Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Museum Wayang Beber Sekartaji adalah merupakan museum yang
berisikan kesenian Wayang Beber di dalamnya, Museum ini didirikan pada tahun
2017, Museum ini merupakan museum pertama di Indonesia bahkan di dunia yang
khusus menyajikan koleksi Lukisan Wayang Beber. Menampilkan Lukisan dari
Pelestari Wayang Beber Mbah Ning (Hermin Istiariningsih), karya Dani Iswandara,
Indra Suroinggeno, dan seniman Wayang Beber lainnya. Museum ini didirikan atas
kecintaan pemiliknya (Indra Suroinggeno) terhadap kebudayaan Nusantara,
khusunya Wayang. Dari sekian banyak jenis wayang di Nusantara, Wayang Beber
begitu istimewa karena isi ceritanya merupakan hasil karya kearifan lokal. Proses
perjalanan hasil karya agung leluhur dari Relief Candi berkembang ke dalam media
daun Rontal kemudian kulit kayu yang bisa disebut Dlancang.
Museum ini dinamai Sekartaji sebagai tetenger, merupakan sebuah
condrosengkolo, singkatan bahasa Jawa: Semedi Cakra Jawata Aji, melambangkan
angka 1951 tahun Jawa atau tahun 2017 Masehi. Penanda berdirinya Museum
Wayang Beber Sekartaji. Semedi Cakra Jawata Aji mempunyai makna yang istimea
yaitu Meditasi Menuju Pusat Energi Dewa Dewa Agung.
Berdirinya Museum Wayang Beber Sekartaji yang berlokasi di Desa
Kanutan, Bantul ini bukan tanpa alasan. Sejarah kuat bahkan asal usul kata Bantul
saling terhubung dalam rantai sejarah panjang. Legenda lain yang memuat berita
pertunjukan Wayang Beber adalah Babad Mataram. Wayang Beber sendiri
keadaannya begitu memprihatinkan jika dibandingkan dengan Wayang Kulit.
Masyarakat sekarang ini lebih banyak mengenal Wayang Kulit daripada Wayang
Beber.
Wayang Beber adalah seni wayang yang muncul dan berkembang di jawa
pada masa Pra Islam dan masih berkembang di daerah tertentu di Pulau Jawa.
Dinamakan Wayang Beber karena lembaran-lembaran (Beberan) yang digambar
menjadi sebuah rangkaian cerita Purwa yang berisi Arjuna Wiwaha, Bratayuda dan

1
Arjuna Sasrabahu, Panji di Jenggala, Damar Wulan, dan karya Wayang Beber era
Kartasura. Wayang Beber termasuk jenis wayang yang telah tua usianya dan berasal
dari zaman Hindu di Jawa.

Foto Lukisan Wayang Beber di Museum Wayang Beber Sekartaji

Wayang beber dibuat dengan melalui berbagai proses, seperti pembuatan


kertas sebagai media lukis Wayang Beber, membuat sketsa, dan mewarnai lukisan
Wayang Beber. Pada tahap pembuatan kertas lukisan Wayang Beber bisa
menggunakan kertas kanvas atau menggunakan kertas alami yang berasal dari kulit
pohon Daluang. Pohon Daluang ditanam selama delapan bulan yang kemudian
dipanen ketika sudah memiliki diameter yang pas untuk dijadikan kertas lukisan.
Selanjutnya batang pohon memasuki proses pengerikan kulit pertama dari batang
dengan menggunakan pisau, proses ini memakan waktu cukup lama agar tidak
membuat kulit batang menjadi bolong, kemudian kulit kedua yang didapat lalu
dibelah untuk diambil kulitnya. Tahap selanjutnya yakni peremdaman kulit selama
tiga hari yang kemudian memasuki proses pemukulan menggunakan alat khusus
supaya kulit kertas semakin melebar dan dapat disambungkan. Dan kemudian di
permentasi dengan pohon pisang selama satu minggu, sehingga dapat menghasilkan
kertas yang baik.
Proses pembuatan kertas lukisan Wayang Beber ini menjadi objek yang
menarik sehingga peniliti melalukan proses penelitian berupa etnografi dalam
upaya mempelajari lebih dalam tentang proses pembuatan kertas lukisan Wayang
Beber di Museum Wayang Beber Sekartaji, Bantul.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Etnografi Proses Pembuatan Lukisan Wayang Beber


