Anda di halaman 1dari 15

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu


Penelitian terdahulu merupakan salah satu referensi yang digunakan untuk
mempermudah penelitian ini, dengan cara melihat dan membandingkan penelitian
yang satu dengan yang lain, atau penelitian yang lama dengan penelitian yang
penulis hendak teliti. Dengan adanya penelitian terdahulu ini diharap menghindari
hal-hal yang bersifat plagiasi dalam penelitian ini. Berikut adalah penelitian
terdahulu yang dijadikan panduan dan referensi untuk penelitian.

Tabel 2.1. tabel penelitian terdahulu

No. Judul Penelitian Nama Peneliti Metode Hasil Penelitian


1 Identitas Imam Mudofar Deskriptif Antologi puisi Wong
Surabaya dalam Universitas – kualitatif Kam Pung karya F.
Antologi Puisi Airlangga Aziz Manna
Wong Kam Pung Prodi Sastra menempatkan subjek
Karya F. Aziz Indonesia lirik pada anggota
Manna masyarakat urban
Surabaya. Dengan
demikian, identitas
Surabaya yang
dihadirkan oleh
antologi puisi Wong
Kam Pung karya F.
Aziz Manna ini
menghadirkan
beberapa pandangan
kritis yaitu identitas
keterasingan
masyarakat urban
Surabaya dan identitas
perlawanan
masyarakat urban
Surabaya.
2 WACANA UNIVERSITAS Deskriptif Berdasarkan hasil
IDENTITAS AIRLANGGA – kualitatif analisis, Ayorek
KOTA ILMU sebagai media
SURBAYA KOMUNIKASI alternatif tak hanya
DALAM menghadirkan wacana
MEDIA tandingan atas
ALTERNATIF diskursus dominan
AYOREK mengenai identitas
kota Surabaya.
Alternatifitas yang
diajukan sebagai
wacana dominan oleh
Ayorek selaku media
alternatif justru
menyimpan motif
politis lain, seperti
memuat kepentingan
pihak-pihak yang
masih berada dalam
jaringan.
3 ANALISIS penelitian Peneliti menemukan
WACANA kualitatif bahwa ada
DOMINASI Muarif dengan keseragaman genre,
MAJOR LABEL Pebriansah metode yaitu pop melayu,
PADA Sumahar analisis sebagai
INDUSTRI PRODI ILMU wacana komoditas
MUSIK KOMUNIKASI kritis utama industri
INDONESIA UNIVERSITAS norman musik
DARI BAND AIRLANGGA fairclough Indonesia dan
EFEK RUMAH adanya
KACA keberpihakan
pasar musik
Indonesia
terhadap unsur
kapitalis. Hal
tersebut
kemudian
memunculkan
adanya
perlawanan
alternatif
terhadap
dominasi dan
hegemoni
industri musik
arus utama,
salah satunya
adalah
dengan gerakan
independent- atau
indie sebagai kontra
kultur dari industri
musik arus utama.
4 MEMBACA Mohammad Deskriptif Ditinjau dari budaya
YOUTH Zaki – kualitatif dominannya, lagu-
CULTURE Ath Thaariq lagu Warkop
PADA LAGU- UNIVERSITAS mewacanakan negara
LAGU AIRLANGGA sebagai pihak yang
WARKOP berkuasa mutlak atas
rakyat dan juga
aparatur-aparaturnya.
Selain membungkam
rakyat dengan
komponen-
komponennya seperti
polisi, misalnya,
negara pun
membungkam
komponen-komponen
mereka dengan uang.
Ini seperti pada lagu
“Obrolan Warung
Kopi (versi album
Pingin Melek
Hukum)”.
Dengan begitu negara
(dalam konteks rezim
Orde Baru) saat itu
tetap terjaga
stabilitasnya. Ia
adalah suatu kekuatan
dominan yang tanpa
cela dan tidak dapat
dicela. Melalui
pemanfaatan berbagai
komponen negara
untuk menertibkan
masyarakat,
menerapkan korupsi
dalam wacana “semua
bisa diatur”, hingga
menyebarkan wacana
ketakutan dengan
kedok penjagaan
keamanan dan
ketertiban di ruang
publik, negara
melenggang dengan
indahnya
menyebarkan
kekuasaan di mana-
mana.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang terdahulu adalah, dalam


