Anda di halaman 1dari 6

Hasil Kebudayaan Masyarakat Pra aksara

Sumber: usaha321.net

Masa praaksara atau nirleka (nir; tidak ada, leka; tulisan) adalah sebutan terhadap suatu masa
ketika manusia belum mengenal aksara atau tulisan. Di sebut juga masa prasejarah.

Meski belum mengenal tulisan, masyarakatnya telah memiliki kemampuan berbahasa dan
berkomunikasi lisan serta mampu merekam pengalaman masa lalunya sedemikian rupa
sehingga kita sekarang dapat memperoleh gambaran tentang kehidupan masyarakat di masa
lalu.

Kurun waktu masa praaksara di awali sejak manusia ada pada kala Pleistosen yaitu sekitar
3.000.000 sampai 10.000 tahun yang lalu, dan berakhir ketika manusia mengenal tulisan
(masa sejarah). Dengan demikian, batas antara masa praaksara/prasejarah dan masa sejarah
adalah mulai di kenalnya tulisan.

Berakhir masa prasejarah atau di mulainya masa sejarah untuk setiap bangsa tidak sama,
tergantung tingkat peradabannya. Bangsa Mesir, isalnya sudah mengenal tulisan sekitar tahun
4.000 SM itu berarti bangsa mesir pada waktu itu sudah memasuki masa sejarah. Bangsa
Cina mengenal tulisan sejak tahun 2.000 SM, dan masa sejarah Cina di mulai sejak saat itu.

Masa praaksara indonesia di perkirakan mulai dari kala Pleistosen sampai sekitar abad ke-5
M. sebagian ahli berpendapat periodenya tidak sepanjang itu, tetapi mulai dari 1,7 juta tahun
yang lalu sampai abad ke-5. Mulai abad ke-5 indonesia memasuki masa sejarahhal ini di
tunjukan dengan penemuan prasasti berbentuk Yupa di tepi sungai Mahakam, Kuati,
Kalimantan Timur.

Prasasti tersebut tidak berangka tahun, namun bahasa dan bentuk huruf yang di pakai
memberi petunjuk bahwa prasasti itu di buat sekitar tahun 400-an. Meski demikian, tidak
semua wilayah nusantara sudah mengenal tulisan pada sekitar abad tersebut. Berakhirnya
masa prasejarah dan di mulainya masa sejarah untuk tiap wilayah di indonesia berbeda-beda.

a. Masa berburu dan meramu (mengumpulkan makanan)


tingkat sederhana
1) kehidupan manusia terpusat pada upaya mempertahankan diri di tengah-tengah alam yang
penuh tantangan, dengan kemampuannya yang masih sangat terbatas.

2) Kegiatan pokoknya adalah berburu dan mengumpulkan makanan, dengan peralatan dari
batu, kayu, dan tulang. Kehidupan manusia masih sangat tergantung pada alam lingkungan
sekitarnya, karena cara mendapatkan makanan secara langsung dari alam, tanpa melalui
proses, baik dalam mengumpulkan sampai pada cara makan.

3) Ada beberapa 4 jenis manusia purba di Indonesia pada masa berburu dan meramu pada
tingkat sederhana yaitu Meganthropus Palaeojavanicus, Pithecanthropus Erectus, Homo
Sapiens, dan Wajak (Homo Wajakensis).
4) Teknologi hanya mengutamakan segi praktis sesuai tujuan penggunaannya saja, namun
lama kelamaan ada penyempurnaan bentuk. Di Indonesia dikenal dua macam teknik pokok,
yaitu teknik pembuatan perkakas batu yang disebut tradisi kapak perimbas dan tradisi serpih,
serta pada perkembangan berikutnya ditemukan alat-alat dari tulang dan tanduk.

