Anda di halaman 1dari 8

Istilah campursari dalam dunia musik nasional Indonesia mengacu pada campuran

(crossover) beberapa genre musik kontemporer Indonesia. Nama campursari diambil dari
bahasa Jawa yang sebenarnya bersifat umum. Musik campursari di wilayah Jawa bagian
tengah hingga timur khususnya terkait dengan modifikasi alat-alat musik gamelan sehingga
dapat dikombinasi dengan instrumen musik barat, atau sebaliknya. Dalam kenyataannya,
instrumen-instrumen 'asing' ini 'tunduk' pada pakem musik yang disukai masyarakat
setempat: langgam Jawa dan gending.

Campursari pertama kali dipopulerkan oleh Manthous dengan memasukkan keyboard ke


dalam orkestrasi gamelan pada sekitar akhir dekade 1980-an melalui kelompok gamelan
"Maju Lancar". Kemudian secara pesat masuk unsur-unsur baru seperti langgam Jawa
(keroncong) serta akhirnya dangdut. Pada dekade 2000-an telah dikenal bentuk-bentuk
campursari yang merupakan campuran gamelan dan keroncong (misalnya Kena Goda dari
Nurhana), campuran gamelan dan dangdut, serta campuran keroncong dan dangdut (congdut,
populer dari lagu-lagu Didi Kempot). Meskipun perkembangan campursari banyak dikritik
oleh para pendukung kemurnian aliran-aliran musik ini, semua pihak sepakat bahwa
campursari merevitalisasi musik-musik tradisional di wilayah tanah Jawa.

Pencipta lagu dan komposer

 Manthous

Manthous lahir di Desa Playen, Gunung Kidul pada tahun 1950. Ketika berusia 16 tahun,
Manthous memberanikan diri pergi ke Jakarta. Pilihan utamanya adalah hidup ngamen, yang
ia anggap mewakili bakatnya. Namun, pada tahun 1969 dia bergabung dengan orkes
keroncong Bintang Jakarta pimpinan Budiman BJ. Kemudian, pada tahun tahun 1976,
Manthous yang juga piawai bermain bas mendirikan grup band Bieb Blues berciri funky rock
bersama dengan Bieb anak Benyamin S. Bieb Blues bertahan hingga tahun 1980. Kemudian,
Manthous bergabung dengan Idris Sardi, dalam grup Gambang Kromong Benyamin S. Selain
itu, sebelumnya ia pernah juga menjadi pengiring Bing Slamet ketika tampil melawak dalam
Grup Kwartet Jaya.

Kelihatannya semua pengalaman inilah yang membuat Manthous menguasai aliran musik apa
pun. Dalam khazanah dangdut, bahkan, dia juga menjadi panutan karena mampu mencipta
trik-trik permainan bas, yang kemudian ditiru oleh para pemain bas dangdut sekarang.

Pada tahun 1993, Manthous mendirikan Grup Musik Campursari Maju Lancar Gunung
Kidul. Garapannya menampilkan kekhasan campursari dengan langgam-langgam Jawa yang
sudah ada. Ada warna rock, reggae, gambang kromong, dan lainnya. Ada juga tembang Jawa
murni seperti Kutut Manggung, atau Bowo Asmorondono, dengan gamelan yang diwarnai
keyboard dan gitar bas. Bersama grup musik yang berdiri tahun 1993 dan beranggotakan
saudara atau rekan sedaerah di Playen, Gunungkidul, Yogyakarta itu, Manthous
menyelesaikan sejumlah volume rekaman di Semarang. Omzet penjualan mencapai 50.000
kaset setiap volume, tertinggi dibanding kaset langgam atau keroncong umumnya pada tahun-
tahun pertengahan 1990-an.Di samping menyanyi sendiri dalam kegiatan rekaman itu
Manthuos juga menampilkan suara penyanyi Sulasmi dari Sragen, Minul dari Gunungkidul,
dan Sunyahni dari Karanganyar. Beberapa lagunya yang populer di antaranya Anting-anting,
Nyidamsari, Gandrung, dan Kutut Manggung. Namun, karya besarnya yang banyak dikenal
oleh orang Indonesia adalah Getuk yang pertama kali dipopulerkan oleh Nurafni Octavia.
Sampai sebelum akhirnya terkena serangan stroke, Manthous bersama Grup Campursari
Maju Lancar Gunungkidul menjadi kiblat bagi para pencinta lagu-lagu langgam Jawa dan
campursari.

