Anda di halaman 1dari 18

KEHIDUPAN MANUSIA MASA NOMADEN

TINGKAT SEDERHANA DAN TINGKAT


LANJUT

DISUSUN OLEH:

MUHAMMAD FACHRULROZI 1710711004


FADILA DAYANING BUANA 1710711006

Universitas Andalas
Fakultas Ilmu Budaya
Ilmu Sejarah
2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat, sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah. Makalah ini berisikan tentang materi
Kehidupan Manusia Masa Nomaden Tingkat Sederhana dan Tingkat Lanjut yang
kami buat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Indonesia Sampai
Abad-15.
Tak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak
yang telah memberikan dorongan, motivasi, bimbingan, arahan dan saran yang
telah diberikan sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,
petunjuk maupun pedoman dan juga berguna untuk menambah pengetahuan bagi
para pembaca. Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena
pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh karena itu kami harapkan
kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Padang , Januari 2018

Penyusun
Daftar Isi

Halaman Judul……………………………………………. i
Kata Pengantar……………………………………………...ii
Daftar Isi……………………………………………………iii
Bab I Pendahuluan……………………………………1
1 Latar Belakang………………………………..1
2 Rumusan Masalah……………………………2
Bab II Pembahasan……………………………………..3
Bab III Penutup…………………………………………11
Daftar Pustaka………………………………………...........15
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan, berbagai
binatang purba masih hidup didalamnya. Keadaan sungai pada masa ini
juga masih sering berpindah-pindah aliran karena disebabkan oleh
perubahan bentuk permukaan bumi. Keadaan ini terjadi sekitar 600 ribu
tahun yang lalu. Akibat keadaan ini, perkembangan kebudayaan menjadi
sangat lambat.
Perkembangan kebudayaan pada masa berburu dan mengumpulkan
makanan sangat lambat karena disebabkan oleh keadaan alam masih
sangat liar dan labil. Disamping keadaan alam, faktor lain yang menjadi
penghambat perkembangan kebudayaan yaitu dari manusia pendukungnya
yang masih termasuk manusia purba.
Manusia pendukung pada masa berburu dan mengumpulkan
makanan yaitu Pithecanthropus Erectus, Pithecanthropus Soloensis, dan
Homo Wajakensis. Kehidupan manusia pada masa ini masih sangat
bergantung pada alam. Kelompok berburu tersusun kedalam keluarga
kecil. Pembagian kerja dilakukan berdasarkan jenis kelamin.
Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan, jenis kelamin
laki-laki bertugas untuk berburu binatang buruan, sementara itu jenis
kelamin perempuan bertugas untuk mengumpulkan makanan. Makanan
yang dikumpulkan berupa hewan-hewan kecil dan tumbuh-tumbuhan yang
tidak memerlukan tenaga besar untuk mengumpulkannya. Selain itu, para
wanita juga bertugas untuk mengurus anak-anak.
Upaya dalam Mempertahankan dan Mengembangkan Kehidupan
Pada masa ini atau tepatnya pada masa berburu dan mengumpulkan
makanan, manusia yang hidup juga melakukan upaya untuk
mempertahankan kehidupannya dan mengembangkan kehidupan yang
berlangsung. Usaha-usaha yang dilakukan meliputi :
1. Hidup dengan berkelompok dengan jumlah sekitar 10 sampai 15
orang.
2. Menciptakan berbagai alat yang terbuat dari batu dan tulang. Contoh
alat-alatnya yaitu kapak primbas, kapak genggam dan alat-alat serpih
maupun tulang.
3. Mereka hidup berpindah-pindah tempat yang dekat dengan sumber air
seperti dekat danau dan dekat dengan sungai.
4. Suatu penemuan luar biasa pada masa ini yaitu penemuan api. Dari
penemuan ini, mereka menggunakan api untuk menghangatkan badan
pada musim dingin dan memasak makanan berupa daging agar tidak
terlalu keras dan menjadi lunak saat dimakan.