Pada tanggal 30 April 2019 kami mendapatkan tugas dari Prof. Sumandyo
untuk melakukan penelitian etnografi yang berupa participation observation. Pada
awal mula kami cukup bingung untuk mengambil tema yang akan dibahas pada
tugas paper terakhir ini. Setelah kelas Antropologi usai, kami secara spontan
memikirkan “Bagaimana jika kami mengambil tema pembuatan lukisan wayang
beber yang secara tidak langsung menjadi bagian dari objek penelitian pada mata
kuliah penciptaan DKV 2.
Pada pukul 19.00 kami mencoba berkomunikasi kepada pemilik museum
yaitu Mas Indra Suroinggeno untuk menanyakan perihal waktu luang agar Mas
Indra dapat memberikan pelajaran dan penjelasan secara detail kepada kami.
Beruntungnya setelah jeda setengah jam, pesan yang dikirim dari Whatsapp itu
akhirnya terbaca, Mas Indra membalas dengan memberitahukan bahwa Sabtu, 11
Mei 2019 pagi pukul 09.00 WIB akan ada proses pembuatan kertas nusantara yang
dilanjutkan dengan melukis wayang beber dari mahasiswa jurusan Broadcasting
Universitas BSI Jakarta. Adanya keberuntungan ini tidak kami sia-siakan, dengan
sigap kami menjawab “Ya Mas, Siap! Kami akan kesana”. Dalam hal ini, kami
mencoba mengetnografikan Mas Indra selaku pendiri museum yang dalam hal ini
terfokus pada pembuatan lukisan wayang beber.
Pukul 06.00 sabtu pagi, kami sudah mempersiapkan kamera (Risvi sebagai
fotografer) dan mempersiapkan tubuh untuk mengikuti kegiatan di Museum
Wayang Beber Sekartaji. Pukul 07.30 Pagi kami bersiap memulai perjalanan
menuju Museum wayang beber Sekartaji. Dengan modal menggunakan Google
Maps, kami mengetahui jarak tempuh 15 KM dengan estimasi waktu sampai 35
menit Museum Wayang Beber Sekartaji dari Pascasarjana ISI Yogyakarta.
Sesampainya kami di Museum Wayang Beber Sekartaji, arloji kami
menunjukkan pada pukul 08.03. “Wah, ternyata perjalanan kita lebih cepat juga
yak!” ujar edo pada risvi.

3
Keadaan di Museum Wayang Beber Sekartaji ternyata masih sepi. Kami
memarkirkan motor dihalaman Museum Wayang Beber Sekartaji. Bersamaan
dengan itu kami disambut oleh mas Indra yang baru saja mandi pagi, terlihat dari
rambutnya yang sedikit ikal dan masih lembab. Sambil saling mendekat “Wah
selamat datang, ayo duduk mari” sapa hangat mas Indra sambil mengulurkan tangan
untuk saling berjabat dengan kami. Kamipun menuju kursi rotan yang ada di teras
mas Indra.
Tak lama dari duduknya kami, terdengar bebunyian gamelan dari dalam
Museum, kami bergegas bergerak menuju sumber suara itu. Setelah masuk ke
dalam Museum, terlihat 3 anak sedang bermain gamelan yaitu Rahmad yang
bermain Saro, Sugeng bermain Kendang, dan Tegar bermain Gong. Ketiga anak ini
merupakan anak sanggar Buana Alit yang dilatih langsung oleh mas Indra. Setelah
melihat itu, kami bergegas mencoba ikut belajar dan mengikuti mars Museum
Sekartaji, dalam hal ini edo ikut bermain kendang yang sebelumnya dimainkan oleh
Sugeng.

Edo bermain kendang


(Foto: Risvi Pangestu, 2019)

Ternyata bermain kendang memiliki bunyi yang beda-beda jika dipukul


diarea pinggir dan di area tengah. Tak lama dari itu, Mas Indra masuk ke ruang
Museum dan berpesan “ayo bersiap, pagi ini kita akan membuat kertas nusantara
dari pohon daluang.”. Kami pun beranjak dari bermain kendang dan keluar dari
museum. Ternyata sudah terdapat banyak orang diluar museum. Kami
memperhatikan ada 2 kamera SLR, 3 kamera HP, dan 1 kamera HD, siap

4
mengabadikan proses kami dalam pembuatan kertas nusantara. Sambil menunggu
para kameramen mengatur komposisi layar, Risvi mengabadikan momen Edo di
pintu depan Museum Wayang Beber Sekartaji. Dengan bermodalkan kamera
handphone, Edo meminta Risvi untuk mengambil posisi yang pas untuk di depan
Museum Wayang Beber Sekartaji.

