Anda di halaman 1dari 7

PERTEMUAN KE-4

Kerajaan, Sabaiyah, Himiriyah, Manazirah, Ghasassinah, Kindah dan

Pemerintahan Auz – Chazraj

Aus (bahasa Arab:‫ )سوألا‬dan Khazraj (bahasa Arab:‫ )ج َْر َزخ‬adalah dua suku Arab
terkemuka di Yaman yang telah menetap di Madinah jauh sebelum datangnya
agama Islam. Setelah hijrah, mereka disebut dengan kaum Anshar. Peran kedua suku
ini sangat penting dalam Sejarah Islam khususnya pada peristiwa hijrah Nabi
Muhammad saw dan dalam berbagai peperangan. Beberapa sejarawan berkata bahwa
sebagian ayat Alquran turun dalam sya'n nuzul kaum Anshar.

Garis keturunan suku Aus dan Khazraj sampai ke kabilah besar Yaman yang bernama
Bani Azd. Sebagian besar ahli genealogi dan sejarawan abad pertama Islam menyebut
bahwa kedua suku ini tersambung ke kabilah tersebut melalui Banu Mazin bin Azd. [1]
Azd. [1]
Nenek moyang kedua suku tersebut adalah Amr bin Amir yang dikenal sebagai
Muzaiqi. Aus dan Khazraj adalah dua putra Harithas bin Tha'labah bin Amr bin Amir.
Garis keturunan mereka sampai ke suku Banu Qudha'ah melalui ibu mereka yang
bernama Qaila binti Kahil. Oleh itu Aus dan Khazraj juga menyebut diri mereka
sebagai Banu Qailah. Nama Aus disingkat dari nama Aus Manah yang menunjukkan
hubungan mereka dengan salah satu tokoh terkenal zaman jahiliyah. Khazraj berarti
angin kencang atau angin selatan.

Sejarah menetapnya suku Aus dan Khazraj di Yatsrib memiliki hubungan yang erat
dengan penyebaran suku Azd yang tinggal di Yaman di berbagai bagian Jazirah Arab
dan sebagian suku-suku yang ada di sekitar Jazirah Arab.
Riwayat yang paling terkenal dalam sumber-sumber klasik menyebutkan bahwa kaum
muhajirin adalah kelompok Azdiyan yang berasal dari Yaman, mereka meninggalkan
tanah kelahirannya karena banjir yang merusak bendungan Ma'rab. Namun tidak ada
kesepakatan sejarawan pada masa kini tentang sebab asli mereka berhijrah dan kapan
tepatnya mereka berhijrah. Dari riwayat-riwayat yang lain bisa disebutkan bahwa
mereka telah berhijrah jauh sebelum bendungan Ma'rab hancur.
Para sejarawan percaya bahwa hijrah suku Azdiyan dari Yaman tidak terjadi secara
sekaligus. Sebagian orang-orang yang hijrah ini berada di sebelah utara Semenanjung
Arab dekat dengan Suriah membentuk sebuah negara kecil bernama Ghasani dan
sebagian lagi menetap di bagian negara Irak sekarang dan membentuk negara kecil
yang disebut dengan Hirah (Negara Ali Mandzur atau Lakhmiyan. Masing-masing
dari kedua negara ini merupakan representasi dari dua negara besar
yaitu Iran dan Romawi.
Kemungkinan besar, setelah mendirikan kedua negara ini, hijrahnya kaum Azd
termasuk suku Aus dan Khazraj atau nenek moyang mereka, lebih cepat. Menurut
sebagian peneliti, kemungkinan hijrahnya Aus dan Khazraj lebih lambat dari pada
kaum-kaum Azd dan kemungkinan terjadi pada abad ke-10. Sepertinya kaum ini
memilih Yatsrib sebagai tempat tinggal karena memiliki tanah pertanian yang lebih
subur.
Ketika kelompok Azdiyan ini sampai di Yatsrib dan tinggal di sana, sekelompok
orang Yahudi juga tinggal di sana, dan pada saat itu kaum Yahudi yang memegang
kontrol politik dan ekonominya.

