Anda di halaman 1dari 66

Seminar Internasional

Riksa Bahasa XIII


Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia
SPs Universitas Pendidikan Indonesia

BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN, PEMBELAJARAN,
DAN PENELITIAN

SABTU, 23 NOVEMBER 2019

Alamat Penyunting dan Tata Usaha


Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia
Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
Gedung Pascasarjana Lantai 6. Jalan Dr. Setia Budhi 229, Kota Bandung, 40154.
Telp. 022-7076-7904. Homepage: http://riksabahasa.event.upi.edu/
email: riksabahasa@upi.edu
e-ISSN: 2655-1780 Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII
p-ISSN: 2654-8534 http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa

SEMINAR INTERNASIONAL RIKSA BAHASA XIII


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
DENGAN TEMA “BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIKAN, PEMBELAJARAN, DAN PENELITIAN.”
SABTU, 23 NOVEMBER 2019

Diterbitkan oleh Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Sekolah Pascasarjana


Universitas Pendidikan Indonesia bekerja sama dengan Perkumpulan Pengajar Bahasa
Indonesia Se-Indonesia. Seminar Internasional ini merupakan agenda rutin Program Studi
Pendidikan Bahasa Indonesia. Tulisan yang diangkat dalam prosiding ini merupakan hasil
penelitian pada bidang Bahasa, Sastra, BIPA, dan Pembelajaran. Artikel yang dimuat
dalam prosiding ini juga telah diulas oleh para pakar di bidangnya.

Penanggung Jawab : Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia,


Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia.
Ketua Pelaksana : Muhammad Rozani, S.Pd.
Pimpinan Redaksi : Desma Yuliadi Saputra, M.Pd.
Penyunting Utama : Dr. H. Andoyo Sastromihardjo, M.Pd.
Dr. Hj. Vismaia S. Damaianti, M.Pd.
Dr. Yeti Mulyati, M.Pd.
Penyunting Pelaksana : Maksum Ashari, S.Pd.
Pipit Salindri, M.Pd.
Tiar Sandi Rasyadan Setiawan, S.Pd.
Tim Kurator : Fajar Marta, S.Pd.
Bella Nissa, S.Pd.
Rina Maulina Agustin, S.Pd.
Ari Kurnianingsih, S.Pd.
Murni Maulina, S.Pd.
Pelaksana Tata Usaha : Fitrah Alfritesya, M.Pd.

Alamat Penyunting dan Tata Usaha


Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia
Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
Gedung Pascasarjana Lantai 6. Jalan Dr. Setia Budhi 229, Kota Bandung, 40154.
Telp. 022-7076-7904. Homepage: http://riksabahasa.event.upi.edu/
email: riksabahasa@upi.edu

ii Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII


e-ISSN: 2655-1780 Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII
p-ISSN: 2654-8534 http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa

TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU DI KELAS AWAL SEKOLAH DASAR:


UPAYA UNTUK MENGELOLA PERHATIAN DAN KEGIATAN SISWA
Arju Muti’ah 233

KUALITAS TERJEMAHAN NOVEL BERBAHASA JERMAN


KE DALAM BAHASA INDONESIA
Ary Fadjar Isdiati 245

PERTARUNGAN WACANA SEPAK BOLA: ANALISIS WACANA KRITIS


Auliah Wildani Anwar 253

REDUPLIKASI PADA TEKS FABEL KARYA SISWA KELAS VII


SMP PEMBANGUNAN LABORATORIUM UNP TAHUN PELAJARAN 2018
Auzi Ilaturahmi, Succi Febriani 259

PENALARAN DAN BAHASA SEBAGAI DASAR PENULISAN ILMIAH


Bivit Anggoro Prasetyo Nugroho, Uki Hares Yulianti 267

RESPONS MASYARAKAT TERHADAP FUNGSI UKBI BERDASARKAN PROFESI


Daman Huri, Syihabuddin, Vismaia S. Damaianti 271

KAJIAN TEKS BIOGRAFI SEBAGAI BAHAN BIBLIOTERAPI


Darliyah, Isah Cahyani, Nunny Sulistyani Idris 277

PENINGKATAN KEMAMPUAN LITERASI SISWA MELALUI


MODEL DIAGRAM ISHIKAWA FISHBONE DI SD NEGERI 7 CIAMIS
Dewi Ariyani, Ellen Prima 283

ANALISIS WACANA KRITIS FOUCAULT TERHADAP HUMAN TRAFFICKING


DALAM KASUS PENGANTIN PESANAN (MAIL ORDERED BRIDE) LINTAS NEGARA
PADA PEMBERITAAN DI MEDIA SOSIAL
Dheni Budiman, Aceng Ruhendi Saifullah 291

MENGUNGKAP UNSUR SUPERIORITAS DALAM HUMOR VERBAL:


ANALISIS WACANA HUMOR PADA PROGRAM INI TALKSHOW
Diana Tustiantina, Nani Sunarni, Dadang Suganda 301

UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS KARANGAN DESKRIPSI


MENGGUNAKAN MODEL EXPLICIT INSTRUCTION
BERBASIS TEKNOLOGI MULTIMEDIA
Diplan, Chandra A. Putra, M. Andi Setiawan,
M. Jailani, Ade S. Permadi 311

x Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII


Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII e-ISSN: 2655-1780
http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa p-ISSN: 2654-8534

PENGETAHUAN FISHERFOLK DAN METODE PENANGKAPAN IKAN NELAYAN TIDUNG


DI KAMPUNG JUATA LAUT: KAJIAN ETNOLINGUISTIK
Dwi Cahyono Aji 321

ANALISIS PLAGIARISME DALAM KONTEKS PENULISAN BAHASA INDONESIA


Edi Saputra 337

MAKIAN PARTISIPAN USIA TUA PADA BAHASA MELAYU BENGKULU


Eli Rustinar 345

POLA PENULISAN DAFTAR PUSTAKA SESUAI PUEBI


Eri Sarimanah, Mira Mirnawati, Abdul Rahmat 353

ANALISIS TINDAK TUTUR DALAM TRANSAKSI JUAL BELI ONLINE DAN OFFLINE
Fatimah Aurofah 367

BERASAN PADA MASYARAKAT KEDURANG BENGKULU:


SEBUAH STUDI SOSIOLINGUISTIK
Febi Junaidi, Vera Sardila, Murny, Halimatussakdiah 377

PENDAYAGUNAANMETAFOR POLITIS
DALAM ACARA INDONESIAN LAWYERS CLUB (ILC)
Hadi Rumadi, Syafrial, Bella Nissa 387

ANALISIS TINDAK TUTUR DIREKTIF ANAK USIA 4–5 TAHUN


DI TK BUSTANUL ATHFAL 3 KOTA MAKASSAR
Hajarulhuda Dewi Anjani, Sri Devi. S 395

ANALISIS TANGGAPAN PENGGUNA YOUTUBE TERHADAP


PIDATO PRESIDEN JOKO WIDODO: ANALISIS WACANA BERBASIS KORPUS
Hamdan Hidayat, Aceng Ruhendi Saifullah 407

KOMPETENSI LITERASI MAHASISWA DALAM HASIL UJI KEMAHAIRAN BERBAHASA


INDONESIA (UKBI) MAHASISWA JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
Hendra Kurnia Pulungan, Vismaia S. Damaianti 417

TINDAK TUTUR KEBENCIAN DI MEDIA SOSIAL


BERKAITAN DELIK HUKUM PIDANA (KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK)
Husni Thamrin, Andika Dutha Bachari, Erik Rusmana 423

Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII xi


e-ISSN: 2655-1780 Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII
p-ISSN: 2654-8534 http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa

PENGGUNAAN BAHASA DALAM INTERAKSI JUAL BELI


DI PASAR ANOM SUMENEP: KAJIAN SOSIOLINGUISTIK
Husnul Khotimah 433

LEKSIKON SEBAGAI REPRESENTASI ENTITAS DUNIA ALTER


MEDIA SOSIAL TWITTER DI INDONESIA
Imam Prakoso 441

RAKITAN LANTIP DALAM BAHASA SUNDA (KAJIAN STRUKTUR DAN SEMANTIK)


Imas Rahmawati, Yayat Sudaryat, Dingding Haerudin 451

FITUR-FITUR BAHASA KEPOLISIAN DALAM BAHASA INGGRIS


DAN BAHASA INDONESIA UNTUK ISTILAH KEJAHATAN:
SEBUAH KAJIAN PERBANDINGAN
Iwa Lukmana, Deddy Suryana, Amanda Puspanditaning Sejati 459

PENAMAAN RUMAH MAKAN PADANG DI SEPANJANG JALAN


GEGERKALONG GIRANG (TINJAUAN SEMANTIK)
Jang karno, Aceng Ruhendi Saifullah 465

STRATEGI TINDAK TUTUR DAI DALAM BAHASA INDONESIA:


KAJIAN PRAGMATIK DAN STILISTIKA
Jatmika Nurhadi, Undang Sudana, Azka Azkia Amelia, Gadis Saktika 471

KAJIAN INTERVENSI BAHASA DAERAH TERHADAP BAHASA INDONESIA


(STUDI CAMPUR KODE BUNYI BAHASA KARO
DALAM PERCAKAPAN BAHASA INDONESIA)
Juniar Ivana Barus, Andoyo Sastromiharjo, Isah Cahyani 483

DISTRIBUSI STRUKTUR FRASE DETERMINATOR DALAM BAHASA BANJAR


Kelik Wachyudi, Eri Kurniawan 493

PEMARKAHAN FUNGSI GRAMATIKAL OBLIK LOKASI, ASAL,


DAN TUJUAN DALAM BAHASA INDONESIA DAN BAHASA JEPANG
Ketut Widya Purnawati, Ketut Artawa, Made Sri Satyawati 503

WACANA PERSUASIF DALAM MEDIA SOSIAL


CALON GUBERNUR JAWA BARAT 2018 DAN IMPLEMENTASINYA
PADA PEMBELAJARAN DI SMP
Khaerunnisa, Amalia Rahma Dilla 511

KESANATUNAN BERBAHASA PADA MEDIA SOSIAL DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0


Latifah, Mimin Sahmini 519

xii Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII


Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII e-ISSN: 2655-1780
http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa p-ISSN: 2654-8534

ANALISIS UJARAN KEBENCIAN TERHADAP POSTINGAN KLARIFIKASI


DI AKUN YOUTUBE YOUNG LEX
Latifah 527

STRATEGI TERJEMAHAN UNTUK EKSPRESI POPULER DI MEDIA SOSIAL


Lia Maulia Indrayani, Tatan Tawami 531

KAJIAN EUFEMISME DAN DISFEMISME PADA KOMENTAR PARA NETIZEN DALAM


YOUTUBE BERITA KUMPARAN.COM (EDISI MENKO POLHUKAM WIRANTO
DITUSUK ORANG DI PANDEGLANG)
Liani Hasnita Ulfa Br. Sagala 539

KESANTUNAN BERBAHASA DALAM KERTA DUABELAS PADA MASYARAKAT AJI,


SUMATERA SELATAN
Linny Oktovianny 549

PEMAKAIAN BAHASA REGISTER VALENTINO SIMANJUNTAK


PADA ACARA SEPAK BOLA LIGA 1 INDONESIA
Lutfi Syauki Faznur, Didah Nurhamidah 557

VERBA SASHIAGERU DAN SAZUKERU DALAM KONSTRUKSI DATIF BAHASA JEPANG


Made Ratna Dian Aryani, Ni Luh Kade Yuliani Giri 565

KAJIAN SEMIOTIKA TERHADAP KARYA MANIPULASI FOTO AGAN HARAHAP


Mandira Citra Perkasa, Guntur 573

NAMA-NAMA PARABAN MASYARAKAT JAWA DI KABUPATEN PURBALINGGA


Marlina 581

‘PROSES’ PENCARIAN FAKTA DI BAGIAN PENDAHULUAN SKRIPSI MAHASISWA:


SEBUAH KAJIAN SFL
Marsandi Manar, Siti Wachidah, Ratna Dewanti 591

KESALAHAN TATA BAHASA JEPANG PADA SISWA SMA (TINJAUAN SINTAKSIS)


Maya Indah Wahyuni 601

KONSEP TIRAKAT PUASA KEJAWEN BAGI PENGHAYAT KEPERCAYAAN KEJAWEN


Mega Ariyanti 609

PENDIDIKAN KELUARGA DAN MASYARAKAT TENTANG KESANTUNAN BERBAHASA


DI KOTA BANDUNG KECAMATAN BOJONGLOA KALER
Mimin Sahmini, Latifah 621

Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII xiii


e-ISSN: 2655-1780 Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII
p-ISSN: 2654-8534 http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa

PERBANDINGAN KATA BAHASA SUNDA DAN BAHASA ARAB


(TINJAUAN STRUKTUR DAN SEMANTIK)
Mira Yuthika Dewi, Yayat Sudaryat, Usep Kuswari 629

FENOMENA PENGGUNAAN TERMINOLOGI “RADIKALISME” DI INDONESIA:


PERSEPSI MAHASISWA
Mobit, Aceng Ruhendi Saifullah 635

“PEMINDAHAN IBU KOTA ATAU PENJUALAN ASET” ANALISIS SUPER STRUKTUR


DI DALAM PEMBERITAAN PEMINDAHAN IBU KOTA
Muhammad Fahri Jaya Sudding, Wawan Gunanwan 643

PEMAKAIAN RAGAM BAHASA PRIA (DANSEIGO) OLEH WANITA


DALAM LINGKUNGAN KELUARGA PADA SITUASI MARAH 651
Muhammad Peri Syaprizal, Dedi Sutedi 651

STRATEGI KESANTUNAN BERBAHASA NAJWA SHIHAB SEBAGAI PEMANDU ACARA


DALAM TALKSHOW MATA NAJWA: RAGU-RAGU PERPU
Mutia Fitri Hanum 659

APLIKASI SENYUM SAPA DALAM MENINGKATKAN PENGUNJUNG


PERPUSTAKAAN SEKOLAH
Nadra Amalia, Achmad Yuhdi 667

ANALISIS MAKNA LAGU “YUME WO KANAETE” DALAM BAHASA ARAB


TERHADAP RESPONS NETIZEN (STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF
PADA NETIZEN YOUTUBE TAHUN 2018)
Nadya Donna Putri 677

KEMAMPUAN MEMBACA KRITIS TEKS BERMUATAN BUDAYA PADA SISWA


SMA GLOBAL ISLAMIC SCHOOL JAKARTA
Nani Suryani, Yeti Mulyati 685

IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM CERITA LAYANGAN PUTUS OLEH MOMMI ASF


(KAJIAN PRAGMATIK)
Nauval Fitriah 691

PENGGUNAAN BAHASA JEPANG DALAM NOVEL TEENLIT INDONESIA


Ni Luh Putu Ari Sulatri, Ni Made Andry Anita Dewi 699

PEMEROLEHAN BAHASA ANAK USIA 5 TAHUN


(SEBUAH KAJIAN STUDI KASUS)
Ni Wayan Ayu Permata Sari, Heppy Atma Pratiwi 709

xiv Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII


Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII e-ISSN: 2655-1780
http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa p-ISSN: 2654-8534

KAJIAN SEMANTIK PADA PERTANYAAN INTEROGATIF POLISI


DALAM KASUS ENGELINE
Nina 715

METAFORA PRAGGLEJAZ PADA BERITA MENINGGALNYA MENDIANG PRESIDEN


Noor Amalia Utami 721

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN BAHASA ASING


DI RUANG PUBLIK
Nuny Sulistiany Idris, Undang Sudana 729

POLA GAYA BAHASA DAN KEARIFAN LOKAL DALAM PELESTARIAN BUDAYA


SERTA ADAT ISTIADAT MASYARAKAT AMMATOA SUKU KAJANG
KABUPATEN BULUKUMBA SULAWESI SELATAN
Nur Hidayah Rusli, Indah Evatul Djannah 743

DICTOGLOSS DALAM PEMBELAJARAN MENYIMAK


BERORIENTASI KECAKAPAN HIDUP
Nuryanti, Prana Dwija Iswara 753

KAJIAN (ULANG) SATUAN-SATUAN YANG MIRIP KATA ULANG BAHASA INDONESIA


Opi Masropi Adiwijaya, N. Yeffa Afnita Apriliyani 763

ANALISIS MAKNA UNGKAPAN LARANGAN BAGI WANITA HAMIL


PADA MASYARAKAT TERNATE
Pipit Aprilia Susanti 773

PENGGUNAAN KATA D0TSURAI DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG


Rahma Fitri Alifah 779

EVALUASI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN UJI KEMAHIRAN BAHASA INDONESIA (UKBI)


Reza Saeful Rachman, Syihabuddin, Vismaia S. Damaianti 787

LITERASI MASYARAKAT INDONESIA DAN UJI KEMAHIRAN


BERBAHASA INDONESIA (UKBI)
Reza Saeful Rachman, Vismaia S. Damaianti 797

KESANTUNAN BERBAHASA TENAGA FASILITATOR LAPANGAN PROGRAM BSPS


DI KABUPATEN SUBANG
Ricky Permana, Andoyo Sastromiharjo 805

Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII xv


e-ISSN: 2655-1780 Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII
p-ISSN: 2654-8534 http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI KLUB BERBICARA


DI UNIVERSITAS KEBANGSAAN GUANGXI
Ridzky Firmansyah Fahmi, Burhan Sidiq 813

TINDAK TUTUR DALAM PROGRAM INDONESIA LAWYERS CLUB (ILC)


YANG BERTAJUK “KONTROVERSI RKUHP: DARI PASAL KUMPUL KEBO
SAMPAI PENGHINAAN PRESIDEN”
Rina Fajrin 825

PEMEROLEHAN KOSAKATA PADA ANAK USIA 3 TAHUN DAN IMPLIKASINYA


TERHADAP PENGEMBANGAN KEMAMPUAN BERBAHASA ANAK DI PAUD AL KAHFI
KECAMATAN CIBUNGBULANG KABUPATEN BOGOR
Rina Nuryani, Iksan Awaludin 833

ANALISIS SITUASI KEBAHASAAN DIALEK SUNDA DAN JAWA


MASYARAKAT CIASEM KABUPATEN SUBANG
Riva Rosviana, Yayat Sudaryat, Dingding Haerudin 839

STUDI TENTANG KETERAMPILAN ENTREPRENEURSHIP PADA PESERTA DIDIK


SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN ABAD 21
Rizki Zulfickar, Amir Mahmud, Ade Sobandi 849

KENDALA KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ANTARA MAHASISWA LOKAL


DAN PENDATANG DI UNIVERSITAS NEGERI MALANG (UM)
Septa Widya Etika Nur Imaya Nabilah 857

IDEOLOGI REPRESENTASI BENNY WENDA


DALAM MEDIA BAHASA INGGRIS INDONESIA DAN MEDIA LUAR
Siti Awaliyah Mansyur 867

PROSES PEMBENTUKAN KATA DALAM MEDIA SOSIAL


Sukma Aditya, Yeti Mulyati, Andoyo Sastromiharjo 877

ANALISIS KOMPONEN MAKNA: NOMINA BERMAKNA LAHAN PERTANIAN


DI DUKUH KEDUSAN, SUKOHARJO
Sunarti 883

STRATEGI DALAM DEBAT CALON PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2019


Suparno, Novi Eka Susilowati, Sumadi, Muhammad Hambali 893

PENGEMBANGAN MODEL SOSIODRAMA BERBASIS SOSIOPRAGMATIK


DALAM PEMBELAJARAN MENULIS OPINI RAGAM NARASI
MELALUI WAHANA MAILING LIST
Supian, Kunkun K. Harnadi 901

xvi Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII


Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII e-ISSN: 2655-1780
http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa p-ISSN: 2654-8534

PEMILIHAN DAN SIKAP BAHASA REMAJA PENUTUR JATI SUNDA DIALEK BANTEN
DI KECAMATAN CARITA PANDEGLANG BANTEN
Tomi Nugraha, Nadia Dclara, Hellen Hervinda 911

PENGGUNAAN CAMPUR KODE OLEH PEDAGANG PAKAIAN


DI PASAR TUPAREV KABUPATEN KARAWANG
Trinanda Herlambang 919

ANALISA PRAGMATIK ISI KAMPANYE PASANGAN RIDWAN KAMIL-


UU RUZHANUL ULUM DALAM PILKADA JAWA BARAT TAHUN 2018
DI FACEBOOK, TWITTER, DAN INSTAGRAM
Ummul Khaeriyah 923

REPRESENTASI MASKULINITAS DALAM IKLAN PEMBERSIH WAJAH


GARNIER FOR MEN
Uswatun Hasanah 931

NILAI BUDAYA DALAM PERIBAHASA MINANGKABAU


BERDASARKAN MAKNA MERANTAU: KAJIAN ETNOLINGUISTIK
Welsi Damayanti 941

PEMANFAATAN INFOGRAFIS ANIMASI


DALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS EKSPLANASI
Yanti Wulan Sari, E. Kosasih 949

NILAI-NILAI SOFT SKILL TULISAN GURU DALAM KOLOM OPINI


SURAT KABAR PADANG EKPRESS
Yolanda Eka Putri, Yunus Abidin, Yulianeta 957

ANALISIS VARIASI STRUKTUR KALIMAT DALAM GRUP WHATSAAPP TUNARUNGU


Yulia Adiningsih 963

KEKHUSUSAN PENGGUNAAN BAHASA DALAM KOMUNIKASI DIPLOMASI


TOKOH BANGSA HAJI AGUS SALIM
Yulis Sulistiana Dewi, Dadang Sunendar,
Vismaia S. Damaianti, Dadang Anshori 969

TEKS PROSEDUR DAN TEKS EKSPLANASI BERMUATAN KEWIRAUSAHAAN UNTUK


PESERTA DIDIK SMK SARANA EFEKTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBAHASA
DALAM PEMBELAJARAN
Yustinah, Fathur Rokhman, Subyantoro, Ida Zulaeha 977

Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII xvii


e-ISSN: 2655-1780 Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII
p-ISSN: 2654-8534 http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa

PREPOSISI SPASIAL “PADA” DALAM TINJAUAN SEMANTIK KOGNITIF


Zaqiatul Mardiah, Abdul Muta'ali 991

KAJIAN BANDINGAN IDIOM BAHASA INDONESIA DAN


IDIOM BAHASA MANDARIN YANG BERBASIS NAMA SHIO
Zhang Lidong, Yeti Mulyati, Nuny Sulistiany Idris 999

