0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
97 tayangan15 halaman
Bab ini membahas tinjauan pustaka dan penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini, termasuk empat penelitian yang membahas kritik sosial kota Surabaya, identitas kota, dan industri musik Indonesia. Bab ini juga membedakan penelitian ini dengan penelitian terdahulu karena menggunakan lirik lagu sebagai objek untuk menggali wacana kritik sosial kota Surabaya.
Bab ini membahas tinjauan pustaka dan penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini, termasuk empat penelitian yang membahas kritik sosial kota Surabaya, identitas kota, dan industri musik Indonesia. Bab ini juga membedakan penelitian ini dengan penelitian terdahulu karena menggunakan lirik lagu sebagai objek untuk menggali wacana kritik sosial kota Surabaya.
Bab ini membahas tinjauan pustaka dan penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini, termasuk empat penelitian yang membahas kritik sosial kota Surabaya, identitas kota, dan industri musik Indonesia. Bab ini juga membedakan penelitian ini dengan penelitian terdahulu karena menggunakan lirik lagu sebagai objek untuk menggali wacana kritik sosial kota Surabaya.
Penelitian terdahulu merupakan salah satu referensi yang digunakan untuk mempermudah penelitian ini, dengan cara melihat dan membandingkan penelitian yang satu dengan yang lain, atau penelitian yang lama dengan penelitian yang penulis hendak teliti. Dengan adanya penelitian terdahulu ini diharap menghindari hal-hal yang bersifat plagiasi dalam penelitian ini. Berikut adalah penelitian terdahulu yang dijadikan panduan dan referensi untuk penelitian.
Tabel 2.1. tabel penelitian terdahulu
No. Judul Penelitian Nama Peneliti Metode Hasil Penelitian
1 Identitas Imam Mudofar Deskriptif Antologi puisi Wong Surabaya dalam Universitas – kualitatif Kam Pung karya F. Antologi Puisi Airlangga Aziz Manna Wong Kam Pung Prodi Sastra menempatkan subjek Karya F. Aziz Indonesia lirik pada anggota Manna masyarakat urban Surabaya. Dengan demikian, identitas Surabaya yang dihadirkan oleh antologi puisi Wong Kam Pung karya F. Aziz Manna ini menghadirkan beberapa pandangan kritis yaitu identitas keterasingan masyarakat urban Surabaya dan identitas perlawanan masyarakat urban Surabaya. 2 WACANA UNIVERSITAS Deskriptif Berdasarkan hasil IDENTITAS AIRLANGGA – kualitatif analisis, Ayorek KOTA ILMU sebagai media SURBAYA KOMUNIKASI alternatif tak hanya DALAM menghadirkan wacana MEDIA tandingan atas ALTERNATIF diskursus dominan AYOREK mengenai identitas kota Surabaya. Alternatifitas yang diajukan sebagai wacana dominan oleh Ayorek selaku media alternatif justru menyimpan motif politis lain, seperti memuat kepentingan pihak-pihak yang masih berada dalam jaringan. 3 ANALISIS penelitian Peneliti menemukan WACANA kualitatif bahwa ada DOMINASI Muarif dengan keseragaman genre, MAJOR LABEL Pebriansah metode yaitu pop melayu, PADA Sumahar analisis sebagai INDUSTRI PRODI ILMU wacana komoditas MUSIK KOMUNIKASI kritis utama industri INDONESIA UNIVERSITAS norman musik DARI BAND AIRLANGGA fairclough Indonesia dan EFEK RUMAH adanya KACA keberpihakan pasar musik Indonesia terhadap unsur kapitalis. Hal tersebut kemudian memunculkan adanya perlawanan alternatif terhadap dominasi dan hegemoni industri musik arus utama, salah satunya adalah dengan gerakan independent- atau indie sebagai kontra kultur dari industri musik arus utama. 