Anda di halaman 1dari 14

MUSIK DAERAH

JAWA BARAT
Seni budaya
Kelompok 6
Anggota kelompok:

1. GREGORIUS TOTO BANGUS


2. AHMAD FURQAAN PUTRA I.
3. BELVA ALVINSA
4. ZAHRATUL JANNAH
5. FHATAN ALBI
☆Alat musik Dari Jawa Barat:
1. ANGKLUNG
Alat musik ini terbuat dari bilah-bilah bambu yang disusun dimana ketika
digetarkan atau digoyangkan menghasilkan bunyi yang begitu merdu dan khas.
Untuk menciptakan harmoni yang indah, dibutuhkan sejumlah orang untuk
memainkan angklung ini. Karena satu angklung mewakili satu tangga nada.

~
2. Calung
Sama-sama terbuat dari bambu, alat musik calung. Bedanya yakni
dari cara memainkannya. Cara menabuh calung yaitu dengan
memukul-mukul batang dari ruas-ruas atau tabung bambu yang
tersusun.

~
3. Gembyung

Gembyung merupakan alat musik perkusi yang terbuat dari kulit


dan kayu. Berdasarkan onomatopea (kata mengikuti bunyi), kata
gembyung berasal dari bunyi pola tabuh gem (ditabuh dan
ditahan) dan byung (ditabuh dan dilepas).
4. Jengglong

Jengglong merupakan alat musik tradisional Jawa Barat yang terbuat


dari kayu dan besi logam atau kuningan. Logam besi ini kemudian
disusun dan diikat menggunakan tali. Cara memainkannya dengan
memukul dengan alat pemukul dari kayu yang ujungnya diikat dengan
kain wol halus atau karet tipis. Hal ini dilakukan, agar suara yang
dihasilkan tidak terlalu kasar dan enak didengar
5. Karinding

Karinding adalah alat musik yang terbuat dari pelepah daun enau atau bilahan
bambu kecil. Cara menghasilkan bunyinya yakni dengan memanfaatkan
resonator rongga mulut untuk menghasilkan bunyi dengung. Saat dimainkan
ujung bilah bambu disentil, dijentikkan, atau dipukul-pukulkan secara berulang
menggunakan jari, sehingga menimbulkan gema yang berpadu dengan suara
dengungan.
6. Suling
Alat musik tiup yang terbuat dari bambu ini bisa dimainkan secara
solo atau bersama-sama dengan alat musik lainnya. Suara suling
bambu memiliki bunyi yang khas dibandingkan seruling yang
terbuat dari playsik atau besi.

~
☆Lagu-lagu dari Jawa Barat:
1. Manuk Dadali
2. Bubuy Bulan
3. Tokecang
4. Es Lilin
5. Cing Cangkeling
6. Panon Hideung
7. Mojang Priangan
Sebelum adanya aturan nada, bangsa kita jaman dahulu sudah mengenal musik yang berfungsi untuk upaca pemujaan
terhadap nenek moyang, kemudian mengenal musik yag terdiri dari 5 nada yang disebut Pentatonis, yaitu: Da, Mi, Na, Ti,
La, Da. Nada pentatonis ini hanya dapat pada alat musih daerah yang disebut Gamelan, yang terdiri dari: goong, gender,
kendang, kenong, saron, gambang, bonang, rebab, dll. Alat musik gambelan ini terutama terdapat di Jawa dan Bali.

Menciptakan musik merupakan bentuk hiburan paling tua. Siulan sebagai bentuk musik muncul pertama kali sekitar
40.000 tahun yang lalu. Setelah itu, ribuan jenis alat musik tercipta. Kreatifitas para musisi pada jaman now semakin
dimanjakan dengan begitu banyak pilihan alat musik yang bisa dimainkan.
Berikut akan kami tampilkam beberapa jenis alt musik yang ada saat ini, setiap alat musik mengalami berbagai modifikasi
yang makin menambah jenis dan ragam alt musik itu sendiri.