MEMAKSIMALKAN PENGGUNAAN PROGRAM KOMPUTER PADA MATA KULIAH


PENGEMBANGAN PROPOSAL PENELITIAN KEBAHASAAN
Zubaedah Wiji Lestari, Hamdan Hidayat 1007

INTERPRETASI PEMBERIAN NAMA ANAK PADA KELUARGA PERKAWINAN CAMPUR


ANTARA SUKU BALI DAN NON-BALI
Zulfiana Amaliana MZ 1017

KATEGORI PEMBELAJARAN

ANALISIS TINDAK TUTUR PERCAKAPAN PESERTA DIDIK


DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
SISWA KELAS XI SMA NEGERI 10 MAKASSAR
Abdul Karim Mahmut, Sarifuddin, Girman Budianto Santoso 1029

PENGEMBANGAN SIKAP KRITIS SISWA


DALAM KEGIATAN BERLITERASI DI SEKOLAH
Ade Lia Alawiah, Vismaia S. Damaianti, Engkos Kosasih 1041

STUDI KASUS DAMPAK IMPLEMENTASI PROGRAM LITERASI


PADA SISWA DAN GURU DI SMP N 1 BANTUL
Agus Yulianto, Prillia Ekaningtiass, Muhamad Ilyas, Siti Saidah 1049

MEDIA POSTER PADA PEMBELAJARAN MENULIS TEKS PROSEDUR


MAHASISWA BIPA TINGKAT DASAR A2 BERBASIS BUDAYA MINANGKABAU
Aida Sumardi, Yuliana Fera, Wika Soviana Devi 1057

MODEL PENDALAMAN UNTUK PENINGKATAN KOMPETENSI PROFESIONAL


GURU BAHASA INDONESIA
Andoyo Sastromiharjo, Yeti Mulyati, Nuny Sulistiany Idris,
Damanhuri, Petrinto Shebsono 1065

PENGEMBANGAN PEDAGOGIK GURU MELALUI LITERASI PRODUKTIF


BERBASIS INFORMASI DAN TEKNOLOGI PADA GURU SMK
Andrie Chaerul, Mansyur Srisudarso 1071

xviii Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII


Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII e-ISSN: 2655-1780
http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa p-ISSN: 2654-8534

PEMBELAJARAN MENULIS TEKS EKSPOSISI


BERBANTUAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
Anisia Kemala, Andoyo Sastromiharjo, Isah Cahyani 1079

EFEKTIVITAS MODEL DRAMATIC READING DALAM PEMBELAJARAN


BERMAIN DRAMA (EKSPERIMEN KUASI PADA SISWA KELAS XI MIPA 8
SMAN 1 LEMBANG)
Annisa Mayangsunda Agus 1087

PENGARUH PENERAPAN WHOLE LANGUAGE TERHADAP KETRAMPILAN MEMBACA


DAN MENULIS PESERTA DIDIK KELAS VII SMP NEGERI 5 MAKASSAR
Arini Amin 1093

PERAN ORANG TUA TERHADAP LITERASI KEUANGAN ANAK-ANAK


Arwin Arianto 1101

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYUSUN BAGIAN-BAGIAN PENTING


DALAM CERAMAH MELALUI PENERAPAN METODE MIND MAPPING
PADA SISWA KELAS XL IPA 4 SMA NEGERI 1 TELAGA KABUPATEN GORONTALO
TAHUN PELAJARAN 2019/2020
Asna Ntelu 1111

PEMANFAATAN KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA (KBBI EDISI V)


VERSI APLIKASI DALAM KEGIATAN LITERASI
DI COMMUNITY LEARNING CENTER PONTIAN FICO, SABAH MALAYSIA 1123
Aswan 1123

PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENGATASI KESULITAN


MEMBACA PERMULAAN SISWA KELAS I SD NEGERI 115 PATAMPANUA
KECAMATAN MATTIRO ADE KABUPATEN PINRANG
Ayu Mutmainna, Wardah Afdaliah, Aulia Magfirah 1131

MEMBANGUN GERAKAN LITERASI MELALUI KOMUNITAS LITERASI


MUSI SRIWIJAYA 2000 (LMS2000)
Basuki Sarwo Edi 1141

TINGKAT PUSH PARENTING PADA POLA ASUH KELUARGA


DI KARAWANG DALAM PENERAPAN FAMILY LITERACY
GUNA MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN MEMBACA DAN MENULIS ANAK
Cut Nuraini, Vismaiya S. Damaianti, Chairuddin 1147

Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII xix


e-ISSN: 2655-1780 Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII
p-ISSN: 2654-8534 http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa

REALITAS KECAKAPAN LITERASI BACA TULIS SISWA


DALAM LOMBA MENULIS ESAI TINGKAT SMP FESTIVAL LITERASI
KEMDIKBUD RI 2019
Dede Dudu Abdul Rahman, E. Kosasih 1151

METODE PQ4RA BERBANTUAN APLIKASI EDMODO: KONSEP DAN


IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN
Dian Puspita, Vismaia S. Damaianti, Yulianeta 1159

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBING PROMPTING BERBANTUAN


MEDIA WEBTOON UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN
MENULIS TEKS PROSEDUR KOMPLEKS PADA SISWA KELAS X SMA
Dian Utami, Vismaia S. Damaianti, Andoyo Sastromiharjo 1167

GRADASI MATERI BUKU TEKS SMP DAN SMA (KAJIAN FAKTA, KONSEP,
PRINSIP, DAN PROSEDUR PADA BIDANG STUDI BAHASA SUNDA
KURIKULUM MULOK 2013 REVISI 2017)
Dingding Haerudin 1175

ANALISIS RETORIKA USTADZ ABDUL SOMAD


SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN TEKS CERAMAH
Dini Fazriyah Nur Ahyar, E. Kosasih, Isah Cahyani 1185

PENERAPAN METODE INVESTIGASI KELOMPOK DALAM PEMBELAJARAN


MENULIS TEKS LAPORAN HASIL OBSERVASI BERBANTUAN
MEDIA FILM PENGETAHUAN LINGKUNGAN HIDUP TERHADAPSISWA KELAS VII
SMP NEGERI 2 SUBANG
Edwanda Agung Somantri, Andoyo Sastromiharjo, E. Kosasih 1191

NILAI SOSIAL DAN KARAKTERISTIK SASTRA ANAK


DALAM BUKU BACAAN SASTRA HADIAH SAMSOEDI TAHUN 1993 - 2019
Ema Rohimah, Iskandarwassid, Dingding Haerudin 1197

MULTIMEDIA INTERAKTIF BERBASIS ANDROID SEBAGAI IMPLEMENTASI


REVOLUSI INDUSTRI 4.0 DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
DI SEKOLAH MENENGAH ATAS
Erwin Salpa Riansi, Desma Yuliadi Saputra 1207

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK BERBANTUAN


MEDIA KOMIK DIGITAL DALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS PUISI
TERHADAP SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 SUBANG
Fajar Sandy, Yulianeta, E. Kosasih 1215

xx Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII


Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII e-ISSN: 2655-1780
http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa p-ISSN: 2654-8534

INTERNALISASI PENDIDIKAN ETIKA DALAM NYIROK MASYARAKAT ADAT


NEGARA BATIN KABUPATEN WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG
Farida Ariyani, Sarjinah Zamzanah 1223

LITERASI SASTRA DIGITAL REMAJA LANGGAS


Feri Muhamad Sukur 1233

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN PROJECT BASED LEARNIG (PBL)


PADA MATA KULIAH APRESIASI PROSA FIKSI
Fina Hiasa 1241

PERANAN MEMBACA KRITIS TERHADAP PERKEMBANGAN LITERASI INFORMASI


PADA TEKS PROPAGANDA PENTINGNYA LITERASI DIGITAL
UNTUK SISWA DIFABEL NETRA DI SLB N 2 PADANG
Gustina Erlianti, Riya Fatmawati 1255

PEMANFAATAN MEDIA VIDEO IKLAN LAYANAN MASYARAKAT


SEBAGAI BAHAN AJAR DALAM PEMBELAJARAN BERMAIN DRAMA DI SEKOLAH
Heri Santoso, Umu Nur Afia, Izhhar Amala Zein 1261

ANALISIS MEMBACA PEMAHAMAN MELALUI TEKNIK MEMBACA CEPAT


BERBANTUAN MEDIA BERBASIS WEB (STUDI PADA SISWA KELAS IX SMP
DI KABUPATEN BANDUNG BARAT)
Iin Diyah Purwanti, Vismaia S. Damaianti, Yunus Abidin 1269

PEMBELAJARAN BAHASA MELALUI APLIKASI INTERAKTIF


BERBASIS BUDAYA TRADISIONAL DI ERA PENDIDIKAN 4.0
Iis Siti Salamah Azzahra 1273

PERTUNJUKAN WAYANG WONG SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN


BERBASIS BUDAYA LOKAL
Indri Hapsari 1283

INTERAKSI MODEL MEMBACA NYARING BERMUATAN BUKU CERITA ANAK


DALAM MENUMBUHKAN LITERASI KELUARGA
Inggri Dwi Rahesi, Yunus Abidin, Yeti Mulyati 1289

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM LIRIK LAGU MINAHASA TEI TEI RA’AR


KARYA YAN SUNDAH KAJIAN ANTROPOLINGUISTIK
Intama Jemy Polii 1297

PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN TES BERBENTUK PILIHAN GANDA


UNTUK PEMBELAJARAN MEMBACA KRITIS SISWA SEKOLAH DASAR
Iqbal Yuska Ismail, Vismaia S. Damaianti 1307

Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII xxi


e-ISSN: 2655-1780 Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII
p-ISSN: 2654-8534 http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa

KETERBACAAN KUMPULAN NASKAH DRAMA KARYA R. HIDAYAT SURYALAGA


SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN AJAR SASTRA DI SMA/SMK/MA
Irma Subantari, D. Haerudin, D. Koswara 1315

MODEL PROBLEM BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN MENULIS NARASI


Isah Cahyani, Rudi Adi Nugroho, Rosita Rahma 1323

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS KARYA ILMIAH (ARTIKEL)


PADA SISWA MENENGAH ATAS
Lisa Mariam, Yunus Abidin 1335

PEMBELAJARAN MENULIS SURAT PRIBADI DENGAN MEMPERHATIKAN


STRUKTUR TEKS, KEBAHASAAN, DAN ISI DENGAN MENGGUNAKAN
METODE COOPERATIVE LEARNING PADA SISWA KELAS VII
SMP NEGERI 14 BANDUNG
Luthfiana Wulandari, Yeti Mulyati, Ahmad Slamet 1349

KEMAMPUAN LITERASI DIGITAL GENERASI DIGITAL NATIVE


Ma’sum Ashari, Nuny Sulistiany Idris 1355

DAMPAK CERPEN “MERANTAU DI NEGERI SENDIRI”


KARYA HIKAYAT ASHWAN SHA TERHADAP MINAT BELAJAR SISWA
DI COMMUNITY LEARNING CENTER
M. D. Nuralim, Aswan 1363

STUDI LITERASI KEUANGAN


DALAM MENINGKATKAN PERILAKU MENABUNG REMAJA
Mecy Agusmin, Rozmita Dewi Yuniarti Rozali 1371

PEMARTABATAN BAHASA INDONESIA RAGAM TULIS


PADA RUANG PUBLIK: SEBAGAI KONTESTASI PASAR DAN PENEGAKKAN
PERATURAN PENGGUNAAN BAHASA
Muhamad Firman, Suhendra 1381

HUBUNGAN ANTARA KECEPATAN MEMBACA DENGAN KEMAMPUAN


MEMAHAMI ISI BACAAN SISWA KELAS VII SMP NEGERI 4 KOTA MAKASSAR
Muhammad Riswan Sibali, Andi Fikri Amran 1391

MODEL PEMBELAJARAN MIND MAPPING BERBASIS NILAI-NILAI PROFETIK


BAGI PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS EKSPOSISI SISWA KELAS X SMAN I
BALEENDAH BANDUNG
N. Maelasari, D. Sunendar, A. Sastromiharjo, Y. Mulyati 1405

xxii Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII


Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII e-ISSN: 2655-1780
http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa p-ISSN: 2654-8534

SPINNER BAHASA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA


Nana Triana Winata 1415

MENGGAGAS MEME SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN


DALAM MENULIS ARGUMENTASI
Nenty Erawati, Yeti Mulyati, Andoyo Sastromiharjo 1423

VARIASI PUJIAN TERHADAP TAYANGAN KOMEDI BERBAHASA BALI


Ni Luh Kade Yuliani Giri, Made Ratna Dian Aryani 1433

ANALISIS POLA INTERAKSI GURU MURID


DALAM PROSES PEMBELAJARAN MENULIS CERPEN
BERBANTUAN MEDIA FOTO JURNALISTIK
Nia Khaoliah, Yunus Abidin, Yulianeta 1439

BENTUK STRATEGI KOMUNIKASI GURU


DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA UNTUK ANAK AUTIS
Novebilin Veneranda Sadubun, Suyatno, Diding W. Rohaedi 1445

PENGAKOMODASIAN SKEMA KOGNITIF MANUSIA:


PENGEMBANGAN MATERI AJAR BAGI PENDIDIKAN BAHASA
Novi Sylvia 1453

PENERAPAN MODEL SHOW AND TELL DENGAN MEDIA BUPAKA


(BUKU PANGGUNG BONEKA) TERHADAP KETERAMPILAN BERBICARA SISWA
KELAS II SEKOLAH DASAR
Palupi Mutiasih, Nurhasanah, Nita Dwinta,
Temmy Renaldi, Prana Dwija Iswara, Trisna Nugraha 1461

MENGONSTRUKSI POLA PIKIR SISWA


DALAM PEMBELAJARAN LITERASI BAHASA
Rahmah Fauziyah, Khaerudin Kurniawan 1469

MEDIA STRIP STORY DALAM PEMBELAJARAN MENULIS AKSARA SUNDA


Ranu Sudarmansyah1, Dingding Haerudin2, Ruhaliah 1475

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERHADAP KEMAMPUAN


MENULIS TEKS BIOGRAFI TOKOH SASTRA BERBANTUAN MEDIA POSTER
Ratna Dewi Kartikasari, Ade Ibrena 1485

REVOLUSI MENTAL MELALUI NILAI KEARIFAN LOKAL


PADA SISWA SEKOLAH DASAR DI KABUPATEN TANA TORAJA
Resnita Dewi, Anastasia Baan, Roni La’bira, Theresyam Kabanga 1491

Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII xxiii


e-ISSN: 2655-1780 Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII
p-ISSN: 2654-8534 http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA DALAM BIDANG MORFOLOGI


PADA TEKS BERITA SISWA SMPIT
Rina Maulina Augustin, Isah cahyani, Dadang Anshori 1497

MENINGKATKAN LITERASI MEMBACA DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS


MELALUI METODE CoRT
Riska Inggriana Setiadi, Vismaia S. Damaianti 1507

STRATEGI CRITICAL INCIDENT:


KONSEP DAN IMPLEMENTASI DALAM PEMBELAJARAN
Riska Novia Matalata, Isah Cahyani, Yeti Mulyati 1513

GELOMBANG ALFA DAN BETA PADA AKTIVITAS MEMBACA PEMAHAMAN


Rosita Rahma, Jatmika Nurhadi, Aswan 1521

PEMBELAJARAN SASTRA BERBASIS KARAKTER


Rosma Kadir, Jafar Lantowa 1527

ANALISIS TES DIAGNOSIS MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA


KELAS XII SMAN 1 CIWIDEY
Rusi Mulyani, Yeti Mulyati, Nuny Sulistiany Idris 1535

CIRCUIT LEARNING CONCEPT DAN IMPLIKASINYA


BERBANTUAN MEDIA KARTU BERGAMBAR UNTUK MENINGKATKAN
KETERAMPILAN MENULIS TEKS PUISI DI KELAS VIII A MTS AKHLAQIYAH
PACET CIANJUR TAHUN AJARAN 2019-2020
Seli Hadiani, Isah Cahyani 1541

IMPLEMENTASI PROGRAM GERAKAN LITERASI SEKOLAH (GLS) TINGKAT SMA


DI MGMP KABUPATEN INDRAGIRI HILIR RIAU
Sri Heroza, Vismaia S. Damaianti, Yulianeta 1547

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK BERBANTUAN


MEDIA KOMIK PADA PEMBELAJARAN MENULIS TEKS CERITA PENDEK
(PENELITIAN EKSPERIMEN KUASI PADA SISWA KELAS XI SMKN 1 MAJALAYA
TAHUN AJARAN 2019/2020)
Suhendar, Sumiadi, Yunus Abidin 1557

PERSEPSI GURU TERHADAP PENGGUNAAN BAHAN AJAR BAHASA INDONESIA


DENGAN PERANGKAT SELULER DAN APLIKASI EDMODO
Syahrul Ramadhan, Elfia Sukma, Vivi Indriyani 1565

xxiv Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII


Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII e-ISSN: 2655-1780
http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa p-ISSN: 2654-8534

PENGARUH PENDEKATAN WHOLE LANGUAGE TERHADAP


KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN TEKS EDITORIAL SISWA
KELAS XII SMA NEGERI 1 CIAMPEA BOGOR
Tiar Sandi Rasyadan Setiawan, Andoyo Sastromiharjo,
Vismaia S. Damaianti 1573

DESAIN PEMBELAJARAN ADDIE DALAM PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS


Yayan Sudrajat 1579

PEMBELAJARAN KETERAMPILAN MENYIMAK BERBASIS WEBSITE (E-LEARNING)


UNTUK PELAJAR BIPA TINGKAT MADYA
Yoga Rifqi Azizan 1589

UPAYA GURU MERENCANAKAN LITERASI KELAS


Yulis Mariasih, Risqi Eka Susetya 1595

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INDEX CARD MATCH


TERHADAP KEMAMPUAN MENELAAH STRUKTUR DAN KEBAHASAAN
SERTA MENULIS PUISI RAKYAT PADA PESERTA DIDIK KELAS VII
SMP NEGERI 3 TASIKMALAYA
Yulla Hidayah, Auzi Ilaturahmi 1601

KATEGORI KESUSASTRAAN

FILM SINEMATIK-ORKESTRA SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI BUDAYA


(STUDI KASUS ‘SETAN JAWA’ KARYA GARIN NUGROHO)
Agustina Kusuma Dewi, Yasraf Amir Piliang,
Irfansyah, Acep Iwan Saidi 1607

NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM TEKS PUISI NADOMAN


DALAM TRADISI AURODAN YAHADIAN TAREKAT ASY-SYAHADATAIN CIREBON
Ahmad Maskur Subaweh, Sumiyadi, Iskandarwassid 1613

PSIKOLOGI NARATIF: MEMBACA TRAUMA DALAM NOVEL TEMPURUNG


KARYA OKA RUSMINI
Aida Anwariyatul Fuadah 1621

KAJIAN SISTEM TANDA PADA SASTRA JAWA DALAM FILM SANDEKALA


Andri Albertha Pratama, Santosa Soewarlan 1631

Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII xxv


e-ISSN: 2655-1780 Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII
p-ISSN: 2654-8534 http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa

NILAI-NILAI RELIGIUSITAS DALAM CERPEN “GURATAN” SEBAGAI BAHAN AJAR


DALAM PENGEMBANGAN MATERI PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH
Andri Rahmansah, E. Kosasih 1639

WIRID DALAM BUDAYA JAWA ISLAM PADA MASYARAKAT DEMAK


Ani Malichatun 1651

DIMENSI RELIGIOSITAS DALAM ANTOLOGI CERITA RAKYAT


SI MISKIN DAN FIRMAN TUHAN
Ari Kurnianingsih, Yunus Abidin, Sumiyadi 1663

TRAGEDI DALAM NOVEL ORANG-ORANG GILA KARYA HAN GAGAS


Azinuddin Ikram Hakim 1671

KETIDAKADILAN GENDER DALAM NOVEL “ISINGA ROMAN PAPUA”


KARYA DOROTHEA ROSA HERLIANY
Chaerannisa, Andoyo Sastromiharjo, Yulianeta 1683

TRADISI LISAN DAN KEMAJUAN TEKNOLOGI ANTARA “YA DAN TIDAK”


Dakia N. Djou 1691

KUMPULAN SAJAK PUISI SUNDA SELEPAS PERANG DUNIA KEDUA


KARYA IYO MULYONO, DAN KAWAN-KAWAN SEBAGAI ALTERNATIF
BAHAN AJAR BAHASA SUNDA
Dewi Kaniawati, Iskandarwassid, Dingding Haerudin 1699

NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM TOKOH


NOVEL KETIKA MAS GAGAH PERGI KARYA HELVY TIANA ROSA
Di’amah Fitriyyah 1709

KRITIK SOSIAL DALAM CERPEN KERAMAT KARYA ISMAIL KUSMAYADI:


TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA
Dini Khoerunnisa 1719

MAKNA LAKON SETYOWATI OBONG SEBAGAI CERMINAN WANITA JAWA


Dite Hastini 1725

KAJIAN ALIH WAHANA CERITA PENDEK “DEWI AMOR” KARYA EKA KURNIAWAN
KE DALAM NASKAH DRAMA PENDEKATAN PSIKOLOGI SASTRA
Een Nurhasanah 1731

xxvi Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII


Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII e-ISSN: 2655-1780
http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa p-ISSN: 2654-8534

STRUKTUR PUISI LISAN LOHIDU DAN NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL


PADA MASYARAKAT GORONTALO
Ellyana Hinta 1739

KONTRIBUSI BALAI BAHASA SUMATERA SELATAN


DALAM GERAKAN LITERASI SEKOLAH
Erlinda Rosita 1751

INFERIORITY COMPLEX DALAM FILM VICTORIA AND ABDUL (2017)


Erna Susilawati, Nenden Rikhma Dewi 1761

ANALISIS SOSIOLOGIS CERPEN KISAH MURAM DI RESTORAN CEPAT SAJI


KARYA BAMBY CAHYADI
Fajar Marta, Isah Cahyani, Sumiyadi 1771

ANALISIS STRUKTURAL DAN NILAI MORAL CERITA PENDEK PILIHAN


SURAT KABAR REPUBLIKA 2018
Fajar Sandy, Sumiyadi, E. Kosasih 1781

NOVEL HARGA SEBUAH PERCAYA KARYA TERE LIYE:


KAJIAN STRUKTURAL DAN MIMETIK
Ferditia Karna Juwana, Yeti Mulyati, Yulianeta 1791

KEKUASAAN DAN GENDER DALAM TEKS BABAD SUBANG


Fikri Pradista Zidny Fauzar, Yulianeta, Sumiyadi 1799

KAJIAN SASTRA LISAN SINANDONG ADAT MELAYU


KOTA TANJUNGBALAI, SUMATRA UTARA
Fitra Audina, Tedi Permadi, Nuny Sulistiany 1807