2. Rumusan Masalah
1. Apakah ciri-ciri perkembangan kehidupan di masa berburu dan
mengumpulkan makanan?
2. Apakah perbedaan masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat
sederhana dan tingkat lanjut?
3. Mengapa manusia pada masa itu hidup secara berpindah pindah?
4. Dimanakah manusia pada masa berburu dan mengumpulkan makanan
tinggal atau menetap?
BAB II
PEMBAHASAN
KEHIDUPAN MANUSIA MASA NOMADEN TINGKAT
SEDERHANA DAN TINGKAT LANJUT
Kehidupan Nomaden adalah berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat
yang lain untuk mencari makanan. Pada keadaan tersebut manusia prasejarah
sangat bergantung pada kondisi alam. Mereka belum bisa untuk bercocok tanam
sehingga mereka mencari makanan terus menerus. Jika makanan di tempat yang
sekarang ditinggal telah habis maka mereka pergi mencari tempat yang tersedia
makanan.Ciri-ciri masyarakat nomaden pada zaman prasejarah adalah :
1. Selalu berpindah-pindah tempat, dari tempat satu ke tempat lainnya jika
sumber makanan habis.
2. Sangat ketergantungan dengan alam, khususnya dalam bidang makanan
3. Belum dapat bercocok tanam
4. Belum dapat mengolah bahanmakanan
5. Mereka hidup dengan cara mengumpulkan bahan makanan dan dari hasil
berburu
6. Tidak memiliki tempat tinggal yang tetap.
7. Peralatan hidup untuk mencari makan dan untuk mempertahankan diri
masih sebatas alat yang terbuat dari batu dan kayu. Bahan makana yang
mereka kumpulkan dapat berupa buah-buahan, umbi-umbian, dan
dedaunan. Mereka belum mengenal cara bertani atau bercocok tanam.
Selain makanan dari tumbuhan, mereka juga makan daging dari perburuan
baik dari ikan maupun hewan. Mereka belum bisa atau berpikiran untuk
memelihara hewan ternak atau ikan. Mereka belum memiliki tempat tinggal yang
tetap karena hidup mereka yang berpindah-pindah ketika makanan ditempat
tersebut habis, maka mereka pergi ke tampat lain yang masih memiliki sumber
makanan dan tempat perburuan yang banyak. Mereka juga masih tinggal di dalam
goa-goa.Mereka hidup secara berkelompok antara 10 orang hingga 15 orang yang
hidup secara bersama-sama. Makan dan berburu bersama. Alat yang mereka
gunakan untuk berburu dan mempertahankan diri adalah alat dari batu yang tajam
dan dari kayu.
Masa berburu dan mengumpulkan makanan (food gathering and hunting
period) adalah masa dimana cara manusia purba mengumpulkan makanan-
makanan yang dibutuhkan mereka untuk bertahan hidup dengan berburu dan
mengumpulkan makanan yang tersedia dari alam (sungai, danau, laut, dan hutan-
hutan yang ada di sekitar tempat bermukim mereka pada saat itu). Mereka hidup
dengan cara berpindah pindah (nomaden).Pada masa berburu dan mengumpulkan
makanan, sungai memiliki peran yang penting, yaitu dengan cara menyusuri
sungai mereka bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain untuk mencari
makanan. Namun, pada masa ini belum dikenal alat pelayaran sungai.
Masa Berburu dan Mengumpulkan makanan terjadi pada masa
Paleolithikum (zaman batu tua), yang berbarengan dengan kala Pleistosen yang
terjadi sejak 2 juta tahun yang lalu. Masa berburu dan mengumpulkan makanan
berlangsung selama 600.000 tahun Pada masa berburu dan mengumpulkan
makanan mereka belum mengenal cara memasak makanan, karena mereka belum
mengenal bagaimana menggunakan periuk belanga, yang dibuktikan dari
peninggalan- peninggalan mereka.
Untuk memasak makanan diperlukan api, namun kita belum mengetahui
dengan pasti sejak kapan manusia praksara mulai menggunakan api dalam
kehidupannya. Api mula-mula dikenal dari gejala alam, misalnya percikan
gunung berapi, kebakaran hutan yang kering ditimbulkan oleh halilintar atau
nyala api yang bersumber dari dalam bumi, karena mengandung gas. Secara
lambat laun mereka dapat menyalakan api dengan cara menggosokkan batu
dengan batu yang mengandung unsur besi, sehingga menimbulkan percikan api.
Percikan-percikan api ditampung dengan semacam lumut kering, sehingga terjadi
bara api. Dalam masa prasejarah Indonesia, corak kehidupan dengan cara berburu
dan mengumpulkan makanan (food gathering) dibagi menjadi dua masa, yaitu :
1. Masa berburu dan mengumpulkan atau meramu makanan tingkat
sederhana.
2. Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut.
A. Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana
Zaman ini merupkan awal kehidupan manusia purba. Jika kita
merujuk pada ilmu geologi masa ini berada pada zaman Plestosen. Pada
zaman Plestosen ini terjadi lebih kurang tujuh kali zaman glasial
(mencairnya es kutub utara dan menyebabkan menyebabkan masa air laut
meningkat dan daratan menyempit) dan anti glasial (masa di mana volume
air laut menurun menyebabkan daratan meluas) hal ini di ungkapkan oleh
Rodestdof, seorang ahli geologi jerman. Dari hasil penelitian ini dapat di
artikan keadaan alam waktu itu sangat ektrim.
Memungkinkannya manusia purba untuk berpindah dari satu
tempat ketempat lain (nomaden) pada masa anti glasial karena
menyatunya daratan asia dengan indonesia bagian barat. Kehidupan
manusia purba masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat
sederhana yaitu:

1. Keadaan Indonesia pada masa plestosen


Kepulauan indonesia ini terletak 11 derajat lintang utara dan 11
derajat lintang selatan.Serta 95 – 140 derajat dari barat ke timur pada
garis bujur timur. Indonesia beriklim tropis dimana hanya terdapat dua
musim yaitu musim hujan dan musim panas.
Pada masa anti glasial di mana daratan meluas menyebabakan
gugusan pulau di Indonesia menyatu dengan Asia di sebelah barat
(paparan sunda) dan bagian timur menyatu dengan benua Australia
(paparan sahul). Dengan menyatunya daratan tersebut memungkinkan
imigrasi manusia, hewan dari daratan asia ke Indonesia dan dari
Australia ke Indonesia serta sebaliknya. Hal ini bisa di lihat dari bukti
jenis hewan yang hidup di Sumatera seperti harimau dan gajah juga di
temukan di benua Asia di antaranya di Thailand dan Malaysia.
Demikian juga halnya indonesia Timur banyak spesies hewannya
mirip dengan Australia sedangkan pada saat ini daratan kita terpisah
jauh satu sama lain.
2. Manusia purba indonesia pada zaman berburu
Banyaknya fosil manusia purba di temukan di Indonesia. Berkaitan
erat dengan letak Indonesia di khatulistiwa sehingga suhu pada daerah
ini lebih stabil di bandingkan dunia bagian utara dan selatan. Hal ini
memunkinkan manusia purba untuk berkembang di indonesia.
Alat yang di gunakan pada zaman berburu dan mengumpulkan
makanan ini. Alat yang di gunakan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya masih sangat sederhana. Peralatannya umumnya dari batu
yang belum di asah karena memang keterbatasan mereka dalam
menciptakan alat dalam kehidupannya.Dari hasil penggalian para
arkelog yang di temukan peralatan mereka dari batu. Munkin juga
sudah ada peralatan lain yang mereka pakai waktu itu seperti kayu
tulang dan sebagainya namun belum di temukan bukti fosilnya.
Alat yang di gunakan pada masa berburu dan mengumpulkan
makanan tingkat sederhana antara lain:
1. Kapak perimbas
Kapak perimbas di gunakan untuk memukul dan menbelah hewan
hasil buruan.Kapak perimbas dapat di kategorikan beberapa tipe.
Yaitu tipe setrika (bentuknya memanjang dan menyerupai setrika),
tipe kura-kura ( permukaan atas mencembung dan bawahnya
meruncing).Tipe serut samping (tidak beraturan).alat ini di temukan
di indonesia contohnya di sangiran.
2. Kapak genggam awal
Kapak genggam merupakan pecahan batu yang terpisah dari batuan
induknya. Pecahan itu di manfaatkan dalam berburu mengolah
makanan tanpa di asah. Alat ini di indonesia di temukan diantaranya
di Atambua
3. Alat serpih
Alat serpih merupakan alat yang terbuat dari batu yang bentuknya
pipih. Kegunaan dari alat serpih ini untuk memotong tubuh hewan
mnjadi bagian yang lebih kecil. Para arkeolog menemukan alat
serpih bersamaan dengan kapak perimbas di Indonesia contoh di
temukan di Ngandong.
4. Alat tulang
Merupakan alat yang terbuat dari bagian tulang hewan buruan.
Misalnya tulang kaki, tulang tangan. Alat tulang ini di gunakan
untuk mengiris hewan buruan. Selain itu juga di gunakan sebagai
belati. Di indonesia tempat di temukan alat tulang yaitu di
ngandong