Gambar 1
Edo berfoto di Museum Wayang Beber Sekartaji
(Foto : Risvi Pangestu, 2019)

Setelah mengabadikan momen, kami dipanggil mas Indra untuk memulai


proses pembuatan kertas nusantara dari pohon daluang. Saat itu sudah menujukkan
pukul 09.24, Kami mulai memilah-milah pohon daluang mana yang akan diambil,
karena di halaman Museum Sekartaji ini sudah terdapat 3 pohon daluang atau yang
disebut juga Broussenetia papyrfera Vent yang memiliki nama lain paper mulberry.
Mas Indra menjelaskan bahwa, pada zaman dahulu pohon ini memiliki berbagai
macam fungsi, mulai dari bahan baju, hingga digunakan sebagai kertas yang salah
satunya difungsikan untuk media menggambar wayang beber. Kami, Mas Indra dan
Rahmad mulai memilih pohon mana yang akan kami gergaji, tentunya pohon yang
akan kami tebang ini telah memiliki usia 8 bulan hingga 1 tahun. Usia ini ditentukan
dengan alasan agar kertas daluang ini memiliki kualitas yang sangat baik hingga
dapat bersaing dengan kertas-kertas dari luar negeri.

5
Akhirnya setelah memutuskan pohon daluang yang berada disamping kiri
Museum yang akan kami potong. Pohon yang kami pilih ini adalah pohon yang
tidak terlalu besar, dan tidak terlalu panjang. Edo mempersiapkan diri duduk dan
coba memegang batang pohon tersebut. Ternyata dari percobaan memegang batang
pohon tersebut, Edo merasakan gatal pada tangan kami, ternyata setelah ditanyakan
kepada mas Indra, rasa gatal pada tangan kami ini adalah upaya pertahanan dari
pohon daluang. “oh pantas saja” gumam Edo pada Risvi.
Mas Indra memulai memotong pohon daluang, ia berkata bahwa dalam
proses pemotongan pohon daluang, kita harus memberikan jarak potong sebanyak
15 cm dari tanah menuju garis potong di pohon daluang, hal ini berguna untuk
keberlangsungan pohon daluang yang jika diberi jarak potong, pohon daluang ini
akan tumbuh lagi dengan sendirinya tanpa harus menanam ulang.

Gambar 2
Proses Penebangan Pohon Daluang
(Foto : Risvi Pangestu, 2019)

Proses pemotongan pohon daluang berlangsung cepat, dikarenakan pohon


yang dipotong masih tergolong muda. Setelah dipotong, kami mulai mengukur
batang pohon daluang dengan menggunakan meteran. Pohon sepanjang 84 cm itu,
dipotong lagi menjadi 3 bagian. Dalam proses pembuatan kertas nusantara untuk
lukisan wayang beber, tidak ada batasan untuk lebar dan panjang, akan tetapi pada
umumnya berkisar antra 80 x 150 cm. Ukuran batang sepanjang 84 cm tadi dibagi
menjadi 3 bagian yang akhirnya mendapatkan 28 cm setiap bagiannya.