4 MEMBACA Mohammad Deskriptif Ditinjau dari budaya YOUTH Zaki – kualitatif dominannya, lagu- CULTURE Ath Thaariq lagu Warkop PADA LAGU- UNIVERSITAS mewacanakan negara LAGU AIRLANGGA sebagai pihak yang WARKOP berkuasa mutlak atas rakyat dan juga aparatur-aparaturnya. Selain membungkam rakyat dengan komponen- komponennya seperti polisi, misalnya, negara pun membungkam komponen-komponen mereka dengan uang. Ini seperti pada lagu “Obrolan Warung Kopi (versi album Pingin Melek Hukum)”. Dengan begitu negara (dalam konteks rezim Orde Baru) saat itu tetap terjaga stabilitasnya. Ia adalah suatu kekuatan dominan yang tanpa cela dan tidak dapat dicela. Melalui pemanfaatan berbagai komponen negara untuk menertibkan masyarakat, menerapkan korupsi dalam wacana “semua bisa diatur”, hingga menyebarkan wacana ketakutan dengan kedok penjagaan keamanan dan ketertiban di ruang publik, negara melenggang dengan indahnya menyebarkan kekuasaan di mana- mana.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang terdahulu adalah, dalam
penelitian ini menggunakan karya sastra teks, dalam hal ini lirik teks lagu dari album “Dosa, Kota, dan Kenangan” dari Band Silampukau sebagai objek penelitian. menggali wacana kritik sosial kota Surabaya menggunakan Teori Analisis Wacana Kritis Fairclough. Selain itu peneliti juga meneliti motif dibalik teks dimana lirik lagu digunakan sebagi media alternatif, dan hal ini masih belum terlihat pada penelitian terdahulu yang hanya menjelaskan objek pada kritik sosial kota pada umumnya. Selain itu keberadaan Silampukau sebagai media alternatif juga membawa mereka pada image sesuai yang diwacanakan pada khalayak, dalam hal ini fans, penikmat lagu, dan khalayak.
2.2 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Kritik Sosial
Kritik sosial menurut Ahmad Zaini Akbar adalah, “Salah satu bentuk komunikasi dalam masyarakat yang bertujuan atau berfungsi sebagai kontrol terhadap jalannya sebuah sistem sosial atau proses bermasyarakat. ( Mas’oed, 1999:47). Berdasarkan dari pengertian diatas diatas penulis menyimpulkan bahwa bahwa kritik sosial adalah salah satu bentuk perlawanan atau ketidak sepahaman individu atau kelompok tertentu terhadap realitas yang terjadi didalam sebuah kelompok masyarakat. Bentuk kritik sosial itu sendiri tertuang dalam berbagai bentuk, baik secara langsung maupun tidak langsung. Bentuk kritikan secara langsung antara lain, demontrasi, aksi unjuk rasa, aksi sosial dan lain sebagainya. Sedangkan bentuk kritik sosial dengan cara tidak langsung dapat dituangkan dalam aksi treatikal, kritik melaui film, kritik melalui puisi, gambar atau kalikatur, serta dalam lirik yang terkandung didalam sebuah lagu. Kritik sosial dalam berbagai bentuk ini mempunyai pengaruh dan dampak sosial yang signifikan dalam kehidupan masyarakat. Kritik sosial dipahami sebagai sebuah bentuk komunikasi yang dikemukakan baik dalam bentuk tulisan maupun lisan, berkenaan dengan masalah interpersonal, serta bertujuan mengontrol jalannya sistem sosial. Masyarakat terdiri dari kelompok-kelompok mulai dari yang kecil sampai yang paling besar yang memiliki kebiasaan dan kemudian menjadi tradisi yang membentuk suatu aturan tertentu. Di dalam hubungan antar masyarakat, terhadap reaksi yang timbul sebagai akibat hubungan- hubungan tersebut yang menyebabkan perilaku seseorang makin berkembang dan bertambah luas, sehingga dapat mengakibatkan perubahan dalam masyarakat. Masyarakat merupakan kelompok manusia terbesar yang mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan yang sama, (Basrowi, 2009:38).