5) Kehidupan sosial

a) menggantungkan kehidupannya pada kondisi alam di daerah sekitar tempat tinggalnya


yang dapat memberikan persediaan makanan dan air serta menjamin kelangsungan hidupnya.

b) hidup berkelompok dengan pembagian tugas yang laki-laki ikut kelompok berburu dan
yang perempuan mengumpulkan makanan dari tumbuhan dan hewan-hewan kecil.

c) hidup bekerjasama dalam menanggulangi serangan binatang buas maupun adanya


bencana alam yang sewaktu-waktu dapat mengusik kehidupan mereka.

d) alat-alat yang dibuat dari batu, kayu, tulang, dan tanduk terus-menerus mengalami
penyempurnaan bentuk sesuai perkembangan alam pikiran mereka.

b. Masa berburu dan meramu (mengumpulkan makanan) tingkat lanjut

Pada masa praaksara tingkat lanjut (menjelang berakhirnya masa praaksara), hasil-hasil
budaya nenek moyang kita semakin kaya berupa munculnya banyak hasil budaya yang
bersifat nonfisik (nonmaterial). Memang padamasa bercocok tanam telah satu bentuk hasil
budaya nonfisik berupa kepercayaan, namun hasil-hasil budaya yang bersifat fisik tetap
dominan.

Menjelang berakhirnya masa praaksara itu, kepercayaan akan roh-roh nenek moyang dan
kekuatan yang melampaui kehidupan manusia semakin matang dan menjadi ritus, upacara
menghormati roh-roh yang telah mati dan bahkan menyembah kekuatan supranatural
menjadi praktik yang rutin. Mereka juga sadar akan keberadaan mereka di dunia yang bersifat
sementara, serta tujuan hidup mereka.

Kesadaran sebagai sebuah komunitas juga membuat mereka melembagakan aturan-aturan


yang sudah ada, dan bahkan muncul nilai-nilai baru yang harus di hayati semua anggota.
Singkat kata mereka sadar hidup ini harus bermakna dan dimaknai, tidak sekedar mencari
makan dan menunggu mati. Karena itu perlahan-lahan terbentuk semacam pandangan hidup
atau falsafah hidup ditengah-tengah mereka, yang terejawantah dalam nilai-nilai, etos, norma,
sikap-prilaku, dan ritual-ritual keagamaan. Ini emua merupakan bentuk hasil-hasil budaya
yang bersifat nonfisik.

Mereka ingin nilai dan pandangan hidup itu tidak hanya menjadi milik mereka, tetapi juga
milik generasi-generasi berikut. Maka, hasil-hasil bedaya yang bersifat nonfisik ini mereka
wariskan kepada generasi baru. Mereka belum mengenal tulisan, dan karena itu proses
pewarisan dilakukan secara lisan. Hal ini di dukung semakin berkembangnya kemampuan
berkomunikasi menggunakan bahasa. Melalui bahasa, mereka mewariskan nilai-nilai dan
pandangan hidup mereka ke generasi-generasi berikutnya. Tokoh-tokoh penting dalam proses
sosialisasi atau pewarisan itu adalah keluarga, masyarakat dan para tetua.
Ada dua cara menyampaikan nilai-nilai dan pandangan hidup komunitas tersebut, yaitu
secara langsung melalui nasehat-nasehat dan petuah-petuah, dan secara tidak langsung
melalui contoh hidup dan folklor (mitos, legenda, dongeng, upacara, nyanyian rakyat, dan
lain-lain). Nasehat dan petuah yang disampaikan orang tua biasanya juga merupakan nasehat
dan petuah leluhur mereka.

Folkllor itu bukan sebuah cerita dan/atau aktivitas tanpa makna, di dalamnya terkandung
pandangan hidup, etos, sistem kepercayaan, kebiasaan, atau adat-istiadat masyarakat
praaksara. Dalam kajian sejarah folklor itu juga di sebut tradisi lisan. Dalam bagian ini, kita
akan membahas tentang tradisi lisan dalam bentuk folklor itu. Namun, sebelumnya kita perlu
tahu apa itu tradisi lisan.

1) di Indonesia sudah ada usaha-usaha bertempat tinggal secara tidak tetap di gua-gua alam,
utamanya di gua-gua payung, yang setiap saat mudah untuk ditinggalkan jika dianggap sudah
tidak memungkinkan lagi tinggal di tempat itu.

2)Keadaan lingkungan

a) Api sudah dikenal sejak sebelumnya, karena sangat bermanfaat untuk berbagai keperluan
hidup untuk memasak makanan, penghangat tubuh, dan menghalau binatang buas pada
malam hari.

b) Terputusnya hubungan kepulauan Indonesia dengan Asia Tenggara pada akhir masa glasial
ke-4 maka terputus pula jalan hewan yang semula bergerak leluasa menjadi lebih sempit dan
terbatas, sehingga terpaksa menyesuaikan diri dengan lingkungan baru.

c) Tumbuh-tumbuhan yang mula-mula ditanam adalah kacang-kacangan, mentimun, umbi-


umbian dan biji-bijian, seperti juwawut, padi, dan sebagainya.