6
Setelah dibagi menjadi 3, tahapan selanjutnya adalah membersihkan atau
mengupas kulit pertama dari batang daluang yang telah di potong tadi. Pengupasan
kulit pertama ini menggunakan teknik yang tajam dan halus. Kami menggunakan
pisau sebagai alat untuk mengupas kulit pertama dari batang daluang tadi. Teknik
yang digunakan yaitu dalam proses pengupasan tidak boleh terlalu ditekan dan
pisau yang digunakan harus tajam sehingga tidak menghancurkan serat-serat di
kulit bagian kedua. Pengupasan tipis pada kulit pertama akan ditandai dengan
adanya warna hijau di batang tersebut, dan jika sudah terdapat warna putih hal itu
berarti kupasan kita sudah cukup tebal. Tanda lain yang jika kupasan kita terlalu
ditekan akan berdampak pada pengupasan kulit ke bagian inti batang yang keras
yang sudah menjadi kayu terkelupas yang mengakibatkan kertas daluang yang akan
kita ambil menjadi sobek atau belubang.
Selanjutnya, pada bagian pengelupasan kulit kedua, tekniknya harus lebih
berhati-hati. Pengupasan kulit kedua berbeda dengan pengupasan kulit pertama,
pada pengupasan kulit kedua ini, ujung dari batang pohon daluang yang telah
dikuliti tipis dipotong secara vertical dari atas ke bawah. Pemotongan ini berupa
garis pemotong saja. Setelah itu batang daluang ini dikuliti lagi hingga terlepas dari
inti batang yang sudah menjadi kayu. Proses pengulitan ini tidak boleh sampai
terputus, sifat kertas daluang yang masih rentan untuk sobek ini harus diperlakukan
sangat hati-hati.
Setelah dikuliti, kulit dari pohon daluang ini direndam di air murni selama
6 jam, hal ini difungsikan sebagai penyerapan air oleh kulit daluang sehingga akan
lebih mudah untuk dilebarkan. Saat itu sudah menunjukkan pukul 09.53 dan kulit
daluang mulai direndam di air murni. Sembari menunggu 6 jam, Mas Indra
mengajak kami untuk mencoba proses berikutnya, yaitu proses sketsa gambar
wayang beber dari kertas daluang yang sudah jadi.
Edo mencoba menggambar sedikit gambaran dari cerita kala yang
dicontohkan oleh mas Indra. Menggambar yang berupa sketsa ini menggunakan
pensil 2B. Pada tahap sketsa ini, ditentukan gaya atau style gambar dari cerita yang
akan diangkat. Contoh gaya ini dapat berupa gaya Pacitan, gaya Wonosari, dan gaya
Kontenporer.

7
Gambar 3
Proses Menggambar dan Mewarnai Wayang Beber
(Foto : Risvi Pangestu, 2019)

Ternyata Wayang beber ini tidak memiliki pakem untuk menggambaran


ceritanya, karakter yang bersifat fleksibilitas mampu membuat cerita lukisan
wayang beber dalam versi apapun juga. Adanya proses sketsa yang mana
anatominya tidak lagi menjadi manusia terbilang cukup unik dan cukup sulit. Oleh
sebab itu perlu pendalaman yang cukup untuk dapat menggambarkan cerita dengan
anatomi wayang beber. Anatomi wayang beber yang tidak menyerupai manusia
lagi, digambarkan seperti wajah yang tidak proporsional yang terkesan gepeng, kaki
dan tangan yang dipanjangkan serta bagian tubuh antara bokong dan dada yang
tidak proporsional. Anatomi yang tidak menyerupai manusia ini mengartikan
bahwa wayang beber hanya berupa pembeberan cerita karakter dari manusia.
Setelah menggambar, dilanjutkan dengan melakukan outline atau menebali
sketsa dengan bahan yang lebih pekat seperti tinta. Hal ini berfungsi untuk
mematangkan hasil sketsa. Bahan yang digunakan untuk proses ini adalah spidol
dan tinta cina dengan persyaratan tidak mudah luntur apabila terkena air. Proses ini
memakan waktu yang sama seperti proses mengambar sketsa. Untuk menggambar
dan menebali gambar memakan waktu yang cukup panjang sesuai dengan panjang
dan lebar media kertas daluang yang diinginkan.
Saat itu jam sudah menunjukkan pukul 14.00, kami dan mas Indra mulai
masuk kepada tahap yang keempat yaitu tahap pewarnaan, dimana tahap ini adalah
tahap keempat dalam proses melukis wayang beber. Pada tahapan pewarnaan ini,

