Anda di halaman 1dari 5

BAB IV

GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

4.1 Lagu “ Bianglala”


Surabaya kini dengan segala modernitas nya, diikuti dengan kebutuhan atas
masyarakat modern sama hal-nya dengan kota besar lainnya, baik dari kebutuhan
akan tempat tinggal, sehingga mendorong pada modernisasi pembangunan dengan
semakin manjamurnya apartement- apartement dengan berbagai segmen di sudut-
sudut kota Surabaya. Selain itu juga kebutuhan akan hiburan masyarakat kota
diiringi dengan kemunculan mall, thematic amusement park, dan ruang terbuka
bebas yang seolah memanjakan masyarakat Surabaya.

Keberadaan mengenai Taman Remaja Surabaya, yang sempat menjadi


wisata iconic Surabaya. Meski tak seramai dulu, TRS tak pernah berhenti untuk
terus melakukan perubahan guna memanjakan para pengunjung. Selain 24 wahana
yang bisa dimainkan, cafetaria dan public area seperti toilet, musholla, ruang medis,
stand fotografi, sampai area free wifi pun disediakan.

Gambar 4.1 : macam-macam wahana di Taman Remaja Surabaya


( Dikutip dari website: tamanremajasurabaya.net Diakses pada 20 Juni 2017)
Digambarkan pada lagu “ Bianglala”. Lagu adalah track ke 5 dari album “Dosa,
Kota, dan Kenangan”. Diciptakan pada tahun 2008 oleh Kharis Junandharu, salah
satu personil Silampukau, pria Surabaya luluan Sastra Indonesia Universitas
Airlanggga itu menggambarkan, Kegembiraan mengenai Taman Remaja
digambarkan dalam penggunaan gaya bahasa bernuansa nostalgia, vintage, dengan
intro awal diselingi petikan gitar bernuansa keroncong menambah nuansa kearifan
lokal kota Surabaya. Pendengar seakan diajak menikmati setiap wahana yang hadir
di Taman Remaja Surabaya.

BIANGLALA

Taman Remaja Surabaya sajikan canda tepis gulana.


Oh senangnya!

Aih, ya Tuan, di sanalah hiburan murah di Surabaya.

Irama dangdut hingar berdenyut menghibur hati.


Riang beradu dengan sendu.

Aih, ya Puan, hanya di sana hiburan murah di Surabaya.

Teriak bocah di bianglala dan manis cinta


di gula-gula, ramaikan suasana.

Aih, ya Tuan, di sanalah hiburan murah di Surabaya.

Lowong antrian.
Muda-mudi bersembunyi di remang-remang.
Awas ya, itu tangan.

Aih, ya Puan, hanya di sana hiburan murah di Surabaya.

2. Lagu Bola Raya


Lagu ini bercerita tntang realitas kota dengan pesatnya pembangunan
sehingga mengakibatkan hilangnya tanah-tanah lppang yang biasa dijadikan tempat
bermain Sepak bola menjadikan fenomena “bola raya”, yakni anak-anak atau
remaja bermain bola di Jalan Raya di kota-kota besar. Hal ini biasa dilakukan pada
malam hari. Sebenarnya banyak terjadi di kota besar Seperti Jakarta dan Surabaya.
Iwan Fals juga mengkisahkannya pada 90-an dengan judul “ Mereka ada di Jalan”.
Tentu selayaknya kota tidak lepas dari pembangunan namun juga diiringi dengan
ketersediaan atas ruang publik bagi masyarkat. Mereka yang dikisahkan pada lagu
terpaksa bermain bola di Jalan Raya, harus berbagi dengan pengguna jalan raya
yang sebenarnya juga membahayakan nyawa.

Mereka hanya ingin sekedar memenuhi kebutuhan atas bermain dan


berolah raga. Ketika seluruh masyarakat kota terpenuhi dari berbagai aspek
kebutuhan hidup, bahkan dari hal-hal kecil, mereka akan merasa menjadi bagian
dari kota tersebut. Lagu ini diciptakan pada tahun 2010, oleh kedua personil dari
Silampukau yakni Eki Tresnowening dan Kharis Junandharu. “Bola Raya
digambarkan dengan lirik yang apa-adanya, dan lugas. Iringan musik bernuansa
balada, dengan sentuhan accordion menambah ambience dari lagu tersebut.

BOLA RAYA

Kami main bola di jalan raya,


beralaskan aspal, bergawang sandal.
Tak peduli ada yang mencela,
terus berlari mengejar angka.

Kami rindu lapangan yang hijau.


Harus sewa dengan harga tak terjangkau.
Tanah lapang kami berganti gedung.
Mereka ambil untung, kami yang buntung.

Kami hanya main bola,


tak pernah ganggu gedungmu.
Kami hanya main bola,
persetan dengan gedungmu.

Memang kami tak paham soal akta,


sertifikat tanah dan omong kosong lainnya.
Kami hanya ingin main bola,
zonder digugat, zonder didakwa.

4. 3 Album “ Dosa, Kota , dan Kenangan” Silampukau

Gambar 4.2 : silampukau ( Dikutip dari: http://majalahcobra.com/wp-


content/uploads/2015/04/Silampukau_in.jpg, diakse pada tanggal 16-Juni-
2017).

Setelah merilis EP Sementara Ini pada tahun 2009, butuh hampir


enam tahun bagi Silampukau untuk menghadirkan album penuh ini ke
hadapan para pendengarnya. Masa hiatus selama empat tahun sejak 2010
menjadi salah satu kendala yang berarti. Namun, selama masa vakum
tersebut, masing-masing personil Silampukau, Kharis Junandharu dan Eki
Tresnowening, melampaui proses panjang yang berakibat pada meluasnya
dimensi bermusik Silampukau. Hal tersebut bisa dirasakan dari sepuluh
komposisi yang kaya di dalam album ini.

Hampir sebagian besar lagu dalam album ini merupakan refleksi


kehidupan orang-orang biasa di Surabaya. Mulai dari penjual miras (“Sang
Juragan”), bocah kampung (‘Bola Raya”), musisi indie (“Doa 1”), pekerja
urban (“Lagu Rantau”), hingga penduduk komuter dan para pelintas jalan
raya yang menjalani hidup ulang-alik (“Malam Jatuh di Surabaya”). Seperti
sebuah kolase, potongan kisah-kisah kecil tersebut membentuk sebuah
gambaran besar tentang kehidupan sehari-hari di Kota Surabaya.
Keterikatan Silampukau pada kota Surabaya juga menonjol pada dua lagu
lainnya seperti lagu “Bianglala” yang bercerita tentang Taman Hiburan
Rakyat dan “Si Pelanggan” yang berkisah tentang lokalisasi yang baru saja
ditutup, Dolly. Kedua lagu tersebut menjadi penanda memori kolektif atas
sebuah lokasi atau peristiwa yang lekat dalam ingatan warga kota. Tiga lagu
lainnya memberikan ruang refleksi bagi sesuatu yang sangat personal,
seperti “Aku Duduk Menanti”, “Balada Harian”, dan “Puan Kelana”.

Silampukau merekam album ini melalui proses home recording


yang menyenangkan. Selama sebulan penuh, Silampukau merekam
kesepuluh materi di Surabaya dan Malang. Sedangkan proses mastering
dilakukan di Jakarta. Selama pembuatan, Silampukau melibatkan beberapa
rekan musisi berbakat yang membuat album “Dosa, Kota, dan Kenangan”
memiliki spektrum yang lebih kaya.

Anda mungkin juga menyukai