2.1.2 Lirik Lagu dan Wacana mengenai Kritik Sosial Kota
Karya sastra dalam bentuk teks seperti puisi, sajak, khususnya pada karya teks lirik lagu yang mewacanakan kota dapat dilihat dari waktu penciptaan karya teks tersebut. Lirik lagu atau karya teks lain yang bertema kan kota pada periode pasca kemerdekaan biasanya tidak jauh dari aspek historikal mengenai kota. Dapat diambil contoh seperti lagu “Surabaya” yang seolah menceritakan kerja keras arek-arek Surabaya dalam mempertahankan kemerdakaan, sehingga dari lagu tersebut akan membentuk representasi bahwa Surabaya sebagai kota Perjuangan, kota Pahlawan. Pada periode orde baru hingga menjelang reformasi, para musisi kenamaan dengan semangat kebebasan atas berekspresi dan berpendapat lebih lugas menceritakan kota dari segala problematikanya. Citra Ibu kota kota pada saat itu menjadi tanah harapan bagi seluruh rakyat membawa Jakarta sebagai tujuan utama dalam meraih mimpi. Seperti “Siapa Suruh Datang Jakarta”, “Ke Jakarta Aku Kan Kembali”, “Kompor Meleduk”, “Berkacalah Jakarta”, dan lain-lain. Pada era passca reformasi hingga kini, musisi pun lebih luas mengeksplorasi karya teks lirik lagu dalam berbagai problema kota besar di era modernisasi di segala aspek, atas hal diatas bermunculan seperti problema pekerjaan, modernisasi pembangunan, isu-isu lingkungan ulah globalisasi, maupun keadaan sosial-politik mengenai sebuah kota. Lagu digunakan sebagai media alternatif terhadap sebuah pandangan mengenai kota yang biasa dicitrakan pada media mainstream, sehingga lagu menjadi alternatif mengenai sisi lain sebuah kota. Mereka kebanyakan musisi dengan semangat indie movement, menyuarakan sesuai apa mereka inginkan tanpa ada batasan atas apa yang mereka ekspresikan, dan lebih terlihat jujur. Selain itu wacana terhadap kota semakin luas tidak hanya di sentralisir oleh Jakarta. Seperti “Tentang Rumahku” dari Dialog Dini Hari, “ Di Sayidan” dari Shaggy Dog, dan “ Sunset di Tanah Anarki” dari Superman Is Dead. Begitu juga dengan Silampukau mencoba membawa wacana mengenai kritik sosial kota melalui lagu-lagu pada album Dosa, Kota, dan Kenangan”. Ketika lagu mewacanakan kota dan membawa representasi lain dari sebuah kota menjadikan peneliti tertarik untuk menganalisis lirik lagu dengan wacana mengenai kota dan dari wacana tersebut peneliti juga ingin mengetahui motif dari wacana yang dimunculkan oleh pencipta teks, dalam hal ini lirik lagu dalam mewacanakan sebuah kota.
2.1.3 Musik Folk dan Silampukau
Independensi juga sulit dapat dilepaskan dari genre musik folk. Banyak juga yang menyebut folk sebagai musik rakyat, karena kata folk dalam bahasa memiliki“rakyat”. Genre musik ini tidak lepas dari semangat indie karena genre musik folk pada awalnya muncul sebagai musik etnik, yang menggambarkan kesederhanaan dan keseharian di dalam lingkungan. Musik Folk dengan indie-pop sangat berhubungan karena keduanya memiliki kesamaan atas ketidak-terikatan mereka atas kapitalisme pasar. Musik folk cenderung menyuarakan atas keseharian, kritik sosial, dan lebih terlihat jujur dan tentu dalam hal ini dapat dilihat bahwa musik folk juga memiliki semangat counter-culture sejalan dengan musik indie. Di era 90-an Iwan Fals, Ebiet G. Ade dan Franky Sahilatua tetap berkibar membawakan musik folk. Iwan Fals juga mengembangkan kiprah bermusiknya dengan bergabung dalam Kantata Takwa dan Swami. Pada 1993 muncul singer/songwriter berbakat Oppie Andaresta lewat Albumnya Oppie yang menghasilkan hits "Cuma Khayalan," "Inilah Aku," atau "Cuma Karena Aku Perempuan." Oppie memberanikan diri sebagai penyanyi folk wanita dengan lirik yang lugas dan apa adanya. Ini terlihat jelas lewat album keduanya Bidadari Badung pada tahun 1995 dengan lagu seperti "Ingat- Ingat Pesan Mama" dan "Bidadari Badung."