8
dibutuhkan kreatifitas dan ide dari sang seniman untuk menciptakan warna-warna
yang menarik. Perlu latihan dan ketekunan untuk dapat memilih kombinasi warna
wayang beber. Dalam pewarnaan wayang beber, alat yang dipakai biasanya adalah
kuas, sedangkan bahan yang dipakai adalah pewarna. Pewarna disini menggunakan
pewarna sintesis dan pewarna natural.
Warna ini merupakan unsur yang sangat penting dalam pembuatan Wayang
Beber karena warna ini dapat membuat karya wayang beber menjadi menarik enak
untuk dilihat. Dalam pembuatan wayang beber pewarna sintesis terdapat cat akrilik,
cat poster dan cat air. Sedangkan pewarna alami diambil dari zat warna alami yang
berasal dari ekstrak tumbuhan seperti bagian daun, bunga, biji, dari hewan dan
mineral yang telah digunakan sejak dulu. Pewarna alami memiliki kecendrungan
untuk aman bagi lingkungan namun tidak memiliki ketahanan warna sebaik
pewarna sintesis. Adanya latihan yang tekun melakukan percobaan-percobaan dan
jangan mudah menyerah harus mampu melatih perasaan agar tibul kepekaan dalam
membuat karya wayang beber. Pada proses ini, Edo dan mas Indra menggunakan
gabungan kedua warna yaitu kunyit, tanah, buah naga, dan cat akrilik. Dalam setiap
memilih warna akan selalu ada pertimbangan keputusan yang diambil.
Tepat pukul 15.46 kami menyelesaikan proses pewarnaan dan siap
dikeringkan dengan dibeberkan disuhu ruangan. Selanjutkan kami mulai kembali
pada proses pembuatan kertas nusantara. Kulit pohon yang sudah mulai banyak
menyerap air mulai dipukul-pukul menggunakan kuningan. Proses pemukul ini
harus rata, diupayakan dari sisi atas dan kebawah dipukul dengan mengarah ke
samping seperti membaca. Proses ini berupa pelebaran kertas daluang. Adanya
pukulan-pukulan ini dapat membuat pelebaran menjadi lebih dari 3 kali lebih besar
dari ukuran yang sebelumnya. Setelah adanya pelebaran ini, kertas daluang
dicelupkan lagi di air murni dan diperas dengan tidak terlalu kuat.

9
Gambar 4
Proses Pemukulan Kertas dengan Alat Kuningan
(Foto : Risvi Pangestu, 2019)

Setelah itu, kami memotong daun pisang untuk dapat dijadikan sebagai
wadah pengeringan dari kertas yang telah diperas. Wadah ini menjadi pembungkus
kertas daluang yang masih basah agar setiap potongan kertas daluang menyatu jadi
kertas nusantara yang tebal dan kuat. Proses ini memakan waktu selama 3 hari.
Setelah 3 hari, kami kembali lagi untuk memastikan bahwa kertas nusantara
yang telah dibuat berhasil.

Gambar 5
Kertas Nusantara Setelah Selesai dan Siap Digunakan
(Foto : Risvi Pangestu, 2019)

10
Risvi Pengestu saat mendokumentasikan proses pembuatan Wayang Beber
(foto: Edo Pratama, 2019)

11
BAB III
KESIMPULAN

Wayang Beber merupakan salah satu kesenian Indonesia yang kini sudah
mulai dilupakan, upaya untuk melestarikan Wayang Beber ini terlihat dengan
adanya Museum Wayang Beber Sekartaji yang teretak di Desa Kanutan Kabupaten
Bantul, Yogyakarta. Museum ini adalah satu-satunya museum di Indonesia bahkan
dunia yang khusus mengoleksi lukisan-lukisan Wayang Beber.
Di Museum Wayang Beber Sekartaji ini terdapat beberapa kegiatan sebagai
upaya melestarikan Wayang Beber kepada masyarakat, di antaranya adalah Proses
pembuatan lukisan Wayang Beber yang membutuhkan waktu yang sangat lama dan
proses yang cukup susah. Proses tersebut antara lain adalah pembibitan pohon
Daluang yang memakan waktu hingga 8 bulan, kemudian proses pengulitan pohon
sampai menjadi sebuah kertas Nusantara yang membutuhkan ketelitian, kesabaran
dan ketekunan yang tinggi sehingga dapat menghasilkan kertas Nusantara yang
berkualitas.
Pada saat proses menggambar dan pewarnaan Wayang Beber juga
membutuhkan keterampilan dan ide cerita yang baik, sehingga karya-karya lukisan
Wayang Beber yang dihasilkan dapat menjadi karya yang memberikan pesan moral
dan pesan-pesan positif lainnya, dengan tujuan agar pada saat pementasan penonton
yang menyaksikan dapat ilmu dan pengetahuan baru dari cerita-cerita Wayang
Beber.
Penelitian etnografi ini diharapkan kesenian Wayang Beber harus terus
dilestarikan karena merupakan salah satu aset bangsa yang tidak ternilai harganya,
dengan proses yang sangat tradisional dan membutuhkan ketekunan yang sangat
tinggi, sepatutnyalah Wayang Beber menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia.

12

Anda mungkin juga menyukai