3. Kehidupan sosial masarakat


Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan manusia purba
hidup secara kelompok. Hal ini di lakukan karena faktor makanan.
Cara mereka memenuhi kebutuhan hidupnya dengan berburu dan
mengumpulkan makanan. Sehingga kehidupan mereka sangat
tergantung pada alam. Apabila suatu wilayah ketersidaan hewan
buruannya habis maka mereka akan mencari tempat yang baru
(nomaden).
Pembagian tugas dalam kehidupan manusia purba yaitu berburu di
lakukan oleh pria. Sedangkan wanita betugas meramu
(mengumpulkan dedaunan dan hewan kecil). Selain meramu wanita
juga bertugas menjaga api pada akhir masa berburu tinkat sederhana.
Dari deskripsi di atas, manusia pada masa berburu dan
mengumpulkan tingkat sedehana ini hidupnya bersifat nomaden
(berpindah-pindah), alat yang di gunakan masih sangat sederhana,
serta kehidupan sosilnya belum tertata dengan baik.

B. Zaman berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut


Pada masa ini usaha utama dalam memenuhi kebutuhan hidup
masih berburu dan mengumpulan makan. Hal ini tergambar dari alat yang
di gunakan di buat dari batu, tulang, dan kulit kerang. Namun sudah ada
upaya untuk berlindung di gua alam hal ini bertujuan untuk melindungi
diri mereka dari binatang buas.
Ada juga kelompok yang bertempat tinggal di tepi pantai. Hal ini
di sebabkan kebutuhan hidup mereka sangat bergantung pada laut.
Makanan utama mereka adalah kerang dan siput. Asumsi ini berdasarkan
di temukannya fosil sampah kerang dan siput dalam jumlah besar di
daerah di temukannya manusia purba.
Seiring berkembangnya tingkat kecerdasan manusia pada masa ini.
Keterampilan dalam mengolah makanan. Pengunaan alat-alat dari batu
juga mengalami perkembangan dalam bentuk dan variasi. Dalam hal
tempat tinggal mereka sudah mulai menetap di gua dan pinggir laut.
Dengan pola hidup menetap memungkinkan untuk menciptakan hasil
karya (kebudayaan), misalnya berternak. Penemuan api pada masa
Plestosen berperan sebagai penghadap mereka di dalam gua dan penghalau
hewan buas di malam hari. Penyedikan arkeolog membuktikan bahwa
mereka sudah mengenal tentang penguburan dan menggunakan bahan
warna mineral tertentu untuk di taburkan pada mayat. Adanya pola
lukisan cap tangan dan gambar hewan pada dinding gua. Seperti yang di
temukan di Sulawesi.
1. Alat-alat kebudayaan
Teknik pembuatan alat pada masa ini melanjutkan tekik
pembuatan pada masa sebelumnya. Namun dalam hal bentuk yang
lebih maju dalam berbagai corak untuk beragam kegunaan ada
beberapa jenis alat baru dan modifikasi alat yang di gunakan pada
masa sebelumnya. Pada masa berburu dan mengumpulkan tingkat
lanjut ini . di antaranya :
a. Serpih billah
Serpih bilah merupakan batu yang terlepas dari batu induknya
dalam bentuk pecahan yang lebih kecil. Pecahan tersebut di
modifikasi sesuai dengan kegunaan dengan cara di asah alat
inilah yang di sebut serpi billah. Di indonesia serpih bilah di
temukan di gua-gua daerah sulawesi selatan. Jenis serpih billah
yang di temukan di indonesia diantaranya:
 Serut di cirikan dengan keberadaan retus bersambung yang
menutupi seluruh atau sebagian sisi alat.
 Serpih tanpa retus .alat ini mirip dengan serpih yang
menbedakannya tidak adanya serut pada sisinya sehingga
merupakan serpih yang lepas dari batu intinya dan tidak di
pakai
 Serpih dengan dengan retus pemakaian. Secara morfologi
mirip dengan serpih tanpa retus
 Bilah dengan retus bentuknya memanjang bila di bandingkan
dengan alat sebelumnya dan sisi literalnya sejajar.
b. Kapak Genggam
Kapak genggam merupakan alat yang di gunakan untuk
memukul hewan buruan. Alat ini aslinya berasal dari Hoabin
(daerah di Vietnam) kemudian di bawa oleh migrasi masarakat
dataran Asia ke daerah Sumatera dan Jawa. Hal ini di
asumsikan berdasarkan temuan arkeologi yang terdapat di
Sumatra dan Jawa.

