Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Sastra Lisan adalah berbagai tuturan verbal yang memiliki ciri-ciri sebagai
karya sastra pada umumnya, yang meliputi puisi, prosa, nyanyian, dan drama lisan.
Sastra lisan (oral literature) adalah bagian dari tradisi lisan (oral tradition) atau
yang biasanya dikembangkan dalam kebudayaan lisan (oral culture) berupa pesan-
pesan, cerita-cerita, atau kesaksian-kesaksian ataupun yang diwariskan secara lisan
dari satu generasi ke generasi lainnya (Vansina, 1985: 27-28).
Berdasarkan bentuknya, sastra lisan di Indonesia mayoritas berbentuk prosa,
seperti dongeng, cerita rakyat, namun ada pula yang berbentuk prosa liris seperti
sastra Kaba (Minangkabau), sastra Panting (Sunda), sastra Kentrung dan sastra
Jemblung (Jawa).
Dalam khazanah kesusastraan Melayu Kuno, tradisi sastra lisan baik syair
maupun prosa merupakan kekhasan corak tersendiri yang memiliki relasi lajur
sejarah yang cukup panjang. Satu pengaruh tradisi China yang masuk melalui jalur
perdagangan, kemudian pengaruh India atau Hindu-Budha yang saat itu merupakan
agama yang dianut sebagian besar kerajaan-kerajaan di Indonesia. Ditambah dengan
sumbangan kebudayaan Arab-Islam yang dibawa para musafir. Ketiga tradisi yang
berbeda-beda tersebut tentunya sangat mewarnai sejarah perkembangan sastra lisan
di Indonesia.
Fungsi dari sastra lisan sendiri tidak hanya sekedar untuk kebutuhan seni,
melainkan terdapat pula unsur pendidikan yang hendak disampaikan di dalamnya,
seperti nilai moral, dan nilai agama dalam masyarakat.
Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan yang jelas bahwa sastra lisan itu
sekumpulan karya sastra atau teks-teks lisan yang memang disampaikan dengan
cara lisan, atau sekumpulan karya sastra yang bersifat dilisankan yang memuat hal-
hal yang berbentuk kebudayaan, sejarah, sosial masyarakat, ataupun sesuai ranah
kesusasteraan yang dilahirkan dan disebarluaskan secara turun temurun, sesuai
kadar estetikanya.
Dalam mengkaji sastra lisan, terdapat beberapa teori yang dapat digunakan.
Teori-teori tersebut berdasarkan pemikiran dari tokoh-tokoh yang mempunyai
peranan besar dalam perkembangan sastra lisan di dunia. Dari sekian banyak tokoh
pemikiran sastra lisan, kelompok kami akan membahas teori dari hasil pemikiran
Alan Dundes, yaitu Metode Analisis Strukturalisme dan Teori Fungsi.

B. Rumusan Masalah
1. Siapa itu Alan Dundes?
2. Bagaimana pengertian Folklore menurut Alan Dundes?
3. Bagaimana sinopsis legenda Danau Toba?
4. Bagaimana penerapan Metode Analisis Strukturalisme dalam legenda Danau
Toba?
5. Bagaimana penerapan Teori Fungsi dalam legenda Danau Toba?

C. Tujuan Penulisan Makalah


1. Mahasiswa atau pembaca dapat mengetahui siapa itu Alan Dundes
2. Mahasiswa atau pembaca dapat mengetahui dan memahami pengertian Folklore
berdasarkan pendapat dari Alan Dundes
3. Mahasiswa atau dapat mengenal kisah legenda Danau Toba sehingga dapat
melihat keterkaitannya dengan pemikiran-pemikiran Alan Dundes
4. Mahasiswa atau pembaca dapat mengerti dan memahami penjelasan mengenai
penerapan Metode Analisis Strukturalisme terhadap legenda Danau Toba
5. Mahasiswa atau pembaca dapat mengerti dan memahami penjelasan mengenai
Teori Fungsi terhadap legenda Danau Toba.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Alan Dundes