STRUKTUR FISIK TEKS SYAIR BAYAN BUDIMAN


Hadi Rumadi, Syafrial, Rani Hidayati 1811

FENOMENA TOLEK TOGLENGYANG TERBENTUK


DARI PENGARUH MUSIK BARONGAN BLORA
Hanolda Gema Akbar 1821

PEMANFAATAN PANTUN PADA KOMUNITAS EMAK-EMAK NUAMOOREA


SEBAGAI TEKNIK PROMOSI DI MEDIA SOSIAL FACEBOOK
Irma Nurlatifah, Tedi Permadi, Sumiyadi 1827

Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII xxvii


e-ISSN: 2655-1780 Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII
p-ISSN: 2654-8534 http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa

KAJIAN SEMIOTIKA DALAM TUTURAN UPACARA PERNIKAHAN ADAT


MASYARAKAT FLORES KABUPATEN MANGGARAI
TENGAH NUSA TENGGARA TIMUR
Jafroanus Narung, Tedi Permadi, Sumiyadi 1835

PERBANDINGAN DONGENG NUSANTARA UNTUK BAHAN PEMBELAJARAN


BAHASA SUNDA (KAJIAN STRUKTURAL DAN NILAI PENDIDIKAN KARAKTER)
Khaffid Syahrul Ilman KRP, Iskandarwassid, Ruswendi Permana 1843

REPRESENTASI KEHIDUPAN SOSIAL


DALAM UNSUR DRAMA TARLING CIREBONAN
Khoirul Fajri, Sumiyadi, Dadang Sunendar, Iskandarwassid 1853

KOGNISI SOSIAL DALAM NOVEL SURGA YANG TAK DIRINDUKAN


KARYA ASMA NADIA
Lina Putriyanti, Rustono, Fathur Rokhman, Subyantoro 1859

MOTIF PENGHUKUMAN DALAM CERITA RAKYAT INDONESIA


DENGAN PESAN MORAL BERBAKTI KEPADA ORANG TUA
Made Arya Vidiarama, Maman Qomaruzzaman,
Rosta Naziah Hasani 1869

HEGEMONI SOSIAL, BUDAYA, DAN KEKUASAAN WACANA SASTRA


BUKU TEKS BAHASA INDONESIA SMA
Mafrukhi, Rustono, Subiyantoro, Muh. Doyin 1877

LAWAS SEBAGAI SALAH SATU WUJUD BUDAYA SUMBAWA


Mardiah Husnul Fitri Wahid 1885

HARMONISASI ADAT MATRILINEAL DAN ISLAM DALAM ROMAN BAKO


KARYA DARMAN MOENIR: MEROMBAK TRADISI BUDAYA MINANGKABAU
DALAM SASTRA INDONESIA
Mina Elfira 1893

KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT SUKU DAYAK


KALIMANTAN TENGAH INDONESIA
Muh. Azhari 1901

NILAI-NILAI YANG TERKANDUNG DALAM PELAKSANAAN


UPACARA MANDI BELIMAU MASYARAKAT DESA KIMAK
KECAMATAN MERAWANG KABUPATEN BANGKA
Muhammad Rozani, Sumiyadi, Kosasih 1905

xxviii Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII


Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII e-ISSN: 2655-1780
http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa p-ISSN: 2654-8534

SISI HUMOR DAN CITA RASA KHONG GUAN


PADA PUISI-PUISI JOKO PINURBO
Mukodas, Wildan F. Mubarock 1911

ANALISIS STRUKTURALISME TODOROV PADA CERPEN “MONOLOG KUCING”


KARYA GILANG RAHMAWATI
Murni Maulina, E. Kosasih, Sumiyadi 1919

PELESTARIAN PERMAINAN TRADISIONAL SUKU BUGIS


MELALUI PENDIDIKAN KARAKTER
Nirwana 1929

KAJIAN FUNGSI DAN KEARIFAN BUDAYA


DALAM SASTRA LISAN CAMPAK DALONG
Nurul Lutfhi Aulia 1937

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM UMPASA SUKU BATAK TOBA


Pahala Theofilus, Sumiyadi 1947

TRADISI LISAN NYANYIAN NGAJI ADAT SIULAK MUKAI


KABUPATEN KERINCI
Petrinto Shebsono, Sumiyadi, Yulianeta 1953

TRADISI NGALOKAT CAI SEBAGAI UPAYA MASYARAKAT


DALAM MELESTARIKAN BUDAYA SITU SANGHYANG
KABUPATEN TASIKMALAYA
Pina Prianti, Tira Riani, Dhika FS Ahmad 1957

KAJIAN PUITIKA TEKS KABA URANG PIAMAN


Refisa Ananda, Farel Olva Zuve 1965

CERPEN TEGUH AFFANDI DALAM HARIAN REPUBLIKA


SEBAGAI MEDIA PENANAMAN NILAI-NILAI AKHLAK
Resna J. Nurkirana, Yulianeta, Sumiyadi 1975

MAKNA LONDE TAMA RAMPANAN KAPA’


DALAM RITUAL RAMBU TUKA’ DI TORAJA
Resnita Dewi, Daud Rodi Palimbong, Anastasia Baan 1983

TRADISI BUKU TAUN DI DESA BOROGOJOL


KECAMATAN LEMAHSUGIH-MAJALENGKA UNTUK BAHAN AJAR BAHASA SUNDA
DI SMP (KAJIAN SEMIOTIK DAN ETNOPEDAGOGIK)
Rikeu Andriyanti, Dingding Haerudin, Dede Kosasih 1989

Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII xxix


e-ISSN: 2655-1780 Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII
p-ISSN: 2654-8534 http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa

PENGUATAN KEARIFAN LOKAL MELALUI PEMAKNAAN LITERASI


SERAT KAKIYASANING PANGRACUTAN DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
Rizki Agung Novariyanto, Dinna Eka Graha Lestari 1997

HUMOR RADIO ANTARA HIBURAN DAN REPRESENTASI IDENTITAS MASYARAKAT


Ronny Yudhi Septa Priana, Siti Karlinah,
Dadang Rahmat Hidayat, Dian Wardiana Sjuchro 2007

REPRESENTASI KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT DALAM DRAMA AH,


MATJAM-MATJAM MAOENJA KARYA MOLIERE: KAJIAN SEMIOTIK
Safinatul Hasanah Harahap, Dadang Sunendar,
Sumiyadi, Vismaia S. Damaianti 2013

PEDULI DAN MENGASIHI: REPRESENTASI NILAI MORAL


DALAM CERITA NUSANTARA SEBAGAI BAHAN AJAR DI SD
Seni Apriliya, E. Kosasih, Weni Nuraeni 2023

KONTEKS KULTURAL DALAM TRADISI NYAWER PANGANTEN


DI WILAYAH PRIANGAN TIMUR (KAJIAN WACANA KRITIS TEUN A. VAN DIJK)
Shinta Rosiana, Fikri Hakim, Titin Setiartin Ruslan 2029

TRADISI SEREN TAUN DI KAMPUNG CIREUNDEU KOTA CIMAHI


UNTUK BAHAN AJAR ARTIKEL BUDAYA DI SMA
(KAJIAN ANTROPOLOGI DAN SEMIOTIK)
Siti Fitriyasih, Ruswendi Permana, Dede Kosasih 2037

KRITIK PENDIDIKAN: SEKOLAH TANPA BELAJAR


DALAM NASKAH DRAMA PRODO IMITATIO KARYA ARTHUR S. NALAN
Siti Saripah, Yessy Hermawati 2045

EKSPRESI BAHASA BANYUMASAN DALAM KAUS OBLONG


SEBAGAI ARENA KONTESTASI BUDAYA
Sulyana Dadan 2053

POLA LARIK PADA GURINDAM DUA BELAS KARYA RAJA ALI HAJI
Syafrial, Hadi Rumadi, Adib Alfalah 2063

ASPEK PSIKOLOGIS TOKOH SABARI DALAM NOVEL AYAH


KARYA ANDREA HIRATA (KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA)
Tiara Rizkina, Wardah Laeli 2071

xxx Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII


Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII e-ISSN: 2655-1780
http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa p-ISSN: 2654-8534

KAJIAN STRUKTUR, MIMESIS, DAN KOSAKATA HIKAYAT INDRA MAULANA


Triwahyu Puspa Huda, Sacandra Aji Rivaldi, Nurhannah Widianti 2081

NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL DALAM ADAT PERNIKAHAN


SEBAGAI WUJUD KARAKTER MASYARAKAT ADAT LAWAS DESA KEDANG IPIL
Ulum Janah, Rosdiana 2091

REPRESENTASI, PARODISASI, DAN KONTEKSTUALISASI TUJUH PULUHAN


KARYA YANUSA NUGROHO: PENDEKATAN POSMODERNISME LINDA HUTCHEON
Yacub Fahmilda, Yustri Agung Prastiyono 2103

KOMIK CERITA RAKYAT “NYI POHACI SANGHYANG ASRI”:


TINJAUAN ASPEK VISUAL DAN NARATIF
Yulia Puspita, Rudi Adi Nugroho, Zakaria S. Soeteja 2113

TRANSFORMASI NASKAH KUNO KE DALAM ANIMASI:


UPAYA MENJEMBATANI MASA LALU DAN MASA KINI DI ERA INDUSTRI 4.0
Yulianeta, Agung Zainal Muttakin Raden 2123

Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII xxxi


Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII e-ISSN: 2655-1780
http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa p-ISSN: 2654-8534

TEKS SASTRA
DALAM PENDEKATAN GENRE DAN PUITIKA

Sumiyadi
Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Sekolah Pascasarjana UPI
sumiyadi@upi.edu

ABSTRAK
Pembelajaran berbasis teks mensyaatkan agar guru betul-betul menguasi bahan teks yang
akan diajarkan, termasuk teks sastra. Persoalan muncul pada saat guru menyadari bahwa
materi teks sastra yang diajarkan pada siswa agak berbeda jika dibandingkan dengan kurikulum
terdahulu. Tulisan ini akan menunjukkan perbedaan teks sastra jika ditinjau dari pendekatan
yang berbeda. Pembelajaran bahasa berbasis teks memang lebih sesuai menggunakan
pendekatan genre sebab tujuan utamanya agar siswa memahami teks yang ada di sekitarnya.
Teks yang digunakan untuk keperluan komunikasi yang efektif akan optimal jika menggunakan
sistem tanda bahasa tingkat petama. Pembahasan teks sastra dengan pendekatan genre
tidak akan berisiko besar jika tujuan utamanya agar siswa memiliki kompetensi dasar yang
berkaitan dengan apresiasi produktif, Akan tetapi, apabila siswa dituntut untuk mampu meng-
apresiasi (reseptip dan produktif) karya sastra yang kompleks dan inkonvensional, pendekatan
puitikalah solusinya sebab berkaitan dengan penggunaan prinsip struktur yang dinamis.

Kata Kunci: Teks Sastra; Gendre; Puitika.

PENDAHULUAN
Jika kita mendengar atau membaca kata “teks sastra”, apa yang ada di benak kita? Ke-
mungkinan terbesar adalah wujud karya sastra, seperti puisi, cerpen, novel, atau naskah
drama. Kemudian, Kita pun akan menyebutkan wujud teks sastra tersebut jika ada yang
bertanya, apa sajakah genre sastra itu? Jadi, apakah sama pemahaman antara teks sastra
dan genre sastra? Selain itu, dalam Kurikulum 2013 kita pun mendapatkan istilah yang
merupakan gabungan dari keduanya: genre teks sastra. Apakah genre teks satra mengacu
pada objek yang sama, yaitu puisi, cerpen, novel, atau naskah drama?
Kurikulum 2013 yang berlaku kini di sekolah, khususnya dalam pembelajaran bahasa
Indonesia, haruslah berbasis teks. Dalam pembelajaran berbasis teks, guru harus mengawali
pembelajaran dengan cara membangun konteks, kemudian memberikan pemodelan teks,
dan memfasilitasi siswa agar menyusun teks secara bersama. Di ujung pembelajaran guru
pun harus memampukan siswa agar dapat menyusun teks secara mandiri.
Pembelajaran berbasis teks mensyaatkan agar guru betul-betul menguasi bahan teks
yang akan diajarkan, termasuk teks sastra. Persoalan muncul pada saat guru menyadari
bahwa materi teks sastra yang diajarkan pada siswa agak berbeda jika dibandingkan
dengan kurikulum terdahulu atau Kurikulum Berbasis Kompetensi atau Kurikulum KTSP
(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Dalam materi struktur cerpen, misalnya. Dulu
materi tersebut dikaitkan dengan unsur-unsur intrinsik cerpen, seperti alur, tokoh, latar,

Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII 1


e-ISSN: 2655-1780 Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII
p-ISSN: 2654-8534 http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa

tema, sudut pandang, serta gaya dan suasana. Akan tetapi, stuktur teks yang sesuai
dengan Kurikum 2013, bukanlah keterkaitan antarunsur cepen, melainkanorientasi, konflikasi,
resolusi, dan koda. Tentu saja, hal itu akan membingungkan guru. Tulisan ini akan berupaya
mengurangi kebingungan guru, yaitu dengan cara menunjukkan perbedaan teks sastra
jika ditinjau dari pendekatan yang berbeda.

Teks Sastra Sesuai dengan Pendekatan Genre


Menurut Mahsun (2015:3), pembahasan teks berkaitan dengan istilah genre dan register.
Genre mengacu pada norma-norma kulturual yang direalisasikan dalam proses sosial. Genre
juga merupakan jenis teks yang memiliki fungsi sebagai rujukan agar suatu teks dapat di-
buat lebih efektif, baik dari ketepatan tujuan, pemilihan dan penyusunan elemen teks, dan
penggunaan unsur tata bahasanya. Dengan demikian, dalam pembahasan genre dapat
dijelaskan berbagai macam teks ditinjau dari tujuan sosial teks, unsur-unsur pembentuk
teks, dan struktur berpikir teks. Sementara itu, register berkaitan dengan field (medan),
tenor (pelibat), dan mode (sarana). Field menyangkut pesan apa yang ingin disapaikan,
tenor berkaitan dengan kepada siapa pesan itu ditujukan, dan mode berhubungan dengan
format bahasa yang bagaimanakah pesan itu disampaikan.
Teks adalah bahasa (lisan atau tertulis) yang berfungsi. Fungsinya adalah melaksanakan
tugas tertentu dalam konteks situasi (Halliday dan Hasan, 1992: 13). Teks juga merupakan
“satu kesatuan bahasa yang lengkap secara sosial dan kontekstual (Kress dalam Emilia,
2012). Dengan mengikuti pendapat Halliday, Emilia (2012: 5) menjelaskan bahwa terdapat
dua konteks yang berdampak pada teks atau penggunaan bahasa, yaitu konteks situasi
dan konteks budaya. Konteks situasi merupakan register, yang sudah dijelaskan di atas,
sementara konteks budaya mengacu pada genre. Genre merupakan proses sosial yang
bertahap dan berorientasi pada tujuan (Emilia, 2012: 8). Emilia juga menegaskan bahwa
konsep teks dan genre menjadi landasan dalam pendekatan genre-based linguistik sistemik
fungsional. Dalam praktik pembelajaran bahasa, pengetahuan yang berkaitan dengan
penahapan berbagai jenis teks merupakan syarat mutlak bagi siswa sehingga mereka
dapat optimal dalam mencapai tujuan komunikasi. Hubungan antara konteks budaya,
konteks situasi, genre, register, dan teks dapat digambarkan sesuai dengan skema Knapp
dan Watkins (2015: 23)

Selanjutnya, hubungan antara genre dan jenis


atau tipe teks dijelaskan oleh Paltridge (1996).
Menurut Purnomo, genre dan tipe teks memiliki
kriteria yang berbeda. Genre didasarkan pada
kriteria eksternal, sedangkan tipe teks pada kriteria
internal.

2 Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII


Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII e-ISSN: 2655-1780
http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa p-ISSN: 2654-8534

Agar semakin jelas, gambar berikut menunjukkan kriteria jenis teks berdasarkan proses
sosial atau tujuan sosialnya (Knapp & Witkins, 2005: 2007):

Teks Sastra Sesuai dengan Pendekatan Puitika


Yang dimaksud dengan pendekatan puitika, yaitu mendekati atau berupaya memahami
teks sastra sesuai dengan kaidah kesastraan itu sendiri. Jika kita menelaah bahasa dengan
tata bahasa, kita pun dapat menelaah dengan tata sastra atau puitika. Pengindonesiaan
kata puitika menjadi tata sastra pertama kali dilakukan oleh Zaimar, Djokosujatno, dan
Bachmid (1985) ketika mereka menerjemahkan karya pegarang Prancis, yaitu Tzvetan
Todorv ke dalam bahasa Indonesia. Buku yang diterjemahkan oleh mereka, yaitu Poetique,
diterjemahkan menjadi Puitika.
Pemahaman serupa juga dikemukakan oleh pakar linguistik yang peduli terhadap sastra
atau seni bahasa, yaitu Roman Jakobson. Menurut Jakobson (dalam Kadarisman, 2010).
Puitika berupaya menemukan ciri-ciri utama atau struktur khas dari seni-bahasa (verbal
art). Menurut Hartoko dan Rahmanto (1986:112), puitika merupakan teori mengenai
puisi. Akan tetapi, semenjak akhir abad kedelapan belas pemahaman puitika serupa dengan
teori sastra.
Menurut konsep puitika, teks dapat dipandang sebagai tanda, khususnya tanda bahasa,
atau sekumpulan tanda yang mencakup tiga hubungan, yaitu hubungan antartanda
(sintaksis), tanda dengan maknanya (semantik), dan tanda dengan pengguna tanda
(pragmatik) (Luxemburg dkk., 1991:51-53). Masih pada sumber yang sama, Luxeburg
dkk. menjelaskan beberapa faktor yang menyebabkan suatu teks disebut sastra, yaitu:
a) ada penanganan bahasa yang khusus; b) ditandai oleh fiksionalitas atau rekaan; c) ada
ketegangan antara kreativitas dan tradisi/konvensi; d) tidak disusun untuk tujuan komunikasi
langsung dan berfungsi menghibur, mendidik, atau keduanya; e) melalui penanganan bahan
secara khusus dan fiksionalitas, sastra dapat memberikan wawasan yang lebih umum
mengenai masalah manusia, sosial, pendidikan, dsb. f) dapat ditafsirkan sesuai dengan
wawasan pembacanya (Luxemburg dkk., 1987:21-22).
Apabila kita bandingkan pemahaman teks sastra antara pendekatan genre teks dan
puitika, terdapat perbedaan. Karena dalam genre teks yang diutamakan adalah fungsi
bahasa sebagai alat komunikasi efektif, pembelajaran bahasa berbasis teks memandang

Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII 3


e-ISSN: 2655-1780 Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII
p-ISSN: 2654-8534 http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa

bahasa sebagai sistem tanda tingkat pertama. Jadi, fungsi sosialnya sangat menonjol
sehingga perlu mengoptimalkan konteks situasi dan konteks budaya. Sementara itu, teks
sastra berbasis pada sistem bahasa tingkat kedua yang tidak disusun untuk kepentingan
komunikasi langsung karena yang ditonjolkan adalah fungsi bahasa puitis. Akan tetapi,
karena pendekatan pembelajaran berbais genre teks, akibatnya, teks sastra yang dijadikan
bahan ajar dalam kurikulum diupayakan mengikuti kaidah yang terdapat dalam pendekatan
genre teks.
Penyesuaian teks sastra dengan pendekatan genre teks tidaklah menjadi masalah
apabila tujuan utamanya agar siswa dapat mengenal teks sastra dan menulisnya dengan
kaidah genre teks. Namun, persoalan akan timbul apabila siswa akan mengapresiasi lebih
jauh karya sastra yang mengutamakan nilai estetis atau karya sastra yang menyimpangi
konvensi bahasa. Teks sastra jika disamakan dengan teks lain yang bernilai dan berfungsi
sosial tinggi, seperti teks prosedural, teks eksplanasi, atau teks ulasan, struktur teks sastra
diharapkan berada dalam keadaan statis. Akan tetapi, hal ini menyalahi prinsip struktur
dalam teks sastra.
Teks sastra memiliki struktur yang bersifat dinamis, sesuai dengan prinsip struktur dari
Piaget. Menurut Piaget, suatu struktur memiliki tiga prinsip, yaitu totalitas, transformasi,
dan autoregulasi (Hoed dalam Piaget, 1995: viii). Struktur merupakan wujud relasi antarunsur
teks sastra. Misalnya, sesuai dengan teori genre teks, teks naratif terdiri atas unsur orien-
tasi, komplikasi, resolusi, dan koda. Sementara itu, berdasarkan teori puitika, struktur teks
naratif dibentuk oleh fakta-fakta cerita (alur, karakter, latar), tema, dan sarana-sarana
sastra (Stanton, 2007).
Prinsip transformasi menunjukkan bahwa suatu struktur dapat berubah karena unsur-
unsur pembentuknya memiliki sifat-sifat bawaan yang membentuk kesatuan struktur sebab
menurut Piaget (1995: 4), unsur-unsur pembentuk struktur membawa sifat-sifat himpunan
yang berbeda dari sifat-sifat unsurnya. Transformasi menyebabkan struktur menjadi sesuatu
yang dinamis. Bahkan, transformasi menyebabkan struktur melakukan autoregulasi, yaitu
mampu mengatur diri sendiri apabila terjadi perubahan (Hoed dalam Piaget, 1995: viii).

