Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PERBANDINGAN KEHIDUPAN DAN HASIL KEBUDAYAAN MANUSIA


PRASEJARAH PADA MASA BERBURU DAN MENGUMPULKAN MAKANAN
TINGKAT SEDERHANA ( BUDAYA PALEOTIKUM )

Diajukan untuk memenuhi salahsatu tugas mata kuliah materi

Dosen : Tito Wardani, S.Pd., M.hum.

Disusun oleh :

RIEVALDI RESTU PRATAMA

2105220019

MUHAMMAD IDLOVI MUBARAK

2105220048

UNIVERSITAS GALUH

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


CIAMIS

2022
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya


berkat Rahmat dan Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah
tugas ini.

Adapun Makalah tugas ini berjudul “PERBANDINGAN KEHIDUPAN


DAN HASIL KEBUDAYAAN MANUSIA PRASEJARAH PADA MASA
BERBURU DAN MENGUMPULKAN MAKANAN TINGKAT SEDERHANA
( BUDAYA PALEOTIKUM )”, Penyusunan makalah ini adalah sebagai syarat
untuk memenuhi salahsatu tuga mata kuliah Prasejarah, pada jurusan Pendidikan
sejarah fakultas keguruan dan ilmu pendidikan Universitas Caluh Ciamis
Selama penyusunan makalah ini penulis mendapat bantuan dan bimbingan
dari berbagai pihak baik berupa saran, petunjuk dan penjelasan yang sangat berguna
bagi penulis dalam penyelesaian makalah yang penulis susun ini.Untuk itu dengan
tulus hati, pada kesempatan ini penulis ucapkan terimakasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada :

1. Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan umur panjang dan kesehatan
sampai sampai tersampainya penyelesaian makalah ini.
2. Tito Wardani, S.Pd., M.hum.. selaku dosen pengampu mata kuliah Prasejarah.
3. Kawan-kawan se-angkatan dan aktivis FARMACI, yang dengan tulus
memberikan dorongan moral dari awal hingga terselesaikannya penulisan
makalah ini.

Semoga Allah SWT memberikan rahmat dan taufik hidayah-Nya serta balasan
yang berlipat ganda atas segala amal yang telah diberikan. Amien. Akhirnya penulis
harapkan semoga makalah yang sederhana ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan
pembaca pada umumnya.

Ciamis, Oktober2022

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masyarakat Prasejarah pada masa berburu dan meramu tingkat lanjut mulai
hidup secara menetap. Hal tersebut ditandai dengan memanfaatkan lingkungan
sekitar untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya, mulai dari
mengumpulkan makanan dan berburu fauna di sekitar tempat tinggal. Perilaku
masyarakat prasejarah dalam memanfaatkan fauna yang ada di alam memiliki pola
dan karakteristik tesrsendiri. Bahan makanan diperoleh dengan cara berburu, fauna
yang ada disekitar untuk dimanfaatkan saat itu juga, sehingga aktivitas berburu
dilakukan hampir setiap hari. Jika pada suatu wilayah tidak lagi memiliki sumber
daya makanan yang dapat memenuhi kebutuhan kelompok, maka akan dilakukan
perluasan wilayah buruan atau bahkan berpindah tempat tinggal (Binford, 1980).