2. Kehidupan ekonomi, sosial dan budaya


Pola hidup pada masa ini di pengaruhi masa sebelumnya. Di
mana faktor alam dan ketersediaan sumber daya alam sangat
berpengaruh pada kehidupan mereka. Pada tahap ini pola kehdupan
ekonomi mereka sudah mulai ada upaya untuk beternak seiring
dengan kehidupan mereka di dalam gua.
Pemilihan goa juga menpertimbangkan kedekatan dengan air.
Dalam kehidupan sosial mereka di pimpin oleh ketua kelompok
yang di tentukan oleh kekuatan, umur, dan kemanpuan dalam
berburu. Dalam pemabagian tugas pada masa ini sudah di tentukan
di mana laki-laki untuk berburu dan perempuan untuk meramu,
menjaga api dan mengurus anak-anak.
Dalam kehidupan religi belum banyak bukti bahwa mereka
sudah memeluk agama atau kepercayaan. Namun adanya lukisan
yang terdapat pada dinding –dinding gua mengindikasikan merka
sudah menpercayai adanya kekuatan besar di luar diri mereka.
BAB III
PENUTUP

1. Masa berburu dan mengumpulkan atau meramu makanan tingkat


sederhana
Pada awalnya manusia purba hidup di padang terbuka. Alam
sekitarnya merupakan tempat mereka mencari makanan. Mereka hidup
berkelompok, tinggal di gua-gua atau membuat tempat tinggal di atas
pohon besar. Manusia yang tinggal di gua-gua dikenal sebagai cavemen
(orang gua). Dengan demikian, mereka sangat bergantung pada kebaikan
alam. Mereka cenderung pasif terhadap keadaan.
Kehidupan di dalam gua-gua pada masa ini menghasilkan lukisan-
lukisan pada dinding-dinding gua yang (kemungkinan besar)
menggambarkan kehidupan sosial-ekonomi mereka. Lukisan-lukisan pada
dinding gua lain berupa cap tangan, babi dan rusa dengan panah dibagian
jantungnya, gambar binatang melata, dan gambar perahu. Lukisan dinding
gua antara lain ditemukan di Sulawesi Selatan, Irian Jaya, Kepulauan Kei,
dan Pulau Seram.
Keadaan sosial dan kondisi alam sangat berpengaruh terhadap
sifat dan fisik makhluk hidup tanpa kecuali manusia. Pola kehidupan
manusia yang primitif sangat menggantungkan hidupnya pada
ketersediaan alam, di mana daerah-daerah yang didiami harus cukup untuk
memenuhi kebutuhannya, untuk kelangsungan hidup terutama di daerah
yang cukup persediaan air.
Temuan artefak pada Zaman Palaeolitikum menunjukkan bahwa
manusia Pithecanthropus sudah mengenal perburuan dan menangkap
hewan dengan cara yang sederhana. Hewan yang menjadi mangsa
perburuan adalah hewan yang berukuran besar, seperti gajah, sapi, babi
atau kerbau. Saat perburuan, tentu diperlukan adanya kerja sama
antarindividu yang kemudian membentuk sebuah kelompok kecil. Hasil
buruannya dibagikan kepada anggota-anggotanya secara rata.
Adanya keterikatan satu sama lain di dalam satu kelompok, yang
laki-laki bertugas memburu hewan dan yang perempuan mengumpulkan
makanan dan mengurus anak. Satu kelompok biasanya terdiri dari 10 – 15
orang. Pada masa ini, manusia tinggal di gua-gua yang tidak jauh dari air,
tepi pantai dan tepi sungai. Penangkapan ikan menggunakan mata panah