Teks Sastra dalam Kurikulum 2013


Pendidikan di sekolah formal di Indonesia telah mengalami beberapa perubahan kurikulum.
Sebelum Kurikulum 2013, dikenal Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994, Kurikulum
2004 (KBK), dan Kurikulum 2006 (KTSP). Dalam perjalanan sejarahnya, materi sastra
cenderung mendapatkan porsi yang tidak seimbang.
Pada Kurikulum 1975 mata pelajaran Bahasa Indonesia SMP, terdapat 16 tujuan
kurikuler. Dari ke-16 tujuan kurikuler tersebut hanya terdapat dua tujuan yang berkaitan
dengan materi sastra. Dalam Kurikulum 1984 terdapat 6 pokok bahasan, yaitu membaca,
kosakata, struktur, menulis, pragmatik, dan apresiasi bahasa dan sastra Indonesia. Dengan
demikian, porsi sastra hanyalah seper enam atau kurang dari 15%. Pada Kurikulun 1994,
2004, dan 2006 secara konseptual terdapat keseimbangan antara materi bahasa dan
sastra. Terlebih-lebih dalam Kurikulum 2004 dan 2006 keseimbangan itu ditampakkan dalam
aspek keterampilan berbahasa dan keterampilan bersastra. Kedua aspek itu kemudian
dibagi ke dalam subaspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Dalam kuri-

4 Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII


Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII e-ISSN: 2655-1780
http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa p-ISSN: 2654-8534

kulum pun terdapat ketentuan bahwa siswa sekolah dasar harus menamatkan sebanyak 9
buku sastra, sedangkan siswa SMP dan SMA sebanyak 15 buku sastra. Jadi, siswa Indo-
nesia selama 12 tahun di sekolah telah mampu menyelesaikan bacaan 39 buku sastra.
Akan tetapi, pada kenyataannya ketentuan itu tidak diperhatikan guru karena tidak menjadi
bahan untuk mengisi rapor siswa dan tidak menjadi persyaratan kelulusan siswa, bahkan
tidak ada senarai yang memuat buku-buku sastra yang harus dibaca siswa. Sementara
itu, berdasarkan kompetesi dasar mata pelajaran Bahasa Indonesia Kurikulum 2013, di SD
terdapat 28 teks yang di dalamnya memuat 7 teks sastra (25%), di SMP terdapat 14 teks
yang di dalamnya memuat 3 teks sastra (23% ), di SMA terdapat 14 teks satra yang di
dalamnya memuat 6 teks sastra (43%),
Berdasarkan persentase teks satra, kita dapat menyimpulkan bahwa Kurikulum 2013
tidak menjadikan teks sastra sebagai primadona teks buku ajar siswa dan buku panduan
guru. Hal itu terjadi karena mata pelajaran bahasa Indonesia di sekolah diabdikan sebagai
wahana pengetahuan, penghela dan pembawa pengetahuan, dan ekspresi diri dan akademik,
seperti tertera pada judul buku guru dan buku siswa SMP dan SMA yang diterbitkan oleh
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2013). Oleh sebab itu, meskipun pembelajaran
bahasa Indonesia berbasis teks, teks yang dimaksud adalah teks yang memanfaatkan
sistem tanda tingkat pertama. Sementara itu, teks satra merupakan sistem tanda tingkat
kedua yang bersifat multitafsir (Sumiyadi, 2013).
Akan tetapi, sastra adalah dunia dalam kata atau sastra adalah peristiwa bahasa.
Dengan membaca karya sastra, kita dapat “menggenggam” dunia secara imajinatif, bahkan
teks sastra dapat berisi teks-teks yang disenaraikan dalam Kurikulum 2013, seperti teks
deskripsi, laporan, prosedur, penceritaan, eksplanasi, eksposisi, diskusi, surat, editorial,
iklan, negosiasi, anekdot, dan naratif. Namun, untuk sampai pada pemahaman ini, diperlukan
kejembaran hati dan wawasan para perakit kurikulum dan para penulis buku ajar. Terlebih-
lebih, Kurikulum 2013 diberlakukan karena alasan kemerosotan iman dan moral manusia
Indonesia sehingga kompetensi inti yang utama (KI satu dan KI dua) berkaitan dengan
pencapaian nilai religi/spiritual dan sosial siswa. Kedua kompetensi ini sebenarnya dapat
“didongkrak” dengan suplemen sastra didaktis, meskipun (sekali lagi) untuk sampai pada
pemahaman ini, diperlukan kejembaran kalbu dan wawasan para perakit kurikulum dan
penulis buku ajar.

SIMPULAN
Berdasarkan penjelasan di atas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa teks sastra memiliki
fungsi yang berbeda jika ditinjau dari pendekatan genre dan puitika. Pembelajaran bahasa
berbasis teks memang lebih sesuai menggunakan pendekatan genre sebab tujuan utamanya
agar siswa memahami teks yang ada di sekitarnya. Tentu saja, teks yang ada di sekitar
siswa, dalam arti teks yang digunakan untuk keperluan komunikasi yang efektif akan
optimal jika menggunakan sistem tanda bahasa tingkat pertama yang didominasi oleh
bahasa lugas atau denotatif.
Pembahasan teks sastra dengan pendekatan genre tidak akan beresiko besar jika
tujuan utamanya agar siswa memiliki kompetensi dasar yang berkaitan dengan apresiasi
produktif, misalnya mampu menulis puisi atau cerpen yang sederhana dan konvensional.

Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII 5


e-ISSN: 2655-1780 Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII
p-ISSN: 2654-8534 http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa

Akan tetapi, apabila siswa dituntut untuk mampu mengapresiasi (reseptip dan produktif)
karya sastra yang kompleks dan inkonvensional, pendekatan puitikalah sebagai solusinya
sebab berkaitan dengan prinsip struktur yang dinamis.

DAFTAR PUSTAKA
Emilia, E. (2012). Pendekatan Genre-Based dalam Pengajaran Bahasa Inggris: Petunjuk
untuk Guru. Bandung: Rizqi
Halliday, M.A.K. & Hasan, R. (1992). Bahasa, Konteks, dan Teks. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Hartoko, D & Rahmanto, B. (1986). Pemandu di Dunia Sastra. Yogyakarta: Kanisius.
Kadarisman, 2010. “Puitika Linguistik Pasca-Jacobson: Tantangan Menjaring Makna Simbolik”.
Makalah. Tanpa tahun.
Knapp, P. & Watkins, M. (2005). Genre, Text, Grammar: Technologies for Teaching and
assessing Writing. Sidney, Australia: University of New South Wales Press Limited.
Luxemburg, J.V. dkk. (1991). Tentang Sastra (Penerjemah: Akhadiati Ikram). Jakarta:
Intermasa.
Mahsun. (2014). Teks dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Kurikulum 2013. Jakarta:
RajaGrafindo Persada.
Paltridge, B. (1996). “Genre, Text Type, and The Language Learning Classroom”. ELT
Journal. Volume 50/ 3 Juli 1996. Oxford University Press.
Piaget, J. (1995). Strukturalisme. (Terjemahan Hermoyo). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Purnomo, M.E. (2015). “Teks dan Genre Teks” Makalah Kerja Sama Balai Bahasa Provinsi
Sumatra Selatan dengan 7 Perguruan Tinggi di Palembang, 21 April 2015.
Stanton, R. (2007). Teori Fiksi Robert Stanton. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sumiyadi. (2013). “Sastra Pendidikan, Pendidikan Sastra, dan Kurikulum 2013”. Makalah
Seminar Asosiasi Pengajar Bahasa Indonesia di STKIP Siliwangi, Cimahi, Oktober 201.
Zaimar, O. K.S. dkk. (1985). Tata Sastra. Jakarta: Djambatan.

6 Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII


Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII e-ISSN: 2655-1780
http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa p-ISSN: 2654-8534

TANTANGAN PENGAJARAN BAHASA INDONESIA


DI PRANCIS

Philippe Grangé
Institut Français d’Indonésie,
Ambassade de France en Indonésie, Jakarta
philippe.grange@ifi-id.com

ABSTRAK
Di Prancis, hanya terdapat tiga perguruan tinggi yang menyajikan pengajaran bahasa Indone-
sia, di antaranya hanya dua yang mempunyai lebih dari satu tenaga pengajar. Jumlah maha-
siswa bahasa Indonesia rendah sekali dibandingkan dengan bahasa-bahasa asing yang lain.
Hubungan antara Prancis dan dunia Melayu memang sunyi, di segala bidang: sejarah, ekonomi
dan budaya, sehingga citra Indonesia di mata masyarakat Prancis memang tidak buruk, baik
pun tidak, tetapi lesap saja. Di makalah ini akan diuraikan lemahnya lintas budaya antara
Indonesia dan Prancis, dan akibatnya untuk pengajaran BIPA di Prancis.

Kata Kunci: Pengajaran Bahasa Indonesia; Prancis; Tantangan.

1. Sejarah Singkat Lintas Budaya Prancis - Indonesia


Jumlah mahasiswa Prancis yang sedang mempelajari bahasa Indonesia di perguruan
tinggi Prancis sekitar 130 orang. Jumlah ini tentu rendah, namun layak dibanggakan,
mengingat kurangnya hubungan sejarah antara Prancis dan Indonesia.
Semasa kekaiseran Napoléon yang pernah menguasai Kerajaan Belanda, Hindia Belanda
sempat dikuasai juga, secara teoritis, oleh Prancis. Namun masa kekuasaan tersebut
singkat sekali (Mei 1810 - September 1811) sehingga pengambilalihan Prancis di Hindia
Belanda tidak meninggalkan jejak yang berarti. Gubernur Daendels, yang mengagumi
Revolusi Prancis dan Napoléon, tidak berupaya menerapkan ideologi liberté, égalité, fraternité,
malah lebih dikenal sebagai perintis kerja paksa dan inspirator sistem tanam paksa (pajak
berupa komoditi pertanian) di Jawa.
Namun, pengaruh Prancis, secara tidak langsung, tampil dalam hukum serta bahasa
Indonesia. Dalam kosa kata bahasa Indonesia dapat ditemui puluhan kata yang berasal
dari bahasa Prancis, misalnya istilah militer, tata boga, dan mode, namun kata-kata itu
adalah kata serapan dalam bahasa Belanda, yang kemudian diserap ke dalam bahasa
Indonesia (Hardini & Grangé 2016). Pada sisi lain, dalam bahasa Prancis terdapat beberapa
kata yang berasal dari bahasa Melayu/Indonesia melalui bahasa Inggris, seperti bambou,
amok, dan orang-outang.
Di Prancis jarang sekali ditemukan warga keturunan Indonesia. Maka mahasiswa yang
mempelajari bahasa Indonesia di Prancis bukanlah keturunan pendatang dari Tanah Air,
seperti di Belanda misalnya. Minat para mahasiswa Prancis untuk menggeluti bahasa Indo-
nesia akan diuraikan lebih bawah.

Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII 7


e-ISSN: 2655-1780 Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII
p-ISSN: 2654-8534 http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa

Apabila pilihan suatu bahasa asing di perguruan tinggi hanya dipandang dari sisi kegunaan
bahasa dalam kegiatan usaha, ternyata arus ekonomi antara Prancis dan Indonesia belum
merupakan alasan yang memadai untuk menarik mahasiswa Prancis. Disayangkan pula
lintas budaya antara Indonesia dan Prancis begitu sunyi. Citra Indonesia tidak begitu jelas
di mata para pemuda Prancis, namun citra tersebut cukup baik dan menarik.
Apabila dalam percakapan akrab saya sempat mengungkitkan bahwa penduduk Indo-
nesia melebihi 260 juta orang, terkejutlah teman saya, walaupun dia berasal dari kalangan
akademis. Orang Prancis yang paling terkenal di Indonesia (atau satu-satunya yang dikenal)
adalah Zidane, mantan pemain sepak bola. Orang Indonesia yang paling terkenal di Prancis
adalah Anggun, seorang penyanyi yang sejak beberapa tahun berkarier di Prancis. Dapat
disayangkan pula, Bali kerap kali dianggap negara tersendiri. Banyak juga yang tidak
mengetahui bahasa apa yang digunakan di Indonesia, sedangkan mereka pernah dengar
tentang bahasa-bahasa yang lain di Asia Tenggara, dengan asumsi yang sederhana: setiap
negara menggunakan bahasa resmi, misalnya bahasa Vietnam di Vietnam, dan sebagainya.
Seorang mahasiswi pernah mengeluh kepada saya saat mulai kuliah tahun pertama: «
Kemarin malam, orang tua saya bingung dan gelisah mendengar saya telah memilih
bahasa Indonesia, sedangkan mereka sama sekali tidak tahu-menahu keberadaan bahasa
itu. » Apa saja alasan seorang mahasiswa Prancis yang memutuskan untuk mempelajari
bahasa suatu negara ‘tunacitra’? Di universitas La Rochelle, Prancis, pada umumnya maha-
siswa tingkat pertama tidak pernah mengunjungi Indonesia. Mereka justru ingin menggeluti
bahasa yang ‘langka’, lain daripada yang lain. Bagi mereka, citra Indonesia berwangi hutan
rimba, terlintas kepulauan yang tak terhitung serta hidup yang santai, tidak terobsesi
dengan karir dan uang. Pada umumnya mahasiswa kami mempunyai sifat yang berdikari,
berlawan arus, serta mengutamakan kekayaan budaya, sosial dan persahabatan jauh di
atas kekayaan duniawi. Di samping itu, sebagian dari mahasiswa juga bermaksud
menghindari rumitnya bahasa Asia yang lainnya, seperti bahasa Mandarin atau Korea.
Melihat kelangkaan hubungan sejarah, budaya dan ekonomi antara Indonesia dan
Prancis, marilah kita tetap optimis: tetaplah merasa beruntung bila terdapat 130 mahasiswa
Prancis yang ingin mempelajari bahasa Indonesia. Namun disayangkan jumlah siswa atau
mahasiswa yang mempelajari bahasa Prancis di Indonesia jauh lebih banyak: 1 lawan 500!
Prancis dan Eropa secara umum harus membuka mata dan memandang serius pada
negara keempat di Dunia, yaitu Indonesia.

2. Bahasa Indonesia pada Perguruan Tinggi Prancis


Di Prancis, hanya terdapat tiga universitas yang menyediakan pengajaran bahasa
Indonesia: Institut National des Langues et Civilisations Orientales (INALCO) di Paris, Uni-
versitas Le Havre dan Universitas La Rochelle. Sejak 23 tahun, situasi ini tidak berubah.
Kami akan meringkaskan yang tertua terlebih dahulu, yaitu INALCO. Untuk sejarah institusi
ini, kami rujuk saja pada artikel Pierre Labrousse, mantan Professor bahasa dan budaya
Indonesia (Labrousse 1998: 5).
Perguruan tinggi ini, yang pada awalnya diberi nama Ecole des langues orientales
(Sekolah Bahasa-bahasa Timur), didirikan pada zaman Revolusi Prancis (1795) “untuk
memenuhi kebutuhan dalam bidang politik, perdagangan dan ilmu.” Pada awalnya, jurusan

8 Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII


Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII e-ISSN: 2655-1780
http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa p-ISSN: 2654-8534

yang hendak dibuka ialah bahasa Arab, Turki, Parsi dan Melayu. Dari keputusan ini, tampak
jelas bahwa Dunia Melayu dianggap penting oleh Pemerintah Republik Prancis yang pertama
(semoga Pemerintah Prancis yang sekarang segera menyadari kembali akan hal ini).
Namun, sebab kelangkaan ahli yang mampu mengajar bahasa Melayu pada akhir abad
XVIII, ternyata hanya pengajaran bahasa Arab, Turki dan Parsi yang dimulai.
Baru tahun 1844 pengajaran bahasa Melayu dan bahasa Jawa disediakan, seiring dengan
bahasa Mandarin. Jurusan bahasa Jepang, Khmer dan Thai dibuka beberapa tahun kemudian.
Ada tiga alasan untuk mewujudkan jurusan bahasa Melayu dan Jawa di Ecole des langues
orientales pada pertengahan abad XIX: pemerintah Prancis menganggap Asia Tenggara
sebagai wilayah yang penting, khususnya Indochine; Insulinde (Nusantara) terdapat pada
ruas antara Prancis dan Polinesia (yang mulai diperebutkan antara Kerajaan Inggris dan
Republik Prancis); dan Edouard Dulaurier, dosen bahasa Melayu yang pertama, tertarik oleh
sastra Melayu yang sempat disinggungnya saat membaca makalah-makalah yang dikirim
ke Inggris oleh Thomas Raffles.
Tidak lama kemudian, Universitas Leiden memutuskan juga untuk mendirikan jurusan
bahasa Melayu, yang kini tetap merupakan pusat acuan untuk ilmuwan yang ingin mengkaji
Dunia Melayu. Lantas, Abbé Favre adalah pengajar pertama di Ecole des Langues Orientales
(1862 - 1886) yang, sebelum dilantik, pernah tinggal lama di Dunia Melayu. Beliau juga
mengarang buku tata bahasa Jawa, Melayu, serta kamus dwibahasa Dictionnaire malais-
francais (1875). Pada abad XX dan awal XXI, linguis Prancis yang berkarya mengenai
bahasa Indonesia adalah Lombard (1977), Labrousse (1978; 1984), Samuel (2012) dan
Grangé (2014).
Kini, jurusan malais-indonésien di INALCO menyediakan kurikulum dari tingkat pertama
S1 sampai dengan Master dan Doctorat. Di INALCO, para mahasiswa betul-betul menekuni
bahasa Melayu/Indonesia sebagai pelajaran pokok, berbeda dengan universitas lain. Pengajar
sebanyak lima orang (dua dosen Prancis, serta tiga pengajar penutur asli dari Indonesia).
Universitas Le Havre (Prancis utara) menawarkan kursus elektif pada tingkat Master
perdagangan internasional, sehingga jumlah mahasiswa terbatas, dan hanya satu dosen,
penutur asli dari Indonesia.

3. Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing di Prancis


La Rochelle terletak di pesisir barat Prancis, pada pantai samudera Atlantik. Kota kecil
ini mempunyai universitas sejak tahun 1990an. Salah satu keunggulan Fakultas Sastra,
Bahasa dan Humaniora adalah Departemen Bahasa Asing Terapan untuk Bisnis, yang
didirikan tahun 1996. Pelajaran menyangkut pengajaran dalam dua bahasa asing serta
kelompok mata kuliah yang terkait dengan dunia usaha (yang meliputi mikro-ekonomi,
hukum dan manajemen). Bahasa asing merupakan dua per tiga dari waktu pengajaran,
sedangkan mata kuliah tentang dunia usaha merupakan sepertiga lagi. Selain bahasa
Inggris yang wajib, para mahasiswa akan memilih jurusan “Amerika” (bahasa Spanyol dan
Portugis) atau jurusan “Asia-Pasifik” (bahasa Mandarin atau Korea atau Indonesia).
Berbeda dengan INALCO, di Universitas La Rochelle bahasa Asia merupakan sepertiga
dari jam kuliah, yaitu 60 jam per semester. Sehingga pada akhir program S1 (di Prancis, 6
semester), hanya 360 jam kuliah bahasa Indonesia-Melayu yang diikuti oleh mahasiswa,

Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII 9


e-ISSN: 2655-1780 Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII
p-ISSN: 2654-8534 http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa

termasuk pendidikan tentang sejarah dan budaya Indonesia. Kemahiran dan kefasihan
dalam bahasa itu baru diperoleh bila mahasiswa mengikuti program pertukaran mahasiswa,
yang akan diuraikan di bawah ini.

3.1 Kemahasiswaan
Pada tahun akademik ini (2019-2020), di Universitas La Rochelle jumlah mahasiswa
program S1 dengan gabungan bahasa Inggris dan Indonesia sebagai “major”
mencapai 28 orang pada tingkat pertama, 15 pada tingkat dua dan 11 pada ting-
kat tiga. Pada program Master, mahasiswa hanya 10 orang (tingkat 1 dan 2 telah
dileburkan untuk kuliah bahasa). Jumlah mahasiswa yang memilih bahasa Indone-
sia/Melayu sebagai “major” pernah lebih tinggi (rata-rata 80 orang) antara tahun
1999-2004, merosot antara tahun 2004 s/d 2007, agak membaik antara tahun
2008 – 2015, dan setelah itu merosot lagi. Sebagai perbandingan, mahasiswa yang
mempelajari bahasa Spanyol dan Portugis pada tingkat pertama sebanyak 250
orang, yang memilih bahasa Mandarin 150 orang, dan kursi untuk bahasa Korea
hanya 55 (untuk 1200 calon mahasiswa!)
Mahasiswa yang memilih jurusan bahasa Indonesia berasal dari rakyat Prancis
kalangan biasa, dengan latar belakang sosial tidak begitu makmur pada umumnya;
tidak banyak yang pernah berwisata ke luar negeri, apalagi di luar Eropa. Sepertiganya
dari mahasiswa kami adalah pria. Pengajar bahasa Indonesia ada lima, semuanya
penutur asli dari Indonesia. Dua pengajar BIPA memegang gelar Doktor.
Pada semester ke-6 Program S1 serta tingkat Master, mahasiswa disarankan
agar mengikuti program pertukaran mahasiswa di Indonesia atau Malaysia. Dalam
upaya ini kota La Rochelle sangat membantu dengan mengembalikan biaya perjalan-
an ke negara Asia-Pasifik yang dituju oleh mahasiswa. Semenjak 1999-2000, lebih
dari 200 mahasiswa Perancis dari La Rochelle telah mengikuti program pertukaran
di berbagai universitas di Indonesia. Sebagian besar juga meneruskan kunjungannya
dengan kerja praktek (magang) di kalangan suatu perusahaan di Indonesia. Tentu
saja, bagi mahasiswa kami, hidup dan belajar selama enam bulan di Indonesia
memberikan banyak pengalaman dan pengetahuan tentang budaya, di samping
kemahiran dalam bahasa. Dari sisi lain, setiap tahun beberapa mahasiswa Indone-
sia belajar di La Rochelle, sebagai mahasiswa program pertukaran ataupun maha-
siswa reguler.
Mahasiswa Prancis selalu entusias berkunjung dan berkuliah di Indonesia.
Malahan setelah kembali ke La Rochelle, mereka berupaya untuk pergi lagi ke
Indonesia, sebagai mahasiswa atau pemagang. Banyak juga yang menjadi
pengusaha di Indonesia, pada umumnya di bidang pariwisata, waralaba kuliner,
atau ekspor-impor.