Dalam memperoleh sumber daya makanan, masyarakat prasejarah cenderung


memanfaatkan fauna yang bisa didapatkan dengan mudah disekitar wilayah tempat
tinggalnya. Misalnya fauna yang cenderung berukuran kecil seperti ikan, kura-kura,
landak, ular dan kerang. Sedangkan perburuan yang dilakukan diluar wilayah
lingkungan tempat tinggal biasanya jenis- jenis fauna yang berukuran besar, seperti
babi, rusa, kijang, badak dan monyet. Perbedaan lokasi perburuan juga menentukan
jumlah makanan yang diperoleh. Perburuan yang dilakukan diluar lingkungan
hunian menghasilkan daging yang cukup melimpah sedangkan perburuan yang
dilakukan dekat dengan hunian cenderung memperoleh daging yang sedikit
(Wiradyana, 2009: 63).
Hasil buruan fauna yang dilakukan masyarakat prasejarah dimanfaatkan
untuk dikomsumsi baik secara pribadi maupun secara berkelompok. Biasanya
fauna yang dimanfaatkan untuk dijadikan makanan oleh masyarakat prasejarah
diolah dengan cara dibakar. Kemudian sisa-sisa makanan tersebut terkumpul, baik
secara disengaja maupun tidak disengaja dalam satu tempat atau wilayah. Selain itu
sisa- sisa fauna ini juga dimanfaatkan dan digunakan sebagai alat pendukung
kehidupan masyarakat, salah satunya untuk berburu.
Terlihat dari jejak pakai pada temuan fragmen-fragmen tulang panjang
seperti pecah segar, pecahan yang halus, tajam-tumpul dan orientasi pecahan
melingkar, yang menunjukan adanya titik pukul dalam proses pemerolehan
sumsum di dalam tulang. Selain itu terdapat pula beberapa jejak terbakar pada
tulang dengan beragam variasinya (Jatmiko & Fauzi, 2021: 11). Pola-pola
pemanfaatan tersebut, terus terjadi hingga menyebar keseluruh wilayah, salah
satunya di wilayah Indonesia.
Jejak pemanfaatan fauna di Indonesia ditemukan dibeberapa situs arkeologi,
diantaranya yaitu di situs Ngandong ditemukan fragmen-fragmen tanduk rusa serta
tulang dan duri ikan yang digunakan sebagai alat untuk menunjang kebutuhan
sehari-hari. Alat-alat tulang yang ditemukan umumnya digunakan sebagai mata
tombak serta alat lancipan. Temuan yang didapat bersamaan dengan konteks
penemuan Pitecantropus Soloensis, dan diduga alat-alat tulang ini merupakan
hasil budaya dari Pitecantrhopus Soloensis tersebut (Simanjuntak, 1981: 2).
Di wilayah Bukit Bulan, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi juga
ditemukan jejak pemanfaatan fauna dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Balai
Arkeologi Sumatera Selatan. Temuan tersebut berupa tinggalan artefaktual dan
ekofaktual. Sebagian besar temuan didapatkan dari hasil ekskavasi pada gua- gua di
wilayah Bukit Bulan.
Sisa-sisa pemanfaatan fauna yang ditemukan dari hasil penelitian seperti
monyet, landak, rusa, babi, kura-kura, ikan, kancil dan lain sebagainya yang
ditemukan di Gua Mesiu dan Gua Sekdes. Berbagai jejak pemanfaatan ditemukan
seperti jejak penjagalan, pengolahan bahan makanan, serta jejak pengerjaan bahan
pembuatan artefak tulang dan gigi. Jejak penjagalan merupakan yang paling
umum dijumpai, dengan bekas terbakar atau terpapar suhu tinggi. Morfologi pecah
segar serta jejak lain yang mengindikasikan adanya pemanfaatan fauna oleh
manusia, yaitu striasi jejak potong pada spesimen tulang panjang.
(Mohammad Ruly Fauzi, 2019: 73)
Saat ini masih ditemukan pemanfaat fauna oleh masyarakat di wilayah Bukit
Bulan untuk di konsusmsi. Fauna tersebut diantaranya fauna jenis rusa, kijang, kancil,
landak, babi, kambing hutan, tupai, labi-labi, dan ikan.
Kebudayaan Zaman Batu di Indonesia terbagi dalam 4 masa.  Zaman ini
disebut kebudayaan batu karena alat-alat keseharian kebanyakan  terbuat dari batu,
yang terdiri dari zaman Paleolitikum, Mesolitikum, Neolitikum, dan Megalitikum .
Dan makalah ini akan membahas tentang zaman paleolitikum .
Paleolitikum adalah zaman batu tua dimana zaman ini di perkirakan
berlangsung pada masa pleistosen awal yaitu pada 600.000 tahun yang lalu . Di
zaman paleolitikum juga terdapat manusia pendukung diantaranya yaitu
Pithecantropus erectus , Homo Wajakensis , Meganthropus Paleojavanicus, dan Homo
soloensis. Pada zaman paleolitikum ini menunjukkan kemampuan manusia yang
terbatas dalam memanfaatkan bahan-bahan yang disediakan oleh alam sekitarnya.
Berburu adalah mata pencarian di zaman ini dimana pada zaman ini manusia juga
hidupnya masih berpindah-pindah tempat (nomaden) . Di zaman ini alat-alat yang di
hasilkan masih sangat sederhana dan dibuat dari batu yang masih kasar karena hanya
sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup saja.
 

A. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan zaman paleolitikum ?
2. Bagaimana keadaan manusia di zaman paleolitikum ?
3. Alat-alat apa saja yang di hasilkan di zaman paleolitikum ?
4. Bagaimana ciri-ciri kebudayaan zaman paleolitikum ?
5. Bagaimana teknologi yang sudah digunakan pada zaman paleolitikum?

B. Tujuan
1. Dengan mempelajari makalah ini, mahasiswa di harapkan :
2. Mengerti apa itu zaman paleolitikum .
3. Mengetahui keadaan manusia pada waktu zaman paleolitikum .
4. Mengetahui alat-alat yang di hasilkan di zaman paleolitikum.
5. Mengetahui ciri-ciri kebudayaan zaman paleolitikum .