atau ujung tombak yang berukuran kecil. Temuan-temuan perkakas
tersebut antara lain kapak Sumatera (Sumatralith), mata panah, serpih-
bilah dan lancipan tulang Muduk. Ini menunjukkan adanya kegiatan
perburuan hewan-hewan yang kecil dan tidak membutuhkan anggota
kelompok yang banyak atau bahkan dilakukan oleh satu orang.
Dalam kehidupan berkelompok, satu kelompok hanya terdiri dari
satu atau dua keluarga. Budaya dan alat yang dihasilkan Mereka mulai
membuat alat-alat berburu, alat potong, pengeruk tanah, dan perkakas lain.
Pola hidup berburu membentuk suatu kebutuhan akan pembuatan alat dan
penggunaan api. Kebutuhan ini membentuk suatu budaya membuat alat-
alat sederhana dari batu, kayu, tulang yang selanjutnya berkembang
dengan munculnya suatu kepercayaan terhadap kekuatan alam. Diduga,
alat-alat ini diciptakan oleh manusia pithecanthropus dari zaman
Paleolitikum, misalnya alat-alat yang ditemukan di Pacitan.

2. Masa berburu dan mengumpulkan makanan atau meramu makanan


tingkat lanjut.
Menurut H.R. von Heekeren dan R.P. Soejono, serta Basuki yang
melakukan penelitian tahun 1953-1954, kebudayaan Pacitan merupakan
kebudayaan tertua di Indonesia. Pada masa berburu dan meramu tingkat
lanjut, ditemukan alat-alat dari bambu yang dipakai untuk membuat
keranjang, membuat api, membuat anyaman dan pembakaran.
Selain di Pacitan, temuan sejenis terdapat pula di Jampang Kulon
(Sukabumi), Gombong, Perigi, Tambang Sawah di Bengkulu, Lahat,
Kalianda di Sumatera Selatan, Sembiran Trunyan di Bali, Wangka,
Maumere di Flores, Timor-Timur (Timor Leste), Awang Bangkal di
Kalimantan Timur, dan Cabbenge di Sulawesi selatan.
Hasil-hasil kebudayaan yang ditemukan pada masa berburu dan
mengumpulkan makanan antara lain:
a. Kapak perimbas : tidak memiliki tangkai dan digunakan dengan
cara digenggam; diduga hasil kebudayaan Pithecanthropus Erectus.
Kapak perimbas ditemukan pula di Pakistan, Myanmar, Malaysia,
Cina, Thailand, Filipina, dan Vietnam.
b. Kapak penetak : bentuknya hampir sama dengan kapak perimbas,
namun lebih besar dan masih kasar; berfungsi untuk membelah
kayu, pohon, bambu; ditemukan hampir di seluruh wilayah
Indonesia.
c. Kapak genggam : bentuknya hampir sama dengan kapak perimbas
dan penetak, namun bentuknya lebih kecil dan masih sederhana
dan belum diasah; ditemukan hampir di seluruh wilayah Indonesia;
digenggam pada ujungnya yang lebih ramping.
d. Pahat genggam : bentuknya lebih kecil dari kapak genggam;
berfungsi untuk menggemburkan tanah dan mencari ubiubian
untuk dikonsumsi.
e. Alat serpih atau flakke : bentuknya sangat sederhana; berukuran
antara 10 hingga 20 cm; diduga digunakan sebagai pisau, gurdi,
dan penusuk untuk mengupas, memotong, dan menggali tanah;
banyak ditemukan di goa-goa yang pernah ditinggali manusia
purba.
f. Alat-alat dari tulang : berupa tulang-belulang binatang buruan.
Alat-alat tulang ini dapat berfungsi sebagai pisau, belati, mata
tombak, mata panah; banyak ditemukan di Ngandong.