Searah Kerajaan Saba’

Saba’ adalah sebuah kerajaan di abad klasik yang berdiri sejak 1300 SM, terletak di wilayah Yaman saat ini.
Kemasyhuran negeri Saba’ benar-benar sesuatu yang fenomenal dan menakjubkan bagi siapa saja yang
mengetahui kisahnya.

Siapakah Saba’ Itu?

Dalam hadis Farwah bin Musaik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
ditanya oleh seorang laki-laki, “Ya Rasulullah, kabarkanlah kepadaku tentang Saba’?
Apakah Saba’ itu? Apakah ia adalah nama sebuah tempat ataukah nama dari seorang
wanita?” Beliau pun menjawab,
‫ْلز ْس َيل‬ َ َ‫لسأ َرم‬
َ ‫الأل َ ْضرَأ‬ ْ َ ‫لأل‬
َ ‫ك‬ َ ‫لأل َنَم َ َةلم َ ْز َ َدلَلل َل‬
‫ْجل ْه َ ْز ا‬ َ َ‫بَل‬،ْ ‫تسلََبَلَم َأََ ل‬ ْ َ ‫َأل َعَل َْ ْن َر‬
ْ ‫لأََ لس َد َر‬

“Dia bukanlah nama suatu tempat dan bukan pula nama wanita, tetapi ia adalah
seorang laki-laki yang memiliki sepeluh orang anak dari bangsa Arab. Enam orang
dari anak-anaknya menempati wilayah Yaman dan empat orang menempati wilayah
Syam.” (HR. Abu Dawud, no. 3988 dan Tirmidzi, no. 3222).

Dalam riwayat Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu ada tambahan nama-nama dari anak
Saba, “Adapun yang menempati wilayah Yaman, mereka adalah: Madzhij, Kindah,
al-Azd, al-Asy’ariyun, Anmar, dan Himyar. Dan yang menempati wilayah Syam
adalah Lakhm, Judzam, Amilah, dan Ghassan (HR. Ahmad, no. 2898).

Para sejarawan juga mencatat bahwa nama asli dari Saba’ adalah Abdu asy-Syams.
Dan sebagaimana kita ketahui, nama-nama kabilah Arab terambil dari nama
anak-anak Saba’.

Kerajaan Saba’

Awalnya kerajaan Saba’ dikenal dengan dengan Dinasti Mu’iinah sedangkan raja-raja
mereka dijuluki sebagai Mukrib Saba’. Ibu kotanya Sharwah, yang puing-puingnya
terletak 50 km ke arah barat laut dari kota Ma’rib. Pada periode inilah bendungan
Ma’rib mulai dibangun. Periode ini antara tahun 1300 SM hingga 620 SM. Pada
periode berikutnya, antara tahun 620 SM – 115 SM, barulah mereka dikenal dengan
nama Saba’. Mereka menjadikan Ma’rib sebagai ibu kotanya.

Letak Geografi

Dahulu, secara garis besar wilayah Jazirah Arab dibagi menjadi dua bagian, bagian
Utara dan bagian Selatan. Arab bagian Selatan lebih maju dibandingkan Arab bagian
Utara. Masyarakat Arab bagian Selatan adalah masyarakat yang dinamis dan memiliki
peradaban, mereka telah mengenal kontak dengan dunia internasional karena
pelabuhan mereka terbuka bagi pedagang-pedagang asing yang hendak berniaga ke
sana. Sementara orang-orang Arab Utara adalah mereka yang terbiasa dengan
kerasnya kehidupan padang pasir, mereka kaku dan lugu karena kurangnya kontak
dengan dunia luar. Tentu saja geografi kerajaan Saba’ sangat mempengaruhi bagi
kemajuan peradaban mereka.