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Zaman Paleotikum


Paleolitikum memiliki arti Zaman Batu Tua. Paleolitikum adalah Zaman
Purba yang berlangsung antara 750.000 – 15.000 tahun yang lalu. Ditandai oleh
pemakaian alat – alat dari batu dan alat-alat serpih. Disebut Zaman Batu Tua karena
kebanyakan alat-alat batu yang dipakai dan dibuat oleh manusia masih dikerjakan 
secara kasar dan  tidak diasah / dipolis terlebih dahulu..
Apabila dilihat dari mata pencahariannya, priode ini disebut masa berburu
dan meramu makanan tingkat sederhana. Masa paling awal dari peradaban manusia
ini ditandai dengan fosil-fosil manusia purba yang dalam perhitungan ilmiah berusia
1juta tahun yang lalu. Contoh manusia purba pada Zaman itu, adalah Pitecanteropus
Erectus yang dari bentuk-bentuk ukurannya dapat dikatagorikan sebagai, Homo
Erectus / manusia yang berjalan tegak.
Peninggalan pada Zaman Paleolitikum adalah Kapak Genggam (untuk
berburu), yang menunjukan corak produksi manusia masa itu masih dalam masa
pemburuan. Dalam masa ini manusia masih hidup berpindah-pindah (nomaden)  dari
satu tempat ketempat yang lain dalam usaha mendapatkan makanan ataupun juga
binatang buruan. Pada zaman itu belum ditemukan logam jadi semua alat pemenuh
kebutuhan terbuat dari batu, tulang, kayu, dan kulit hewan. Di zaman ini pula para
manusia seringkali tinggal di gua-gua.

Zaman paleolitikum ada 3 antara lain :

1. Zaman Paleotikum Tua

Kira-kira 600.000 tahun  yang lalu umat manusia sudah mulai


berkembang kearah makhluk yang berbudaya. Bukti-bukti yang ditemukan di
beberapa tempat, misalnya di dekat danau Turkana, di Kenya, dan di Etiopia Selatan
dan Jurang Olduvai, yang  berupa peralatan-peralatan dari batu meskipun itu  masih
amat kasar, menandai permulaan zaman Paleolitikum Tua.
Pada masa ini mulai munculnya peralatan dari batu seperti ini sering kali
lebih dikenal dengan tradisi peralatan Oldowan. Karakteristik pembuatan alat-alat ini
adalah cara pembuatannya dengan menggunakan system benturan, yaitu memukuli
bahan baku dengan batu lain atau memukulkan bahan baku tersebut pada batu besar
untuk melepaskan kepingan-kepingannya. Meskipun dalam segi hasil alat penetak ini
masih amat kasar, tapi tradisi alat oldowan ini merupakan kemajuan teknologi yang
penting bagi Hominida Purba. Mereka bias lebih mudah mencari bahan-bahan
makanan di alam. Tradisi oldowan ini juga menandai salah satu waktu bahwa sesuatu
jenis makhluk beradaptasi secara cultural dan tidak secara fisik kepada kondisi
lingkungan. Alat–alat oldowan ini banyak ditemukan di tepi danau, sungai, dan di
tengah-tengah padang rumput, dan juga bahwa mereka hidup dalam kelompok-
kelompok kecil yang masih berpindah-berpindah tempat. Adapun alat-alat zaman
Peleolitikum Tua, termasuk tradisi peralatan oldowan banyak terdapat di jurang
olduvai. Dalam perkembangan penetekoldowan berubah menjadi lebih canggih dan
berkembang menjadi kapak genggam acheulean. Dalam periode ini mulailah terjadi
diversivikasi kebudayaan peralatan, Homo Erectus, dimana tidak hanya membuat
kapak genggam tapi juga menciptakan alat penyerut dan alat-alat kepingan, dan
semua alat ini terbuat dari batu.
Keuntungan utama dari kemunculan alat ini adalah semakin banyak
sumber daya alam yang dapat didayagunakan dalam waktu yang lebih singkat, dengan
tenaga yang lebih sedikit, dan dengan tingkat efisiensi yang lebih tinggi. Dalam
zaman Acheulean yang lebih mudah, di dunia barat dikembangkan dua tehnik
pembuatan peralatan ,yang menghasilkan kapak yang lebih tipis dan lebih canggih
dengan bagian mata yang lebih lurus dan lebih tajam. Metode tongkat memanfaatkan
pemukul dari tulang atau tanduk rusa untuk memukul tepi gumpala batu api,
sedangkan  bidang pukulan berfungsi untuk membuat kapak yang lebih tajam dan
lebih tipis. Peradaban Homo Erectus semakin berkembang dengan ditemukannya
penggunaan api, karena  bias dipastikan dengan kemampuan mereka menggunakan
api memungkinkan merekau ntuk berpindah kedaerah-daerah yang lebih dingin.
Transisi kebudayaan Hominida antara Homo Erectus dan Homo Sapiens tidak banyak
berubah dari pendahulu mereka. Homo Sapiens Primitif tetap menggunakan tradisi
peralatan acheulean sampai beberapa ribu tahun. Akan tetapi menjelang dua ratus ribu
tahun yang lalu orang mulai  menggunakan teknik Levalloision untuk membuat
peralatan.
 