 Didi Kempot

Didi Prasetyo, atau lebih dikenal dengan Didi Kempot, adalah tokoh campursari pasca-
Manthous. Didi Kempot yang lahir di Solo, 31 Desember 1966, itu hanya jebolan kelas II
SMA. Awalnya anak dari Ranto Eddy Gudel, pelawak terkenal dari Solo itu adalah seorang
pengamen. Dari dunia "jalanan" itulah, lahir lagu-lagunya yang kemudian menjadi hit, seperti
Stasiun Balapan, Terminal Tirtonadi, Tulung, Cucak Rowo, Wen-Cen-Yu, Yang Penting
Hepi, dan Moblong Moblong. Khusus untuk Cucak Rowo, sebenarnya lagu ini merupakan
remake atau pembuatan ulang dari lagu lama di Indonesia.

Saat ini, nama Didi Kempot sangat terkenal dan selalu dikaitkan dengan langgam Jawa dan
Campursari. Didi tidak hanya terkenal di Indonesia, tetapi juga Suriname dan Belanda. Di
kalangan masyarakat Jawa atau keturunan Jawa, dia dianggap sebagai superstar. Bahkan,
ketikaPresiden Suriname, Weyden Bosch datang berkunjung ke Indonesia pada tahun 1998,
dia mengundang Didi secara pribadi. Berkat dedikasinya kepada musik dan lagu berwarna
langgam Jawa, oleh warga Jawa di Belanda, dia kemudian diberi gelar Penyanyi Jawa
Teladan.

Album pertama Didi muncul pada tahun 1999. Di dalamnya terdapat lagu Cidro dan Stasiun
Balapan. Semula tidak ada seorang pun pedagang kaset yang melirik karyanya. Mungkin
karena warna musiknya yang lain, dan gayanya yang edan, dibandingkan lagu Manthous dan
Anjar Any yang sedang populer pada tahun 1990-an. Namun, kemudian, album pertamanya
ternyata meledak di pasaran. Sejak saat itu, Didi mulai merasa yakin untuk menekuni
tembang-tembang Jawa. Adik dari pelawak Mamiek Prakosa ini kemudian menjadi salah satu
ikon dari campur sari. Tawaran untuk membuat album pun datang dengan deras, bahkan dia
pernah membuat 12 album sekaligus dalam satu tahun.

Penyanyi

Ada beberapa penyanyi terkenal dalam dunia musik campursari. Di antara mereka bahkan
ada yang juga berprofesi sebagai pencipta lagu. Beberapa yang patut dibicarakan di sini, akan
dijelaskan secara detail di bawah ini pada kesempatan lain.

 Manthous
 Didi Kempot
 Nurhana
 Anik Sunyahni
 Sulasmi
 Koko Thole
 Cak Diqin
 Sonny Josz
 Dhimas Tedjo
 Soimah Pancawati
 Joshua Surherman
 Nur Bayan

Campur sari menjadi salah satu jenis musik yang cukup populer di tahun 90-an, dan pada
awalnya dikenal di tanah air 40 tahun sebelumnya. Musik pada campur sari pada dasarnya
tidak memiliki kelebihan apapun dari segi estetika, dan hanya enak ketika didengarkan.
Musik jenis ini bisa dengan mudah Kita jumpai pada daerah di Jawa Tengah, bisa juga
dijumpai di Yogyakarta dan sekitarnya.

Apabila memiliki keinginan untuk mengenal maupun menikmati alunan musik campur sari
maka datang ke daerah-daerah di Jawa Tengah akan menjadi pilihan tepat. Pasalnya di daerah
tersebut Kita bisa dengan mudah menjumpai alunan musiknya, bahkan dimana saja. Apakah
ketika tengah naik kendaraan umum, masuk ke rumah makan, berbelanja di pasar, dan lain
sebagainya. Setiap stasiun radio bahkan memiliki jam khusus untuk memutar lagu-lagu jenis
campur sari ini.