3.2. Metode Pengajaran


Metode pengajaran yang pernah dipakai adalah Méthode d’indonésien (Labrousse
1978), Leerboek Indonesisch (Steinhauer 2001). Sekarang mahasiswa dipinjamkan
Manuel d’indonésien (Samuel & Saraswati 2012) serta Indonésien Langue Etrangère

10 Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII


Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII e-ISSN: 2655-1780
http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa p-ISSN: 2654-8534

- ILE, buku latihan khusus laboratorium bahasa (Nuraini 2001). Para dosen juga
menggunakan berbagai buku pelajaran BIPA dari Badan Bahasa dan Universitas
Indonesia.
Aktivitas pengajaran berupa kuliah umum serta laboratorium bahasa. Mengingat
jumlah mahasiswa yang kecil, kuliah umum bersifat interaktif dengan tanya jawab.
Laboratorium bahasa menyangkut latihan mendengar, memahami dan melafalkan.
Adapun laboratorium multimedia, dengan berbagai aktiviti seperti menyimak video
yang singkat dalam bahasa Indonesia yang dikutip dari web, untuk dipahami dengan
bermacam bimbingan dan bantuan. Pada tingkat Master, suatu aktivitas di laborato-
rium multimedia yang sangat digemari mahasiswa kami adalah menyisipkan sub-
title pada film dari Indonesia. Mereka menulis dengan saksama dialog dalam bahasa
sumber, lalu diterjemahkan ke dalam bahasa Prancis. Pada akhir semester, film
tersebut dapat ditonton dengan bantuan takarir (sub-title) bahasa Indonesia atau
Prancis. Tentu saja kegiatan ini hanya sebagai latihan, dan karya sinematografis
yang diubah dengan cara tersebut tidak diedarkan di luar ruang kelas.
Bahasa Indonesia cukup mudah dilafalkan bagi mahasiswa Prancis. Hanya “h”
yang kurang diucapkan, sedangkan bunyi sengau “ng” terlalu ditekan, sehingga
dilafalkan seperti “ngg”. Pada tingkat awal, mahasiswa Prancis merasa bahasa
Indonesia mudah dan “mesra pengguna”, dari segi sintaksisnya. Logisnya ejaan
serta tidak adanya takrifan (conjugation) atau jender kata juga merupakan kejutan
yang menyenangkan. Para pembaca makalah ini yang pernah mempelajari bahasa
Prancis pasti masih ingat dengan rumitnya tata bahasa Prancis…
Namun, pada saat mempelajari akhiran –i versus –kan, pendapat mahasiswa
mulai berubah. Apalagi dengan awalan per–, memper–, pe–, peN– dll. Tata susun
kata dalam tulisan yang formal juga agak membingungkan. Akibatnya, mulai dari
tahun kedua, bahasa Melayu/Indonesia sudah tidak dianggap “gampang”. Akan
tetapi mahasiswa kami sudah dapat bercakap secara mandiri walaupun sederhana
pada akhir tahun kedua; teman mereka yang mempelajari bahasa Mandarin atau
Korea merasa “frustrasi” karena saat mengunjungi negara tersebut pada semes-
ter ke-6, kalau mereka pesan minuman di sebuah restoran, pelayan masih belum
mengerti.
Bahasa yang kami ajarkan adalah bahasa Indonesia baku seperti yang digunakan
di kota besar. Kerap kali istilah bahasa akrab (bahasa “gaul”) diajarkan pula, seperti
akhiran –in (yang melesapkan kelawanan antara –kan dan –i) agar mahasiswa
dapat mengerti percakapan yang santai setiba mereka di Indonesia. Sastra Indo-
nesia hampir tidak disentuh, karena yang diutamakan adalah keterampilan berkomu-
nikasi di kalangan profesional. Mulai dari semester 5, mahasiswa diajarkan beberapa
istilah ekonomi dan perdagangan. Latihan terjemahan tidak pernah mengacu pada
puisi atau novel, tetapi diterapkan dengan menggunakan contoh dokumen asli dari
dunia usaha, misalnya surat perjanjian, pedoman teknis, iklan, undang-undang,
artikel tentang ekonomi, halaman web perusahaan atau bursa saham, laporan
laba-rugi sebuah perusahaan, dll.

Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII 11


e-ISSN: 2655-1780 Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII
p-ISSN: 2654-8534 http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa

3.3. Diskusi: Kenapa Jumlah Mahasiswa BIPA Tidak Meningkat?


Patut dipertanyakan, kalau negara, bahasa dan budaya Indonesia begitu menarik,
kenapa jumlah mahasiswa BIPA di Prancis tetap terus rendah, dan tidak
menunjukkan peningkatan? Masalahnya, pada saat masuk perguruan tinggi, banyak
calon mahasiwa yang tidak tahu menahu apa-apa tentang Indonesia. Tahun
akademik 2019-2020 di Universitas La Rochelle, hanya 28 calon mahasiswa yang
memilih bahasa Indonesia, sedangkan 1200 memilih bahasa Korea (banyak yang
kecewa karena kursi hanya 55, sampai nangis-nangis). Cukup jelas, pilihan bahasa
tergantung dari citra negara, bukan dari bahasanya, bukan dari peluang kerja di
negara tersebut (hampir nihil di Korea Selatan bagi pemuda Prancis).
Padahal, tahun 2000, jumlah mahasiswa BIPA dan Korea di Universitas La
Rochelle sama saja. Apa yang terjadi? Korea Selatan merakayasa K-pop, manga,
sinetron, dan membanjiri dunia dengan produk-produk yang dirancang khusus
untuk remaja itu, sebagai wahana untuk mempromosikan HP, mobil dll. hasil industri
Korea. Sedangkan Indonesia tetap terus mengemukakan budaya tradisional, seperti
angklung, gamelan, tarian… Mengirim rombongan penari ke Eropa tidaklah murah.
Berapa kali saya menyaksikan pertunjukkan tari yang sangat halus, diiringi musik
yang indah, tetapi penontonnya sangat sedikit dan rambut mereka putih-putih semua.
Para mahasiswa malas hadir. Padahal di Indonesia sekarang terdapat pemusik rock
yang hebat, pelukis yang jenius, artis yang kreatif, penulis yang berani, sutradara
yang subur… Selama pemerintah Indonesia percaya budaya Indonesia telah beku
100 tahun dan lalu, dan hanya budaya tradisional itu yang patut dipertunjukkan
kepada dunia, pemuda Eropa tidak akan tertarik dengan budaya Indonesia. Dan
orang berusia tua yang asyik nonton tari tradisional sudah tidak pantas mendaftar di
universitas untuk mempelajari bahasa dan budaya Indonesia.
Apa memang Indonesia harus menciptakan « I-pop », manga, dan sinetron
yang romantis untuk eksis di mata dunia? Tidak perlu. Cukup dengan memercayai
seniman muda Indonesia dan menyongsong mereka; serta percaya diri, seperti
pejabat Indonesia yang mulai berani berpidato dalam bahasa Indonesia di luar
negeri.

SIMPULAN
Sebagai kesimpulan, dapat disayangkan bahasa dan budaya Indonesia masih belum dapat
menarik mahasiswa dalam jumlah yang berarti, sehingga di Prancis (dan Eropa secara
umum) jumlah mahasiswa itu tetap stagnan semenjak 25 tahun terakhir. Padahal, mahasiswa
yang cukup berani untuk memilih suatu bahasa yang orang tuanya sendiri tidak tahu
menahu, ternyata sering jatuh cinta dengan bahasa itu, yakni bahasa Indonesia. Sebaiknya
pemerintah dan pemangku kepentingan Indonesia lebih giat dan berani dalam penampilannya
di media masa serta di luar negeri, dengan mengerahkan cendekiawan dan seniman masa
kini. Semoga di masa depan bahasa dan budaya-budaya Indonesia cemerlang seperti
semestinya di ranah mancanegara.

12 Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII


Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII e-ISSN: 2655-1780
http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa p-ISSN: 2654-8534

DAFTAR PUSTAKA
Hardini & Grangé (2016) “An overview of Indonesian loanwords from French” Indonesian
Journal of Applied Linguistics, Vol. 6 No. 1, July 2016, pp. 156-171(doi: dx.doi.org/
10.17509/ijal.v6i1.2749
Favre, Abbé P. (1875) Dictionnaire malais-franc’兟 ais Imprimerie Impériale et Royale, Vienne
Labrousse, Pierre. (1978). Méthode d’indonésien. Paris: l’Asiathèque
Labrousse, Pierre. (1984). Dictionnaire général indonésien-français. Paris: Archipel
Labrousse, Pierre. (1998). Malais, javanais, indonésien, malaysien: histoire de leur enseignement
aux Langues Orientales. Dalam Dialog Prancis-Nusantara / Dialogue France-Insulinde,
[5-6], peny. Christian Pelras. Jakarta: CNRS-LASEMA / Yayasan Obor.
Lombard, Denys (1977) Introduction à l’indonésien, Guéret: SECMI.
Nuraini, Chandra. (2001). Indonésien Langue Etrangère - ILE, naskah.
Samuel, Jeìro兟 me (2001) Katalog beranotasi - Ensiklopedia, Kamus dan Daftar Istilah
Bahasa Indonesia (1741 - 1995), Jakarta: Pusat Bahasa.
Samuel, Jérôme & Saraswati, Wardhany (2012) Manuel d’indonésien - volume 1, Paris:
L’Asiathèque.(
Steinhauer, Hein. (2001). Leerboek Indonesisch. Leiden: KITLV

Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII 13


Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII e-ISSN: 2655-1780
http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa p-ISSN: 2654-8534

PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA


BERWAWASAN LITERASI EKOLOGIS SEBAGAI UPAYA
MEWUJUDKAN INSAN YANG MELEK LINGKUNGAN 1

Sarwiji Suwandi2
Universitas Sebelas Maret
sarwijiswan@staff.uns.ac.id

ABSTRAK
Sejatinya manusia tidak bisa dipisahkan dengan lingkungannya. Interaksi antara keduanya
merupakan proses alami yang terjadi mulai saat manusia dilahirkan sampai dengan meninggal.
Manusia sangat membutuhkan lingkungan untuk memenuhi kebutuhannya. Oleh karena itu,
manusia sering menjadikan lingkungan sebagai objek eksploitasi dan akibatnya muncul berbagai
permasalahan lingkungan. Saat ini penyelematan lingkungan menjadi salah satu isu global.
Upaya pemecahan masalah lingkungan tentu menuntut peran serta dunia pendidikan, tanpa
kecuali guru bahasa Indonesia. Guru bahasa Indonesia dituntut mampu melaksanakan pembel-
ajaran bahasa Indonesia berwawasan literasi ekologis. Berdasarkan pemikiran tersebut, makalah
ini akan menjelaskan pentingnya pengembangan bahan atau buku ajar bahasa Indonesia ber-
wawasan literasi ekologis sebagai upaya menjadikan siswa sebagai insan yang melek lingkung-
an. Untuk itu, dipandang penting terlebih dahulu dijelaskan pilar pembelajaran bahasa Indo-
nesia dan perlunya mengelaborasi kompetensi literasi siswa.

Kata Kunci: Pilar Pembelajaran; Bahasa Indonesia; Literasi Ekologis; Pengembangan Bahan
Ajar.

PENDAHULUAN
Interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang alami dan
berlangsung mulai dari manusia dilahirkan sampai dengan meninggal dunia. Interaksi tersebut
berlangsung karena manusia membutuhkan daya dukung lingkungan untuk memenuhi ke-
butuhan hidupnya sehari-hari (Akhadi, 2013). Pelbagi kebutuhan pokok manusia disediakan
oleh alam, seperti udara untuk bernafas, air untuk minum, dan makanan sebagai sumber
energi. Alam juga menyediakan berbagai bahan yang dapat diolah manusia menjadi berbagai
produk untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Permasalahan lingkungan telah menjadi bagian integral dari permalahan dunia saat ini.
Menurut Kemal Stamboel (Alikodra, 2012)—Ketua Badan Pengurus Yayasan WWF-Indo-
nesia, lima dekade yang lalu jarang orang menyangka bahwa isu penyelamatan lingkungan
akan menjadi isu yang sama pentingnya dengan isu-isu besar dunia lainnya, seperti masalah

1
Makalah dipresentasikan pada Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII yang diselenggarakan Sekolah
Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia Bandung, 23 November 2019.
2
Guru Besar pada FKIP dan Kepala Program Doktor Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP Universitas Sebelas
Maret.

Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII 15


e-ISSN: 2655-1780 Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII
p-ISSN: 2654-8534 http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa

kemiskinan dan upaya mewujudkan perdamaian dunia. Tatkala itu tidak ada yang menyangkal
jika dikatakan bahwa permasalahan dari kehadiran berbagai macam konflik di beberapa
kawasan di dunia ini berakar pada perbedaan etnis, ideologi, dan agama. Namun demikian,
memasuki abad ke-21, sumber konflik yang paling berarti dan penting berasal dari per-
masalahan lingkungan.
Permasalahan lingkungan hidup merupakan salah satu isu penting. Kerusakan lingkungan,
menurut Voza (2017), merupakan persoalan global yang terjadi di seluruh dunia. Ditegaskan-
nya, polusi merupakan masalah yang tersebar luas, bukan hanya masalah lama dan
belum terselesaikan bagi banyak negara maju, tetapi merupakan—atau akan segera men-
jadi—masalah baru dan kompleks bagi sejumlah negara berkembang. Demikian pula yang
dinyatakan oleh Bradshaw, Giam, & Sodhi (2010) bahwa kerusakan lingkungan telah terjadi
di berbagai negara, seperti Singapore, Korea, Qatar, Kuwait, Jepang, Thailand, Bahrain,
Malaysia, Philipines, Netherland, Denmark, Srilanka, Indonesia, dan sebagainya. Di Indo-
nesia, menurut laporan BNPB selama tahun 2016 terdapat 2.342 kejadian bencana yang
menyebabkan 522 orang meninggal dunia/ hilang serta 3,05 juta jiwa mengungsi dan menderita
(https://www.bnpb.go.id/ home/berita). Munculnya masalah lingkungan tersebut, dimulai
dari keinginan manusia untuk mendominasi lingkungan. Dominasi manusia itulah yang sering
menyebabkan terjadinya krisis atau kerusakan lingkungan (Okterm, 2003). Untuk itu, upaya
konservasi lingkungan atau pelestarian lingkungan menjadi tanggung jawab bersama, termasuk
elemen pendidikan.
Dalam konteks pendidikan di Indonesia, upaya pelestarian lingkungan tentu tidak hanya
menjadi tanggung jawab mata pelajaran tertentu, tetapi seluruh mata pelajaran. Hal
demikian disadari oleh pengembang Kurikulum 2013. Pada Kompetensi Inti (KI) kedua
(kompetensi sosial) ditegaskan bahwa peserta didik—khususnya SMP dan SMA—mampu
menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, santun, peduli (gotong royong, kerja
sama, toleran, damai), bertanggung jawab, responsif, dan proaktif melalui keteladanan,
pemberian nasihat, penguatan, pembiasaan, dan pengondisian secara berkesinambungan
serta menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam
berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan
diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. Berkenaan dengan mata pelajaran
Bahasa Indonesia—misalnya SMA—ada kompetensi yang secara spesifik bertalian erat
dengan kepedulian terhadap lingkungan, yaitu memiliki sikap jujur, disiplin, dan peduli dalam
menanggapi fenomena alam dan sosial (Permendikbud No. 21 Tahun 2016 tentang Standar
Isi Pendidikan Dasar dan Menengah). Seturut dengan yang digariskan dalam Permendikbud
tersebut, pencapaian kompetensi di atas tentu menjadi tanggung jawab guru mata pelajaran
bahasa Indonesia.
Tuntutan Kompetensi Inti di atas sejalan dengan kebutuhan pembelajaran abad ke-21,
yaitu berpikir kriris dan pemecahan masalah, kreatif dan inovasi, kolaborasi, dan komunikasi
atau yang dikenal dengan 4C (critical thinking dan problem solving, creative and innovation,
collaboration, and communication). Pemecahan masalah tersebut tentu mencakup kemampuan
memecahkan masalah lingkungan.
Konservasi lingkungan yang diharapkan dilakukan siswa dapat dimulai dengan mem-
berikan pengetahuan tentang lingkungan melalui teks-teks bertema lingkungan dan kemampu-
an memahami kearifan lingkungan yang dapat diperoleh melalui karya sastra. Lebih dari

16 Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII


Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII e-ISSN: 2655-1780
http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa p-ISSN: 2654-8534

itu, siswa diharapkan memiliki sikap positif terhadap lingkungan dan perilaku peduli dan me-
rawat lingkungan. Untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut dituntut tersedianya bahan
atau buku ajar berwawasan literasi ekologis. Jika setakat ini belum tersedia buku ajar yang
dimaksud, maka diperlukan kesediaan dan kemampuan guru bahasa Indonesia untuk
mengembangkan bahan ajar berwawasan literasi ekologis (ecological literacy) atau ekoliterasi.
Makalah ini secara ringkas akan menjelaskan pentingnya mengembangkan bahan atau
buku ajar bahasa Indonesia berwawasan literasi ekologis. Namun demikian, terlebih dahulu
akan dijelaskan dua hal yang dipandang penting dan gayut dengan upaya menjadikan siswa
melek lingkungan, yaitu pilar pembelajaran bahasa Indonesia dan perlunya mengelaborasi
kompetensi literasi siswa.

Pilar Pembelajaran Bahasa Indonesia


Guru bahasa Indonesia hendaknya menyadari bahwa mata pelajaran Bahasa Indonesia
menjadi modal dasar untuk belajar dan perkembangan anak-anak Indonesia. Mata pelajaran
Bahasa Indonesia membina dan mengembangkan kepercayaan diri siswa sebagai komuni-
kator, pemikir imajinatif dan warga negara Indonesia yang melek literasi dan informasi (Suwandi,
2019b, 2019c). Pembelajaran Bahasa Indonesia membina dan mengembangkan pengetahuan
dan keterampilan berkomunikasi yang dibutuhkan siswa dalam menempuh pendidikan dan di
dunia kerja.
Mata pelajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar siswa memiliki keterampilan men-
dengarkan, membaca, memirsa, berbicara, dan menulis. Dalam Kurikulum 2013, kompetensi
dasar dikembangkan berdasarkan tiga hal yang saling berhubungan dan mendukung, yaitu
(1) bahasa, (2) sastra, dan (3) literasi (Harsiati, Trianto, dan Kosasih (2017). Bahasa
mengacu pada pengetahuan tentang bahasa Indonesia dan penggunaannya secara efektif.
Siswa belajar bagaimana bahasa Indonesia dapat digunakan untuk mengungkapkan dan
mempertukarkan pengetahuan, keterampilan, sikap, perasaan, dan pendapat; berinteraksi
secara efektif; serta membina dan membangun hubungan. Pemahaman tentang bahasa,
bahasa sebagai sistem, dan bahasa sebagai wahana pengetahuan dan komunikasi akan
menjadikan siswa sebagai penutur Bahasa Indonesia yang produktif.
Pembelajaran sastra bertujuan melibatkan siswa mengkaji nilai kepribadian, budaya,
sosial, dan estetik. Pilihan karya sastra dalam pembelajaran berpotensi memperkaya kehidup-
an siswa, memperluas pengalaman kejiwaan, dan mengembangkan kompetensi imajinatif.
Siswa belajar mengapresiasi dan mencipta karya sastra. Pembelajaran sastra memperkaya
pemahaman siswa akan kemanusiaan dan sekaligus memperkaya kompetensi berbahasa.
Siswa menafsirkan, mengapresiasi, mengevaluasi, dan menciptakan teks sastra seperti
cerpen, novel, puisi, prosa, drama, film, dan teks multimedia (lisan, cetak, digital/online).
Karya sastra untuk pembelajaran yang memiliki nilai artistik dan budaya diambil dari karya
sastra daerah, sastra Indonesia, dan sastra dunia.
Sementara itu, aspek literasi bertujuan mengembangkan kemampuan siswa menafsir-
kan dan menciptakan teks yang tepat, akurat, fasih, dan penuh percaya diri selama
belajar di sekolah dan bahkan untuk kehidupan di masyarakat. Pilihan teks mencakup teks
media, teks sehari-hari, dan teks dunia kerja. Rentangan bobot teks dari kelas 1 hingga
kelas 12 secara bertahap makin kompleks dan makin sulit, dari bahasa sehari-hari penga-
laman pribadi hingga makin abstrak, bahasa ragam teknis dan khusus, dan bahasa untuk

Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII 17


e-ISSN: 2655-1780 Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII
p-ISSN: 2654-8534 http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa

kepentingan akademik. Siswa dihadapkan pada bahasa untuk berbagai tujuan, audiens,
dan konteks. Siswa dipajankan pada beragam pengetahuan dan pendapat yang disajikan
dan dikembangkan dalam teks dan penyajian multimodal (lisan, cetakan, dan konteks
digital) yang mengakibatkan kompetensi mendengarkan, memirsa, membaca, berbicara,
menulis dan mencipta dikembangkan secara sistematis dan berperspektif masa depan.
Jika kita cermati pembelajaran bahasa Indonesia dengan acuan Kurikulum 2013
sekurang-kurangnya didasarkan pada enam pilar, yaitu pendekatan komunikatif, pendekatan
saintifik, berbasis teks, berbasis CLIL (content language integrated learning), berbasis
pendidikan karakter, dan berbasis literasi. Keenam pendekatan tersebut tidak dapat dipisah-
pisahkan; keenamnya tali-temali.
Pendekatan komunikatif mengarahkan pembelajaran bahasa pada tujuan pembelajaran
yang mementingkan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi. Pembelajaran bahasa tidak
semata-mata mementingkan pengetahuan kaidah gramatikal. Penting disadari bahwa
kadang-kadang kita temukan pemakaian bahasa yang memenuhi kaidah gramatikal, tetapi
tidak serta-merta dapat dipahami oleh mitra bicara atau pembaca.
Teks dalam pendekatan berbasis genre bukan mengacu pada artikel. Teks merupakan
kegiatan sosial dan tujuan sosial. Ada tujuh jenis teks sebagai tujuan sosial, yaitu: laporan
(report), rekon (recount), eksplanasi (explanation), eksposisi (exposition: discussion, re-
sponse or review), deskripsi (description), prosedur (procedure), dan narasi (narrative).
Tujuan sosial melalui bahasa berbeda-beda sesuai tujuan. Pencapaian tujuan ini diwadahi
oleh karakteristik cara mengungkapkan tujuan sosial yang disebut struktur retorika, pilihan
kata yang sesuai dengan tujuan, serta tata bahasa yang sesuai dengan tujuan. Misalnya,
tujuan sosial eksposisi (berpendapat) memiliki struktur retorika tesis-argumen. Teks juga
mengacu pada cara komunikasi. Komunikasi dapat berbentuk tulisan, lisan, atau multimodal.
Teks multimodal menggabungkan bahasa dan cara komunikasi lainnya seperti visual, bunyi,
atau lisan sebagaimana disajikan dalam film atau penyajian komputer.
Pendekatan saintifik (pendekatan ilmiah) merupakan pilar yang lebih banyak menyedot
perhatian banyak guru; dan karenanya ada kecenderungan tereduksinya impelementasi
Kurikulum 2013 hanya pada aplikasi pendekatan saintifik. Dalam pendekatan atau proses
kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuwan lebih mengedepankan penalaran induktif
(inductive reasoning) ketimbang penalaran deduktif (deductive reasoning). Penalaran deduktif
melihat fenomena umum untuk kemudian menarik simpulan yang spesifik. Sebaliknya,
penalaran induktif memandang fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian menarik
simpulan secara keseluruhan.
Pembelajaran bahasa Indonesia juga menekankan pendidikan karakter. Terbitnya
Peraturan Presiden (PP) No. 87 tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK)
menjadikan pendidikan karakter sebagai platform pendidikan nasional untuk membekali
peserta didik dengan jiwa Pancasila dan karakter yang baik guna menghadapi dinamika
perubahan di masa depan. Perpres ini menjadi landasan untuk kembali meletakkan pendidikan
karakter sebagai jiwa utama dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Pendidikan
karakter harus diintegrasikan dalam proses pembelajaran; bukan sebagai program tambahan
atau sisipan.

