Anda di halaman 1dari 4

Tugas mandiri seni musik

Lagu keroncong

Gesang

keroncong adalah jenis musik khas Indonesia yang menggunakan instrumen musik
dawai, flute, dan vokal. Ada yang berpendapat bahwa musik keroncong berasal dari
peninggalan bangsa Portugis di Indonesia. Namun, bukti autentik menunjukkan bahwa irama
keroncong milik bangsa portugis sudah tidak ada lagi. Bahkan musik keroncong tidak di
temukan jejaknya di negara portugis.

Pertama kali ketenaran Musik Keroncong ialah di awal era ke-20. Musik Keroncong
banyak dikenalkan lewat festival atau panggung yang diadakan ditengah-tengah komune
warga, di sekitar teritori Daerah Tugu, sampai disebutkan panggung Kroncong Toegoe.
Ketenaran Musik Keroncong itu menebar sampai ke Jawa Timur di kota Surabaya. Hasil dari
peningkatan dan kontemporesasi itu, jadikan Musik Keroncong adalah musik Ciri khas
Indonesia.

Beberapa musisi mengatakan bahwa musik keroncong berasal dari perhiasan kaum
wanita yang berbunyi. Kaum wanita Indonesia sangat gemar menggunakan asesoris misalnya
gelag dan kalung. Ketika pemakai bergerak  maka kalung dan gelang tersebut akan bergerak
menimbulkan bunyi crong crong. Sehingga bunyi tersebut di sebut bunyi keroncong.
Kemudian bunyi tersebut di tiru menggunakan alat musik ukulele dan chak.

Keroncong masih populer di Indonesia hingga saat ini. Musik yang sudah
berkembang sejak tahun 1600-an tersebut memang sudah sangat populer di Indonesia.
Terutama jika kita singgah di kota-kota seperti Solo dan Yogyakarta, musik keroncong selalu
terdengar di tempat-tempat keramaian seperti kedai kopi atau cafe1. Musik keroncong sendiri
mulai populer di Indonesia sejak abad ke-20. Kala itu musik keroncong dikenal sebagai
tradisi musik rakyat dari Kampung Tugu.

Tokoh yang Bernama Gesang Martohartono atau kerap disebut dengan Gesang saja,
lahir di Kota Surakarta, 1 Oktober 1917. Beliau adalah seorang penyanyi dan pencipta lagu
Jawa yang telah dikenal sebagai 'maestro keroncong Indonesia'.Beliau tinggal di Serengan,
Solo bersama keponakan dan keluarganya, meninggalkan rumah pemberian Gubernur Jawa
Tengah 1980 setelah 20 tahun ditinggalinya. Beliau berpisah dengan istri pada tahun 1962
tanpa dikaruniai seorang anak pun.

Pada awalnya, Gesang bukanlah seorang pencipta lagu. Dulu, beliau hanya seorang
penyanyi lagu-lagu keroncong untuk acara dan pesta kecil-kecilan di kota Solo. Ia juga
pernah menciptakan beberapa lagu, seperti Keroncong Roda Dunia, Keroncong si Piatu, dan
Sapu Tangan, pada masa perang dunia II. Sayangnya, ketiga lagu ini kurang mendapat
sambutan dari masyarakat.

Gesang terkenal lewat lagu ciptaannya, Bengawan Solo yang kemudian mengantarkan
dirinya berkeliling Asia. Lagu ini diciptakan pada tahun 1940, saat usianya menginjak 23
tahun. Lagu ini tercipta karena kekagumannya akan sungai tersebut. Lagu yang diciptakan
dalam waktu 6 bulan ini juga populer di Jepang, dan sempat digunakan dalam salah satu film
layar lebar di Jepang. Selanjutnya pada tahun 1983, Jepang mendirikan Taman Gesang di
dekat Bengawan Solo. Taman yang pengelolaannya didanai oleh Dana Gesang ini adalah
suatu bentuk penghargaan atas jasanya terhadap perkembangan musik keroncong. Dana
Gesang sendiri adalah sebuah lembaga yang didirikan untuk Gesang di Jepang.