Mengenal Sejarah Munculnya Campur Sari

Musik campur sari tercipta begitu saja tanpa ada unsur kesengajaan, yakni oleh seniman Jawa
Manthous. Beliau pada tahun 1980-an memiliki sebuah orkes musik yang bernama Maju
Lancar dan menggunakan alunan dari gamelan. Beliau kemudian memiliki sebuah inisiatif
untuk menambahkan suara keyboard pada group musik tersebut.
Berkat dan berangkat dari penambahan keyboard itulah sampai sekarang Kita bisa memiliki
jenis musik baru, yakni campur sari. Seiring berjalannya waktu penambahan yang dilakukan
tidak sekedar untuk keyboard saja.

Melainkan mulai berkembang dan bertambah banyak, ada yang kemudian ditambahkan alat
musik untuk keroncong, dangdut berupa gendang, dan lain sebagainya. Adanya unsur
penambahan dan pencampuran berbagai alat musik dari genre musik yang berbeda.
Kemudian jenis musik yang tercipta tersebut dikenal dan diberi nama sebagai campur sari.
Artinya adalah salah satu jenis musik yang di dalamnya terdapat campuran berbagai jenis
musik lainnya.

Seorang penyanyi asal Surabaya, Mus Mulyadi, atau yang akrab dipanggil Cak Mus,
mengungkapkan bahwa musik campur sari adalah salah satu jenis musik yang memiliki
progres cerah. Pasalnya dengan adanya keunikan percampuran tadi menjadikannya banyak
dilirik ole produser rekaman.

Selain unik ternyata musik campur sari memiliki pangsa pasar yang sangat luas, tidak hanya
di dalam namun juga di luar negeri. Membiayai pembuatan rekaman lagu-lagu bergenre
campur sari tentu dimata seorang produser adalah sebuah investasi emas.

Perkembangan Campur Sari

Seiring berjalannya waktu, musik campur sari kian diminati dan memiliki penggemar loyal
tersendiri karena memang enak untuk didengarkan. Kepopuleran jenis musik ini kemudian
ikut berkembang di luar daerah Jawa Tengah dan mengalami dekonstruksi.

Dibuat sedemikian rupa untuk menyesuaikan dengan kebudayaan daerah masing-masing


sehingga setiap daerah pada akhirnya memiliki ciri khas. Ciri khas ini terus berkembang dan
tidak menutup kemungkinan akan ada penambahan jenis musik lainnya.

Baca Artikel Lainnya :


Istilah campursari dalam dunia musik nasional Indonesia mengacu pada campuran (crossover)
beberapa genre musik kontemporer Indonesia. Nama campursari diambil dari bahasa Jawa yang
sebenarnya bersifat umum. Musik campursari di wilayah Jawa bagian tengah hingga timur
khususnya terkait dengan modifikasi alat-alat musik gamelan sehingga dapat dikombinasi dengan
instrumen musik barat, atau sebaliknya. Dalam kenyataannya, instrumen-instrumen 'asing' ini
'tunduk' pada pakem musik yang disukai masyarakat setempat: langgam Jawa dan gending.

Secara harfiah campursari artinya campur aduk, campur baur atau gabungan dari beraneka macam
dan ragam. Campursari merupakan salah satu bentuk kesenian musik yang hidup berasal dari Jawa.
Bentuk musik ini merupakan perpaduan permainan alat musik  berskala nada pentatonis (tradisional
Indonesia) dan berskala nada diatonis (Barat), dimana dalam musik ini para seniman mencoba
memadukan dua unsur musik yang berbeda untuk dapat memunculkan suatu bentuk musik yang
baru. 

Campursari ini konon dipopulerkan oleh Ki Narto Sabdo melalui pertunjukan wayang kulit yang
dimainkannya, namun musik campursari yang disuguhkannya masih dalam bentuk corak lama yaitu
perpaduan gamelan asli dengan keroncong. Sementara campursari yang ada sekarang lebih dikenal
dengan  campursari  modern  yang  dipopulerkan oleh Manthous bersama saudara-saudaranya pada
awal tahun 1993.