18 Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII


Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII e-ISSN: 2655-1780
http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa p-ISSN: 2654-8534

Content Language Integrated Learning (CLIL) sesungguhnya bukanlah hal baru dalam
dunia pembelajaran bahasa. Pengintegrasian isi dan bahasa sudah digunakan selama
beberapa dekade dengan penamaan yang berbeda; istilah yang cukup lama dikenal adalah
pengajaran bahasa berbasis tugas (task-based learning and teaching). Para ahli pengajaran
bahasa menyepakati bahwa CLIL merupakan perkembangan yang lebih realistis dari
pengajaran bahasa komunikatif yang mengembangkan kompetensi komunikatif. Coyle
(2006, 2007) mengajukan 4C sebagai penerapan CLIL, yaitu content, communication,
cognition, culture (community/citizenship). Content berkaitan dengan topik yang berdimensi.
Communication berkaitan dengan bahasa yang digunakan (misalnya membandingkan,
melaporkan); bagaimana suatu jenis teks tersusun (struktur teks) dan bentuk bahasa apa
yang sering digunakan pada jenis teks tersebut. Cognition berkaitan dengan keterampilan
berpikir apa yang dituntut berkenaan dengan topik (misalnya mengidentifikasi,
mengklasifikasi). Culture berkaitan dengan muatan lokal lingkungan sekitar yang berkaitan
dengan topik.

Perluya Mengelaborasi Kompetensi Literasi Siswa


Kata (atau istilah) literasi tampaknya merupakan salah satu kata yang tinggi frekuensi
pemakainya (Suwandi, 2016, 2018). Jika tersedia data komputasional, barangkali pemakaian
kata literasi menduduki peringkat teratas. Banjir kata literasi bukan hanya terjadi di pelbagai
forum ilmiah (kampus, sekolah, atau lembaga pendidikan), slogan (tagline) dari lembaga
atau komunitas, pembahasan atau diskusi di media elektonik, perbincangan di media sosial,
dicanangkan sebagai gerakan, tulisan opini di berbagai media cetak; tulisan ilmiah di berbagai
jurnal atau buku, tetapi juga menjadi bahan perbincangan dalam kehidupan sehari-hari,
baik melalui komunikasi tata muka maupun komunikasi tatap layar. Banjir dan bahkan bah
kata literasi terjadi baik dalam dunia nyata maupun dunia maya.
Konsep literasi menyiratkan bahwa menulis dan membaca adalah praktik sosial yang
melibatkan penulis dan pembaca, yang oleh Stock (1983) disebut sebagai “komunitas
tekstual” dan Karel van der Toorn (2007) menyebut “budaya juru tulis (scribal culture).”
Kegiatan literasi acapkali identik dengan aktivitas membaca dan menulis. Namun demikian,
Deklarasi Praha pada tahun 2003 menyebutkan bahwa literasi juga mencakup bagaimana
seseorang berkomunikasi dalam masyarakat. Literasi juga bermakna praktik dan hubungan
sosial yang terkait dengan pengetahuan, bahasa, dan budaya (UNESCO, 2003). Deklarasi
UNESCO tersebut juga menyebutkan bahwa literasi informasi terkait pula dengan kemampu-
an untuk mengidentifikasi, menentukan, menemukan, mengevaluasi, menciptakan secara
efektif dan terorganisasi, menggunakan dan mengomunikasikan informasi untuk mengatasi
berbagai persoalan. Sejalan dengan itu, literasi—menurut Olson & Torrance, 2009, adalah
masalah praktis yang mendesak dan metafora untuk modernisme. Penggunaan literasi
begitu meresap dan beragam serta memengaruhi setiap aspek pribadi dan kehidupan sosial.
Literasi lebih dari sekadar membaca dan menulis, namun mencakup keterampilan ber-
pikir menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk cetak, visual, digital, dan
auditori. Pada abad ke-21 ini, kemampuan berliterasi peserta didik berkaitan erat dengan
tuntutan keterampilan membaca yang berujung pada kemampuan memahami informasi
secara analitis, kritis, dan reflektif (Suwandi, 2019). Kemampuan ini disebut sebagai literasi

Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII 19


e-ISSN: 2655-1780 Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII
p-ISSN: 2654-8534 http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa

informasi. Ferguson (www.bibliotech.us/pdfs/InfoLit.pdf) menjabarkan bahwa komponen


literasi informasi terdiri atas literasi dasar, literasi perpustakaan, literasi media, literasi teknologi,
dan literasi visual. Literasi Dasar (Basic Literacy) adalah kemampuan untuk mendengarkan,
berbicara, membaca, menulis, dan menghitung (counting) berkaitan dengan kemampuan
analisis untuk memperhitungkan (calculating), mempersepsikan informasi (perceiving),
mengomunikasikan, serta menggambarkan informasi (drawing) berdasarkan pemahaman
dan pengambilan simpulan pribadi.
Literasi Perpustakaan (Library Literacy), antara lain, memberikan pemahaman cara
membedakan bacaan fiksi dan nonfiksi, memanfaatkan koleksi referensi dan periodikal,
memahami Dewey Decimal System sebagai klasifikasi pengetahuan yang memudahkan
dalam menggunakan perpustakaan, memahami penggunaan katalog dan pengindeksan,
hingga memiliki pengetahuan dalam memahami informasi ketika sedang menyelesaikan
sebuah tulisan, penelitian, pekerjaan, atau mengatasi masalah. Oleh karena itu, sering
memberikan kepada siswa pengajaran dan praktik tentang keterampilan literasi perpustakaan
merupakan kunci untuk menciptakan atau mewujudkan orang dewasa yang melek informasi.
Literasi Media (Media Literacy) merupakan kemampuan untuk mengetahui berbagai
bentuk media yang berbeda, seperti media cetak, media elektronik (media radio, media
televisi), media digital (media internet), dan memahami tujuan penggunaannya. Siswa
harus diajarkan perbedaan antara fakta dan opini dan dapat membedakan antara informasi,
hiburan, dan bujukan. Mereka harus belajar bahwa semua informasi memiliki sumber dan
mengetahui sumber dan biasnya merupakan bagian penting dalam memahami informasi
apa pun. Pendidik berbicara tentang “pemikiran aras tinggi” dan tentang membantu siswa
menjadi “pemikir yang lebih kritis.” Tidak ada kebutuhan yang lebih besar daripada membantu
siswa menjadi pembaca kritis dan bahkan skeptis terhadap media massa.
Literasi Teknologi (Technology Literacy) adalah kemampuan memahami kelengkapan
yang mengikuti teknologi seperti peranti keras (hardware), peranti lunak (software), serta
etika dan etiket dalam memanfaatkan teknologi. Berikutnya, kemampuan dalam memahami
teknologi untuk mencetak, mempresentasikan, dan mengakses internet. Dalam praktiknya,
juga pemahaman menggunakan komputer (Computer Literacy) yang di dalamnya mencakup
menghidupkan dan mematikan komputer, menyimpan dan mengelola data, serta meng-
operasikan program perangkat lunak. Sejalan dengan membanjirnya informasi karena per-
kembangan teknologi saat ini diperlukan pemahaman yang baik dalam mengelola informasi
yang dibutuhkan masyarakat.
Literasi Visual (Visual Literacy) adalah pemahaman tingkat lanjut antara literasi media
dan literasi teknologi, yang mengembangkan kemampuan dan kebutuhan belajar dengan
memanfaatkan materi visual dan audiovisual secara kritis dan bermartabat. Tafsir terhadap
materi visual yang tidak terbendung, baik dalam bentuk cetak, auditori, maupun digital
(perpaduan ketiganya disebut teks multimodal), perlu dikelola dengan baik. Bagaimanapun
di dalamnya banyak manipulasi dan hiburan yang benar-benar perlu disaring berdasarkan
etika dan kepatutan.
Selain literasi informasi, siswa perlu dibekali wawasan literasi ekologis (ecological lireracy)
atau sering pula disebut literasi lingkungan (environmental literacy) dan secara singkat
disebut ekoliterasi. Menurut Roth (1992), literasi lingkungan atau literasi ekologis pada

20 Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII


Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII e-ISSN: 2655-1780
http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa p-ISSN: 2654-8534

dasarnya adalah kapasitas untuk memahami dan menafsirkan kesehatan relatif dari sistem
lingkungan dan mengambil tindakan yang tepat untuk mempertahankan, memulihkan,
atau meningkatkan kesehatan sistem tersebut. Literasi ekologis terdiri atas empat komponen,
yaitu (1) pengetahuan (knowledge), (2) kecenderungan sikap (affective tendency), (3)
perilaku (behaviour), dan (4) keterampilan kognitif (cognitive skills).
Komponen pengetahuan mencakup: (1) pengetahuan umum tentang konsep lingkungan
(ekologi) yang merujuk pada pengetahuan dan pemahaman seseorang tentang sistem
alam bekerja dan bagaimana hubungannya dengan sistem sosial; (2) pengetahuan sosial
politik (social-politic knowledge), yakni pemahaman terhadap suatu keyakinan sistem politik,
nilai-nilai ekologis (lingkungan) dari berbagai budaya, dan pemahaman tentang bagaimana
aktivitas kebudayaan memberikan pengaruh terhadap lingkungan dari perspektif ekologis;
dan (3) pengetahuan tentang isu-isu lingkungan (knowlegde of environmental issue), yang
meliputi pemahaman terhadap masalah-masalah lingkungan yang berasal dari interaksi
antarmanusia dan pengetahuan yang terkait dengan solusi alternatif untuk masalah-masalah
lingkungan.
Kecenderungan sikap mengacu pada faktor-faktor dalam diri individu yang memungkin-
kan mereka mampu merefleksikan isu-isu lingkungan berdasarkan intrapersonal, yakni
merujuk pada kemampuan memahami diri sendiri dan bertindak sesuai dengan pemahaman
tersebut dalam menilai isu-isu lingkungan serta mampu menjamin tindakan mereka sendiri.
Komponen kecenderungan sikap bertalian erat dengan kepekaan terhadap lingkungan,
sikap, dan pemikiran moral.
Komponen perilaku terdiri atas (1) faktor-faktor penentu tambahan yang dijadikan
sebagai ukuran dalam hal perilaku bertanggungjawab terhadap liingkungan, seperti asumsi
terhadap tanggungjawab pribadi dan pengendalian diri dan (2) perilaku bertangung jawab
terhadap lingkungan, yang berupa respon dan partisipasi aktif dalam memecahkan atau
menyelesaikan permasalahan lingkungan. Perilaku bertanggungjawab terhadap lingkungan
mencakup tindakan mempersuasi dan memberikan saran untuk menjaga lingkungan;
tindakan menggunakan uang atau dana untuk keperluan lingkungan dan pelestariannya;
tindakan perencanaan dan pelaksanaan pelestarian lingkungan; aksi politis untuk penyelesaian
masalah lingkungan hingga tahap membuat kebijakan pada tataran lingkungan politis itu
sendiri; dan tindakan hukum untuk mengatasi permasalahan lingkungan.
Keterampillan kognitif merupakan keterampilan yang berkaitan dengan masalah dan
isu-isu lingkungan, termasuk keterampilan menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi
isu-isu lingkungan berdasarkan bukti dan nilai-nilai pribadi. Keterampilan kognitif mencakup
keterampilan yang diperlukan dalam hal memilih strategi tindakan yang tepat, mengevaluasi,
dan mengimplementasikan perencanaan.
Tercakup dalam komponen ini adalah pemikiran sistemik dan peramalan (forecasting).
Dengan pemberian wawasan literasi ekologis diharapkan siswa menjadi manusia yang
melek ekologi. Melek ekologi (ecoliteracy) adalah istilah yang digunakan oleh Capra (1997)
untuk menggambarkan manusia yang sudah mencapai tingkat kesadaran tinggi tentang
pentingnya lingkungan hidup. Ditekankan olehnya tentang upaya membangun sebuah
masyarakat berkelanjutan, baik pada tingkat global, nasional, atapun daerah. Sebuah
masyarakat berkelanjutan membangun dan menata kehidupannya secara bersama dengan
bertumpu pada kesadaran tentang pentingnya lingkungan hidup.

Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII 21


e-ISSN: 2655-1780 Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII
p-ISSN: 2654-8534 http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa

Pengembangan Bahasa Ajar Berwawasan Literasi Ekologis


Terdapat pertautan yang sangat erat antara kemampuan literasi dan penerapan pendekatan
teks. Aspek penting pembelajaran bahasa Indonesia berbasis literasi adalah mengembangkan
kemampuan siswa memahami dan menginterpretasikan serta memroduksi teks. Pembelajar-
an bahasa berbasis teks diterapkan sebagai suatu upaya pengenalan dan penyadaran agar
siswa mengenal ciri-ciri tekstual dan linguistik yang membangun dan membentuk teks. Pem-
belajaran bahasa yang menekankan pada teks telah terlebih dahulu diintroduksi oleh Austra-
lia dengan menerapkan pedagogi berbasis genre (genre-based pedagogy) di sekolah maupun
lembaga-lembaga pendidikan lainnya (Rothery 1996; Christie, 1999; Macken-Horarik 2001).
Penerapan pendekatan pedagogi genre didasarkan pada siklus “belajar melalui bimbingan
dan interaksi” yang menonjolkan strategi pemodelan teks dan membangun teks secara
bersama-sama sebelum membuat teks secara mandiri. Siklus yang dikembangkan Rothery
(1996) mencakup: (1) pemodelan teks (modelling a text), (2) konstruksi teks bersama
(joint construction of a text), dan (3) konstruksi teks secara mandiri (independent con-
struction of a text). Siklus Rothery selanjutnya dikembangkan Firkins, Forey, dan Sengupta
(2007) dengan modifikasi penjenjangan yang meliputi: (1) pengembangan kesadaran
kontekstual dan metakognitif (schema building), misalnya menggali pengalaman siswa; (2)
pengunaan teks otentik sebagai model; (3) pengenalan dan pernyataan kembali meta-
wacana; dan (4) penghubungan teks (intertekstualitas) dengan secara gamblang men-
diskusikan persamaan yang ditemukan dalam suatu genre, misalnya tipe leksiko-gramatikal
yang biasanya ditemukan dalam teks prosedural.
Muara dari pembelajaran bahasa adalah kemampuan siswa untuk mengintrepetasi
dan memroduksi beragam teks sesuai dengan konteksnya. Pada aspek ekspresi-produktif,
dengan difasilitasi guru, siswa SMP diharapkan mampu menghasilkan teks-teks deskripsi
tentang objek atau peristiwa, laporan hasil observasi, puisi, surat, iklan, poster, slogan,
artikel ilmiah popular, pidato, cerita inspiratif, dsb. Sementara itu, siswa SMA diharapkan
mampu menghasilkan teks-teks laporan hasil observasi, eksposisi, anekdot, cerita pendek,
puisi, biografi, proposal karya ilmiah, resensi, opini/editorial, cerita fiksi, dsb.
Melalui pembelajaran bahasa Indonesia dengan pedagogi genre—tentu dipadu dengan
pendekatan lainnya—guru dapat menanamkan kesadaran tentang pelestarian lingkungan.
Melalui penggunaan beragam teks pengetahuan, sikap positif, dan perilaku peduli lingkungan
siswa dikembangkan. Nilai-lilai literasi ekologis terus-menerus dinternalisasikan untuk mem-
bentuk perilaku sadar lingkungan. Hal itu sangatlah beralasan karena di dalam setiap teks
terdapat sejumlah nilai dan melalui bahasa sebagai media penting untuk memroduksi teks,
menurut Wills (1996), pengetahuan dan nilai-nilai dikomunikasikan dan diinternalisasikan.
Pembelajaran yang baik dan efektif tentu menuntut tersedianya bahan ajar, yang pada
umumnya berupa buku ajar. Untuk itu, jika kita menghendaki para siswa memiliki pengetahuan
dan perilaku menjaga dan merawat lingkungan, maka ketersediaan buku sebagai media
literasi ekologis memliki peran strategis. Pentingnya buku dalam pembelajaran tidak bisa di-
bantah. Buku pelajaran dipandang sebagai sebuah sumber untuk mencapai tujuan pem-
belajaran. Dinyatakan oleh Cunningswort (1995) bahwa buku pelajaran memiliki peran ganda
dalam pembelajaran bahasa dan dapat berfungsi sebagai (1) sumber untuk bahan presentasi
lisan atau tertulis; (2) sumber aktivitas bagi praktik dan interaksi komunikatif siswa; (3)

22 Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII


Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII e-ISSN: 2655-1780
http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa p-ISSN: 2654-8534

sumber referensi untuk siswa mengenai aspek kebahasaan (seperti tata bahasa, kosa
kata, dan pengucapan); (4) sumber rangsangan dan ide bagi aktivitas bahasa kelas; dan
(5) silabus (dalam buku terdapat tujuan belajar yang telah ditentukan).
Nilai literasi ekologis yang terdapat dalam buku teks bahasa Indonesia pada umumnya
masih terbatas. Dalam penelitian tentang literasi ekologis dalam buku pelajaran bahasa
Indonesia yang mengacu pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk Sekolah
Menengah Atas, Suwandi, Yunus, dan Zainnuri (2018) menemukan masih sedikit muatan
literasi ekologis; dan muatan nilai literasi ekologis tersebut didominasi pada aspek pengetahuan,
dan sangat sedikit yang berkaitan dengan affective tendency, behaviour, dan cognitive
skills. Temuan penelitian atas tiga buku yang dijadikan sampel dikemukakan pada Tabel 1.

Table 1. Frequency Distribution and Percentage og Ecological Literacy on Indonesian


Textbooks for Senior High School
Ecological Literacy Component
Indonesian Language
Afective Cognitive Comparasion
Textbook Knowledge Behaviour
Tendency Skills
Berbahasa Indonesia f 31 10 8 6 55
(Buku 1) % 56 18 15 11 64,7
Bahasa dan Sastra f 12 0 2 4 18
Indonesia (Buku 2) % 67 0 11 22 21,2
Cerdas Berbahasa f 11 0 0 1 12
Indonesia (Buku 3) % 92 0 0 8 14,1
f 54 10 10 11 85
Total
% 63,5 11,7 11,7 12,9 100

Tenik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi (content analysis).
Dengan menggunakan kalimat dan paragraf sebagai unit analisis, berdasarkan data pada
Tabel 1, dari ketiga buku hanya ditemukan 85 data. Dari 85 data yang ada, 63% (54 data)
berupa komponen pengetahuan. Komponen keterampilan kognitif sebesar 12,9% serta
komponen kecenderungan afektif dan perilaku masing-masing 11,7%. Ada temuan menarik
lainnya, yakni dua dari tiga buku tidak memuat komponen afektif nilai literasi ekologis dan
satu buku lainnya tidak ada muatan komponrn nilai afektif dan perilaku.
Sementara itu, untuk objek kajian buku pelajaran bahasa Indonesia bagi siswa SMA
yang mengacu pada Kurikulum 2013 yang diterbitkan Kementerian Pendidikan dan Kebu-
dayaan, Suwandi, Zainnuri, dan Yunus (2018) menyimpulkan bahwa sungguhpun muatan
nilai literasi ekologis jauh lebih banyak daripada yang terdapat dalam buku dengan acuan
KTSP, secara keseluruhan keempat buku yang diteliti belum menyajikan nilai literasi ekologis
yang memadahi. Muatan nilai literasi ekologis yang ditemukan juga masih didominasi kom-
ponen pengetahuan (lihat Tabel 2).

Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII 23


e-ISSN: 2655-1780 Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII
p-ISSN: 2654-8534 http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa

Table 2. Frequency Distribution and Percentage of Ecological Literacy on Indonesia


Textbooks for Senior High School
Ecological Literacy Component
Indonesian Language
Afective Cognitive Comparasion
Textbook Knowledge Behaviour
Tendency Skills
bahasa Indonesia f 27 15 11 4 57
Kelas X (Book 1) % 47 26 19 7 20,21
Bahasa Indonesia f 39 20 23 6 88
Kelas XI (Book 2) % 44 23 26 7 31,21
Bahasa Indonesia f 25 13 17 27 82
Ekspresi DIri dan
Akademik Kelas XI % 30 16 21 33 29,08
Semester 1 (Book 3)
Bahasa Indonesia f 29 3 7 16 55
Ekspresi DIri dan
Akademik Kelas XI % 53 5 13 29 19,5
Semester 1 (Book 3)
f 120 51 58 53 282
Total
% 42,5 18,08 20,56 18.79 100

Berdasarkan data yang tersaji pada Tabel 2 diketahui bahwa dari 282 data, 42,5%
(120 data) berupa komponen pengetauan, disusul komponen perilaku (20,56%), dan
ketiga komponan sikap dan keyerampilan kognitif yang menunjukkan besaran yang hampir
sama. Agak berbeda dengan ketiga buku lainnya, buku keempat mengandung komponen
afektif dan perilaku yang paling sedikit.
Sebelumnya, Suwandi, Yunus, dan Rahmawati (2017) juga melakukan penelitian dengan
fokus nasalah yang sama untuk buku ajar bahasa Indonesia SMP. Penelitian itu antara lain
menyimpulkan bahwa (1) sudah ada muatan nilai kecerdasan ekologis dalam buku, tapi
masih lebih dominan bersifat pengetahuan, (2) buku kurang mengakomodasi siswa mela-
kukan tindakan nyata untuk memecahkan masalah, dan (3) tidak ada soal atau pertanyaan,
latihan, atau penilaian unjuk kerja yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan.
Ada sejumlah aspek yang perlu diperhitungkan dalam pengembangan buku pelajaran
atau bahan ajar bahasa Indonesia berwawasan literasi ekologis, yaitu (1) wacana atau
teks yang dipilih sesuai dengan minat dan perkembangan kognitif siswa, (3) isu-isu atau
tema lingkungan yang mutakhir dan kontekstual, (3) disesuaikan dengan tuntututan
kompetensi inti dan kompetensi dasar yang terdapat dalam kurikulum, dan (4) soal atau
tugas yang gayut dengan kompetensi dasar dan indikator. Di samping itu juga perlu
diperhatikan aspek grafika, yang antara lain menampilkan gambar-gambar yang mendukung
dan mematik minat siswa.
Tema yang bisa dipertimbangan untuk dipilih dapat berkaiatan dengan isu lingkungan
yang bersifat lokal, nasional, maupun global, seperti pemeliharaan kebersihan lingkungan
(sekolah, masyarakat), pengelolaan dan penggunaan air, pengurangan pencemaran (air,
udara), pengelolaan dan pemanfaatan sampah, pengelolaan sungai, pelestarian hutan,
penyelamatan bencana alam, dan pemanasan global. Penting pula diperhatikan isu-isu
lingkungan yang bertalian dengan visi dan misi sekolah.
Sekadar contoh, untuk bahan ajar teks laporan hasil observasi untuk siswa kelas X
SMA, kita bisa memilih tema “mengenal lingkungan sekitar’. Mengacu pada Kompetensi
Dasar (KD) Mengidentifikasi laporan hasil observasi yang dipresentasikan dengan lisan dan

24 Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII


Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII e-ISSN: 2655-1780
http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa p-ISSN: 2654-8534

tulis, kita dapat merumuskan indikator (1) mengidentifikasi pengertian laporan observasi;
(2) mengenali isi laporan hasil observasi; (3) mengenali ciri-ciri laporan hasil observasi; (4)
mengenali bagian-bagian laporan hasil observasi; (5) mengenali karakteristik bahasa laporan
hasil observasi; (6) menentukan aspek lingkungan dalam isi laporan hasil observasi; (7)
merangkai ide pokok tentang lingkungan dalam laporan hasil observasi; dan (8) menanggapi
aspek lingkungan dalam laporan hasil observasi. Sementara itu, dari KD Menginterpretasi
isi teks laporan hasil observasi berdasarkan interpretasi baik secara lisan maupun tulisan
dapat dirumuskan indikator (1) menjelaskan teks laporan hasil observasi yang belum lengkap;
(2) elengkapi teks laporan hasil observasi; (3) membedakan isi teks laporan hasil observasi
berdasarkan interpretasi; (4) menyusun interpretasi berbasis lingkungan dari hasil laporan
observasi; (5) menafsirkan aspek lingkungan dalam laporan hasil observasi; (6) menyusun
hasil interpretasi teks laporan hasil observasi tentang lingkungan; (7) mempresentasikan
hasil-hasil interpretasi berbasis lingkungan pada teks laporan hasil observasi; (8) menanggapi
hasil interpretasi lingkungan atas laporan hasil observasi; dan (9) memberikan ulasan tentang
hasil interpretasi laporan hasil observasi.
Berbagai teks bermuatan nilai lingkungan—artikel sains, artikel opini, cerita rakyat,
cerita pendek, novel, puisi, dan anekdot, dsn sebagainya—dapat dipilih dan digunakan
dalam pengembangan bahan ajar berwawasan literasi ekologis. Berikut dikemukakan contoh
teks bermuatan nilai literasi ekologis.

Pengganti Kertas
Suatu hari, di kelas sedang terjadi tanya jawab antara guru dengan murid-muridnya.
“Bumi semakin rusak dan panas. Terjadi banjir dan tanah longsor. Semua ini terjadi
karena apa?” tanya Bu Guru.
“Karena pohon-pohon banyak yang ditebang!” jawab Budi.
“Kenapa ditebang?” tanya Bu Guru kembali.
“Untuk diolah menjadi kertas!” jawab Sinta.
“Kertasnya untuk apa?” tanya Bu Guru kembali.
“Untuk lembar ujian sekolah!” jawab Bejo.
“Terus solusinya apa?” tanya Bu Guru penasaran.
“Solusinya untuk menyelamatkan bumi, ujian sekolah tidak boleh pakai kertas.
Tapi pakai komputer!” jawab Bejo.
Seluruh teman-teman Bejo bertepuk tangan.

Adapatasi dari www.riajenaka.com

Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII 25


e-ISSN: 2655-1780 Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII
p-ISSN: 2654-8534 http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa

Puisi Balada Tukang Sampah


Karya: Fie Asyura

Rezekinya berpelukan dengan bau menyengat


Sampah-sampah busuk bagai bunga Bangkai
Bertaburan menghiasi bumi kota
Pada terbit fajar menikmati perjalanan dalam gerobak
Rupiah demi rupiah dengan bangga ia serahkan
Bendahara rumah menyambut tawakal
Nilai sehari untuk orang-orang kaya
Sebulan dengan hemat untuknya sekeluarga
Ketika pagi datang jalanan bersih dan rapi
Wajah-wajah riang berseri-seri memulai hari
Sampah-sampah busuk telah dibawa pergi
Baupun hilang kota bertambah asri
Mereka orang-orang yang terlupakan
Ketiadaan mereka menjadi masalah besar
Namun adakah yang mau memikirkan?
Atau yang ingin memberikan uluran?
Mereka orang-orang yang terpinggirkan
Jasa mereka tidak pernah menjadi sebutan
Andaikan di hati kita tidak ada kesombongan
Kan kita akui mereka adalah Pahlawan Kebersihan

Sumber: https://www.berkaspuisi.com/2018/12

Tagihan pembelajaran berwawasan literasi ekologis harus mencakup aspek pengetahuan,


sikap, keterampilan kognitif, dan perilaku nyata. Terkait dengan tema dan KD di atas, untuk
aspek pengetahuan, siswa diminta untuk mengidentifikasi tumbuhan dan tanaman di rumah,
sekolah, atau masyarakat yang sudah tidak ada karena ditebang untuk pembangunan
rumah-rumah baru. Dari aspek sikap, siswa diminta untuk mengungkapkan apa yang sudah
dan belum dilakukan terkait dengan permasalahan lingkungan yang mereka hadapi dan me-
minta mengungkapkan pemikiran-pemikiran etis dan normatif dalam menghadapi permasalahan
lingkungan. Dari aspek keterampilan kognitif, siswa secara individual atau berkelompok diminta
menganalisis dan mengevaluasi berbagai pemasalahan lingkungan atau fenomena bencana
alam, mendiskusikan strategi pemecahannya, memilih alternatif pemacaham dan menyusun
perencanaan yang dapat dimlementasikan. Sementara itu untuk aspek keperilakukan, siswa
dituntut tanggung jawab secara nyata dalam mengatasi masalah lingkungan (membuang
sampah pada tempatnya, mamatikan kran air yang tidak lagi dipakai, mematikan lampu
atau AC ruang yang tidak dugunakan); mengadvokasi teman-teman atau orang lain untuk
peduli lingkungan, berani melaporkan ke pihak yang berwenang tatkala terjadi kejahatan
lingkungan, melakukan aksi politis atau sosial dalam penyelamatan lingkungan atau alam,
meminta partisipasi siswa untuk mengumpulkan dana guna memecahkan masalah ling-
kungan atau membangun ekosistem yang baik.

26 Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII


Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII e-ISSN: 2655-1780
http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa p-ISSN: 2654-8534

Pengintegrasian nilai literasi ekologis (ekoliterasi) dalam buku ajar bahasa Indonesia di-
sajikan dalam wacana, soal, latihan maupun tugas. Penting pula diperhatikan pada bagian-
bagian lain, seperti judul, prakata, dan petunjuk. Hal lain yang tidak kalah penting adalah
perhatian pada aspek kegrafikaan, termasuk penyajian gambar-gambar yang dapat
mengomplementasi penjelasan dan menjadikan buku lebih menarik dan bermakna.
Tersedianya buku atau bahan ajar yang baik menjadi faktor penentu keberhasilan
pembelajaran, yakni siswa memiliki kemampuan menyimak, berbicara, memirsa, membaca,
dan menulis dan sekaligus pembelajaran yang dapat memberikan pengetahuan, keteram-
pilan, dan sikap positif kepada anak tentang pentingnya menjaga dan melestarikan lingkungan.
Melalui buku pelajaran yang berbasis pada nilai-nilai cinta alam/lingkungan, ditegaskan oleh
Jung (Utina, 2012), anak difasilitasi agar menjadi insan yang melek ekologi (ecoliteracy).
Literasi ekologis diyakini memiliki kekuatan besar untuk menanggulangi berbagai bencana
alam yang disebabkan oleh perilaku buruk manusia terhadap alam dan lingkungan sekitarnya.
Hal itu sejalan dengan penelitian eksperimental yang dilakukan Suwandi, Yunus, dan Rahwati
(2018) yang antara lain menyimpulkan bahwa buku teks bahasa Indonesia berbasis
kecerdasan ekologis berpengaruh terhadap perilaku ramah lingkungan siswa.

SIMPULAN
Berdasarkan paparan di atas dapat ditarik beberapa simpulan. Pertama, sejalan dengan
yang digariskan dalam Permendikbud No. 21 Tahun 2016 yang antara lain menyatakan
bahwa siswa dituntut memiliki sikap jujur, disiplin, dan peduli dalam menanggapi fenomena
alam dan sosial, pembelajaran bahasa Indonesia berwawasan literasi ekologis sangat diperlu-
kan. Pembelajaran demikian diyakini mampu mewujudkan insan yang melek lingkungan,
yakni manusia yang memiliki kesadaran tinggi tentang pentingnya lingkungan hidup. Kedua,
enam pilar pembelajaran bahasa Indonesia—pendekatan komunikatif, pendekatan saintifik,
berbasis teks, berbasis CLIL, berbasis pendidikan karakter, dan berbasis literasi—mendukung
pembelajaran berwawasan literasi ekologis. Ketiga, perlunya mengelaborasi kompetensi
literasi siswa. Selain literasi informasi, siswa perlu dibekali wawasan literasi ekologis. Siswa di-
tuntut bukan saja memiliki pengetahuan ekologi, tetapi juga sikap, keterampilan kognitif,
dan perilaku nyata dalam merawat, memelihara, dan terlibat secara aktif dalam upaya pe-
mecahan masalah lingkungan. Keempat, karena kurang tersedianya buku atau bahan
yang relevan dengan kebutuhan menghasilkan generasi melek lingkungan, guru dituntut
komitmen dan kemampuannya dalam mengembangakan bahan atau buku ajar berwawasan
literasi ekologis.

DAFTAR PUSTAKA
Akhadi, M. 2013. Ekologi Energi: Mengenali Dampak Lingkungan dalam Pemanfaatan
Sumber-Sumber Energi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Alikodra, H. S. 2013. Konservasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan: Pendekatan Ecosophy
bagi Penyelamatan Bumi. Yogyakarta: Gadjah mada University Press.
Bradshaw, C. J. A., Giman, X., & Sodhi, N. S. 2010. Evaluating the Relative Environmental
Impact of Countries. PLOS One Research Article Journal. 16(2), 1—6. https://doi.org/
10.1371/journal.pone.0010440

Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII 27


e-ISSN: 2655-1780 Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII
p-ISSN: 2654-8534 http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa

Capra, F. 1997. The Web of Life: A New Scientific Understanding of Living Systems .
London: Flamingo.
Christie, F. (ed.). 1999. Pedagogy and the Shaping of Consciousness. London: Continuum.
Coyle, D. 2006. “Developing CLIL: Towards a Theory of Practice” dalam Monograph 6
(pp. 5–29) Barcelona: APAC.
Coyle, D. 2007. “The CLIL Quality Challenge” dalam D. Marsh & D. Wolff (eds) Diverse
Contexts – Converging Goals: CLIL in Europe (pp. 47–58). Frankfurt: Peter Lang.
Cunningsworth, A. 1995. Choosing Your Coursbook. Oxford: Heinemann.
Ferguson, B. Information Literacy: A Primer for Teachers, Librarians, and other Informed
People. (www.bibliotech.us/pdfs/InfoLit.pdf)
Firkins, A.; Forey, G. dan Sengupta, S. 2007. “A Genre-Based Literacy Pedagogy: Teaching
Writing to Low Proficiency EFL Students”, English Language Teaching Journal, Oktober,
2007.
Harsiati, T; Trianto, A. & Kosasih, E. 2017. Buku Guru Bahasa Indonesia SMP Kelas VII.
Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud.
Macken-Horarik, M. 2001. ‘Something to shoot for: a systemic functional approach to
teaching genre in secondary school science’ dalam A. M. Johns (ed.) Genre in the
Classroom: Multiple Perspectives. London: Lawrence Erlbaum Associates.
Okterm, M. 2003. City, Environment and Globalization. Istambul: Alfa Publishing.
Olson, D. R. & Torrance, N. (ed.) 2009. The Cambridge Handbook of Literacy. Cam-
bridge: Cambridge University Press.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 21 Tahun 2016 tentang Standar Isi
Pendidikan Dasar dan Menengah.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan
Karakter.
Roth, C. E. 1992. Environmental Literacy: Its Roots, Evolution, and Directions in the1990s.
Columbus, OH: ERIC Clearinghouse for Science, Mathematics, and Environmental
Education.
Rothery, J. 1996. ‘Making changes: developing an educational linguistics’ in R. Hasan and
G. Williams (eds.). Literacy in Society. London: Longman.
Stock, B. 1983. The Implications of Literacy. Princeton, NJ: Princeton University Press.
Suwandi, S. 2016. Pengembangan Budaya Literasi sebagai Investasi Pengukuhan Kemarta-
batan Bangsa, Makalah dipresentasikan dalam Seminar Literasi (Semlit) dengan tema
“Mengembangkan Literasi di Indonesia” yang diselenggarakan oleh Jurusan Bahasa
dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Surabaya, 29 Oktober
2016.
Suwandi, S. 2018. Tantangan Mewujudkan Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
yang Efektif di Era Revolusi Industri 4.0, Makalah dipresentasikan dalam Kongres
Bahasa Indonesia XI yang diselenggarakan Badan Pengembangan dan Pembinaan
Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 28-31 Oktober 2018.
Suwandi, S. 2019a. Pendidikan Literasi: Membangun Budaya Belajar, Profesionalisme Pendidik,
dan Budaya Kewirausahaan untuk Mewujudkan Marwah Bangsa. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.

28 Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII


Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII e-ISSN: 2655-1780
http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa p-ISSN: 2654-8534

Suwandi, S. 2019b. Mengadvokasi Siswa Menghasilkan “Karya Buku” dalam Pembelajaran


Bahasa Indonesia Berbasis Literasi, Makalah dipresentasikan pada Konferensi Nasional
Bahasa dan Sastra V yang diselenggarakan Program Doktor Pendidikan Bahasa Indo-
nesia FKIP Universitas Sebelas Maret, 19 Oktober 2019.
Suwandi, S. 2019c. Implementasi Pembelajaran Bahasa Indonesia: Mengakomodasi
Kebutuhan Pembelajaran Abad Ke-21 (7C, 3R, dan 3M), Makalah dipresentasikan
dalam Seminar Nasional dengan tema “Paradigma Pembelajaran Bahasa, dan Sastra
pada Era Society 5.0” yang diselenggarakan oleh Program Studi Bahasa dan Sastra
Indonesia, FKIP, Universitas PGRI Madiun, 2 November 2019.
Suwandi, S., Yunus, A. & Zainnuri, H. 2018. “Indonesian Language Textbook based on
Educational Unit Level Curriculum for Senior High School Students A Study on Ecological
Literacy Perspective’ in Advances in Social Science, Education and Humanities Re-
search (ASSEHR) volume 267 5th Asia-Pacific Education Conference (AECON), Atlantis
Press, pp. 180-183.
Suwandi, S., Yunus, A., & Rahmawati, L. E. 2017. “Ecological Intelligence Values in Indone-
sian Language Textbooks for Junior High School Students” in Journal of Social Sciences
& Humanities. 25 (S), pp. 237-248.
Suwandi, S., Yunus, A., & Rahmawati, L. E. 2018. “The Effectiveness of Ecological Intelli-
gence-Based Indonesian Language Textbooks on the Environmentally Friendly Behav-
iors of State Junior High School Students in Surakarta” in The 1st International Seminar
on Language, Literature and Education , KnE Social Sciences, pp. 261–267. DOI
10.18502/kss.v3i9.2687
Suwandi, S., Zainnuri, H., & Yunus, A. 2019. “Ecological literacy values in Indonesian
language textbook for senior high school students published by Ministry of Education
and Culture” in Journal of Physics: Conf. Series 1360 (2019) 012006 IOP Publishing
doi:10.1088/1742-6596/1360/1/012006
Utina, R. 2012. “Kecerdasan Ekologis dalam Kearifan Lokal Masyarakat Bajo Desa Torosiaje
Provinsi Gorontalo”, Prosiding Konferensi dan Seminar Nasional Pusat Studi Lingkungan
Hidup Indonesia Ke 2, 13-15 September 2012 di Mataram.
van der Toorn, K. 2007. Scribal Culture and the making of the Hebrew Bible. Cambridge,
MA: Harvard University Press.
Vozza, D. 2017. “Historical Pollution and Long-Term Liability: A Global Challenge Needing an
International Approach?” in F. Centonze, & S. Manacorda (Eds.), Historical Pollution.
Comparative Legal Responses to Environmental Crimes (1 ed., pp. 423-461). Springer
International Publishing. https://doi.org/10.1007/978-3-319-56937-6_14
Wills, J. 1996. A Framework for task-based learning. England: Longman.

Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII 29


Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII e-ISSN: 2655-1780
http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa p-ISSN: 2654-8534

DISFEMISME BAHASA PENDUKUNG CALON PRESIDEN


DAN WAKIL PRESIDEN RI TAHUN 2019
DI RUANG VIRTUAL YOUTUBE

Agus Syahid1, Aceng Ruhendi Saifullah2


Universitas Pendidikan Indonesia1,2
deragus@gmail.com

ABSTRAK
Disfemisme adalah uangkapan atau kata-kata kasar yang sering digunakan seseorang dalam
mengungkapkan ide atau gagasan dan perasaan di media sosial. Tujuan dari penelitian ini
adalah menganalisis bentuk, arti, dan fungsi penggunaan disfemisme yang dilakukan oleh
para pendukung calon presiden dan wakil presiden RI tahun 2019 di ruang virtual Youtube.
Lebih jauh lagi, melalui penelitian ini peneliti ingin membongkar perilaku berbahasa para pen-
dukung capres dan cawapres tahun 2019. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis
dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik yang dipergunakan dalam penelitian ini
adalah teknik simak bebas libat cakap dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan
bentuk disfemisme dapat berupa emoji, kata, frasa, singkatan, dan idiom atau ungkapan.
Fungsi dari defemisme antara lain; (1) sebagai perantara untuk menyatakan hal yang tabu
atau tidak senonoh, (2) sebagai penunjuk rasa tidak suka atau tidak setuju, (3) sebagai penunjuk
rasa marah atau jengkel, (4) sebagai penunjuk rasa tidak hormat, (5) sebagai sarana untuk
mengolok-olok, mencela, atau menghina, (6) sebagai sarana untuk melebih-lebihkan sesuatu
dalam bertutur, dan (7) sebagai sarana untuk mengkritik lawan politik. Dari hasil analisis di
atas, dapat disimpulkan bahwa bangsa Indonesia tidak mencerminkan perilaku berbahasa
yang santun di ruang virtual Youtube dalam hal dukung mendukung capres dan cawapres
pada tahun 2019.

Kata Kunci: Disfemisme; Bahasa Pendukung Capres 2019; Youtube.

PENDAHULUAN
Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi penting dalam kehidupan manusia. Melalui
bahasa manusia dapat berinteraksi antar sesama. Dalam menyampaikan pendapat atau
gagasan manusia dapat melakukannya secara lisan atau tulisan. Melalui media komunikasi
di ruang virtual internet seperti; facebook, tweeter, instagram, youtube, dan sebagainya
memungkinkan manusia melakukan interaksi sosial dengan cara tulisan. Youtube adalah
salah satu media sosial yang digunakan banyak orang untuk mengunggah dan mengunduh
video dan memungkinkan orang lain dalam menanggapi atau mengomentari video tersebut
melalui fitur kolom komentar. Dalam kolom komentar tersebut para penanggap bisa dengan
leluasa mengomentari isi video ataupun tanggapan penanggap lainnya sehingga isi tanggapan
bisa dua arah seperti halnya dialog. Tidak jarang para penanggap menggunakan kata-kata
atau ungkapan yang kurang baik, bahkan bisa dikatakan kasar. Ungkapan atau kata-kata
kasar tersebut disebut disfemisme.

Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII 175


e-ISSN: 2655-1780 Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII
p-ISSN: 2654-8534 http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa

Disfemisme, menurut Allan & Burridge (1991:26) yaitu “A dysphemism is an expres-


sion with connotations that are offensive either about the denotatum or to the audience,
or both, and it is substituted for a neutral or euphemistic expression for just that reason”
yang dapat diartikan bahwa disfemisme adalah ungkapan dengan konotasi yang menyakit-
kan, baik tentang pembicara maupun pendengar, atau keduanya, dan digantikan dengan
ungkapan netral atau eufemisme karena alasan tersebut. Chaer (2002:145) berpendapat
bahwa disfemisme berarti usaha untuk mengganti kata yang maknanya halus atau bermakna
biasa dengan makna yang lebih kasar. Menurut Khasan, dkk (2014: 2), Luxielmi, dkk (2012:
3), dan Anggraeni (2015: 19) disfemisme adalah gaya bahasa yang digunakan untuk memper-
kasar agar terkesan negatif bagi mitra tutur. Jadi, dapat disimpulkan bahwa disfemisme
adalah gaya bahasa yang digunakan seseorang dalam bertutur atau mengungkapkan sesuatu
dengan menggunakan kata-kata atau ungkapan kasar terhadap mitra tutur.
Menurut Chaer (2010:88) bentuk disfemisme terbagi atas kata, frasa, dan ungkapan.
Dilihat dari sumber disfemisme menurut Allan dalam Saifullah (2019:77) adalah sebagai
berikut; a) membandingkan manusia dengan hewan. Dalam bahasa Inggris seperti “bitch”,
“chicken”, atau “dog”; dalam bahasa Indonesia dengan kata “anjing”, “babi”, “kambing”;
dan dalam bahasa Jawa dengan kata “asu”, “wedus” dan “kirik”, b) menjuluki bagian tubuh
manusia tertentu. Pada bahasa Inggris bisa ditemukan dengan kata “asshole”, “prick”,
“shit”; dalam bahasa Indonesia yaitu “pantat”, “jenis kelamin pria ataupun wanita”; dan
dalam bahasa Jawa yaitu “silit” dan sebagainya, c) memberikan anggapan mengenai
cacat mental. Dalam bahasa Inggris yaitu dengan kata “idiot”, “moron”, “maniac”, lalu
dalam bahasa Indonesia dengan kata “bego”, “lemot”, dan dalam bahasa Jawa dengan
kata “galor-golor”, “goblok” dan semacamnya, d) penyebutan dengan membedakan suku,
ras, jenis kelamin, umur, dan sebagainya. Adanya istilah penghinaan atau tidak respek,
beberapa di antaranya mengundang cercaan pada karakter target. Dalam bahasa Inggris
dapat ditemukan yaitu “bag”, “biddy”, “codger”; lalu dalam bahasa Indonesia yaitu
“orangtua” yang mengandung makna orang yang lebih tua namun dimaksudkan untuk
menghina; dan dalam bahasa Jawa yaitu “galer”.
Dilihat dari latar belakang penggunaannya, Allan dan Burridge dalam Kurniawati (2011,
53) mengatakan bahwa disfemisme memiliki berbagai latar belakang, yaitu; (1) menyatakan
hal yang tabu, tidak senonoh, asusila, (2) menunjukkan rasa tidak suka atau tidak setuju
terhadap seseorang atau sesuatu, (3) penggambaran yang negatif tentang seseorang atau
sesuatu, (4) mengungkapkan kemarahan atau kejengkelan, (5) mengumpat atau memaki,
(6) menunjukkan rasa tidak hormat atau merendahkan seseorang, (7) mengolok-olok,
mencela, atau menghina, (8) melebih-lebihkan sesuatu, (9) menghujat atau mengkritik,
dan (10) menunjukkan sesuatu hal yang bernilai rendah.