2. Zaman Paleotikum Madya

Zaman Paleolitikum Madya ditandai oleh munculnya manusia


Neanderthal. Di zaman ini muncul tradisi baru, teradisi Mousterian, yaitu teradisi
pembuatan peralatan dari manusia Neanderthal di Eropa, Asia Barat Daya, dan Afika
Utara, yang menghasilkan alat-alat kepingan yang lebih tipis daripada alat kepingan
Levalloisian. Banyak situs Neandhertal yang menunjukan bahwa pada masa ini telah
adanya kepercayaan dan upacara keagamaan, misalnya di goa Shanidar di Irak
terdapat bukti bahwa adanya penguburan disertai dengan upacara kematian. Yang
paling umum terdapat di situs-situs Mousterian adalah bukti mengenai pemujaan
binatang, khususnya pemujaan beruang gua. Situs-situs Mousterian yang
menghasilkan sejumlah artifak.
 

3. Zaman Paleotikum Muda

Bukti –bukti arkeologis menunjukkan bahwa teknik pembuatan peralatan


kebudayaan zaman Paleolitikum Muda di Eropa dan Asia barat merupakan
perkembangan dari tradisi Mousterian yang sebelumnya. Peralatan mereka semakin
berkembang dengan pesat,dizaman Paleolitikum Muda mereka telah menemukan
panah, pelempar tombak dan pisau batu. Dua alat yang pertama memungkinkan
mereka dalam hal penyempurnaan teknik perburuan dan mengurangi resiko bagi
sipemburu saat berburu binatang buas. Pada  Paleolitikum Muda dikenal dua teknik
untuk membuat peralatan, teknik pisau adalah teknik pembuatan alat batu dengan
memukul lepas kepimgan–kepingan panjang secara parallel dari sisi sebuah gumpalan
batu yang sudah dipersiapkan secara khusus, sedangkan teknik tekanan adalah teknik 
pembuatan alat batu dengan menggunakan alat tulang, tanduk rusa, atau kayu yang
ditekan dan tidak dipukulkan untuk melepaskan kepingan–kepingan kecil–kecil dari
sebuah batu api. Ada juga sebuah alat yang bernama pahat, yaitu alat alat batu yang
bagian matanya menyerupai pahat, berfungsi untuk menggarap tulang, tanduk rusa
dan sejenisnya. Kegunaan  penemuan busur tidak hanya menyempurnakan teknik
berburu saja, tapi busur juga bisa digunakan untuk membuat alat musik.  Pada masa
ini kita tidak  hanya membahas tentang satu kebudayaan tunggal saja, karena telah
adanya penyebaran manusia purba keberbagai pelosok bumi, yang mana disetiap
sisinya memiliki alam yang berbeda yang menimbulkan tradisi yang berbeda pula.
 

B. Cara Kehidupan Manusia Zaman Paleotikum


1. Kehidupan Bekelompok
Manusia zaman paleolithikum mengalami kehidupan yang sangat
menggantungkan diri pada kondisi alam. Mereka menempati tempat-tempat yang
cukup mengandung bahan-bahan makanan dan air. Mereka hidup berpindah-pindah.
Dalam sistem perburuan mereka menciptakan alat-alat secara sederhana. Cara lain
ialah dengan membuat lubang jebakan atau menggiring hewan ke arah jurang yang
terjal (Soejono, 1984 : 119). Perburuan itu dilakukan oleh kelompok-kelompok kecil
dan hasilnya dibagi bersama-sama. Kelompok berburu tersusun dari keluarga kecil
dimana yang laki-laki berburu dan yang perempuan mengumpulkan makanan 
(Kartodirdjo, 1975 : 109).

2. Budaya

Untuk membantu kegiatan berburu maka diperlukan alat-alat yang terbuat


dari batu, kayu, tulang, dan tanduk. Mungkin manusia zaman paleolithikum lebih
banyak memanfaatkan batu sebagai bahan pembuat alat-alat dan kapak-kapak
perimbas serta serpih dan mengalami perkembangan lebih lanjut dalam bentuk dan
teknik pembuatan meskipun itu masih sangat sederhana. Bahasa sebagai alat
komunikasi sudah dimulai pada zaman berburu, mereka menciptakan sejenis alat
komunikasi melalui kata-kata dan tanda-tanda dengan menggunakan gerakan badan
(Soejono, 1984 : 123).
 

C. Alat – alat Zaman Paleotikum

Pada zaman ini alat-alat terbuat dari batu yang masih kasar dan belum
dihaluskan. Contoh alat-alat tersebut adalah:

1. Kapak Genggam

Kapak genggam banyak ditemukan di daerah Pacitan. Alat ini biasanya


disebut”chopper” (alat penetak/pemotong). Alat ini dinamakan kapak genggam
karena alat tersebut serupa dengan kapak, tetapi tidak bertangkai dan cara
mempergunakannya dengan cara menggenggam. Pembuatan kapak genggam
dilakukan dengan cara memangkas salah satu sisi batu sampai menajam dan sisi
lainnya dibiarkan apa adanya sebagai tempat menggenggam. Kapak genggam
berfungsi menggali umbi, memotong, dan menguliti binatang.
2. Kapak Perimbas

Kapak perimbas berfungsi untuk merimbas kayu, memahat tulang dan


sebagai senjata. Alat ini sangat identik dengan  kebudayan Pacitan terutama jenis
Pithecanthropus. Alat ini juga ditemukan di Gombong (Jawa Tengah), Sukabumi
(Jawa Barat), lahat, (Sumatra selatan), dan Goa Choukoutieen (Beijing). Alat ini
paling banyak ditemukan di daerah Pacitan, Jawa Tengah sehingga oleh Ralp Von
Koenigswald disebut kebudayan Pacitan.

