Surabaya kini dengan segala modernitas nya, diikuti dengan kebutuhan atas masyarakat modern sama hal-nya dengan kota besar lainnya, baik dari kebutuhan akan tempat tinggal, sehingga mendorong pada modernisasi pembangunan dengan semakin manjamurnya apartement- apartement dengan berbagai segmen di sudut- sudut kota Surabaya. Selain itu juga kebutuhan akan hiburan masyarakat kota diiringi dengan kemunculan mall, thematic amusement park, dan ruang terbuka bebas yang seolah memanjakan masyarakat Surabaya.
Keberadaan mengenai Taman Remaja Surabaya, yang sempat menjadi
wisata iconic Surabaya. Meski tak seramai dulu, TRS tak pernah berhenti untuk terus melakukan perubahan guna memanjakan para pengunjung. Selain 24 wahana yang bisa dimainkan, cafetaria dan public area seperti toilet, musholla, ruang medis, stand fotografi, sampai area free wifi pun disediakan.
Gambar 4.1 : macam-macam wahana di Taman Remaja Surabaya
( Dikutip dari website: tamanremajasurabaya.net Diakses pada 20 Juni 2017) Digambarkan pada lagu “ Bianglala”. Lagu adalah track ke 5 dari album “Dosa, Kota, dan Kenangan”. Diciptakan pada tahun 2008 oleh Kharis Junandharu, salah satu personil Silampukau, pria Surabaya luluan Sastra Indonesia Universitas Airlanggga itu menggambarkan, Kegembiraan mengenai Taman Remaja digambarkan dalam penggunaan gaya bahasa bernuansa nostalgia, vintage, dengan intro awal diselingi petikan gitar bernuansa keroncong menambah nuansa kearifan lokal kota Surabaya. Pendengar seakan diajak menikmati setiap wahana yang hadir di Taman Remaja Surabaya.
BIANGLALA
Taman Remaja Surabaya sajikan canda tepis gulana.
Oh senangnya!
Aih, ya Tuan, di sanalah hiburan murah di Surabaya.
Irama dangdut hingar berdenyut menghibur hati.
Riang beradu dengan sendu.
Aih, ya Puan, hanya di sana hiburan murah di Surabaya.
Teriak bocah di bianglala dan manis cinta
di gula-gula, ramaikan suasana.
Aih, ya Tuan, di sanalah hiburan murah di Surabaya.
Lowong antrian. Muda-mudi bersembunyi di remang-remang. Awas ya, itu tangan.
Aih, ya Puan, hanya di sana hiburan murah di Surabaya.
2. Lagu Bola Raya
Lagu ini bercerita tntang realitas kota dengan pesatnya pembangunan sehingga mengakibatkan hilangnya tanah-tanah lppang yang biasa dijadikan tempat bermain Sepak bola menjadikan fenomena “bola raya”, yakni anak-anak atau remaja bermain bola di Jalan Raya di kota-kota besar. Hal ini biasa dilakukan pada malam hari. Sebenarnya banyak terjadi di kota besar Seperti Jakarta dan Surabaya. Iwan Fals juga mengkisahkannya pada 90-an dengan judul “ Mereka ada di Jalan”. Tentu selayaknya kota tidak lepas dari pembangunan namun juga diiringi dengan ketersediaan atas ruang publik bagi masyarkat. Mereka yang dikisahkan pada lagu terpaksa bermain bola di Jalan Raya, harus berbagi dengan pengguna jalan raya yang sebenarnya juga membahayakan nyawa.
Mereka hanya ingin sekedar memenuhi kebutuhan atas bermain dan
berolah raga. Ketika seluruh masyarakat kota terpenuhi dari berbagai aspek kebutuhan hidup, bahkan dari hal-hal kecil, mereka akan merasa menjadi bagian dari kota tersebut. Lagu ini diciptakan pada tahun 2010, oleh kedua personil dari Silampukau yakni Eki Tresnowening dan Kharis Junandharu. “Bola Raya digambarkan dengan lirik yang apa-adanya, dan lugas. Iringan musik bernuansa balada, dengan sentuhan accordion menambah ambience dari lagu tersebut.
BOLA RAYA
Kami main bola di jalan raya,
beralaskan aspal, bergawang sandal. Tak peduli ada yang mencela, terus berlari mengejar angka.
Kami rindu lapangan yang hijau.
Harus sewa dengan harga tak terjangkau. Tanah lapang kami berganti gedung. Mereka ambil untung, kami yang buntung.
Kami hanya main bola,
tak pernah ganggu gedungmu. Kami hanya main bola, persetan dengan gedungmu.
Memang kami tak paham soal akta,
sertifikat tanah dan omong kosong lainnya. Kami hanya ingin main bola, zonder digugat, zonder didakwa.
4. 3 Album “ Dosa, Kota , dan Kenangan” Silampukau
Gambar 4.2 : silampukau ( Dikutip dari: http://majalahcobra.com/wp-
content/uploads/2015/04/Silampukau_in.jpg, diakse pada tanggal 16-Juni- 2017).
Setelah merilis EP Sementara Ini pada tahun 2009, butuh hampir
enam tahun bagi Silampukau untuk menghadirkan album penuh ini ke hadapan para pendengarnya. Masa hiatus selama empat tahun sejak 2010 menjadi salah satu kendala yang berarti. Namun, selama masa vakum tersebut, masing-masing personil Silampukau, Kharis Junandharu dan Eki Tresnowening, melampaui proses panjang yang berakibat pada meluasnya dimensi bermusik Silampukau. Hal tersebut bisa dirasakan dari sepuluh komposisi yang kaya di dalam album ini.
Hampir sebagian besar lagu dalam album ini merupakan refleksi
kehidupan orang-orang biasa di Surabaya. Mulai dari penjual miras (“Sang Juragan”), bocah kampung (‘Bola Raya”), musisi indie (“Doa 1”), pekerja urban (“Lagu Rantau”), hingga penduduk komuter dan para pelintas jalan raya yang menjalani hidup ulang-alik (“Malam Jatuh di Surabaya”). Seperti sebuah kolase, potongan kisah-kisah kecil tersebut membentuk sebuah gambaran besar tentang kehidupan sehari-hari di Kota Surabaya. Keterikatan Silampukau pada kota Surabaya juga menonjol pada dua lagu lainnya seperti lagu “Bianglala” yang bercerita tentang Taman Hiburan Rakyat dan “Si Pelanggan” yang berkisah tentang lokalisasi yang baru saja ditutup, Dolly. Kedua lagu tersebut menjadi penanda memori kolektif atas sebuah lokasi atau peristiwa yang lekat dalam ingatan warga kota. Tiga lagu lainnya memberikan ruang refleksi bagi sesuatu yang sangat personal, seperti “Aku Duduk Menanti”, “Balada Harian”, dan “Puan Kelana”.
Silampukau merekam album ini melalui proses home recording
yang menyenangkan. Selama sebulan penuh, Silampukau merekam kesepuluh materi di Surabaya dan Malang. Sedangkan proses mastering dilakukan di Jakarta. Selama pembuatan, Silampukau melibatkan beberapa rekan musisi berbakat yang membuat album “Dosa, Kota, dan Kenangan” memiliki spektrum yang lebih kaya.