penelitian ini menggunakan karya sastra teks, dalam hal ini lirik teks lagu dari
album “Dosa, Kota, dan Kenangan” dari Band Silampukau sebagai objek
penelitian. menggali wacana kritik sosial kota Surabaya menggunakan Teori
Analisis Wacana Kritis Fairclough. Selain itu peneliti juga meneliti motif dibalik
teks dimana lirik lagu digunakan sebagi media alternatif, dan hal ini masih belum
terlihat pada penelitian terdahulu yang hanya menjelaskan objek pada kritik sosial
kota pada umumnya. Selain itu keberadaan Silampukau sebagai media alternatif
juga membawa mereka pada image sesuai yang diwacanakan pada khalayak, dalam
hal ini fans, penikmat lagu, dan khalayak.

2.2 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Kritik Sosial


Kritik sosial menurut Ahmad Zaini Akbar adalah, “Salah satu
bentuk komunikasi dalam masyarakat yang bertujuan atau berfungsi sebagai
kontrol terhadap jalannya sebuah sistem sosial atau proses bermasyarakat. (
Mas’oed, 1999:47). Berdasarkan dari pengertian diatas diatas penulis
menyimpulkan bahwa bahwa kritik sosial adalah salah satu bentuk
perlawanan atau ketidak sepahaman individu atau kelompok tertentu
terhadap realitas yang terjadi didalam sebuah kelompok masyarakat.
Bentuk kritik sosial itu sendiri tertuang dalam berbagai bentuk, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Bentuk kritikan secara langsung
antara lain, demontrasi, aksi unjuk rasa, aksi sosial dan lain sebagainya.
Sedangkan bentuk kritik sosial dengan cara tidak langsung dapat dituangkan
dalam aksi treatikal, kritik melaui film, kritik melalui puisi, gambar atau
kalikatur, serta dalam lirik yang terkandung didalam sebuah lagu.
Kritik sosial dalam berbagai bentuk ini mempunyai pengaruh dan
dampak sosial yang signifikan dalam kehidupan masyarakat. Kritik sosial
dipahami sebagai sebuah bentuk komunikasi yang dikemukakan baik dalam
bentuk tulisan maupun lisan, berkenaan dengan masalah interpersonal, serta
bertujuan mengontrol jalannya sistem sosial.
Masyarakat terdiri dari kelompok-kelompok mulai dari yang kecil
sampai yang paling besar yang memiliki kebiasaan dan kemudian menjadi
tradisi yang membentuk suatu aturan tertentu. Di dalam hubungan antar
masyarakat, terhadap reaksi yang timbul sebagai akibat hubungan-
hubungan tersebut yang menyebabkan perilaku seseorang makin
berkembang dan bertambah luas, sehingga dapat mengakibatkan perubahan
dalam masyarakat. Masyarakat merupakan kelompok manusia terbesar
yang mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan yang
sama, (Basrowi, 2009:38).

