Anda di halaman 1dari 6

Folk Adalah Wajah Musik Indonesia Hari Ini

Oleh : Mohammad Ali Rafi Rafsanjani (071711433065)

Lama tak terdengar gaungnya di Indonesia, kini genre musik folk tiba-tiba kembali
bangkit di Indonesia. Di pelopori oleh band – band indepeden, musik folk kini makin digemari
oleh kawula muda Indonesia. Saat ini mulai banyak kelompok musik yang memainkan genre
musik folk, misalnya Tigapagi, Silampukau, Payung Teduh, Float, Dialog Dini Hari dan masih
banyak lagi lainnya. Lalu seperti apakah music folk ini ? musik folk ini adalah musik etnik atau
musik tradisional, musik ini sangat erat kaitannya dengan etnografi. Corak musik folk ini
berbeda-beda di setiap wilayahnya. Mulai dari kota, suku, negara bahkan benua. Hal ini
membuat musik folk sangat kaya dalam instrumen, tune, pelafalan dan bahkan metode
produksinya. Berbeda dengan music jazz yang lebih mengutamakan improvisasi untuk terus
mengayunkan bentuk-bentuk dari nada yang dimainkan, music folk lebih memainkan music
yang ekspresif, emosional, lirik yang sederhana dan ditambah sentuhan suara alam. Sejatinya
dalam meramu musik itu sendiri terdapat banyak unsur-unsur tradisi dan kebudayaan
memberikan warna pada part-part musiknya, namun sebagian musisi hanya memberikan
penekanan pada nilai kesederhanaan saja. Sisi-sisi tradisional dan kontemporer dalam folk
musik dikemas dengan porsi yang beragam, sesuai kebutuhan, sehingga membentuk karakter
musik yang diinginkan muisisinya. Analog adalah salah satu kata yang cocok untuk
menggambarkan sifat musik Folk itu sendiri. Penggunaan alat-alat musik digital sangat
diminimalisir, sehingga ketika mendengarkan Folk, bunyi-bunyian alat musik analog terasa
sangat kental. Oleh karena itu, Folk sering dilambangkan dengan gitar akustik, ukulele,
akordion, harmonika dan lainnya.

Lantas siapakah musisi Indonesia yang pertama kali membawa semangat ini? Pengamat
musik Denny Sakrie dalam tulisannya berjudul “Selayang Pandang Folk Indonesia”
menyebutkan Gordon Tobing adalah penyanyi folk pertama di Indonesia. Melalui suaranya yang
khas, Gordon berhasil mempopulerkan lagu folk Indonesia, tidak hanya di ranah nasional, tetapi
juga ke ranah Internasional. Ia menggunakan strategi yang sangat tepat: memakai bahasa Batak
dalam lirik-lirik lagu utamanya. Bersama vokal grup Impola, Gordon Tobing menyanyikan
hampir seluruh lagu-lagu rakyat Indonesia. Dirinya sering dikirim keluar negeri dalam rangka
misi kebudayaan Indonesia untuk seni musik, dari mengisi acara Press Fest di Jerman pada 1965
serta terpilih oleh Tim Ahli Seni Australia untuk mewakili Asia pada acara Art Festival of Perth
pada 1969.

Penikmat musik folk saat itu dari kalangan pelajar hingga mahasiswa. Mereka mulai
mengakrabi musik folk dengan memetik gitar akustik sambil bernyanyi. Ada tiga kota besar
yang memiliki peran dalam memperkenalkan musik folk di Indonesia yaitu Jakarta, Bandung
dan Surabaya. Di ketiga kota ini komunitas penggemar musik folk mulai terlihat. Di Jakarta
mulai terdengar Kwartet Bintang yang dimotori Guntur Sukarnoputra putra sulung Presiden
Sukarno, Noor Bersaudara hingga Prambors Vokal Group. Di Bandung sejak 1967 telah
berkiprah Trio Bimbo hingga Remy Sylado. Sedangkan di Surabaya sejak 1969 telah terdengar
nama Lemon Trees yang didukung oleh Gombloh dan Leo Imam Soekarno yang di era paruh
1970-an dikenal dengan nama Leo Kristi. Beberapa di antaranya bahkan telah merilis album
rekaman seperti Trio Bimbo yang merekam album lewat label Fontana di Singapura pada 1971.
Di album ini Trio Bimbo muncul dengan hit sebuah folk balada bertajuk "Melati Dari Jayagiri"
karya Iwan Abdurrachman.