Bukan hanya itu lagu Bengawan Solo banyak dikagumi oleh masyarakat asing seperti
Myanmar, Thailand, Hongkong hingga Jepang. Menurut Margaret Kartomi seorang
akademisi dari Monash University, Australia, bahwa lirik dan irama lagu ciptaan Gesang
memiliki ciri khas yang dapat dinikmati oleh berbagai kalangan tanpa memandang latar
belakang budaya dan bahasa. Danis Sugiyanto, seniman dan akademisi dari ISI Surakarta
juga menyebutkan bahwa Bengawan Solo menjadi salah satu lagu pilihan Kaisar Jepang
dalam rangka merangkul "saudara muda" asal Indonesia.

Lagu tersebut dipilih agar dapat menarik simpati para masyarakat, mengingat Jepang
banyak mengalami kekalahan dalam menghadapi Perang Dunia II. Selain itu Danis juga
menjelaskan lagu keroncong ciptaan Gesang memiliki kesamaan dengan tangga nada
instrumen musik milik Tiongkok. Karena kepiawannya pula Gesang sempat menjadi Duta
Seni Kepresidenan Indonesia di tahun 1963 ke Tiongkok dengan membawa dua lagu yang
terkenal di sana yaitu, Bengawan Solo dan Sapu Tangan.
Kecintaan masyarakat Asia Pasifik tidak sebatas hanya mendengar dan menyanyikan
lagu-lagu Gesang saja, namun juga ikut mempelajarinya. Di tahun 1975, Pemerintah Jepang
menjadikan lagu Bengawan Solo menjadi salah satu bahan ajar mereka bagi murid-murid di
pendidikan dasar. Keharuman namanya membuatnya mendapat berbagai macam penghargaan
dari dalam dan luar negeri. Royalti musik yang didapat mencapai milyaran apabila
dikumpulkan dari seluruh label rekaman yang digunakan.

Mengingat pendengarnya tidak hanya hanya di namun hingga luar negeri. Selain
berupa plakat ataupun uang royalti, Gesang juga mendapat pengargaan berupa rumah dari
Gubernur Jawa Tengah yang dijabat oleh Supardjo Rustam. Melalui rumah pemberian
tersebut Gesang terus berkarya, menerima tamu dan berbaur dengan tetangga sekitarnya.

Hingga menjelang akhir hayat akhirnya Gesang meninggalkan rumah pemberian


gubernur tersebut dikarenakan faktor usia yang membutuhkan perawatan. Pindahlah dia ke
wilayah Pasar Pon Bersama saudara serta kemenakan yang setia merawatnya hingga
meninggal pada 20 Mei 2010. Gesang dimakamkan secara militer dengan dipimpin oleh Joko
Widodo selaku Wali Kota Surakarta. Di Komplek Makam Haji, Kartasura, Sukoharjo.
Setelah wafatnya banyak pihak yang mengusulkan agar Gesang dianugerahi sebagai
pahlawan nasional, diantaranya adalah Pemerintah Kota Surakarta.

Lagu Gesang yang lain di antaranya Pamitan, Caping Gunung, Jembatan Merah,
Saputangan, Si Piatu, Roda Dunia, Dunia Berdamai, Tirtonadi, Pemuda Dewasa, Luntur,
Bumi Emas Tanah Airku, Dongengan, Sebelum Aku Mati dan Aja Lamis. Kesemua lagu
tersebut telah di aransemen ke berbagai jenis irama.

Gesang yang pernah diundang pada festival salju Sapporo atas undangan himpunan
persahabatan Sapporo dengan Indonesia pada 1980 itu, juga telah merekam lagu-lagunya
dalam bentuk Compact Disk, masing-masing adalah Seto Ohashi (1988), Tembok Besar
(1963), Borobudur (1965), Urung (1970), Pandanwangi (1949) dan Swasana Desa (1939).
Daftar Pustaka

(Amin, 2023)

(Profil Gesang, n.d.)

(Novitasari, Pengertian Lagu Keroncong, Ciri-Ciri dan Contoh Lagu, Tokoh, 2023)

(guratanku, 2020)

Anda mungkin juga menyukai