Kemakmuran Kaum Saba’

Kerajaan Saba’ terkenal dengan hasil alamnya yang melimpah, orang-orang pun
banyak berhijrah dan bermitra dengan mereka. Perekonomian mereka begitu
menggeliat hidup dan sangat dinamis. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfiman
mengabarkan tentang kemakmuran kaum Saba’

ْ‫لألس ْل ْض ْرألسل َ لأ‬


َ ‫لز ْف ْض ْإ‬
َ ْْ َْ ‫َلز‬ ْ ٌَْْ ‫لأل ْل َتم اَل‬
‫اسلأ ْ ف‬ َ َ‫ل‬ ْ ‫ِ َمالَْبل َأ ِْ َضرْ ْر ْإل َ سمَلَل َس َرب‬
‫َمَل ََْلمَ ْت ا‬ َ ْ ‫ازلل َهَعْل ٌَمََ ل‬ َ َ‫ٌّ ْفل َل‬
َ ٌََْ ‫لأل َزتط ل‬ َ ‫َ َْعَ َل‬

“Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Allah) di tempat kediaman
mereka, yaitu dua buah kebun, di sebelah kanan dan di sebelah kiri.” (QS. Saba’: 15)

Kedua kebun tersebut sangat luas dan diapit oleh dua gunung di wilayah Ma’rib.
Tanahnya pun sangat subur, menghasilkan berbagai macam buah dan sayuran.
Qatadah dan Abdurrahman bin Zaid rahimahumallah mengisahkan, apabila ada
seseorang yang masuk ke dalam kebun tersebut dengan membawa keranjang di atas
kepalanya, ketika keluar dari kebun itu keranjang tersebut akan penuh dengan
buah-buahan tanpa harus memetik buah tersebut. Abdurrahman bin Zaid
menambahkan, di sana tidak ditemukan nyamuk, lalat, serangga, kalajengking, dan
ular (Tafsir ath-Thabari, 20: 376-377).

Menurut al-Qusyairi, penyebutan dua kebun tersebut tidak berarti bahwa di Saba’ kala
itu hanya terdapat dua kebun itu saja, tapi maksud dari dua kebun itu adalah
kebun-kebun yang berada di sebelah kanan dan kiri lembah atau dianatara gunung
tersebut. Kebun-kebun di Ma’rib saat itu sangat banyak dan memiliki tanaman yang
bervariasi (Fathul Qadir, 4: 422).
Yang membuat tanah di Ma’rib menjadi subur adalah bendungan Ma’rib atau juga
dikenal dengan nama bendungan ‘Arim, bendungan yang panjangnya 620m, lebar
60m, dan tinggi 16m ini mendistribusikan airnya ke ladang-ladang penduduk dan juga
menjadi sumber air di wilayah Ma’rib.

Literatur sejarah menyebutkan bahwa yang membangun bendungan ini adalah Raja
Saba’ bin Yasyjub sedangkan buku-buku tafsir mencatumkan nama Ratu Bilqis
sebagai pemrakarsa dibangunnya bendungan ini. Ratu Bilqis berinisiatif mendirikan
bendungan tersebut lantaran terjadi perebutan sumber air di antara rakyatnya yang
mengakibatkan mereka saling bertikai bahkan saling membunuh.

Dengan dibangunnya bendungan ini, orang-orang Saba’ tidak perlu lagi khawatir akan
kehabisan air dan memperbutkan sumber air, karena bendungan tersebut sudah
menjamin kebutuhan air mereka, mengairi kebun-kebun dan memberi minum ternak
mereka.

Kehancuran Kaum Saba’

Sebelum Ratu Bilqis masuk Islam, kaum Saba’ menyembah matahari dan
bintang-bintang. Setelah ia memeluk Islam, maka kaumnya pun berbondong-bondong
memeluk agama Islam yang didakwahkan oleh Nabi Sulaiman ‘alaihissalam.