Alan Dundes adalah seorang
ahli cerita rakyat atau folklore yang
lahir pada tanggal 8 September 1934
dan meninggal pada 30 Maret 2005
setelah ia jatuh pingsan ketika mengisi
seminar. Beliau bekerja di Universitas
California di Berkeley. Karyanya
dikatakan telah menjadi pusat untuk
membangun studi tentang cerita rakyat
sebagai disiplin akademis atau
pendidikan. Dia telah menulis 12 buku,
baik buku pendidikan maupun buku
popular dan telah diedit maupun ditulis ulang menjadi lebih dari 12 lusin lagi.
Dia memperkenalkan konsep "allomotif" (diciptakan dalam analogi dengan
"allomorph," untuk melengkapi konsep "motifeme" yang diperkenalkan oleh
Kenneth L. Pike sebagai konsep yang akan digunakan dalam analisis struktur cerita
rakyat dalam hal motif yang diidentifikasi di dalamnya.
Alan Dundes dideskripsikan oleh beberapa orang sebagai pengajar yang
menarik dan pengantar untuk kursus folklorenya menarik banyak siswa. Dalam
kursus ini, para siswa diperkenalkan ke berbagai bentuk cerita rakyat, mulai dari
mitos, legenda, dan cerita rakyat hingga pepatah dan teka-teki untuk lelucon,
permainan, dan folkspeech (bahasa gaul), hingga kepercayaan rakyat dan makanan.
Proyek akhir untuk kursus ini mengharuskan setiap siswa mengumpulkan,
mengidentifikasi, dan menganalisis 40 item cerita rakyat. Semua materi ini (sekitar
500.000 item) disimpan dan dijadikan katalog di Berkeley Folklore Archives.
Dundes juga mengajar program sarjana di cerita rakyat Amerika, dan pendekatan
psikoanalitik ke cerita rakyat yang merupakan pendekatan favoritnya, di samping
juga seminar lulusan tentang sejarah folkloristics, dari perspektif internasional, dan
sejarah dan perkembangan teori cerita rakyat.

B. Folklore dari Kacamata Alan Dundes


Kata folklore berasal dari bahasa Inggris, yaitu folklore. Dari dua kata dasar, yaitu
folk dan lore. Menurut Alan Dundes (Danandjaja, 2007: 1-2), folk adalah sekelompok
orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan, sedangkan lore
adalah tradisi folk, yaitu sebagian kebudayaannya, yang diwariskan secara turun-
temurun secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau
alat pembantu pengingat (mnemonic device).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa folklore adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif,
yang tersebar dan secara turun-temurun di antara kolektif macam apa saja, secara
tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang
disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat atau mnemonic device.
C. Sinopsis Legenda Danau Toba
Di sebuah desa di wilayah Sumatera Utara di Tapanuli, tinggallah seorang
laki-laki bernama Toba hidup seorang diri di gubuk kecil. Toba adalah seorang
seorang petani yang sangat rajin bekerja setiap hari menanam sayuran kebunnya
sendiri.
Hari demi hari, tahun demi tahun umur semakin bertambah, petani
tersebutpun mulai merasa bosan hidup sendiri. Terkadang untuk melepaskan
kepenatan diapun sering pergi memancing ke sungai besar dekat kebunnya.
Menjelang siang setelah selesai memanen beberapa sayuran dikebunnya
diapun berencana pergi kesungai untuk memancing. Peralatan untuk memancing
sudah dipersiapkannya, ditengah perjalanan dia sempat bergumam dalam hati
berkata, “Seandainya aku memiliki istri dan anak tentu aku tidak sendirian lagi
hidup melakukan pekerjaan ini setiap hari. Ketika pulang dari kebun, makanan
sudah tersedia dan disambut anak istri, oh betapa bahagianya.”

Sampailah dia dimana tempat biasa dia memancing, mata kail dilempar
sembari menunggu, agannya tadi tetap mengganggu konsentrasinya. Tidak
beberapa lama tiba-tiba kailnya tersentak, sontak dia menarik kailnya. Diapun
terkejut melihat ikan tangkapannya kali ini.
“Wow, sunggu besar sekali ikan mas ini. Baru kali ini aku mendapatkan ikan
seperti ini” Teriaknya sembari menyudahi kegiatan memancing dan diapun
segera pulang.
Setibanya di gubuk kecilnya, pemuda itupun meletakkan hasil tangkapannya
di sebuah ember besar. Betapa senangnya dia, ikan yang dia dapat bisa menjadi
lauk untuk beberapa hari. Diapun bergegas menyalakan api di dapur, lalu
kembali untuk mengambil ikan mas yang ditinggalnya di ember besar. Betapa
terkejutnya dia melihat kejadian tersebut. Ember tempat ikan tadi dipenuhi uang
koin emas yang sangat banyak, diapun terkejut dan pergi ke dapur. Disanapun
dia kaget setengah mampus, ada sosok perempuan cantik berambut panjang.
“Kamu Siapa?”
“Aku adalah ikan engkau pancing di sungai tadi, uang koin emas yang
diember tadi adalah sisik-sisik yang terlepas dari tubuhku. Sebenarnya aku
adalah seorang perempuan yang dikutuk dan disihir oleh seorang dukun karena
aku tidak mau dijodohkan. Karena engkau telah menyelamatkan aku dan
mengembalikan aku menjadi seorang manusia, maka aku rela menjadi istrimu”
kata ikan tadi yang kini sudah menjelma kembali menjadi seorang perempuan
berparas cantik dan berambut panjang.
Ini suatu kebetulan, selama ini aku mengharapkan seorang pendamping
hidup untuk tinggal bersama-sama menjalankan kehidupan berumatangga kata
petani tersebut. Maka iapun setuju memperistri perempuan cantik tersebut.