Di era 2000-an, justru semakin banyak kelompok-kelompok musik
folk yang bermunculan dalam khazanah musik Indonesia seperti Endah N Rhesa, Dialog Dinihari, Payung Teduh, Deugalih & Folks, Frau, Harlan Boer, Sir Dandy, Payung Teduh, Bonita, Tigapagi, Adhitia Sofyan, Teman Sebangku, Nada Fiksi, Semakbelukar, Rusa Militan dan lainnya. (RollingstoneIndonesia,2014.http://www.rollingstone.co.id/article/read/20 14/04/04/2546274/1294/sekelumit-sejarah-musik-folk indonesia).
Begitu juga Silampukau, Silampukau berusaha menyanyikan
mimpi, protes, perjuangan, semangat, dan geliat kehidupan sehari-hari perkotaan dalam iringan instrumen akustik seadanya. Lagu-lagu sederhana tentang orang-orang sederhana dalam momen-momen sederhana mereka. Hal diatas memang tidak terlalu jauh dengan genre folk, Musik Folk berarti musik rakyat yang penuh dengan kesederhanaan dan keseharian dalam lagunya. Sejatinya dalam meramu musik itu sendiri terdapat banyak unsur- unsur tradisi dan kebudayaan memberikan warna pada part-part musiknya, namun sebagian musisi hanya memberikan penekanan pada nilai kesederhanaan saja.
Diawal kemunculannya, Silampukau memang sudah mempunyai
identitas pada karyanya, sesuai dengan namanya (sebut:Silampukau) yang berarti burung kepodang, burung yang pandai berkicau, Silampukau bercerita tentang kesederhanaan tentang keseharian dan kehidupan. Nurin Wibisono , Pengamat musik indie dan Jurnalis majalah The Geo Times dikutip dari sebuah webzine music indie Surabaya mengatakan,
“Musiknya sederhana, hanya berbaju gitar akustik, dengan sedikit aksen
akordeon. Tapi, dibalik kesederhanaan musiknya, terkandung kekuatan besar. Hal yang sama terjadi pada lagu-lagu Bob Dylan atau Iwan Fals saat mereka muda. Seketika, saya merasa yakin bahwa Silampukau bukan sekedar band biasa. Liriknya mudah dicerna tapi berhasil menguak banyak kisah. Musiknya pun tak kalah bersahaja, tapi tetap bernuansa elegan”.(Nuran. Wibisono, 2014. http://ayorek.org/2014/08/sementara-menunggu-silampukau/ )
2.1.4 Lirik Lagu sebagai Media Penyampaian Pesan
Lirik lagu merupakan ekspresi seseorang tentang suatu hal yang sudah dilihat, didengar maupun dialaminya. Dalam mengekspresikan pengalamannya, penyair atau pencipta lagu melakukan permainan kata-kata dan bahasa untuk menciptakan daya tarik dan kekhasan terhadap lirik atau syairnya. Permainan bahasa ini dapat berupa permainan vokal, gaya bahasa maupun penyimpangan makna kata dan diperkuat dengan penggunaan melodi dan notasi musik yang disesuaikan dengan lirik lagunya sehingga pendengar semakin terbawa dengan apa yang dipikirkan pengarangnya (Awe, 2003;51). Definisi lirik atau syair lagu dapat dianggap sebagai puisi begitu pula sebaliknya. Hal serupa juga dikatakan oleh Jan van Luxemburg (1989) yaitu definisi mengenai teks-teks puisi tidak hanya mencakup jenis-jenis sastra melainkan juga ungkapan yang bersifat pepatah, pesan iklan, semboyan-semboyan politik, syair-syair lagu pop dan doa-doa. Dari definisi diatas, sebuah karya