2.1.2 Lirik Lagu dan Wacana mengenai Kritik Sosial Kota


Karya sastra dalam bentuk teks seperti puisi, sajak, khususnya pada
karya teks lirik lagu yang mewacanakan kota dapat dilihat dari waktu
penciptaan karya teks tersebut. Lirik lagu atau karya teks lain yang bertema
kan kota pada periode pasca kemerdekaan biasanya tidak jauh dari aspek
historikal mengenai kota. Dapat diambil contoh seperti lagu “Surabaya”
yang seolah menceritakan kerja keras arek-arek Surabaya dalam
mempertahankan kemerdakaan, sehingga dari lagu tersebut akan
membentuk representasi bahwa Surabaya sebagai kota Perjuangan, kota
Pahlawan.
Pada periode orde baru hingga menjelang reformasi, para musisi
kenamaan dengan semangat kebebasan atas berekspresi dan berpendapat
lebih lugas menceritakan kota dari segala problematikanya. Citra Ibu kota
kota pada saat itu menjadi tanah harapan bagi seluruh rakyat membawa
Jakarta sebagai tujuan utama dalam meraih mimpi. Seperti “Siapa Suruh
Datang Jakarta”, “Ke Jakarta Aku Kan Kembali”, “Kompor Meleduk”,
“Berkacalah Jakarta”, dan lain-lain.
Pada era passca reformasi hingga kini, musisi pun lebih luas
mengeksplorasi karya teks lirik lagu dalam berbagai problema kota besar di
era modernisasi di segala aspek, atas hal diatas bermunculan seperti
problema pekerjaan, modernisasi pembangunan, isu-isu lingkungan ulah
globalisasi, maupun keadaan sosial-politik mengenai sebuah kota. Lagu
digunakan sebagai media alternatif terhadap sebuah pandangan mengenai
kota yang biasa dicitrakan pada media mainstream, sehingga lagu menjadi
alternatif mengenai sisi lain sebuah kota. Mereka kebanyakan musisi
dengan semangat indie movement, menyuarakan sesuai apa mereka
inginkan tanpa ada batasan atas apa yang mereka ekspresikan, dan lebih
terlihat jujur. Selain itu wacana terhadap kota semakin luas tidak hanya di
sentralisir oleh Jakarta.
Seperti “Tentang Rumahku” dari Dialog Dini Hari, “ Di Sayidan”
dari Shaggy Dog, dan “ Sunset di Tanah Anarki” dari Superman Is Dead.
Begitu juga dengan Silampukau mencoba membawa wacana mengenai
kritik sosial kota melalui lagu-lagu pada album Dosa, Kota, dan Kenangan”.
Ketika lagu mewacanakan kota dan membawa representasi lain dari sebuah
kota menjadikan peneliti tertarik untuk menganalisis lirik lagu dengan
wacana mengenai kota dan dari wacana tersebut peneliti juga ingin
mengetahui motif dari wacana yang dimunculkan oleh pencipta teks, dalam
hal ini lirik lagu dalam mewacanakan sebuah kota.

2.1.3 Musik Folk dan Silampukau


Independensi juga sulit dapat dilepaskan dari genre musik folk.
Banyak juga yang menyebut folk sebagai musik rakyat, karena kata folk
dalam bahasa memiliki“rakyat”. Genre musik ini tidak lepas dari semangat
indie karena genre musik folk pada awalnya muncul sebagai musik etnik,
yang menggambarkan kesederhanaan dan keseharian di dalam lingkungan.
Musik Folk dengan indie-pop sangat berhubungan karena keduanya
memiliki kesamaan atas ketidak-terikatan mereka atas kapitalisme pasar.
Musik folk cenderung menyuarakan atas keseharian, kritik sosial, dan lebih
terlihat jujur dan tentu dalam hal ini dapat dilihat bahwa musik folk juga
memiliki semangat counter-culture sejalan dengan musik indie.
Di era 90-an Iwan Fals, Ebiet G. Ade dan Franky Sahilatua tetap
berkibar membawakan musik folk. Iwan Fals juga mengembangkan kiprah
bermusiknya dengan bergabung dalam Kantata Takwa dan Swami. Pada
1993 muncul singer/songwriter berbakat Oppie Andaresta lewat Albumnya
Oppie yang menghasilkan hits "Cuma Khayalan," "Inilah Aku," atau "Cuma
Karena Aku Perempuan." Oppie memberanikan diri sebagai penyanyi folk
wanita dengan lirik yang lugas dan apa adanya. Ini terlihat jelas lewat album
keduanya Bidadari Badung pada tahun 1995 dengan lagu seperti "Ingat-
Ingat Pesan Mama" dan "Bidadari Badung."