Perempuan berparas cantik tadi juga mengutarakan kepada petani tadi


sebuah syarat dan sumpah bahwa jika suatu hari nanti ketika engkau marah,
engkau tidak boleh mengutarakan bahwa asal-usulku dari seekor ikan kepada
siapapun. Sebab jika engkau mengatakan itu, maka akan terjadi petaka dan
bencana besar di desa ini. Petani itupun menyanggupinya, dan akhirnya mereka
menikah.
Hari demi hari merekapun hidup bahagia, apa yang diharapkan petani
selama ini pun sudah terwujud dan diapun merasa bahagia sekali. Sampai
merekapun dikaruniai seorang anak laki-laki dan mereka memberi namanya
Samosir.
Samosir pun tumbuh besar, diapun sudah bisa membantu orangtuanya
bertani. Setiap hari Samosir disaat siang selalu mengantarkan makan siang buat
ayahnya yang sudah dimasakin oleh ibunya.
Suatu hari, siang itu petani sudah merasa lelah dan lapar sembari menunggu
Samosir datang mengantarkan bekal siang. Tidak biasanya, kali ini Samosir
terlambat mangantarkan bekal orangtuanya. Diperjalanan Samosir mencium
bekal yang dibawanya untuk orangtuanya, kelihatannya enak masakan ibu hari
ini, gumamnya. Samosirpun mencicipi masakan ibunya, dia tidak sadar bekal itu
dimakan hampir habis.
Samosir pun tersentak dan bergegas menuju kebun ayahnya. Dia melihat
ayahnya sudah kelaparan dan kehauasan. Merasa berat, Samosirpun
memberikan bekal kepada ayahnya. Dan terkejutlah ayahnya melihat isi bekal
yang diberikan Samosir.
“Iya, Among. Samosir tadi lapar dan aku makan, masakan Inong sekali
rasanya” kata Samosir kepada ayahnya yang terlihat emosi. Spontan ayahnya
marah dan melempar bekal yang sudah kosong tadi sembari berkata kepada
Samosir: “Kurang ajar kau Samosir, dasar anak ikan kau ini.”
Samosirpun menangis dan pergi berlari menuju rumah menemui ibunya. Ibu,
ibu, ayah marah besar Samosir disebut anak ikan. Kata Samosir kepada ibunya.
Ibunya pun menangis, sektika itu ibunya menyuruh Samosir berlari ke sebuah
bukit diketinggian. Lalu hujanpun semakin deras, angin kencang, gemuruh dan
petirpun menyambar-nyambar seketika itu.
Airpun meluap sampai menenggelamkan seluruh desa itu. Sumpah itu
dilanggar, akhirnya tengenanglah seluruh desa itu dan genangan itu berbuah
menjadi danau, yang kini disebut Danau Toba. Lalu pulau tempat samosir
berlindung disebutlah Pulau Samosir.

