercocok tanam mulai muncul kelompok-kelompok profesi, hubungan perdagangan, dan adanya
kontak-kontak budaya yang menyebabkan kegiatan masyarakat semakin kompleks. Situasi
semacam itu tidak saja telah menunjukkan adanya pelapisan masyarakat menurut kehlian dan
pekerjaannya, tapi juga mendorong perkembangan teknologi yang mereka kuasai.
Hal penting yang perlu kita ketahui ialah transisi permukiman nenek moyang dari
nomaden ke tempat tinggal menetap. Manusia purba di indonesia diperkirakan sudah hidup
menjelajah (nomaden) untuk jangka waktu yang lama. Mereka mengumpulkan bahan makanan
dalam lingkup wilayah tertentu dan berpindah-pindah.
Pra aksara atau nirleka(nir: tidak ada, leka: tulisan)adalah istilah yang digunakan
untuk merujuk kepada masa di saat catatan sejarah yang tertulis belum tersedia. Zaman pra
aksara dapat dikatakan permulaan terbentuknya alam semesta, namun umumnya digunakan
untuk mengacu kepada masa di saat kehidupan manusia di Bumi yang belum mengenal tulisan.
Batas antara zaman pra aksara dengan zaman aksara adalah mulai adanya tulisan. Hal ini
menimbulkan suatu pengertian bahwa pra aksara adalah zaman sebelum ditemukannya tulisan,
sedangkan aksara adalah zaman setelah adanya tulisan. Berakhirnya zaman pra aksara atau
dimulainya zaman aksara untuk setiap bangsa di dunia tidak sama tergantung dari peradaban
bangsa tersebut. Salah satu contoh yaitu bangsa Mesir sekitar tahun 4000 SM masyarakatnya
sudah mengenal tulisan, sehingga pada saat itu, bangsa Mesir sudah memasuki zaman aksara.
Zaman pra aksara di Indonesia diperkirakan berakhir pada masa berdirinya Kerajaan Kutai,
sekitar abad ke-5; dibuktikan dengan adanya prasasti yang berbentuk yupa yang ditemukan di
tepi Sungai Mahakam, Kalimantan Timur baru memasuki era aksara.
Karena tidak terdapat peninggalan catatan tertulis dari zaman prasejarah, keterangan
mengenai zaman ini diperoleh melalui bidang-bidang
seperti paleontologi, astronomi, biologi, geologi,antropologi, arkeologi. Dalam artian bahwa
bukti-bukti pra aksara didapat dari artefak - artefak yang ditemukan di daerah penggalian situs
pra aksara.
B. Pengertian Teknologi
Perlu kamu ketahui bahwa sekalipun belum mengenal tulisan manusia purba sudah
mengembangkan kebudayaan dan teknologi. Teknologi waktu itu bermula dari teknologi
bebatuan yang digunakan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan. Dalam praktiknya paralatan
atau teknologi bebatuan tersebut dapat berfungsi serba guna. Pada tahap paling awal alat yang
digunakan masih bersifat kebetulan dan seadanya serta bersifat trial dan eror. Mula – mula
mereka hanya menggunakan benda – benda dari alam terutama batu. Teknologi bebatuan pada
zaman ini berkembang dalam kurun waktu yang begitu panjang. Oleh karena itu, pad ahli
kemudian membagi kebudayaan zaman batu di era pra-aksara ini menjadi beberapa zaman atau
tahap perkembangan. Dalam buku R. Soekmono, Pengantar sejarah kebudayaan Indonesia I,
dijelaskan bahwa kebudayaan zaman batu ini dibagi menjadi tiga, yaitu, Paleotikum,
Mesolitikum, Neolitikum, dan Megalitikum serta zaman logam yaitu perunggu dan besi
D. Zaman Batu
Zaman Batu terjadi sebelum logam dikenal. Zaman batu menunjuk pada suatu periode di
mana alat-alat kehidupan manusia umumnya/dominan terbuat dari batu, walaupun ada juga alat-
alat tertentu yang terbuat dari kayu dan tulang. Zaman batu ini diperiodisasi lagi menjadi 4
zaman, antara lain:
Paleotikum adalah zaman prasejarah yang bermula kira-kira 50.000 hingga 100.000 tahun
yang lalu. Periode zaman ini adalah antara tahun 50.000 SM - 10.000 SM.
Pada zaman ini, manusia Peking dan manusia Jawa telah ada. Di Afrika, Eropa dan Asia,
manusia Neanderthal telah hidup pada awal tahun 50.000 SM, manakala pada tahun 20 000 SM,
manusia Cro-magnon sudah menguasai kebudayaan di Afrika Utara dan Eropa.