3. Alat-alat dari tulang binatang atau tanduk rusa

Salah satu alat peninggalan zaman paleolithikum yaitu alat dari tulang
binatang. Alat-alat dari tulang ini termasuk hasil kebudayaan Ngandong. Kebanyakan
alat dari tulang ini berupa alat penusuk (belati) dan ujung tombak bergerigi. Fungsi
dari alat ini adalah untuk mengorek ubi  dari dalam tanah. Selain itu alat ini juga biasa
digunakan sebagai alat untuk menangkap ikan

3. Flakes

Flakes yaitu alat-alat kecil yang terbuat dari batu Chalcedon, yang dapat
digunakan untuk mengupas makanan. Flakes termasuk hasil kebudayaan Ngandong
sama seperti alat-alat dari tulang binatang. Kegunaan alat-alat ini pada umumnya
untuk berburu, menangkap ikan, mengumpulkan ubi dan buah-buahan.
Sumber:pendidikan4sejarah.blogspot.com)
 

D. Ciri – ciri Zaman Paleotikum


1. Jenis Manusia

Berdasarkan penemuan fosil manusia purba, jenis manusia purba hidup pada
zaman Paleolitikum adalah Pithecanthropus Erectus, Homo Wajakensis, dan Homo
Soloensis. Fosil ini ditemukan di aliran sungai Bengawan Solo, Ngandong, Pacitan,
Trinil, dan Wajak. Selain itu diluar negeri juga diketemukan fosil-fosil manusia purba
seperti di Cina, Afrika, Eropa

2. Kebudayaan
Di Indonesia sendiri Berdasarkan daerah penemuannya maka alat-alat
kebudayaan Paleolithikum tersebut dapat dikelompokan menjadi kebudayaan Pacitan
dan kebudayaan Ngandong.

a. Kebudayaan Pacitan

Pada tahun 1935, von Koenigswald menemukan alat batu dan kapak genggam
di daerah Pacitan. Kapak genggam itu berbentuk kapak tetapi tidak bertangkai.
Kapak ini masih dikerjakan dengan sangat kasar dan belum dihaluskan. Para
ahli menyebutkan bahwa kapak itu adalah kapak penetak. Selain di Pacitan
alat-alat banyak ditemukan di Progo dan Gombong (Jawa Tengah), Sukabumi
(Jawa Barat), dan Lahat (Sumatera Utara)

b. Kebudayaan Ngandong

Para ahli berhasil menemukan alat-alat dari tulang, flakes, alat penusuk dari
tanduk rusa dan ujung tombak bergigi di daerah Ngandong dan Sidoarjo.
Selain itu di dekat Sangiran ditemukan alat sangat kecil dari batuan yang amat
indah. Alat ini dinamakan Serbih Pilah, dan banyak ditemukan di Cabbenge
(Sulawesi Selatan) yang terbuat dari batu-batu indah seperti kalsedon.
Kebudayaan Ngandong juga didukung oleh penemuan lukisan pada dinding
goa seperti lukisan tapak tangan berwarna merah dan babi hutan ditemukan di
Goa Leang Pattae (Sulawesi Selatan)
 
Zaman Paleolithikum ditandai dengan kebudayan manusia yang masih
sangat sederhana. Ciri-ciri kehidupan manusia pada zaman Paleolithikum, yakni:

1. Hidup berpindah-pindah (Nomaden)


2. Berburu dan mengumpulkan makanan (Food Gathering)
3. Menangkap ikan
4. Pembuatan alat-alat yang masih sangat kasar dan sederhana