Di era 2000-an, justru semakin banyak kelompok-kelompok musik


folk yang bermunculan dalam khazanah musik Indonesia seperti Endah N
Rhesa, Dialog Dinihari, Payung Teduh, Deugalih & Folks, Frau, Harlan
Boer, Sir Dandy, Payung Teduh, Bonita, Tigapagi, Adhitia Sofyan, Teman
Sebangku, Nada Fiksi, Semakbelukar, Rusa Militan dan lainnya.
(RollingstoneIndonesia,2014.http://www.rollingstone.co.id/article/read/20
14/04/04/2546274/1294/sekelumit-sejarah-musik-folk indonesia).

Begitu juga Silampukau, Silampukau berusaha menyanyikan


mimpi, protes, perjuangan, semangat, dan geliat kehidupan sehari-hari
perkotaan dalam iringan instrumen akustik seadanya. Lagu-lagu sederhana
tentang orang-orang sederhana dalam momen-momen sederhana mereka.
Hal diatas memang tidak terlalu jauh dengan genre folk, Musik Folk berarti
musik rakyat yang penuh dengan kesederhanaan dan keseharian dalam
lagunya. Sejatinya dalam meramu musik itu sendiri terdapat banyak unsur-
unsur tradisi dan kebudayaan memberikan warna pada part-part musiknya,
namun sebagian musisi hanya memberikan penekanan pada nilai
kesederhanaan saja.

Diawal kemunculannya, Silampukau memang sudah mempunyai


identitas pada karyanya, sesuai dengan namanya (sebut:Silampukau) yang
berarti burung kepodang, burung yang pandai berkicau, Silampukau
bercerita tentang kesederhanaan tentang keseharian dan kehidupan. Nurin
Wibisono , Pengamat musik indie dan Jurnalis majalah The Geo Times
dikutip dari sebuah webzine music indie Surabaya mengatakan,

“Musiknya sederhana, hanya berbaju gitar akustik, dengan sedikit aksen


akordeon. Tapi, dibalik kesederhanaan musiknya, terkandung kekuatan besar. Hal
yang sama terjadi pada lagu-lagu Bob Dylan atau Iwan Fals saat mereka muda.
Seketika, saya merasa yakin bahwa Silampukau bukan sekedar band biasa.
Liriknya mudah dicerna tapi berhasil menguak banyak kisah. Musiknya pun tak
kalah bersahaja, tapi tetap bernuansa elegan”.(Nuran. Wibisono, 2014.
http://ayorek.org/2014/08/sementara-menunggu-silampukau/ )