Semakin maraknya music folk di Indonesia, memunculkan sosok-sosok baru seperti duo
Franky & Jane, Mogi Darusman, Tara & Jayus, Tika & Sita, Wanda Chaplin, Tom Slepe, Doel
Sumbang, Ritta Rubby Hartland, Elly Sunarya hingga Ully Sigar Rusady, Ebiet G Ade serta
Kelompok Kampungan dari Yogyakarta. Menjelaskan musik folk atau yang biasa dikenal dengan
musik rakyat pastilah tidak lengkap rasanya bila kita tidak memunculkan nama Iwan Fals yang
dilahirkan dengan nama Virgiawan Listanto pada tanggal 6 September 1961. Sosok kelahiran
Jakarta ini telah berkiprah di dunia musik sejak tahun 80an. Dikenal dengan lagu-lagunya yang
mengkritik para pemangku kepentingan seperti lagu berjudul Wakil Rakyat, Bento dan Tante
Lisa. Karya musiknya juga menyuarakan isu-isu sosial dan empati bagi kelompok marginal,
seperti lagunya yang berjudul Siang Seberang Istana, Nelayan, Lonteku, Tak Biru lagi Lautku
hingga krisis pangan yang terjadi disalah satu negara Afrika juga menjadi perhatiannya yang
kemudian menjadi judul dari lagunya yang berjudul Ethiopia. Kehadiran musisi-musisi tersebut
akhirnya menjadi pemicu kemunculan acara festival music folks di tanah air.
Kebanyakan mereka tampil dengan pola singer/songwriter yang membawakan lagu
karya sendiri sambil memetik gitar akustik. Tema lirik lagunya berkisar dari tema alam dan
lingkungan serta kritik sosial yang terkadang dibumbui dengan aura humor yang menggelitik.
Dengan mengangkat tema lagu yang bercerita tentang alam, lingkungan, kritik sosial dan juga
memasukkan unsur humor, karya-karya kelompok ini cepat merasuk telinga dan menjadi
populer di masyarakat. Hal ini menunjukkan perkembangan musik folk di Idonesia sendiri
sangat baik, dari instrumen musik yang melibatkan alat musik tradisional hingga antusiasme
dari para penggemarnya. Pentolan - pentolan musik folk Indonesia Gordon Tobing, Franky
Sahilatua, Iwan Fals (era 80’-90’an), Ebiet G. Ade, Guruh Gipsy hingga Vicky Sianipar, Discus,
Navicula, Ubiet dan yang lainnya telah berhasil menarik minat masyarakat sehingga music folk
menjadi angina segar bagi industry music Indonesia.

Setelah era tersebut music folk sempat merosot peminatnya pada tahun 2000-an
dikarenakan banyak band – band berlatar belakang music melayu dan lebih diminati oleh
masyarakat. Dan pada tahun 2010-an mulai bermunculan boyband dan girlband yang lagi-lagi
menarik perhatian masyarakat. Namun pada tahun 2014-an band – band indie mulai berani
menggebrak dan menawarkan musik – music ‘aneh’ yang disebut – sebut sebagai music folk era
kini. Hal itu ditandai kemunculan kelompok macam Dialog Dini Hari, Tetangga Pak Gesang, Stars
and Rabbit, Payung Teduh, Banda Neira, Float, Nostress, Jason Ranti, Oscar Lolang, Junior
Soemantri dan Sisir Tanah. Ditambah lagi Mr. sonjaya, Frau, Silampukau, Ari reda, Tigapagi,
Endah N Rhessa, Deugalih & Folks, Harlan Boer, Sir Dandy, Adhitia Sofyan, Teman Sebangku,
Nada Fiksi, Semakbelukar hingga Rusa Militan. Mereka tentu memiliki karakter yang berbeda-
beda.

Para musisi ini kembali mengenalkan folk sebagai media untuk berjuang dengan cara
yang puitis. Seperti halnya Oscar Lokang melalui lagunya berjudul “Eastern Man”. Lagu itu
bercerita tentang ketimpangan kondisi Papua yang sangat menyedihkan “Saya terganggu sama
pergolakan di Papua yang sebenarnya tidak penting, dan di balik itu ada orang-orang yang
mengambil keuntungan dari kondisi tersebut,” katanya dikutip dari Qubicle. Sementara karya
duo folk Silampukau lebih banyak menceritakan kondisi kota mereka, Surabaya. Jika mencerna
lirik lagu “Si Pelanggan”, pendengar seakan diajak mengenang kembali lokalisasi fenomenal
Dolly yang telah ditutup. Dengan lirik yang nakal, lagu ini berhasil terpatri di telinga pendengar.
Berikut liriknya: "Dolly, yang menyala-nyala di puncak kota, yang sembunyi di sudut jalang jiwa
pria Surabaya... Meski beritamu kini sedang tak pasti, yakinlah, pelacur dan mucikari ‘kan hidup
abadi."