Sampai kurun waktu tertentu, kaum Saba’ tetap mentauhidkan Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Namun kemudian, mereka kembali ke agama nenek moyang mereka,
menyembah matahari dan bintang-bintang. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
mengutus tiga belas orang rasul kepada mereka (Tafsir Ibnu Katsir, 6: 507), akan
tetapi mereka tetap tidak mau kembali ke agama monotheisme, mentauhidkan
Allah dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu apa pun. Allah pun mencabut
kenikmatan yang telah Dia anugerahkan kepada mereka,

َ ‫ َْرَمل َََْ ْل ْر ْإل‬،


‫ ْليَلس دَ ْر ْةل‬، َ ‫ََهَْ َْرا ْْاسلََه َ ْز‬

“Tetapi mereka berpaling, maka kami datangkan kepada mereka banjir al-‘arim.” (QS.
Saba’: 16)
Penyebab Hancurnya Bendungan Ma’rib

Penyebab kehancuran bendungan tersebut tentu saja adalah takdir Allah Subhanahu
wa Ta’ala dan akibat dari kaum Saba’ yang kufur akan nikmat Allah terhadap mereka.
Namun, Allah menciptakan suatu perantara yang bisa diterima oleh logika manusia
agar manusia lebih mudah untuk merenungi dan mengambil pelajaran. Di dalam
buku-buku tafsir disebutkan, seekor tikus yang lebih besar dari kucing sebagai
penyebab runtuhnya bendungan Ma’rib. Subhanallah! Betapa mudahnya Allah
menghancurkan bendungan tersebut, meskipun dengan seekor makhluk kecil yang
dianggap eremah, tikus.

Sebab lain yang disebutkan oleh sejarawan adalah terjadinya perang saudara di
kalangan rakyat Saba’ sementara bendungan mereka butuh pemugaran karena dirusak
oleh musuh-musuh mereka (at-Tahrir wa at-Tanwir, 22: 169), perang saudara tersebut
mengalihkan mereka dari memperbaiki bendungan Ma’rib. Allahu a’lam mana yang
lebih benar mengenai berita-berita tersebut.

Bendungan ini hancur sekitara tahun 542 M. Setelah itu, mereka hidup dalam
kesulitan, tumbuhan-tumbuhan yang tumbuh subur di tanah mereka tidak lagi
menghasilkan buah seperti sebelum-sebelumnya dan Yaman saat ini termasuk salah
satu negeri termiskin dan terkering di Jazirah Arab. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman,

“Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar
dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon)
yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr. Demikianlah Kami
memberi balasan kepada mereka karena kekafiran mereka. Dan Kami tidak
menjatuhkan azab (yang demikian itu), melainkan hanya kepada orang-orang yang
sangat kafir.” (QS. Saba’: 16-17)

Dalam firman-Nya yang lain

“Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang
dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari
segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu
Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa
yang selalu mereka perbuat. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka seorang
rasul dari mereka sendiri, tetapi mereka mendustakannya; karena itu mereka
dimusnahkan azab dan mereka adalah orang-orang yang zalim.” (QS. An-Nahl: 112 –
113).

Kalau kita renungkan kisah kaum Saba’ dengan perenungan yang mendalam, tentu
saja kita menemukan suatu kengerian, bagaimana sebuah negeri yang teramat sangat
subur, lalu menjadi negeri yang kering dan tandus. Allah mengabadikan kisah kaum
Saba’ ini di dalam Alquran dan memberi nama surat yang memuat kisah mereka
dengan surat Saba’. Hal ini tentu saja dimaksudkan agar manusia senantiasa
mengingat-ingat apa yang terjadi kepada kaum ini. Demikian pula negeri kita,
Indonesia, yang disebut sebagai jamrud katulistiwa, tongkat yang dibuang ke tanah
akan menjadi pohon, sebagai gambaran kesuburannya, hendaknya kita merenungi apa
yang terjadi pada kaum Saba’ agar kita tidak mengulang kisah perjalan mereka.

“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda- tanda kekuasaan
Allah bagi setiap orang yang sabar lagi bersyukur.” (QS. Saba’: 19)

Anda mungkin juga menyukai