2.1.4 Lirik Lagu sebagai Media Penyampaian Pesan


Lirik lagu merupakan ekspresi seseorang tentang suatu hal yang
sudah dilihat, didengar maupun dialaminya. Dalam mengekspresikan
pengalamannya, penyair atau pencipta lagu melakukan permainan kata-kata
dan bahasa untuk menciptakan daya tarik dan kekhasan terhadap lirik atau
syairnya. Permainan bahasa ini dapat berupa permainan vokal, gaya bahasa
maupun penyimpangan makna kata dan diperkuat dengan penggunaan
melodi dan notasi musik yang disesuaikan dengan lirik lagunya sehingga
pendengar semakin terbawa dengan apa yang dipikirkan pengarangnya
(Awe, 2003;51).
Definisi lirik atau syair lagu dapat dianggap sebagai puisi begitu
pula sebaliknya. Hal serupa juga dikatakan oleh Jan van Luxemburg (1989)
yaitu definisi mengenai teks-teks puisi tidak hanya mencakup jenis-jenis
sastra melainkan juga ungkapan yang bersifat pepatah, pesan iklan,
semboyan-semboyan politik, syair-syair lagu pop dan doa-doa. Dari definisi
diatas, sebuah karya sastra merupakan karya imajinatif yang menggunakan
bahasa sastra. Maksudnya bahasa yang digunakan harus dibedakan dengan
bahasa sehari-hari atau bahkan bahasa ilmiah. Bahasa sastra merupakan
bahasa yang penuh ambiguitas dan memiliki segi ekspresif yang justru
dihindari oleh ragam bahasa ilmiah dan bahasa sehari-hari (Awe, 2003; 49).
Karena sifat yang ambigu dan penuh ekspresi ini menyebabkan bahasa
sastra cenderung untuk mempengaruhi, membujuk dan pada akhirnya
mengubah sikap pembaca (Wellek & Warren, 1989 ; 14-15).
Propaganda melalui maupun tidak melalui lirik lagu tetap memiliki
efek yang kompleks. Contohnya, Jika pesan dalam lirik lagu oleh
propagandis diketengahkan tentang ketidakadilan dan ketimpangan-
ketimpangan sosial dan secara tidak langsung menempatkan pemerintah
sebagai pihak yang harusnya bertanggung jawab pada keadaan itu, bukan
tidak mungkin hanya melalui lagu , khalayak menjadi marah, menuntut
bahkan melawan pemerintah sebagai pihak yang bertanggungjawab dengan
berbagai bentuk. Oleh karena bahasa dalam hal ini kata-kata, khususnya
yang digunakan dalam lirik lagu tidak seperti bahasa sehari-hari dan
memiliki sifat yang ambigu dan penuh ekspresi ini menyebabkan bahasa
cenderung untuk mempengaruhi, membujuk dan pada akhirnya mengubah
sikap pembaca (Wellek & Warren, 1989, 14-15) .

2.1.5 Analisis Wacana Kritis


Wacana tidak hanya terdiri dari kalimat yang gramatikal tetapi
sebuah wacana harus dapat memberikan interpretasi makna bagi pembaca
dan pendengarnya. Wacana menjadi satuan bahasa yang begitu komplit
sehingga dalam hierarki gramatikal adalah gramatikal yang tertinggi atau
terbesar. Isinya yang dapat berupa sebagai sebuah konsep, gagasan, pikiran
atau ide yang utuh dari seorang pengarang. Hasil wacana dapat dipahami
dan dimengerti dengan seksama oleh pembaca ataupun pendengar tanpa
adanya keraguan sedikitpun. Wacana berbentuk rekaman kebahasaan yang
utuh mengenai peristiwa komunikasi yang berupa tulisan maupun lisan.
Tulisan dimaksudkan adalah penulis sebagai pembicara sedangkan
pembaca sebagai pendengar. Komunikasi dalam lisan yang dimaksudkan
adalah pemakaian tindak tutur dari penutur sebagai pembicara, dan petutur
sebagai lawan bicaranya.
Wacana ini didasari oleh dua faktor yaitu faktor bentuk, wacana ini
berupa tulisan maupun berupa lisan dan faktor makna, faktor yang
berhubungan dengan sebuah informasi maka akan timbul makna atau
pemahan konteks maupun tendensivitas yang berbeda-beda. Dengan
dedikasi konsistensinya yang bagus dan luar biasa sehingga wacana itu tidak
memiliki adanya keterbatasan mendasar berupa karangan saja.
Konteks penelitian ini berfokus pada wacana kritik sosial kota
Surabaya dalam lirik lagu Band Silampukau pada Album ‘Dosa, Kota, dan
Kenangan’. Untuk mengeksplorasi hal diatas, peneliti tidak hanya
menganilisis teks namun juga konteks sosial yang melingkupi teks tersebut.
Dimana pendekatan tersebut merupakan analisis wacana kritis dan pemilih
memilih analisis wacana Norman Fairclough.