Kapak genggam banyak ditemukan di daerah Pacitan, biasa disebut Chopper (alat
penetak/pemotong). Dinamakan kapak genggam karena alat tersebut serupa dengan kapak, tetapi
tidak bertangkai dan cara menggunakannya dengan cara menggenggam. Pembuatannya dengan
cara memangkas salah satu sisi batu sampai menajam dan sisi lainnya dibiarkan apa adanya
sebagai tempat menggenggam.
Spesies manusia purba yang telah ada: Meganthropus Paleojavanicus, Pithecanthropus
Erectus (Pithecanthropus Mojokertensis, Pithecanthropus Robustus).
Pada zaman mesolitikum di Indonesia, manusia hidup tidak jauh berbeda dengan
zaman paleolitikum, yaitu dengan berburu dan menangkap ikan, namun manusia pada masa itu
juga mulai mempunyai tempat tinggal agak tetap dan bercocok tanam secara
sederhana.[3] Tempat tinggal yang mereka pilih umumnya berlokasi di tepi
pantai(kjokkenmoddinger) dan goa-goa (abris sous roche)sehingga di lokasi-lokasi tersebut
banyak ditemukan berkas-berkas kebudayaan manusia pada zaman itu.
3. Neolitikum
Neolitikum atau Zaman Batu Mudaadalah fase atau tingkatkebudayaanpada zaman pra aksara
yang mempunyai ciri-ciri berupa unsur kebudayaan, seperti peralatan dari batu yang
diasah, pertanianmenetap, peternakan, dan pembuatan tembikar.
4. Megalitikum
Megalitikum berasal dari kata mega yang berarti besar, dan lithos yangberarti batu.
Zaman Megalitikum biasa disebut dengan zaman batu besar,karena pada zaman ini manusia
sudah dapat membuat dan meningkatkankebudayaan yang terbuat dan batu-batu besar.
kebudayaan ini berkembang dari zaman Neolitikum sampai zaman Perunggu. Pada zaman ini
manusia sudah mengenal kepercayaan. Walaupunkepercayaan mereka masih dalam tingkat awal,
yaitu kepercayaan terhadap roh nenek moyang, Kepercayaan ini muncul karena pengetahuan
manusia sudah mulai meningkat.
b) Megalith Muda menyebar ke Indonesia pada zaman perunggu (1000-100 SM) dibawa oleh
pendukung Kebudayaan Dongson (Deutro Melayu). Contoh bangunan megalithnya adalah peti
kubur batu, dolmen, waruga Sarkofagus dan arca-arca dinamis.
Apa yang dinyatakan dalam uraian di atas, dibuktikan dengan adanya penemuan bangunan batu
besar seperti kuburan batu pada zaman prasejarah, banyak ditemukan manik-manik, alat-alat
perunggu dan besi. Hasil kebudayaan megalithikum biasanya tidak dikerjakan secara halus,
tetapi hanya diratakan secara kasar dan terutama hanya untuk mendapatkan bentuk yang
diperlukan.
Adapun beberapa hasil-hasil kebudayaan pada zaman megalitikum adalah sebagai berikut:
a) Menhir
Menhir adalah bangunan yang berupa tugu batu yang didirikan untuk upacara menghormati roh
nenek moyang, sehingga bentuk menhir ada yang berdiri tunggal dan ada yang berkelompok
serta ada pula yang dibuat bersama bangunan lain yaitu seperti punden berundak-undak. Lokasi
tempat ditemukannya menhir di Indonesia adalah Pasemah (Sumatera Selatan), Sulawesi Tengah
dan Kalimantan.
b) Punden Berundak-undak
Punden berundak-undak adalah bangunan dari batu yang bertingkat-tingkat dan fungsinya
sebagai tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang yang telah meninggal.
Bangunan tersebut dianggap sebagai bangunan yang suci, dan lokasi tempat penemuannya
adalah Lebak Sibedug/Banten Selatan dan Lereng Bukit Hyang di Jawa Timur.
c) Dolmen
Dolmen merupakan meja dari batu yang berfungsi sebagai tempat meletakkan saji-sajian untuk
pemujaan. Adakalanya di bawah dolmen dipakai untuk meletakkan mayat, agar mayat tersebut
tidak dapat dimakan oleh binatang buas maka kaki mejanya diperbanyak sampai mayat tertutup
rapat oleh batu.