D. Penerapan Pemikiran Alan Dundes (Teori Strukturalisme) dalam Legenda


Danau Toba
Metode analisis strukturalisme menurut Alan Dundes (dalam Burkert,
1979:5) membedah sebuah folklore dengan membuat sebuah urutan. Urutan
tersebut berupa perjalanan dari sebuah kondisi kekurangan yang kemudian
berakhir dalam kondisi berkecukupan. Proses tersebut terangkum melalui skema
sebagai berikut:
1. Kekurangan (Lack)
Lack adalah motifeme yang mengindikasikan mengenai kekurangan
atau keinginan tokoh dalam cerita yang harus dipenuhi. Dapat berupa angan-
angan atau pikiran dari tokoh, atau tujuan yang ingin dicapai oleh tokoh.
Juga dapat berupa hilangnya kondisi damai atau ideal dalam sebuah cerita
rakyat.
Dalam legenda Danau Toba adalah keinginan tokoh Toba untuk memiliki
isteri dan keinginan untuk makan karena lapar.
2. Pemenuhan pada Kekurangan (Lack Liquidate)
Lack Liquidate adalah motifeme yang menyatakan tentang bagian
dari cerita rakyat yang mengindikasikan tentang terpenuhinya motifeme lack
dalam cerita rakyat, berupa terpenuhinya angan-angan atau tujuan dari tokoh
dalam satu bagian cerita.
Penerapan Lack Liquidate dalam legenda Danau Toba adalah ketika
tokoh Toba mendapatkan ikan untuk dimakan, sekaligus mendapatkan istri.
3. Tugas (Task)
Task adalah motifeme yang menyatakan mengenai sebuah tugas yang
harus diemban oleh tokoh utama dalam cerita. Berbeda dengan Lack, Task
muncul bukan dari keinginan sendiri, tetapi dari interaksi dengan tokoh lain.
Penerapan Task dalam legenda Danau Toba adalah permintaan sang
istri agar Toba merahasiakan identitasnya dari warga kampung dan anak
mereka.
4. Tugas Terpenuhi (Task Completed)
Task Completed adalah hasil dari terpenuhinya motifeme Task. Task
Completed dalam legenda Danau Toba adalah tokoh Toba benar-benar
memenuhi tugas dari sang istri untuk merahasiakan identitas istrinya dari
warga kampung dan anaknya, yaitu Samosir.
5. Larangan (Interdiction)
Interdiction adalah motifeme yang menyatakan mengenai larangan
muncul dalam cerita rakyat. Larangan berupa kondisi yang tidak boleh
dilakukan, apabila kondisi tersebut dilanggar, akan menimbulkan
konsekuensi dan memunculkan rangkaian Consequences dalam cerita
rakyat.
Larangan dalam legenda Danau Toba adalah Toba tidak boleh
mengmpat pada Samosir bahwa ibunya adalah seekor ikan.
6. Pelanggaran (Violation)
Violation adalah motifeme yang menunjukkan mengenai pelanggaran
terhadap motifeme interdiction dalam cerita rakyat. Toba melanggar janjinya
untuk tidak mengatakan identitas istrinya kepada Samosir.

7. Konsekuensi (Consequences)
Consequences adalah motifeme yang menyatakan mengenai
karma/hasil dari tindakan tokoh utama karena telah melanggar larangan
yang terdapat dalam motifeme interdiction.
Konsekuensi yang terjadi setelah Toba melanggar pantangan yang
sudah disepakati adalah terjadi bencana besar di desa.
8. Usaha Menyelamatkan Diri (Attemp Escape)
Attemp Escape adalah motifeme yang menyatakan mengenai usaha
tokoh utama dalam cerita untuk melarikan diri dari bahaya, juga dapat
berupa usaha tokoh utama untuk melarikan diri dari motifeme Consequences
yang akan terjadi pada dirinya.
Attempt Escape dalam legenda Danau Toba adalah ketika Samosir
pergi ke atas bukit untuk menyelamatkan diri dari bencana besar.
9. Tipuan (Deceit)
Deceit adalah motifeme yang menyatakan mengenai tipuan yang
dilakukan terhadap tokoh dalam cerita.
Tipuan dalam legenda Danau Toba adalah ketika tokoh Toba dan
sang istri merahasiakan identitas si istri dari warga dan Samosir.
10. Penipuan (Deception)
Deception adalah pengungkapan dari tipuan yang dilakukan.
Penipuan dalam legenda Danau Toba adalah ketika tokoh Toba mengatakan
kepada Samosir bahwa ibunya adalah seekor ikan.