3) Keberadaan manusia

a) Ada dua ras yang mendiami Indonesia pada permulaan Kala Holosin, yaitu
Austromelanesoid dan Mongoloid. Mereka berburu kerbau, rusa, gajah, dan badak, untuk
dimakan.

b) Di bagian barat dan utara ada sekelompok populasi dengan ciri-ciri terutama
Austromelanesoid dengan hanya sedikit campuran Mongoloid. Di Jawa hidup juga kelompok
Austromelanesoid yang lebih sedikit dipengaruhi unsur-unsur Mongoloid. Di Nusa Tenggara,
terdapat Austromelanesoid.

4) Teknologi

a) Ada tiga tradisi pokok pembuatan alat-alat pada masa Pos Plestosin, yaitu tradisi serpih
bilah, tradisi alat tulang, dan tradisi kapak genggam Sumatera.

b) Persebaran alatnya meliputi Pulau Sumatera, Jawa, Sulawesi, Nusa Tenggara Timur,
Maluku, dan Papua.

c) Alat tulang ditemukan di Tonkin Asia Tenggara, sedangkan di Jawa ditemukan di Gua
Lawa Semanding Tuban, di Gua Petpuruh utara Prajekan, dan Sodong Marjan di Besuki.
Kapak genggam Sumatera ditemukan di daerah pesisir Sumatera Utara, yaitu di Lhok
Seumawe, Binjai, dan Tamiang.

5) Kehidupan Masyarakat

a) mendiami gua-gua terbuka atau gua-gua payung dekat dengan sumber air atau sungai
sebagai sumber makanan, berupa ikan, kerang, siput, dan sebagainya.

b)mereka membuat lukisan-lukisan di dinding gua, yang menggambarkan kegiatannya,dan


kepercayaan masyarakat pada saat itu.

c. Masa bercocok tanam dan beternak


1) perubahan dari masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut ke masa
bercocok tanam membutuhkan waktu sangat panjang, karena tingkat kesulitan yang tinggi.

2) pada masa ini sudah mulai ada usaha bertempat tinggal menetap di suatu perkampungan
yang terdiri atas tempat tinggal-tempat tinggal sederhana yang didiami secara berkelompok.

3) mulai ada kerjasama dan peningkatan unsur kepercayaan yang diharapkan adanya
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan ketenteraman hidupnya.

4) Manusia

a) manusia yang hidup pada masa bercocok tanam di indonesia barat mendapat pengaruh
besar dari ras Mongoloid, sedangkan di Indonesia Timur sampai sekarang lebih dipengaruhi
ras Austromelanesoid.

b) kelompok manusia sudah lebih besar, karena hasil pertanian dan peternakan sudah dapat
memberi makan sejumlah orang yang lebih besar pula. Jumlah anak yang banyak sangat
menguntungkan, karena dapat menghasilkan makanan yang lebih banyak.

5) Teknologi

a) masa bercocok tanam di Indonesia dimulai kira-kira bersamaan dengan berkembangnya


kemahiran mengasah alat dari batu dan mulai dikenalnya teknologi pembuatan gerabah.

b) alat yang terbuat dari batu dan biasa diasah adalah beliung, kapak batu, mata anak panah,
mata tombak, dan sebagainya. Di antara alat batu yang paling terkenal adalah beliung persegi.

6) Kehidupan masyarakat

a) masyarakat mulai meninggalkan cara-cara berburu dan mengumpulkan makanan, karena


mereka sudah menunjukkan tanda-tanda akan menetap di suatu tempat, dengan kehidupan
baru yaitu mulai bercocok tanam secara sederhana dan memelihara hewan.

b) proses perubahan tata kehidupan ditandai dengan perubahan cara memenuhi kebutuhan
hidup masyarakat, terjadi secara perlahan-lahan, namun pasti.
c) tempat tinggal dari yang masih sangat sederhana berbentuk bulat dengan atap dan dinding
dari rumbai, perlahan-lahan berubah sedikit demi sedikit kepada bentuk lebih maju dengan
daya tampung lebih banyak untuk menampung keluarga mereka.

d) gotong-royong merupakan suatu kewajiban yang diperlukan untuk pekerjaan-pekerjaan


yang memerlukan tenaga orang banyak, seperti mendirikan rumah dan membersihkan saluran
air untuk bercocok tanam.

e) masyarakat merasa bahwa tanah merupakan kunci dari kehidupan, maka mereka
meningkatkan manfaat kegunaan tanah, termasuk penguasaan terhadap binatang-binatang
peliharaan.

f) mereka sudah tidak lagi tergantung pada alam dan sudah mengadakan perubahan-
perubahan dengan menganggap sebagai pemilik atas unsur-unsur yang mengelilinginya.