Pembagian Musik Berdasarkan Fungsinya :


1.Musik berfungsi Untuk Upacara adat
2.Musik yang berfungsi sebagai alat Bela Diri, contohnya: Pencak Silat dan Benjang.
3.Musik yang berfungsi sebagai sarana hiburan, contohnya: Ogel, Ronggeng, Angklung diatonis, Longser, Angklung
Buncis, Tarling.
Masyarakat Banten digunakan dalam upacara menabur benih di ladang untuk menghormati Dewi Pohaci/Dewi Sri. Selain
itu Angklung juga digunakan untuk upacara Helaran (upacara menggiring anak yang dikhitan).
ungsi sarana upacara Menurut Ketut Wisnawa dalam buku Seni Musik Tradisi Nusantara (2020), sebagai sarana upacara,
musik tradisional berfungsi sebagai pelengkap kegiatan keagamaan. Contohnya alat musik tradisional digunakan untuk
.tangga nada/laras yang digunakan
Kita semua pasti telah mengetahui berbagai macam jenis genre musik di seluruh dunia. Sebut saja, jazz, klasik, pop,
rock, ska, reggae, maupun genre genre lainnya di seluruh dunia. Apabila kita telisik lebih jauh mengenai unsur
unsur dari genre musik tersebut, kita dapat menemukan ciri khas yang menjadi unsur pembeda pada setiap genre
musik tersebut, salah satunya adalah pada tangga nadanya. Misalnya, genre musik jazz memakai tangga nada yang
bervariasi, namun kebanyakan memaki tangga nada blues mayor dan minor dalam improvisasinya. Genre musik
pop memakai tangga nada harmonik dan melodik minor. Hal ini pun berlaku pada genre musik daerah dari seluruh
dunia. Sebut saja, musik musik tradisional Arab dan daerah timur tengah memakai tangga nada "double harmonic
major", atau seringkali disebut sebagai tangga nada mayor "gipsi" dan tangga nada "byzantium". Penggunaan
tangga nada ini menghasilkan suara yang "eksotis" dan terdengar beda dari musik musik khas barat, maupun
musik khas oriental (yang juga memiliki tangga nada sendiri). Pembeda ini menjadi ciri khas yang terdengar jelas,
apalagi jika dimainkan dengan alat musik daerahnya. Lalu bagaimana dengan tangga nada khas Indonesia?
Indonesia yang merupakan negara kepulauan yang sangat luas, memiliki musik khas per daerahnya, dimana
masing masing juga memiliki tangga nada yang unik dan berbeda dari daerah lainnya. Maka dari itu, tanah Sunda
pun memiliki tangga nadanya sendiri, yang membuat kita dapat mengetahui bahwa lagu yang kita dengar, berasal
dari kebudayaan Sunda. Sayangnya, berdasarkan apa yang saya dapat dari teman-teman sebaya, banyak sekali
yang tidak menyadari adanya sistem tangga nada sunda. Maka, inilah penjelasan mengenai tangga nada sunda.
Kebudayaan Sunda, dengan segala keberagamannya, memiliki tangga nada yang juga tidak kalah "eksotis" dengan
tangga nada mayor "gipsi", maupun tangga nada yang dipakai di genre musik musik lainnya. Sistem notasi tangga
nada Sunda diperkenalkan pertama kali oleh budayawan dan komposer musik Sunda, Raden Machjar Angga
Koesoemadinata, pada sekitar pertengahan abad ke-20. Pak Machjar, sapaan akrab Raden Machjar Angga
Koesoemadinata, berhasil merumuskan sistem tangga nada sunda yang telah berusia ratusan tahun, agar lebih
mudah untuk dipelajari generasi muda, dalam rangka melestarikan budaya Sunda. Beliau adalah salah satu tokoh
yang sangat berjasa dalam pelestarian budaya sunda, khususnya dalam bidang musik. Beliau merupakan pencipta
sistem notasi nada sunda da mi na ti la dan penemu sistem 17 tangga nada sunda. Sistem tersebut terbagi dalam 3
bagian:

a. Laras Pelog, Penulisan Sunda 1 – 2 – 3 – 4 – 5 – 1 ( dibaca da, mi, na,ti, la,da ) Dibaca dalam diatonis 1 – 7 – 5 –
4–3–1

b. Laras Slendro, Penulisan Sunda 1 – 2 – 3 – 4 – 5 - 1 ( dibaca da, ,mi, na, ti, la , da ) Dibaca dalam diatonis 1 – 6 –
5–3–2–1

c. Laras Madenda, Penuisan Sunda 1 – 2 – 3 – 4 – 5 – 1 ( dibaca da, mi, na, ti, la, da ) Dibaca dalam diatonis 6 – 4 –
3–1–7–6