E. Penerapan Pemikiran Alan Dundes (Teori Fungsi) ke dalam Legenda


Danau Toba
1. Membantu pendidikan anak muda.
Melalui sastra lisan, didapat banyak pendidikan untuk anak muda.
Contohnya pendidikan moral, norma, dan karakter.
2. Meningkatkan perasaan solidaritas suatu kelompok.
Berdasarkan kesamaan wilayah atau tempat tinggal dan cara
pandang, sastra lisan yang lahir dan berkembang di daerah tersebut adalah
suatu alasan yang dapat menjadi alat untuk mempersatukan masyarakat.
Berawal dari rasa memiliki akan sastra lisan tersebut kemudian keinginan
untuk menyebarluaskan secara turun-temurun kepada anak dan cucu
sehingga solidaritas akan tercipta.
3. Memberikan sanksi agar masyarakat berperilaku baik atau memberi
hukuman.
Dari setiap sastra lisan yang ada tentunya memiliki amanat atau
pesan-pesan baik yang harus kita terapkkan dalam kehidupan. Sanksi-sanksi
yang didapat oleh tokoh-tokoh yang ada dalam sastra lisan mengajarkan
masyarakat setempat maupun masyarakat di daerah lain untuk tidak
melakukan hal-hal negatif karena dipercaya bahwa sanksi atau hukuman
tersebut juga dapat berlaku di masa sekarang.
4. Sebagai sarana kritik sosial,
Kritik sosial biasanya terdapat dalam pesan tradisi sastra lisan. Pesan
yang disampaikan bisa menjadi dorongan pada pergerakan dan aksi sosial
untuk mengubah suatu kondisi sosial, ekonomi dan politik masyarakat.
Kritik sosial juga sebagai salah satu bentuk komunikasi dalam
masyarakat yang bertujuan atau berfungsi sebagai kontrol terhadap jalannya
sebuah sistem sosial atau proses bermasyarakat (Oksinata, 2010:33).
Sastra lisan yang menjadi sarana kritik sosial maksudnya adalah atau
ditikberatkan pada sanksi-sanksi yang akan didapat jika dilanggar dalam
sastra lisan tersebut. Dengan adanya sanksi-sanksi tersebut akan timbul
kontrol diri dalam setiap individu yang mempercayainya sehingga akan
terhindar dari segala perbuatan buruk. Hal tersebut juga akan menciptakan
karakter baru dalam seseorang (perubahan dari sifat yang semula buruk
menjadi baik) setelah individu tersebut merasakan sanksinya.
5. Memberikan suatu pelarian menyenangkan dari kenyataan.
Tukang cerita membuat cerita dari fakta sejarah yang berbeda
menjadi cerita yang menyenangkan agar mudah diingat dan diterima
masyarakat.
6. Mengubah pekerjaan yang membosankan menjadi permainan.
Tukang cerita membuat beberapa variasi cerita dari cerita
sebelumnya yang ia dapat baik dengan penambahan maupun pengurangan
agar masyarakat tidak bosan. Biasanya penambahan pada cerita tidak
menghilangkan atau mengurangi inti cerita. Namun hanya ditambah unsur-
unsur pendukung yang baru yang dapat mengikuti perkembangan zaman.

 Dalam legenda Danau Toba, hanya terdapat fungsi sastra lisan berikut:
1. Membantu pendidikan anak muda
Dalam legenda Danau Toba, nilai-nilai pendidikan yang dapat kita
ambil dan kita pelajari adalah pendidikan moralnya. Yaitu, orang tua
tidak boleh berbuat kasar pada anaknya seperti bagaimana Toba yang
mengatakan pada Samosir, anaknya, bahwa ia adalah anak ikan padahal
hal tersebut sudah dilarang oleh istrinya.
Kedua, tidak boleh berbohong karena bagaimanapun berbohong
adalah perbuatan yang tidak baik dan akan menyakiti perasaan seseorang.
Dalam legenda tersebut, diceritakan bahwa Toba dan istrinya sengaja
membohongi warga desa tentang identitas sang istri yang ternyata adalah
seorang putri ikan.
Ketiga, tidak boleh mengingkari janji yang sudah disepakati. Dalam
legenda Danau Toba diceritakan bahwa Toba mengingkari janjinya untuk
tidak memberi tahu anaknya, Samosir, bahwa ia adalah anak ikan. Toba
sudah berjanji pada istrinya sejak awal kalau ia tidak boleh berkata seperti
itu pada anaknya.
Keempat, sebagai seorang anak kita harus patuh terhadap orang tua,
melaksanakan amanah dari orang tua dengan baik. Dalam legenda Danau
Toba diceritakan Samosir menghabiskan bekal makanan yang diberikan
ibunya untuk ayahnya, Toba, di tengah perjalanan. Sehingga ketika ia
sampai di tempat ayahnya yang tengah kehausan dan kelaparan, ia tidak
bisa memberikan makanan apapun untuk ayahnya.
2. Memberikan sanksi agar masyarakat berperilaku baik atau memberi
hukuman
Adanya legenda Danau Toba ini mengajarkan hal-hal baik yang harus
masyarakat dan pengunjung danau Toba patuhi. Legenda Danau Toba
menciptakan kepercayaan-kepercayaan dalam masyarakat Toba yang jika
dilanggar akan dikenakan sanksi, antara lain:
a. Jika memasuki kawasan Toba, pengunjung harus mengucapkan
permisi dan mengatakan kalimat “santabi oppung”
b. Ketika berada di kawasan danau Toba dianjurkan untuk bersikap
dan berkata sopan.
c. Tidak diperbolehkan berbuat sesuka hati tanpa memandang
aturan-aturan yang sudah ada termasuk berbuat asusila, menyakiti
hewan, dan membuang sampah sembarangan.