sastra merupakan karya imajinatif yang menggunakan bahasa sastra. Maksudnya bahasa yang digunakan harus dibedakan dengan bahasa sehari-hari atau bahkan bahasa ilmiah. Bahasa sastra merupakan bahasa yang penuh ambiguitas dan memiliki segi ekspresif yang justru dihindari oleh ragam bahasa ilmiah dan bahasa sehari-hari (Awe, 2003; 49). Karena sifat yang ambigu dan penuh ekspresi ini menyebabkan bahasa sastra cenderung untuk mempengaruhi, membujuk dan pada akhirnya mengubah sikap pembaca (Wellek & Warren, 1989 ; 14-15). Propaganda melalui maupun tidak melalui lirik lagu tetap memiliki efek yang kompleks. Contohnya, Jika pesan dalam lirik lagu oleh propagandis diketengahkan tentang ketidakadilan dan ketimpangan- ketimpangan sosial dan secara tidak langsung menempatkan pemerintah sebagai pihak yang harusnya bertanggung jawab pada keadaan itu, bukan tidak mungkin hanya melalui lagu , khalayak menjadi marah, menuntut bahkan melawan pemerintah sebagai pihak yang bertanggungjawab dengan berbagai bentuk. Oleh karena bahasa dalam hal ini kata-kata, khususnya yang digunakan dalam lirik lagu tidak seperti bahasa sehari-hari dan memiliki sifat yang ambigu dan penuh ekspresi ini menyebabkan bahasa cenderung untuk mempengaruhi, membujuk dan pada akhirnya mengubah sikap pembaca (Wellek & Warren, 1989, 14-15) .
2.1.5 Analisis Wacana Kritis
Wacana tidak hanya terdiri dari kalimat yang gramatikal tetapi sebuah wacana harus dapat memberikan interpretasi makna bagi pembaca dan pendengarnya. Wacana menjadi satuan bahasa yang begitu komplit sehingga dalam hierarki gramatikal adalah gramatikal yang tertinggi atau terbesar. Isinya yang dapat berupa sebagai sebuah konsep, gagasan, pikiran atau ide yang utuh dari seorang pengarang. Hasil wacana dapat dipahami dan dimengerti dengan seksama oleh pembaca ataupun pendengar tanpa adanya keraguan sedikitpun. Wacana berbentuk rekaman kebahasaan yang utuh mengenai peristiwa komunikasi yang berupa tulisan maupun lisan. Tulisan dimaksudkan adalah penulis sebagai pembicara sedangkan pembaca sebagai pendengar. Komunikasi dalam lisan yang dimaksudkan adalah pemakaian tindak tutur dari penutur sebagai pembicara, dan petutur sebagai lawan bicaranya. Wacana ini didasari oleh dua faktor yaitu faktor bentuk, wacana ini berupa tulisan maupun berupa lisan dan faktor makna, faktor yang berhubungan dengan sebuah informasi maka akan timbul makna atau pemahan konteks maupun tendensivitas yang berbeda-beda. Dengan dedikasi konsistensinya yang bagus dan luar biasa sehingga wacana itu tidak memiliki adanya keterbatasan mendasar berupa karangan saja. Konteks penelitian ini berfokus pada wacana kritik sosial kota Surabaya dalam lirik lagu Band Silampukau pada Album ‘Dosa, Kota, dan Kenangan’. Untuk mengeksplorasi hal diatas, peneliti tidak hanya menganilisis teks namun juga konteks sosial yang melingkupi teks tersebut. Dimana pendekatan tersebut merupakan analisis wacana kritis dan pemilih memilih analisis wacana Norman Fairclough.