Dengan demikian dolmen yang berfungsi sebagai tempat menyimpan mayat disebut dengan
kuburan batu. Lokasi penemuan dolmen antara lain Cupari Kuningan / Jawa Barat, Bondowoso /
Jawa Timur, Merawan, Jember / Jatim, Pasemah / Sumatera, dan NTT.
d) Sarkofagus
Sarkofagus adalah keranda batu atau peti mayat yang terbuat dari batu. Bentuknya menyerupai
lesung dari batu utuh yang diberi tutup. Dari Sarkofagus yang ditemukan umumnya di dalamnya
terdapat mayat dan bekal kubur berupa periuk, kapak persegi, perhiasan dan benda-benda dari
perunggu serta besi.
Daerah tempat ditemukannya sarkofagus adalah Bali. Menurut masyarakat Bali Sarkofagus
memiliki kekuatan magis/gaib. Berdasarkan pendapat para ahli bahwa sarkofagus dikenal
masyarakat Bali sejak zaman logam.
Di Indonesia, beberapa etnik masih memiliki unsur-unsur megalitik yang dipertahankan hingga
sekarang.
a)Pasemah
Pasemah merupakan wilayah dari Propinsi Sumatera Selatan, berada di kaki Gunung Dempo.
Tinggalan-tinggalan megalitik di wilayah ini tersebar sebanyak 19 situs, berdasarkan penelitian
yang di lakukan oleh Budi Wiyana (1996), dari Balai Arkeologi Palembang. Tinggalan megalitik
Pasemah muncul dalam bentuk yang begitu unik, patung-patung dipahat dengan begitu dinamis
dan monumental, yang mencirikan kebebasan sang seniman dalam memahat sehingga tinggalan
[megalitik pasemah], disebut oleh ahli arkeologi sebagai Budaya Megalitik Pasemah.
b) Nias
Rangkaian kegiatan mendirikan batu besar (dolmen) untuk memperingati kematian seorang
penting di Nias (awal abad ke-20). Etnik Nias masih menerapkan beberapa elemen megalitik
dalam kehidupannya. Lompat batu dan kubur batu masih memperlihatkan elemen-elemen
megalitik. Demikian pula ditemukan batu besar sebagai tempat untuk memecahkan perselisihan.
c) Sumba
Etnik Sumba di Nusa Tenggara Timur juga masih kental menerapkan beberapa elemen
megalitik dalam kegiatan sehari-hari. Kubur batu masih ditemukan di sejumlah perkampungan.
Meja batu juga dipakai sebagai tempat pertemuan adat.
E. Zaman Logam
Di Eropa zaman logam ini mengalami 3 fase, zaman tembaga, perunggu, dan besi. Sedangkan di
Kepulauan Indonesia hanya mengalami zaman perunggu dan besi.
5.Revolusi Neolithikum
Zaman neolitikum (zaman batu baru) kehidupan masyarakatnya semakin maju. Yang
dulunya food gatheringkini food producing. Manusia tidak hanya sudah hidup secara menetap
tetapi juga telah bercocok tanam. Masa ini penting dalam sejarah perkembangan masyarakat dan
peradaban karena pada masa ini beberapa penemuan baru berupa penguasaan sumber-sumber
alam bertambah cepat. Berbagai macam tumbuh-tumbuhan dan hewan mulai dipelihara dan
dijinakkan. Hutan belukar mulai dikembangkan, untuk membuat ladang-ladang. Dalam
kehidupan bercocok tanam ini, manusia sudah menguasai lingkungan alam beserta isinya.
Masyarakat pada masa bercocok tanam ini hidup menetap dalam suatu perkampungan yang
dibangun secara tidak beraturan. Pada awalnya rumah mereka masih kecil-kecil berbentuk
kebulat-bulatan dengan atap yang dibuat dari daun-daunan. Rumah ini diduga merupakan corak
rumah paling tua di Indonesia yang sampai sekarang masih dapat ditemukan di Timor,
Kalimantan Barat, Nikobar, dan Andaman. Kemudian barulah dibangun bentuk-bentuk yang
lebih besar dengan menggunakan tiang. Rumah ini berbentuk persegi panjang dan dapat
menampung beberapakeluarga inti. Rumah-rumah tersebut mungkin dibangun berdekatan
dengan ladang-ladang mereka atau agak jauh dari ladang. Rumah yang dibangun bertiang itu
dalam rangka menghindari bahaya dari banjir dan binatang buas.
Oleh karena mereka sudah hidup menetap dalam suatu perkampungan maka tentunya dalam
kegiatan membangun rumah mereka melaksanakan secara bergotong-royong. Gotong-royong
tidak hanya dilakukan dalam membangun rumah, tetapi juga dalam menebang hutan, membakar
semak belukar, menabur benih, memetik hasil tanaman,membuat gerabah, berburu, dan
menangkap ikan.