Dahulu ada sebuah cerita seorang perempuan membuang sampah ke


danau Toba. Lalu, keanehan terjadi. Perempuan tersebut seakan ditarik
oleh sosok tak kasat mata, sehingga masuk dan tenggelam di danau Toba.

3. Memberikan suatu pelarian menyenangkan dari kenyataan,


Dalam sastra lisan, yang dalam hal ini adalah kita mengambil contoh
dari sebuah legenda (cerita terjadinya suatu tempat), bahwa pada awalnya
tidak ada yang benar-benar mengetahui asal-usul yang sebenarnya dari
kisah atau legenda tersebut. Karena itu si tukang cerita memberikan
alasan mengapa ada tempat tersebut (Danau Toba) kepada masyarakat
dengan membuat cerita yang menyenangkan dan menghibur sehingga
dapat diterima dan dinilai masuk akal oleh masyarakat jika dikaitkan
dengan asal-usul adanya danau tersebut, terlepas dari seperti apa
kenyataan yang sebenarnya terjadi.
4. Meningkatkan perasaan solidaritas suatu kelompok.
Adanya legenda Danau Toba, menciptakan banyak ritual-ritual adat
yang harus dilakukan sebagai cara penolak bala dari hal-hal buruk yang
diperkirakan bisa terjadi oleh masyarakat, sebelum mereka melakukan
acara-acara tertentu. Diadakannya ritual-ritual tersebut mengikutsertakan
banyak golongan masyarakat setempat atau pemuka-pemuka di tempat
tersebut sehingga dapat meningkatkan nilai solidaritas atau persaudaraan.
Contoh ritual yang dilakukan Larung Keselamatan, yaitu ritual
dengan cara menggunakan Ihan Batak atau Ikan Batak bukan ikan emas
agar acara yang akan diadakan dapat berjalan dengan lancar.

DAFTAR PUSTAKA

http://arkalalandshary.blogspot.co.id/2015/11/pengertian-sastra-lisan-dan-karya-sastra.html
https://www.gobatak.com/asal-usul-danau-toba/
http://nur-sugiyanto.blogspot.co.id/2011/04/folklor.html
http://eprints.uny.ac.id/9810/3/BAB2%20-%2007205244187.pdf
https://en.wikipedia.org/wiki/Alan_Dundes
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sastra Lisan adalah berbagai tuturan verbal yang memiliki ciri-ciri sebagai
karya sastra pada umumnya, yang meliputi puisi, prosa, nyanyian, dan drama lisan.
Sastra lisan (oral literature) adalah bagian dari tradisi lisan (oral tradition) atau
yang biasanya dikembangkan dalam kebudayaan lisan (oral culture) berupa pesan-
pesan, cerita-cerita, atau kesaksian-kesaksian ataupun yang diwariskan secara lisan
dari satu generasi ke generasi lainnya (Vansina, 1985: 27-28).
Legenda Danau Toba jika dikaitkan dengan Metode Analisis Strukturalisme
dan Teori Fungsi terangkum ke dalam, antara lain
 Metode Analisis Strukturalisme
1. Kekurangan (Lack)
2. Pemenuhan pada Kekurangan (Lack Liquidate)
3. Tugas (Task)
4. Tugas Terpenuhi (Task Completed)
5. Larangan (Interdiction)
6. Pelanggaran (Violation)
7. Konsekuensi (Consequences)
8. Usaha Menyelamatkan Diri (Attemp Escape)
9. Tipuan (Deceit)
10. Penipuan (Deception)

 Teori Fungsi
1. Membantu pendidikan anak muda,
2. Meningkatkan perasaan solidaritas suatu kelompok,
3. Memberikan sanksi agar masyarakat berperilaku baik atau memberi
hukuman,
4. Sebagai sarana kritik sosial,
5. Memberikan suatu pelarian menyenangkan dari kenyataan,
6. Mengubah pekerjaan yang membosankan menjadi permainan.

Anda mungkin juga menyukai