E. Teknologi Zaman Paleotikum


1. Perkembangan teknologi pada masa paleolitik

Di zaman paleolitikum atau zaman batu tua, kebudayaan dan teknologi


menjadi sangat penting sebagai sarana untuk mempertahankan kelangsungan hidup
manusia dan ini dimungkinkan oleh perkembangan evolusi otak manusia yang
semakin baik. Hal ini berpengaruh terhadap alat-alat dan teknologi yang dipakai,
waktu itu kebudayaan manusia menjadi beraneka ragam dan perkembangan teknologi
yang terjadi meningkat. Manusia tidak hanya membuat peralatan dari berbagai macam
batu, tetapi juga objek-objek lain seperti  kayu, dan tulang. Peralatan ini mereka
gunakan untuk keperluan hidup sehari-hari atau juga kegiatan upacara.
Pada masa berlangsungnya hidup berburu tingkat lanjut di kala pasca-
plestosen, corak hidup yang berasal dari masa sebelumnya masih sangat berpengaruh.
Keadaan lingkungan hidup pada masa pasca-plestosen tidak banyak berbeda dengan
masa sekarang ini. Hidup berburu dan mengumpulkan bahan-bahan makanan yang
terdapat di lingkungan alam sekitar, dilanjutkan dengan adanya berbagai macam
teknolongi yang dapat membantu terlangsunganya kehidupan hingga sampailah pada
diketemukannya api..
a). Tradisi Peralatan Oldowan
Alat-alat zaman paleolithikum tua yang usianya paling tua terletak di
Jurang Olduvai dan termasuk tradisi peralatan Oldowan (Oldowan Tool tradition).
Karakteristik tradisi alat ini merupakan alat penetak untuk segala keperluan. Cara
pembuatannya adalah dengan memukul beberapa lempengan dari sebuah batu,
umumnya adalah batu kali yang terbawa oleh air, dengan menggunakan batu lain
sebagai alat pemukul (hammerstone), atau dengan memukulkan batu kali itu kepada
sebuah batu besar untuk melepaskan kepingan-kepingan. Sistem ini disebut dengan
sistem benturan (percussion method). Produk akhirnya adalah sebuah alat penetak
bertepi tajam, yang digunakan secara efektif untuk memotong dan menetak. Dari
bentuknya yang khas diduga bahwa alat penetak itu digunakan untuk berbagai
keperluan, seperti memotong daging, membelah tulang untuk menggambil sum-
sumnya.                          
Meskipun kasar, penetak dan alat Oldowan itu merupakan kemajuan
teknologi yang penting bagi hominida purba. Sebelum itu mereka tergantung pada
adanya benda-benda temuan, yang tidak banyak memerlukan modifikasi seperti
tulang, tongkat, atau batu yang bentuknya sesuai dengan keperluan. Alat-alat
Oldowan membuka kemungkinan untuk menambahkan bahan-bahan makanan baru,
karena tanpa alat-alat seperti itu, pada hominida hanya dapat menyantap binatang
yang dapat dikuliti dengan gigi atau kuku. Oleh karena itu, makanan mereka yang
berupa protein binatang, sangat terbatas. Penemuan alat penetak dan peralatan
Oldowan itu bukan hanya menghasilkan penghematan tenaga dan waktu, tetapi juga
membuka kesempatan untuk mendapatkan daging secara teratur. Daging juga dapat
diperoleh dengan mengumpulkannya seperti yang dilakukan
oleh Australopithecus atau bahkan dengan mencurinya dari binatang-binatang
pemburu. Susunan gigi yang dimiliki olehAustralopithecus dan homo tidak sesuai jika
digunakan untuk memakan daging dalam jumlah yang besar, untuk dapat memakan
daging dalam jumlah yang besar dibutuhkan gigi-gigi yang tajam seperti yang
dimiliki oleh binatang pemakan daging atau karnivor.
Permulaan pembuatan alat tersebut merupakan akibat dari proses adaptasi
pada lingkungan hutan yang berubah menjadi padang rumput. Perubahan-perubahan
fisik merupakan adaptasi hominida pada daerah baru yang berumput mendorong
pembuatan alat-alat tersebut. Padang rumput Afrika adalah lingkungan dengan musim
panas yang panjang, di mana hominida yang kecil, tidak memiliki sarana biologis
untuk melindungi dirinya dan masih belum bisa untuk memakan daging. Oleh karena
itu dibutuhkan cara untuk melengkapi sumber bahan makanan yang terbatas.
Penggunan alat pemotong yang tajam untuk membuka kulit antelop, alat pemukul
untuk memecah tulang panjang, atau cangkok kura-kura, alat runcing untuk menggali
akan untuk menambah kuantitas dan variasi bahan pangan yang dapat disantap secara
teratur. Bagi hominida alat-alat itu juga akan berguna sebagai senjata pertahanan.
Tradisi Oldowan itu boleh jadi menandai salah satu waktu pertama kali
dan diketahui, bahwa sesuatu jenis makhluk beradaptasi secara kultural, dan tidak
secara fisik pada kondisi lingkungan.
 
b). Tradisi Peralatan Acheulean (Acheulean tool Tradition)
Di Asia timur alat penetak yang merupakan bagian-bagian dari alat-alat
Oldowan dan Acheulean tetap bertahan selama zaman paleolitikum. Kapak genggam
adalah sebuah alat yang khas dalam tradisi Acheulean, kapak genggam yang tertua
dibuat dari gumpalan batu api. Dengan memukuli semua sisi dari gumpalan itu
dengan menggunakan batu pemukul (hammerstone). Tradisi Acheulean tubuh dari
tradisi Oldowan.
Alat-alat Acheulean memiliki kemajuan dibandingkan dengan alat-alat
penetak dan penyerut umum dari tradisi Oldowan. Dalam periode ini mulailah terjadi
diservikasi kebudayaan peralatan tersebut. Selain kapak genggam Homo Erectus alat-
alat tersebut untuk membelah. Jumlah peralatan yang berkembang pesat dalam tradisi
Acheulean menunjukkan bahwa Homo Erectus dapat mendayagunakan
lingkungannya secara efektif. Semakin banyak jenis yang digunakan, semakin banyak
sumber alam yang dapat didayagunakan dalam waktu yang lebih singkat, dengan
tenaga yang lebih sedikit, dan dengan tingkat efisiensi yang lebih tinggi.
c).  Penggunaan Api                                                                                            
Tanda lain pekembangan Homo Erectus adalah penggunaan dan kegiatan
memasak yang dipastikan dengan penemuan batu-batu yang terbakar dan tungku di
Goa Choukoutien di dekat Peking di Cina dan di Goascale di Perancis selatan.
Memasak adalah suatua adaptasi kultural yang amat penting. Penggunaan api juga
penting bagi manusia karena berbagai alasan. Panas yang dihasilkan dapat membantu
mereka mengawasi hawa dingin, karena mereka tinggal di dalam Gua di dekat Danau.
Api juga dapat digunakan sebagai penghalau apabila ada binatang buas yang
mendekat.
 