Pergerakan musik folk yang ‘menjamur’ sekarang mungkin timbulnya dipicu oleh
kehadiran Sore dan Dialog Dini Hari. Setelah mereka bermunculan lah musisi-musisi folk
lainnya. Seperti orang tua bilang “kalau gatal jangan digaruk nanti gatalnya tambah banyak!”.
Tidak ada yang bilang karya mereka tidak bagus. mendengarkan alunan musik mereka, kalian
pasti akan berdecak kagum terbawa suasana musik folk yang ‘merakyat’ dari lirik hingga ritme
yang terkesan ringan. munculnya kembali musik folk di Indonesia juga merangsang lahirnya
acara – acara festival folks di Indonesia seperti hal nya festival music melodi alam yang
diselenggarakan setiap tahun di kota yang berbeda- beda.

Berbicara music folk era kini, tidak lepas dari kelompok music yang digawamgi oleh Ari
Lesmana, Nuwi, Dan Rootz. Fourtwnty. Musik yang diangkat FourTwnty adalah Acoustic Folk.
Musik mereka berbicara tentang toleransi, kecintaan terhadap alam, pemahaman terhadap
langit dan bumi, cinta, persahabatan, keluarga, dan sinestesia. Album perdana FourTwnty
bertajuk Lelaku terdengar begitu sederhana dan sangat nyaman di telinga. Band yang
beranggotakan Ari Lesmana, Nuwi, dan Roots ini telah memberikan warna baru bagi industri
musik Indonesia. Lirik puitis dan aransemen yang tidak berlebihan membuat FourTwnty
digemari di kalangan anak muda. Meregangkan syaraf otak, begitu para kawula muda jika
hendak menonton konser FourTwnty. Lirik-lirik puitis dan kritis ditawarkan di dalam lagu
lagunya. Seperti lirik salah satu lagunya yaitu zona nyaman,

"Sembilu yang dulu biarlah berlalu. Bekerja bersama hati, kita ini insan bukan seekor sapi.
Sembilu yang dulu biarlah membiru. Berkarya bersama hati"

Sembilu adalah sebuah rasa sakit yang mendalam, sedangkan membiru diumpamakan bekas
luka yang lebam. Dalam lagu ini mengajak kita untuk mengesampingkan rasa sakit yang pernah
menerpa dalam hidup kita. Alangkah lebih baiknya jika kita tetap lanjutkan 'peran' yang telah
kita pikul. Dalam setiap pekerjaan yang kita emban haruslah kita cintai. Kita ini insan yang
memiliki perasaan dan akal, bukanlah binatang yang tak berakal dan berhati dingin. Hal ini yang
membuat FourTwnty menjadi salah satu band yang sangat digemari oleh para pemuda.

Namun inilah tipikal folk Indonesia, hampir seragam tidak beragam, padahal masih
banyak genre folk yang bisa dikembangkan. Musik analog ini menggunakan instrumen musik
sederhana, bila mengacu kembali pada artian musik folk adalah musik tradisional mengapa
tidak kita gunakan gamelan, rebab, saron atau angklung sebagai pelengkapnya. Mungkin ada
beberapa musisi yang telah mengaplikasikannya tapi yang terlihat hanya ‘keseragaman’nya itu.
Alangkah lebih berwarna lagi musik folk di bumi pertiwi ini bila disajikan dengan ciri khas
daerahnya masing-masing. Musik folk adalah musik etnik, musik yang mencerminkan kreatifitas
dan kearifan lokal masyarakatnya. Musik folk begitu akrab sekali di telinga namun memang
agak sulit untuk mengenalinya . Hal ini disebabkan musik yang mereka mainkan memiliki
karakteristik unik yang tidak sering dijumpai, sehingga membuat musik mereka sulit diputuskan
berada pada genre musik yang lazim dikenal. Begitulah Folk adanya, nuansa dan sensasinya
lebih mirip De Javu, begitu akrab namun sulit dikenali. Alasan menarik untuk menjawabnya
adalah Folk berkali-lipat lebih tua dari pelaziman genre musik itu sendiri, Folk adalah orang tua
yang baru saja diberi nama.
https://gemusik.com/musik-folk-beranjak-jadi-kekinian/

https://www.hipwee.com/opini/keunikan-musik-folk-yang-kini-mendarah-daging-di-
indonesia-apa-aja-ya-keunikannya-yuk-mari-disimak/

http://melodialam.com/

https://genius.com/artists/Fourtwnty

http://keretabiskuit.blogspot.co.id/2017/02/kebangkitan-musik-indie-indonesia.html

https://jadiberita.com/87940/mengenal-musik-folk-naik-daun-indonesia.html

Anda mungkin juga menyukai