(diatonis: Tangga nada yang umum kita jumpai pada sebagian besar lagu lagu pop. Biasa dibaca sebagai do re mi fa
sol la si do)
Ketiga bagian tangga nada tersebut menyusun musik sunda tradisional (musik tradisional sunda berbeda
dengan musik berbahasa sunda. Musik berbahasa sunda bisa saja tersusun dengan tangga nada dari genre
musik lain, namun berbahasa sunda). Ketiga bagian sistem tangga nada tersebut, secara garis besar,
merupakan bagian dari tangga nada pentatonis, yang juga membawahi banyak tangga nada dari genre
genre di seluruh Indonesia, maupun dunia. Namun, tangga nada pentatonis sunda memiliki perbedaan yang
dapat disadari, yaitu karena adanya sistem 17 tangga nada sunda, yang menjadi pembeda sistem tangga
nada pentatonis sunda dengan pentatonis lainnya.Ketiga bagian tangga nada ini seringkali dimainkan pada
gamelan degung (walaupun bisa dimainkan pada alat musik lainnya yang menghasilkan nada, seperti
piano), sehingga menghasilkan jenis musik dan kekhasan yang berbeda dari lagu lagu yang berasal dari
Jawa Tengah maupun Jawa Timur. Atas dasar ini, pembelajaran musik Jawa Barat (Sunda) dan bagian Jawa
lainnya harus dibedakan. Meskipun hanya sebatas bersebelahan provinsi, perbedaan kultur dan pengaruh
musik dari antar provinsi dan suku tersebut sangatlah berbeda jika ditelisik lebih dalam dan rinci. Sebagai
contoh, apabila kita akan menganalisis lagu tradisional Sunda berjudul "Pengkolan Jalan Cikajang", maka
kita akan menemukan bahwa notasi notasi yang menyusun lagu tersebut adalah notasi dari Laras Pelog.
Sementara itu , apabila kita mendengarkan dan menganalisis bagian bagian lagu tradisional sunda "Mojang
Bandung", maka kita bisa melihat bahwa lagu tersebut menggunakan tangga nada Laras Madenda. Begitu
pula, laras slendro dapat ditemui pada lagu tradisional sunda lainnya. Hal ini tentu berbeda ketika kita
menganalisis lagu "Rek ayo Rek" dari Jawa Tengah. Lagu tersebut memakai tangga nada yang ada
perbedaannya dengan tangga nada sunda.
Menurut pendapat saya, pengelompokkan tangga nada sunda ini merupakan salah satu
kemajuan yang signifikan dalam kebudayaan Sunda, karena dengan tangga nada ini, kita
dapat membuktikan bahwa lagu tradisional sunda memiliki latar belakang dan sistem tangga
nada yang unik dan terstruktur, memiliki dasar musik yang kuat dan dapat dianalisis sampai ke
akarnya, seperti genre genre musik yang berasal dari luar Indonesia. Hal ini sekaligus
membuktikan, bahwa Budaya Sunda tidak kalah keren dan tidak kalah maju dari budaya
budaya dari seluruh dunia. Sistem tangga nada ini juga membuktikan, bahwa masyarakat
Sunda mampu menciptakan karya yang orisinil dan eksotis, serta memiliki dasar keilmuan
musik yang kuat, seperti halnya musik musik bergenre dari seluruh dunia Sistem ini juga
membuat regenerasi kebudayaan Sunda dalam bidang musik lebih mudah, karena sistem
musik yang medasari musik tradisional sunda dapat lebih mudah diajarkan kepada generasi
penerus bangsa, membuat budaya sunda, terutama dalam bidang kesenian musik, tidak
mudah punah dan tergerus oleh jaman.

Anda mungkin juga menyukai