2. Kemajuan teknologi masa paleolitik

Kemajuan dalam teknologi pada dasarnya merupakan bentuk peningkatan


intelegensi dan kesanggupan berkomunikasi. Salah satu hal menentukannya adalah
meningkatnya adaptasi terhadap suatu ekosistem yang beraneka ragam
sehinggamenuntut mereka untuk beradaptasi dengan lebih baik. Dari contoh bahwa
suku aborigin Australia dengan teknologi sederhana dan sedikit benda-benda
materinya yang secara arkeologis bertahan bahkan telah mengembangkan sistem
filsafat dan sosial yang sangat kompleks dan canggih. Dapat disimpulkan bahwa
piranti sederhana mencerminkan kehidupan sosial yang dangkal atau kehidupan
intelektual yang miskin dalam teknologi piranti, ini menunjukkan bahwa tata cara
kehidupan para pembuatnya tidak berubah ke arah kompleksitas dan kecanggihan
serta pengetahuan yang lebih tinggi dalam peralihan generasi.
Tetapi kemajuan-kemajuan yang sangat lamban selama awal masa
pembuatan piranti merupakan masalah yang dipersoalkan. Nampaknya bukan suatu
keharusan bagi manusia untuk memperdulikan teknologi selama itu masih berfungsi.
Bertindak dengan cara lama yang sederhana sering memberi kebebasan lebih daripada
bertindak dengan cara baru yang rumit. Jika telah mencapai pada tekanan jumlah
penduduk atau perubahan-perubahan lingkungan yang menggangu keseimbangan
maka akan memunculkan dorongan terhadap manusia untuk meningkatkan teknologi
sehingga dapat meningkatatkan kebudayaan manusia yang lebih baik. Sehingga dalam
perkembangannya di masa paleolitikum terciptalah teknik-teknik pembuatan alat-alat
dari batu dengan teknik yang semakin lebih baik mulai dari batu yang hanya dipakai
begitu saja sampai akhirnya mulai ada pemolesan-pemolesan dengan cara dibentur-
benturkan.
 

3. Teknologi yang dihasilkan pada masa paleolitikum

Alat-alat batu tertua yang diketahui pernah dibuat oleh homonida


ditemukan di dekat Danau Turkana di Kenya, dan di Etiopia selatan tepatnya di
Jurang Olduvia, Tanzania. Munculnya alat-alat tersebut menandakan permulaan
zaman Paleozoikum Tua, yaitu bagian pertama dari zaman batu tua (paleolitikum).
Alat-alat purba itu memperlihatkan persamaan yang mencolok yang
menunjukan bahwa alat-alat itu dimungkinkan merupakan hasil produk suatu
kebudayaan yang mempunyai tradisi membuat alat yang sesuai dengan pola atau
model yang ideal. Semula alat-alat yang hanya dibuat sederhana dan praktis yakni
hanya sesuai tujuannya saja seperti mengumpulkan dan mencari makanan kemudian
terus berkembang sampai pada seni lukis yang biasanya mereka lakukan pada gua-gua
tempat mereka tinggal. Alat –alat ini mereka buat dari batu, kayu, tulang, dan juga
alat-alat serpih. Sedangkan di indonesia dibagi menjadi 3 yakni tradisi kapak
perimbas, tradisi alat serpih dan tradisi alat tulang.

a) Tradisi kapak perimbas

Kapak perimbas yakni adalah semacam kapak yang digenggam  danberbentuk


masif. Teknik pembuatannya masih sangat kasar dan dan tidak mengalami perubahan
dalam waktu perkembangan yang panjang. Alat ini di duga diciptakan oleh manusia
pithecantropus dan bukti nyatanya adalah diketemukannya alat ini di China, Pakistan,
Malaysia, Birma, dan Indonesia yang dimana tempat-tempat ini selain diketemukan
alat-alat tersebut juga di ketemukan pula fosil dari manusia pithecantropus. Alat ini
dibuat dengan pemangkasan pada salah satu sisi maupun ujungnya, atau
permukaannya. Dalam tradisi kapak perimbas ini digunakan pula alat-alat lain seperti,
kapak penetak, kapak genggam, dan kapak perimbas itu sendiri.