3. Sistem Kepercayaan Masyarakat pada masa berburu dan


mengumpulkan makanan
Penemuan akan kuburan primitif merupakan bukti bahwa manusia
berburu makanan ini telah memiliki kepercayaan yang bersifat rohani dan
spiritual. Masyarakat zaman ini menganggap bahwa orang yang telah mati
akan tetap hidup di dunia lain dan tetap mengawasi anggota keluarganya
yang masih hidup.
Adanya penggunaan alat-alat berburu dari alam menimbulkan
kepercayaan akan adanya kekuatan alam yang dianggap telah membantu
keberhasilan berburu. Adanya seni lukis di gua-gua yang menceritakan
tentang kejadian perburuan, patung dewi kesuburan dan penguburan mayat
bersama alat-alat berburu, merupakan suatu bukti tentang adanya
kepercayaan primitif masyarakat purba. Orang yang meninggal saat
berburu harus diberi perhargaan dalam bentuk rasa penghormatan.
Temuan lukisan di dinding-dinding gua menunjukkan adanya
hasrat manusia purba untuk merasakan suatu kekuatan yang melebihi
kekuatan dirinya. Lukisan dibuat dalam bentuk cerita upacara
penghormatan nenek moyang, upacara kesuburan, perkawinan, dan
upacara minta hujan, seperti yang terdapat di Papua. Lukisan-lukisan lain
yang ditemukan antara lain lukisan kadal di Pulau Seram yang
menggambarkan penjelmaan roh nenek moyang, gambar manusia sebagai
penolak roh-roh jahat, serta gambar perahu yang melambangkan perahu
bagi roh nenek moyang dalam perjalanan ke alam baka. Ini terjadi pada
masa berburu dan meramu makanan tingkat lanjut.

4. Sistem bahasa dan komunikasi pada masa berburu dan


mengumpulkan makanan
Sistem Bahasa Interaksi antar anggota kelompok saat berburu
menimbulkan sistem komunikasi dalam bentuk bunyi-mulut, yakni dalam
bentuk kata-kata atau gerakan badan yang sederhana. Perkembangan
komunikasi antaranggota kelompok maupun antar kelompok ini terus
berkembang pada masa hidupnya Homo Sapiens dalam bentuk bahasa.
DAFTAR PUSTAKA

1. Herimanto. 2012. Sejarah Indonesia masa Praaksara. Yogyakarta :


Ombak.
2. Almuksi. 2017. “Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat
Sederhana.” http://www.sejarah-indonesia.com/masa-berburu-dan-
mengumpulkan-makana-tingkat-sederhana/.
3. Almuksi. 2017. “Zaman Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat
Lanjut.” http://www.sejarah-indonesia.com/zaman-berburu-dan-
mengumpulkan-makanan-tinkat-lanjut/.
4. Smith, Varhan Will. 2014. “Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan
(Food Gathering and Hunting Period).” http://varhanwillsmith.
blogspot.co.id/2014/08/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html

Anda mungkin juga menyukai