METODOLOGI PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Bentuk penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan
suatu pendekatan dalam melakukan penelitian yang berorientasi pada fenomena atau
gejala yang bersifat alami (Mahmud, 2011:89). Menurut Satori dan Komariah (2011:25)
penelitian kualitatif adalah suatu bentuk penelitian yang mengungkapkan situasi sosial tertentu

176 Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII


Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII e-ISSN: 2655-1780
http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa p-ISSN: 2654-8534

dengan mendeskripsikan kenyataan secara benar, dibentuk oleh kata-kata berdasarkan


teknik pengumpulan dan analisis data yang relevan yang diperoleh dari situasi yang alamiah.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berupa tanggapan penanggap yang
terdapat dalam kolom komentar video youtube yang berjudul “Full Debat Kedua Capres
2019, Joko Widodo dan Prabowo Subianto”. Data penelitian ini adalah penggunaan disfemisme
berupa emoji, kata, frasa, dan ungkapan.
Teknik yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teknik simak dan teknik dokumen-
tasi. Menurut Mahsun (2005:92) metode simak digunakan untuk memperoleh data yang
dilakukan dengan menyimak. Istilah menyimak di sini tidak hanya berkaitan dengan penggunaan
bahasa lisan saja, tetapi juga penggunaan bahasa secara tertulis. Simak dalam konteks
penelitian ini adalah membaca. Selain teknik simak, peneliti juga menggunakan teknik doku-
mentasi. Peneliti mengumpulkan data dengan tangkap layar dokumen yang memiliki bentuk
desfimisme. Peneliti membaca dengan seksama komentar para penanggap di kolom komentar
video youtube untuk menentukan bentuk satuan gramatikal disfemisme serta latar belakang
penggunaan disfemisme. Data dikumpulkan beserta konteksnya. Hal tersebut dilakukan
untuk melihat latar belakang penggunaan disfemisme itu sendiri. Adapun langkah-langkah
dalam analisis adalah sebagai berikut; 1) mengelompokkan kata-kata atau ungkapan yang
berupa disfemisme, 2) menandai dan mencatat emoji, kata, frasa, dan ungkapan yang
berupa disfemisme, 3) menganalisis arti dan fungsi disfemisme berdasarkan teori yang di-
gunakan sebagai acuan penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Disfemisme yang ditemukan dalam kolom komentar video youtube yang berjudul “Full Debat
Kedua Capres 2019, Joko Widodo dan Prabowo Subianto” adalah sebanyak 76 data, yang
terbagi atas disfimisme yang berupa emoji berjumlah 5 data, disfemisme yang berupa kata
dasar berjumlah 5 data, disfemisme yang berupa frasa berjumlah 39 data, disfemisme
berupa singkatan berjumlah 7 data, dan disfemisme berbentuk ungkapan atau idiom
berjumlah 20 data. Berikut akan dijelaskan bentuk-bentuk disfemisme dalam penelitian ini.

Disfemisme Berbentuk Emoji


Disfemisme berbentuk emoji yang digunakan para penanggap dalam video youtube yang
berjudul “Full Debat Kedua Capres 2019, Joko Widodo dan Prabowo Subianto” sejumlah 5
data, yaitu: , , , , . Berikut ini penggunaan disfe-
misme dalam ujaran dan diikuti pembahasannya.

Data 12
Oecha Official
@santoso Santoso Prabowo gimana mau mimpin bangsa Indonesia sdngkan memim-
pin istrinya saha dia bisa pisah prabowo belum cukup umur buat jd presiden.

Emoji adalah istilah bahasa Jepang yang mewakili berbagai hal, bisa ekspresi wajah,
mulai dari tersenyum, menangis, tertawa, sedih, marah, dan semacamnya dalam bentuk
gambar. Sedangkan emoticon berupa kombinasi tanda baca dan hanya berlaku dalam

Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII 177


e-ISSN: 2655-1780 Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII
p-ISSN: 2654-8534 http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa

pertukaran pesan berbasis teks. Contoh dari emoticon adalah :-), :D, :-(. Data (12) di
atas tersebut merupakan disfemisme berbentuk emoji. Emoji tersebut adalah emoji tertawa
sambil menangis yang sering digunakan seseorang untuk menggambarkan sesuatu yang
sangat menggembirakan atau sesuatu yang sangat kocak. Dalam konteks data ujaran
tersebut bisa diartikan bahwa penanggap mencela atau mengolok-olok calon presiden
Prabowo dengan mengatakan “memimpin istrinya sjha dia bisa pisah ”

Disfemisme Berbentuk Kata


Disfemisme berbentuk kata yang digunakan para penanggap dalam video youtube yang
berjudul “Full Debat Kedua Capres 2019, Joko Widodo dan Prabowo Subianto” berjumlah 5
data, seperti yang terlihat berikut ini babu, bego, dukun, muka, dan semeraut. Berikut ini
penggunaan disfemisme dalam ujaran dan diikuti pembahasannya.

Data 66
Lucky Adi
Semua trgantung pada diri kita masing” mau tidak kita melangkah untuk maju tidak
malas”an supaya tidak menjadi babu

Disfemisme pada data (66) yaitu kata babu. Kata babu adalah kata dasar yang
berarti seseorang yang bekerja sebagai pembantu (pelayan) di rumah tangga orang. Kata
babu adalah bentuk disfemisme karena kata tersebut berkonotasi rendah. Oleh karena itu,
kata tersebut tergolong kata atau ungkapan kasar.

Disfemisme Berbentuk Frasa


Disfemisme berbentuk frasa yang digunakan para penanggap dalam video youtube yang
berjudul “Full Debat Kedua Capres 2019, Joko Widodo dan Prabowo Subianto” berjumlah
39 data, seperti yang terlihat berikut ini membangun gubuk, cocok jadi kepala desa, gak
becus, seperti pelajar sekolah dasar, sok tau kau, lu udah tua, mana antek no.2, kaya
gembel, mukanya tapi ngeselin, giliran ngomong isinya kosong semu, prabowo cerewet
banget, banyak bicara bohong, Ngapusi bangun jln 191.000km selama 5 thn, muka lu yg
kasian kampong, Akun faje aja belagu, Si wowor biasanya nyerang aja, pemimpin yang
suka nipu rakyatnya, peraturannya menindas petani, jangan ngomong doang, ngmng
muter2 ngwur, kapan matinya ..gak sabar sayaa!!!, jijik tu wowo, mnjijikn wowo pngn jadi
penguasa, suka berbohong, kaya lagi berak. Berikut ini penggunaan disfemisme dalam
ujaran dan diikuti pembahasannya.

Data 19
Fikri Crist
Prabowo Itu Pas Tegas Pakaian Rapi sopan Gak kaya Jokowi lembek Pakaian Gak
Sopan Aduh Masa Presiden Berpenampilan Kaya gembel Ga ada Gagah” Nya .........
Dan klo sAya Lihat Pisi Dan misi Nya Prabowo Sangat Masuk Akal Gak Kaya Jokowi
Ngawur ......Coba Denger” yang benar Mana Yang Lebih Tegas Yang lbih masuk akal
........, Gaya Bicara Dan lain” nya ......

178 Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII


Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII e-ISSN: 2655-1780
http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa p-ISSN: 2654-8534

Disfemisme pada data (19) yaitu berbentuk frasa Kaya gembel. Penanggap meng-
gunakan frasa tersebut bertujuan untuk mencela atau menghina penampilan capres Joko
Widodo dengan mengatakan bahwa penampilan Joko Widodo seperti gembel. Frasa tersebut
tergolong kedalam kata atau ungkapan kasar atau disfemisme.

Disfemisme Berbentuk Singkatan


Disfemisme berbentuk singkatan yang digunakan para penanggap dalam video youtube
yang berjudul “Full Debat Kedua Capres 2019, Joko Widodo dan Prabowo Subianto” berjum-
lah 5 data, seperti yang terlihat berikut ini korup, PHP, njing, Carmuk, cukk, wowo. Berikut
ini penggunaan disfemisme dalam ujaran dan diikuti pembahasannya.

Data 11
Saha hayoo
@santoso Santoso hebat pak...tandanya bapak bisa melihat realita tidak cinta buta
seperti yg masih suka di PHP..cukup 1 periode aja..Salam damai

Data (11) merupakan disfemisme berbentuk singkatan. Penanggap menggunakan


singkatan PHP yaitu kepanjangan dari Pemberi Harapan Palsu dalam menanggapi janji-
janji yang pernah disampaiakan Joko Widodo selama kampanye pada periode sebelumnya.
Ungkapan PHP termasuk disfemisme karena tergolong kata atau ungkapan kasar.

Disfemisme Berbentuk Idiom atau Ungkapan


Disfemisme berbentuk idiom atau ungkapan yang digunakan para penanggap dalam video
youtube yang berjudul “Full Debat Kedua Capres 2019, Joko Widodo dan Prabowo Subianto”
berjumlah 20 data, seperti yang terlihat berikut ini; meradang hati nya, tanpa koar-koar,
msk kandang, korupsi makin gila, bebegig sawah, sotoy lu,,wajahnya plonga plongo, 02
nyungsep, Prabowo keok lagi!!!, Pelan2 Indonesia kolaps, Preeeet, Sok tau lu botol kecap,
Si wowo ngmg aj engap”an kek mw mokat, yuniko itu apa pak wakkakakaka permen karet
:D, Wajah wowo klihatan KLEJINGAN, gak perlu koar koar, Cebong brisikkk, otaku dang,
kalau ngebacot disertai fakta, Jokower nyungsep. Berikut ini penggunaan disfemisme dalam
ujaran dan diikuti pembahasannya.

Data 1
Atika Sari
Percuma di jelasin juga, mereka yng tdk suka pk jokowi tetap meradang hati nya,
karna sudah tertanam dengki, toh bukti nya setelah pilpres usai pun ttap saja mereka
yng tdk suka tetap mengumbar ketidak suka an nya di medsos terkhusus Facebook
nd tweeters

Disfemisme pada data (1) yaitu idiom atau ungkapan meradang hati nya. Ungkapan
meradang hati nya mempunyai arti bahwa seseorang yang amat marah atau geram
hatinya akan tertutup logikanya dalam melihat sesuatu hal. Bentuk disfemisme meradang
hati nya mempunyai fungsi untuk melebih-lebihkan sesuatu dalam bertutur.

Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII 179


e-ISSN: 2655-1780 Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII
p-ISSN: 2654-8534 http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa

Fungsi Disfemisme
Fungsi disfemisme yang ditemukan dalam kolom komentar video youtube yang berjudul
“Full Debat Kedua Capres 2019, Joko Widodo dan Prabowo Subianto” adalah terdiri atas 7
fungsi, yaitu; sebagai perantara untuk menyatakan hal yang tabu atau tidak senonoh ber-
jumlah 5 data, sebagai penunjuk rasa tidak suka atau tidak setuju berjumlah 5 data, seba-
gai penunjuk rasa marah atau jengkel berjumlah 11 data, sebagai penunjuk rasa tidak
hormat berjumlah 11 data, sebagai sarana untuk mengolok-olok, mencela, atau menghina
berjumlah 23 data, sebagai sarana untuk melebih-lebihkan sesuatu dalam bertutur berjumlah
10 data, dan sebagai sarana untuk mengkritik lawan politik berjumlah 11 data.

Sebagai Perantara untuk Menyatakan Hal Tabu atau Tidak Senonoh


Salah satu penggunaan disfemisme adalah sebagai perantara untuk menyatakan hal yang
tabu atau tidak senonoh. Dalam penelitian ini ditemukan ada 5 data, yaitu pada data (13),
(18), (23), (39), dan (75).

Data 13
Usai Dari
Bener bgt..Wowo mah bisax cuma ngomong..sombong.angkuh..janji palsu..dan menari
Kya Bebegig sawah.wkwk

Dalam data (13) di atas, kata bebegig sawah merupakan kata atau ungkapan kasar
atau disfemisme, yang bagi sebagian besar masyarakat kata tersebut tabu untuk diucapkan,
apalagi kata tersebut ditujukan kepada seseorang. Berdasarkan konteks data, kata bebegig
sawah ditujukan kepada Prabowo selaku capres nomor urut dua yang melakukan sedikit
gerak tari ketika akan melakukan debat capres 2019. Penanggap merasa bahwa gerak tari
dari Prabawo tersebut sama seperti orang-orangan sawah atau yang lazim disebut dengan
bebegig sawah.

Sebagai Penunjuk Rasa Tidak Suka atau Tidak Setuju Terhadap Seseorang atau
Sesuatu
Dalam penelitian ini ditemukan ada 5 data yang merupakan disfemisme yang berfungsi
sebagai penunjuk rasa tidak suka atau tidak setuju. Data-data tersebut terdapat pada
data (2), (15), (26), (43), (68).

Data 15
Juliandie Jul’
Sok tau kau

Data (15) yang mengatakan Sok tau kau menunjukkan perasaan tidak setuju atau
tidak suka terhadap salah seorang penanggap yang mengatakan bahwa perbandingan
antara capres 01 dengan 02 seperti pelajar universitas dengan pelajar sekolah dasar.
Dalam hal ini, tuturan Sok tau kau tergolong ke dalam disfemisme atau kata kasar.

180 Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII


Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII e-ISSN: 2655-1780
http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa p-ISSN: 2654-8534

Sebagai Penunjuk Rasa Marah atau Jengkel


Dalam penelitian ini ditemukan ada 11 data yang merupakan disfemisme yang berfungsi
sebagai penunjuk rasa marah atau jengkel. Data-data tersebut terdapat pada data (4),
(11), (27), (33), (34), (46), (49), (52), (63), (71), (76).

Data 34
Mr Kaiz
@wong jowo anda siapa berani ngomong presiden bohongi rakyat ?? Akun fake
aja belagu , giliran keciduk nangis Ati2 kalo bicara

Data (34) yang mengatakan Akun fake aja belagu merupakan bentuk disfemisme yang
berfungsi sebagai penunjuk rasa marah atau jengkel terhadap pernyataan salah satu penang-
gap yang mengatakan bahwa selama ini presiden telah membohongi rakyatnya.

Sebagai Penunjuk Rasa Tidak Hormat


Dalam penelitian ini ditemukan ada 11 data yang merupakan disfemisme yang berfungsi
sebagai penunjuk rasa tidak hormat. Data-data tersebut terdapat pada data (14), (16),
(20), (22), (31), (36), (41), (47), (60), (64), (72).

Data 47
NGGUN ANGGUN
Kyaknya pak de pngen ktawa tpi dtahann kalo pak wowo lg ngmng. soalnya
muter2 ngwur.

Data (47) yang mengatakan bahwa kalo pak wowo lg ngmng soalnya muter2 ngwur
merupakan disfemisme yang berfungsi sebagai penunjuk rasa tidak hormat kepada capres
nomor urut dua yang sedang melakukan debat. Penggunaan kata wowo juga merupakan
ungkapan yang tidak hormat kepada calon kepala negara.

Sebagai Sarana untuk Mengolok-Olok, Mencela, atau Menghina


Ada 23 data yang merupakan disfemisme yang berfungsi sebagai sarana untuk mengolok-
olok, mencela, atau menghina. Data-data tersebut terdapat pada data (5), (8), (9), (12),
(17), (19), (21), (24), (25), (32), (42), (45), (48), (50), (51), (54), (56), (57), (59),
(62), (69), (70), (74).

Data 8
hendra yes
Jokowi mah cocok jadi kepala desa aja

Data (8) yang mengatakan Jokowi mah cocok jadi kepala desa aja merupakan disfe-
misme untuk mengolok-olok atau menghina Joko Widodo dimana ia berkompetisi untuk
menjadi seorang calon presiden dan bukan sebagai calon kepala desa.

Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII 181


e-ISSN: 2655-1780 Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII
p-ISSN: 2654-8534 http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa

Sebagai Sarana untuk Melebih-Lebihkan Sesuatu dalam Bertutur


Dalam penelitian ini ditemukan ada 10 data yang merupakan disfemisme yang berfungsi
sebagai sarana untuk melebih-lebihkan sesuatu dalam bertutur. Data-data tersebut terdapat
pada data (1), (7), (29), (37), (38), (40), (53), (58), (67), (73).

Data 7
Magdalena Suciati
.........korupsi makin gila Pegawe luar makin banyak..... apa itu yang di sebut
cerdas..... berprestasi.

Pada data (7) yang mengatakan korupsi makin gila merupakan disfemisme yang
melebih-lebihkan sesuatu dalam bertutur. Penggunaan kata makin gila memberikan tekanan
pada keadaan bangsa yang korupsinya semakin menjadi-jadi.

Sebagai Sarana untuk Mengkritik Lawan Politik


Dalam penelitian ini ditemukan ada 11 data yang merupakan disfemisme yang berfungsi
sebagai sarana untuk mengkritik lawan politik. Data-data tersebut terdapat pada data (3),
(6), (10), (28), (30), (35), (44), (55), (61), (65), (66).

Data 10 (frasa)
santoso Santoso
@lisa cynk pernah jadi walikota ok dan bagus, jadi gubernur tidak ok karena belum
keliatan udah nyapres dan itu mengingksri janji nya nyapres, dan alhamdulilah
menang2014 salah satu pemilihnya saya, tapi setelah jadi presiden saya menilai
gak becus, jd satu periode saja. Salam damai indonesia ku

Tuturan pada data (10) yang mengatakan saya menilai gak becus adalah bentuk
disfemisme yang berfungsi sebagai kritik terhadap lawan politik, yaitu Pak Joko Widodo
yang selama periode sebelumnya menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia. Kata
tidak becus merupakan kata atau ungkapan yang sangat kasar.

SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa bentuk dan
fungsi disfemisme yang digunakan penanggap dalam kolom komentar video youtube yang
berjudul “Full Debat Kedua Capres 2019, Joko Widodo dan Prabowo Subianto” adalah
sebagai berikut
1) Bentuk disfemisme yang ditemukan dalam kolom komentar video youtube terdiri atas
lima bentuk yaitu bentuk emoji, kata, frasa, singkatan, dan idiom atau ungkapan.
2) Fungsi disfemisme yang terdapat dalam kolom komentar video youtube yang berjudul
“Full Debat Kedua Capres 2019, Joko Widodo dan Prabowo Subianto” berjumlah tujuh
buah, di antaranya;
a) sebagai perantara untuk menyatakan hal yang tabu atau tidak senonoh,
b) sebagai penunjuk rasa tidak suka atau tidak setuju,

182 Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII


Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII e-ISSN: 2655-1780
http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa p-ISSN: 2654-8534

c) sebagai penunjuk rasa marah atau jengkel,


d) sebagai penunjuk rasa tidak hormat,
e) sebagai sarana untuk mengolok-olok, mencela, atau menghina,
f ) sebagai sarana untuk melebih-lebihkan sesuatu dalam bertutur, dan
g) sebagai sarana untuk mengkritik lawan politik.
3) Dilihat dari banyaknya penggunaan disfemisme yang terdapat pada kolom komentar
tersebut, terutama disfemisme yang berfungsi sebagai sarana untuk mengolok-olok,
mencela, atau menghina sebanyak 23 data, mencerminkan bahwa para penanggap
tidak mencerminkan perilaku berbahasa yang santun di ruang virtual Youtube dalam
hal dukung mendukung capres dan cawapres pada tahun 2019. Hal tersebut dikarenakan
para penanggap bersifat anonym atau bisa menggunakan identitas palsu dan dalam
menyampaikan pendapat tidak secara langsung (face to face).

DAFTAR PUSTAKA
Allan, Keith & Burridge, Kate. (1991). Euphemism and Dysphemism. Language Used As
Shield and Weapon. Oxford: Oxford University Press.
Anggraeni, D.W. 2015. Eufemisme dan Disfemisme dalam Talk Show Mata Najwa di Metro
T V (Kajian Sosiolinguistik). Universitas Sebelas Maret: Surakarta.
Chaer, Abdul. 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
—————. 2010. Bahasa Jurnalistik. Jakarta: Rineksa Cipta.
Luxielmi, et al. 2012. Disfemisme dalam Acara Indonesia Lawyers Club.
Viewed on Oktober 1 2019.
Khasan, Auriga Maulana, dkk . 2014. “Pemakaian Disfemisme dalam Berita Utama Surat
KabarJoglo Semar” . Jurnal Penelitian Bahasa, Sastra Indonesia dan Pengajarannya:
Volume 2 Nomor 3. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Kurniawati, Heti. 2011. “Eufemisme dan Disfemisme dalam Spiegel Online”. Litera: Volume
10 Nomor 1. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Saifullah, Aceng Ruhendi. (2019). Semantik dan Dinamika Pergulatan Makna. UPI Press.
Bandung

Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII 183


e-ISSN: 2655-1780 Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII
p-ISSN: 2654-8534 http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa

184 Seminar Internasional Riksa Bahasa XIII

Anda mungkin juga menyukai