7) Pemujaan roh nenek moyang

a) pemujaan roh leluhur maupun kepercayaan terhadap adanya kekuatan gaib menjadi adat
kebiasaan masyarakat saat itu yang disebut animisme dan dinamisme.

b) sudah mulai ada kepercayaan tentang hidup sesudah mati, bahwa roh seseorang tidak
lenyap pada saat orang meninggal. Upacara pemakaman dilakukan sedemikian rupa agar roh
yang meninggal tidak salah jalan menuju nenek moyang mereka.

c) tradisi mendirikan bangunan megalitik (batu besar) muncul berdasarkan kepercayaan


adanya hubungan antara yang hidup dengan yang mati, terutama karena adanya pengaruh
yang kuat dari yang telah mati terhadap kesejahteraan masyarakat dan kesuburan tanaman.

d. Masa perundagian
1) pada masa bercocok tanam, manusia sudah berusaha bertempat tinggal menetap dengan
mengatur kehidupan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka yaitu menghasilkan

bahan makanan sendiri di bidang pertanian maupun peternakan.

2) pada masa perundagian semuanya mengalami kemajuan dan penyempurnaan dengan mulai
ditemukan bijih-bijih logam sehingga berbagai peralatan mulai dibuat dari logam.

3) pada perkembangan berikutnya, terdapat golongan yang terampil dalam melakukan jenis
usaha tertentu, misalnya terampil dalam membuat rumah kayu, pembuatan gerabah,
pembuatan benda-benda dari logam, perhiasan, dan lain sebagainya.

4) Penduduk

a) manusia yang bertempat tinggal di Indonesia pada masa ini diketahui dari berbagai
penemuan sisa-sisa rangka dari berbagai tempat, di Anyer Utara Jawa Barat, Puger Jawa
Timur, Gilimanuk Bali, dan Melolo Sumba Timur.
b)pada masa perundagian terdapat perkampungan sudah lebih besar, karena adanya hamparan
pertanian, dan mulai mengadakan aktivitas perdagangan.

5)Teknologi

a) Pada masa perundagian teknologi berkembang sangat pesat akibat adanya penggolongan-
penggolongan dalam masyarakat. Dengan beban pekerjaan tertentu, banyak jenis pekerjaan
mempunyai disiplin tersendiri sehingga semakin beraneka ragam perkembangan teknologi
yang terjadi pada masa itu termasuk perkembangan

perdagangan dan pelayaran.

b)Teknologi yang berkembang seiring dengan perkembangan kebutuhan, menyangkut dan


melibatkan berbagai bidang yang lain. Saat itu juga sedang berkembang teknologi peleburan,
pencampuran, penempaan, dan pencetakan berbagai jenis logam yang dibutuhkan oleh
manusia.

c) Di Indonesia, berdasarkan temuan-temuan arkeologis, penggunaan logam sudah dimulai


beberapa abad sebelum masehi, yaitu penggunaan perunggu dan besi.

d) Secara berangsur-angsur dan bertahap, penggunaan kapak batu diganti dengan logam,
Namun logam tidak mudah menggeser peranan gerabah yang masih tetap bertahan karena
memang tidak semuanya dapat digantikan dengan logam.

6) Kehidupan sosial budaya

a) seni ukir dan seni hias diterapkan pada benda-benda megalitik mengalami kemajuan pesat.

b) pada masa perundagian, kepercayaan kepada arwah nenek moyang sangat menonjol karena
dipercaya sangat besar pengaruhnya terhadap perjalanan hidup manusia dan masyarakatnya,
sehingga arwah nenek moyang harus diperhatikan dan dipuaskan melalui upacara-upacara.

c) kehidupan masyarakat masa perundagian adalah hidup penuh rasa setia kawan dan
perasaan solidaritas tertanam dalam hati setiap orang sebagai warisan nenek moyang.

Anda mungkin juga menyukai