b) Tradisi alat serpih

Alat-alat serpih biasanya digunakan sebagai serut, gurdi, penusuk dan pisau.Teknik
pengerjaan alat-alat serpih sedikit agak maju yakni  dengan menyiapkan bentuk-
bentuk alat secara teliti sebelum dilepaskan dari batu intinya, sehingga pada sejumlah
alat tampak faset-faset di dataran pukulnya (teknik pseudo levallois). Alat ini banyak
di temukan di wilayah asia tenggara terutama di sangiran

c) Tradisi alat tulang

Untuk sementara tradisi pembuatan alat-alat dari tulang banyak ditemukan di


Ngandong sebagai unsur dalam konteks Pithecantropus soloensis. Misalnya seperti
tanduk dan duri ikan yang digunakan sebagai mata tombak. Selain itu perkakas
tanduk digunakan sebagai pencukil dan belati. Sedangkan di wilayah lain alat-alat dari
tulang ini jarang ditemukan.
 
 
 
 
 
 
 
 
 

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Zaman Paleolitikum ditandai dengan pemanfaatan lingkungan sekitar untuk


memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari manusia pra sejarah, mulai dari
mengumpulkan makanan dan berburu fauna di sekitar tempat tinggal. Bahan
makanan diperoleh dengan cara berburu, fauna yang ada disekitar untuk dimanfaatkan
saat itu juga, sehingga aktivitas berburu dilakukan hampir setiap hari. Jika pada suatu
wilayah tidak lagi memiliki sumber daya makanan yang dapat memenuhi kebutuhan
kelompok, maka akan dilakukan perluasan wilayah buruan atau bahkan berpindah
tempat tinggal . Dalam memperoleh sumber daya makanan, masyarakat prasejarah
cenderung memanfaatkan fauna yang bisa didapatkan dengan mudah disekitar
wilayah tempat tinggalnya.

Sedangkan perburuan yang dilakukan diluar wilayah lingkungan tempat


tinggal biasanya jenis- jenis fauna yang berukuran besar, seperti babi, rusa, kijang,
badak dan monyet. Biasanya fauna yang dimanfaatkan untuk dijadikan makanan oleh
masyarakat prasejarah diolah dengan cara dibakar. Selain itu sisa- sisa fauna ini juga
dimanfaatkan dan digunakan sebagai alat pendukung kehidupan masyarakat, salah
satunya untuk berburu. Jejak pemanfaatan fauna di Indonesia ditemukan dibeberapa
situs arkeologi, diantaranya yaitu di situs Ngandong ditemukan fragmen-fragmen
tanduk rusa serta tulang dan duri ikan yang digunakan sebagai alat untuk menunjang
kebutuhan sehari-hari.

Temuan yang didapat bersamaan dengan konteks penemuan Pitecantropus


Soloensis, dan diduga alat-alat tulang ini merupakan hasil budaya dari Pitecantrhopus
Soloensis tersebut. Sisa-sisa pemanfaatan fauna yang ditemukan dari hasil penelitian
seperti monyet, landak, rusa, babi, kura-kura, ikan, kancil dan lain sebagainya yang
ditemukan di beberapa gua purba di indonesia. Morfologi pecah segar serta jejak lain
yang mengindikasikan adanya pemanfaatan fauna oleh manusia, yaitu striasi jejak
potong pada spesimen tulang panjang.
Saat ini masih ditemukan pemanfaat fauna oleh masyarakat di wilayah Bukit
Bulan untuk di konsusmsi. Pada zaman paleolitikum ini menunjukkan kemampuan
manusia yang terbatas dalam memanfaatkan bahan-bahan yang disediakan oleh alam
sekitarnya. Di zaman ini alat-alat yang di hasilkan masih sangat sederhana dan dibuat
dari batu yang masih kasar karena hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup
saja.

Zaman Paleolitikum dibagi menjadi tiga, yaitu zaman Paleolitikum Tua,


zaman Paleolitikum Madya, dan zaman Paleolitikum Muda. Di zaman paleolitikum
ini manusia hidup masih bertempat tinggal dengan berpindah-pindah tempat dan mata
pencahariannya adalah berburu dan mengumpulkan makanan dari alam. Alat-alat
yang di hasilkan pada zaman paleolitikum ini masih kasar karena hanya sekedar
memenuhi kebutuhan hidup saja dan hanya memanfaatkan bahan-bahan yang di
sediakan oleh alam sekitarnya. Selama zaman paleolitikum seiring terjadi
perkembangan otak di iringi pula dengan kebudayaan mereka. Hingga akhirnya
mereka sampai menemukan api.

A. Saran

Kita harus melestarikan kebudayaan di negara ini dan harus menjaga


peninggalan yang ada sejak zaman dahulu. Dan kehidupan sejarah masa lalu harus
dijadikan pedoman supaya kita tidak hidup terbelakang seperti dulu, tetapi harus
semakin maju dan maju seperti alur zaman

Anda mungkin juga menyukai