Skema 2.2 : model Analisis Wacana Kritis Fairclough


Fairclough mempunyai sebuah kerangka analitis dalam tiga dimensi
yaitu teks, praktik diskursif dan praktik sosio kultural. Dimensi pertama
adalah menganalisis penggunaan bahasa dalam sebuah teks. Teks secara
tradisional dipahami sebagai bahasa tertulis, Namun Fairclough (1995)
menyebutkan bahwa teks tidak dipahami sebagai bahasa tulis, melainkan
segal artifak kultural seperti gambar, bangunan, musik, atau bahasa visual
yang ada di televisi.
Dimensi kedua adalah praktik diskursif. Praktik diskursif tidak
hanya mencakup penjelasan yang tepat mengenai cara produksi dan
interpretasi teks dalam suatu interaksi,melainkan juga menyangkut
hubungan praktik diskursif dengan tatanan wacana atau yang disebut
interdiskurvistas (Fairclough dalam Ibrahim, 2009). Dengan kata lain
dimensi ini mencoba menganalisis hubungan antara teks dengan praktik
sosial, atau bisa dikatakan bahwa praktik diskursif adalah mediasi antara
teks dan konteks.Dimensi ketiga adalah proses sosiokultrral, dimana pada
tataran ini mengenalisis relasi kuasa, ideologi, dan konteks sosial yang
meliputi sebuah teks.
Peneliti memilih menganalisis dengan menggunakan analisis
wacana krtis Fairclough karena, teks tidak bisa lepas dari insitusi atau
subjek pencipta teks sebagai proses diskursif. Begitu pula dengan wacana
kritik sosial kota Surabaya dalam lirik lagu “Bianglala” dan “Bola Raya”
pada album “Dosa, Kota, dan Kenangan” band Silampukau tidak hanya
dipandang sebagai teks belaka, terlebih kedudukan lirik lagu dalam
mengangkat wacana adalah sebuah media alternatif ditengah dominan
media mainstream tentu menarik untuk dieksplorasi.
Sehingga hal tersebut tentu saja berkaitan dengan wacana atau
penggunaaan bahasa yang menjadi praktik sosio kultural. Dengan kata lain
analisis wacana mengubungkan teks pada konteks disaat produksi teks
berlaku, teks dianggap membawa motif dan tujuan tertentu dalam
paraktiknya. Seperti yang dikatakan oleh Kriyantono (2008) bahwa wacana
merupakan praktik sosial (mengkontruksi realitas) yang menyebutkan
sebuah hubungan dialektis antara peristiwa yang diwacanakan dengan
konteks sosial, budaya, atau ideologi tertentu.

2.3 Kerangka Pemikiran


Menurut Fairclough dan Wodak, analisis wacana kritis melihat
wacana-pemakaian bahasa dalam tuturan dan tulisan sebagai bentuk dari
praktek sosial. Menggambarkan wacana sebagai praktek sosial
menyebabkan sebuah hubungan dialektis diantara peristiwa diskursif
tertentu dengan situasi, intuisi, dan struktur sosial yang membentuknya
(Eriyanto,2001)

Penelitian ini menggunakan analisis wacana kritis dalam


pengolahan data serta dalam rangka membongkar wacana terkait dengan
karya teks dalam hal ini adalah lirik lagu. Sehingga kerangka pemikiran juga
mengacu pada 3 dimensi kerangka analitis Norman Fairclough, yang terdiri
dari fase descriptive (text analysis) dimana teks, dalam hal ini adalah lirik
lagu pada album “Dosa, Kota, dan, Kenangan” dengan band Silampukau
sebagai produsen teks dideskripsikan sesuai sudut pandang peneliti serta
didukung dengan keterangan informan utama terkait dengan teks.

Fase kedua yaitu adalah fase interpretation (process analysis)


dimana narasi tentang teks dikaitkan dengan konteks atau wacana yang
sudah ditentukan sesuai dengan fakta yang diperoleh dari refrensi dan
keterangan informan terkait objek. Teks dalam hal ini lirik lagu Silampukau
dikaitkan dengan praktik diskursif dalam konteks sosial, budaya, ekonomi,
dan politik.

Fase ketiga adalah explanation (social analysis). Pada tahap akhir


peneliti menuju pada analisis sosiokultural, dimana objek dianalisis terkait
relasi kuasa, ideologi dan konteks sosial yang meliputi sebuah teks.
Skema 2.3 : Kerangka Pemikiran Peneliti

Anda mungkin juga menyukai