Skema 2.2 : model Analisis Wacana Kritis Fairclough
Fairclough mempunyai sebuah kerangka analitis dalam tiga dimensi yaitu teks, praktik diskursif dan praktik sosio kultural. Dimensi pertama adalah menganalisis penggunaan bahasa dalam sebuah teks. Teks secara tradisional dipahami sebagai bahasa tertulis, Namun Fairclough (1995) menyebutkan bahwa teks tidak dipahami sebagai bahasa tulis, melainkan segal artifak kultural seperti gambar, bangunan, musik, atau bahasa visual yang ada di televisi. Dimensi kedua adalah praktik diskursif. Praktik diskursif tidak hanya mencakup penjelasan yang tepat mengenai cara produksi dan interpretasi teks dalam suatu interaksi,melainkan juga menyangkut hubungan praktik diskursif dengan tatanan wacana atau yang disebut interdiskurvistas (Fairclough dalam Ibrahim, 2009). Dengan kata lain dimensi ini mencoba menganalisis hubungan antara teks dengan praktik sosial, atau bisa dikatakan bahwa praktik diskursif adalah mediasi antara teks dan konteks.Dimensi ketiga adalah proses sosiokultrral, dimana pada tataran ini mengenalisis relasi kuasa, ideologi, dan konteks sosial yang meliputi sebuah teks. Peneliti memilih menganalisis dengan menggunakan analisis wacana krtis Fairclough karena, teks tidak bisa lepas dari insitusi atau subjek pencipta teks sebagai proses diskursif. Begitu pula dengan wacana kritik sosial kota Surabaya dalam lirik lagu “Bianglala” dan “Bola Raya” pada album “Dosa, Kota, dan Kenangan” band Silampukau tidak hanya dipandang sebagai teks belaka, terlebih kedudukan lirik lagu dalam mengangkat wacana adalah sebuah media alternatif ditengah dominan media mainstream tentu menarik untuk dieksplorasi. Sehingga hal tersebut tentu saja berkaitan dengan wacana atau penggunaaan bahasa yang menjadi praktik sosio kultural. Dengan kata lain analisis wacana mengubungkan teks pada konteks disaat produksi teks berlaku, teks dianggap membawa motif dan tujuan tertentu dalam paraktiknya. Seperti yang dikatakan oleh Kriyantono (2008) bahwa wacana merupakan praktik sosial (mengkontruksi realitas) yang menyebutkan sebuah hubungan dialektis antara peristiwa yang diwacanakan dengan konteks sosial, budaya, atau ideologi tertentu.
2.3 Kerangka Pemikiran
Menurut Fairclough dan Wodak, analisis wacana kritis melihat wacana-pemakaian bahasa dalam tuturan dan tulisan sebagai bentuk dari praktek sosial. Menggambarkan wacana sebagai praktek sosial menyebabkan sebuah hubungan dialektis diantara peristiwa diskursif tertentu dengan situasi, intuisi, dan struktur sosial yang membentuknya (Eriyanto,2001)
Penelitian ini menggunakan analisis wacana kritis dalam
pengolahan data serta dalam rangka membongkar wacana terkait dengan karya teks dalam hal ini adalah lirik lagu. Sehingga kerangka pemikiran juga mengacu pada 3 dimensi kerangka analitis Norman Fairclough, yang terdiri dari fase descriptive (text analysis) dimana teks, dalam hal ini adalah lirik lagu pada album “Dosa, Kota, dan, Kenangan” dengan band Silampukau sebagai produsen teks dideskripsikan sesuai sudut pandang peneliti serta didukung dengan keterangan informan utama terkait dengan teks.
Fase kedua yaitu adalah fase interpretation (process analysis)
dimana narasi tentang teks dikaitkan dengan konteks atau wacana yang sudah ditentukan sesuai dengan fakta yang diperoleh dari refrensi dan keterangan informan terkait objek. Teks dalam hal ini lirik lagu Silampukau dikaitkan dengan praktik diskursif dalam konteks sosial, budaya, ekonomi, dan politik.
Fase ketiga adalah explanation (social analysis). Pada tahap akhir
peneliti menuju pada analisis sosiokultural, dimana objek dianalisis terkait relasi kuasa, ideologi dan konteks sosial yang meliputi sebuah teks. Skema 2.3 : Kerangka Pemikiran Peneliti