Manthous dengan kepekaaan musikalitasnya mengadakan inovasi besar-besaran terhadap


campursari lama. Ia mencoba menggabungkan alat-alat musik tradisional jawa klasik seperti
kendang, gong dan gender dipadu dengan alat musik keroncong seperti ukelele, cak dan cuk,
seruling, bass betot, serta instrument lainnya. Perpaduan alat musik tersebut menghasikan irama
yang lumayan enak,terasa komplit, dan ada gregetnya jika dibandingkan irama kroncong maupun
gending jawa klasik sebelumnya. 

Manthos juga mencoba bereksperimen  dengan memasukkan  instrument pengganti bass betot dan
gitar klasik, yaitu dengan memasukkan bass dan gitar elektrik serta keyboard (piano elektrik) untuk
menggantikan seruling dan ukelele. Kehadiran keyboard ini semakin menghidupkan musikalitas
campursari dan bunyi yang dihasilkan sangat sempurna. Ada lagi tambahan berupa seperangkat
drum, terciptalah kesempurnaan yang diinginkan dari musik campursari yang sesungguhnya. Selain
itu dia juga mengadopsi musik dangdut ke dalam musik campursari ini walaupun tidak secara
ekplisit, melainkan dalam beberapa baris tertentu. Pada pertengahan tahun 1990-an, muncullah
musisi-musisi campursari seperti Maryati, Waljinah, Ngatirah, serta Didi Kempot.

Tokoh Musik Campursari


Campursari pertama kali dipopulerkan oleh Manthous dengan memasukkan keyboard ke dalam
orkestrasi gamelan pada sekitar akhir dekade 1980-an melalui kelompok gamelan "Maju Lancar".
Kemudian secara pesat masuk unsur-unsur baru seperti langgam Jawa (keroncong) serta akhirnya
dangdut.

Ada beberapa tokoh campursari, namun yang patut untuk dibicarakan di sini karena pengaruhnya
yang cukup kuat adalah Manthous dan Didi Kempot. Mengenai dua tokoh ini, pembicaraan lengkap
akan dituliskan pada bagian berikut ini.

1. Manthous : Manthous lahir di Desa Playen, Gunung Kidul pada tahun 1950. Ketika berusia
16 tahun, Manthous memberanikan diri pergi ke Jakarta. Pilihan utamanya adalah hidup
ngamen, yang ia anggap mewakili bakatnya. Namun, pada tahun 1969 dia bergabung dengan
orkes keroncong Bintang Jakarta pimpinan Budiman BJ. Kemudian, pada tahun tahun 1976,
Manthous yang juga piawai bermain bas mendirikan grup band Bieb Blues berciri funky rock
bersama dengan Bieb anak Benyamin S. Bieb Blues bertahan hingga tahun 1980. Kemudian,
Manthous bergabung dengan Idris Sardi, dalam grup Gambang Kromong Benyamin S. Selain
itu, sebelumnya ia pernah juga menjadi pengiring Bing Slamet ketika tampil melawak dalam
Grup Kwartet Jaya.

2. Didi Kempot : Didi Prasetyo, atau lebih dikenal dengan Didi Kempot, adalah tokoh
campursari pasca-Manthous. Didi Kempot yang lahir di Solo, 31 Desember 1966, itu hanya
jebolan kelas II SMA. Awalnya anak dari Ranto Eddy Gudel, pelawak terkenal dari Solo itu
adalah seorang pengamen. Dari dunia "jalanan" itulah, lahir lagu-lagunya yang kemudian
menjadi hit, seperti Stasiun Balapan, Terminal Tirtonadi, Tulung, Cucak Rowo, Wen-Cen-Yu,
Yang Penting Hepi, dan Moblong Moblong. Khusus untuk Cucak Rowo, sebenarnya lagu ini
merupakan remake atau pembuatan ulang dari lagu lama di Indonesia.

Didi Kempot

Manthous
Daftar Penyanyi Campursari
Ada beberapa penyanyi terkenal dalam dunia musik campursari. Di antara mereka bahkan ada yang
juga berprofesi sebagai pencipta lagu. Beberapa yang patut dibicarakan di sini, akan dijelaskan
secara detail di bawah ini pada kesempatan lain.

 Manthous
 Didi Kempot
 Nurhana
 Anik Sunyahni
 Sulasmi
 Koko Thole
 Cak Diqin
 Sonny Josz
 Dhimas Tedjo
 Soimah Pancawati
 Joshua Surherman
 Nur Bayan

Anda mungkin juga menyukai