Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini dalam berbagai media massa setiap hari kita dapat mendengar sekaligus
membaca seputar musik keroncong dan perkembanganya sampai saat ini, musik keroncong saat
ini sepertinya hampir sudah tidak terdengar keberadaannya, kalangan anak muda saat ini lebih
memilih musik dari luar negeri dan lebih menyukai musik modern dengan berbagai versi yang
lebih menarik serta lebih menyukai para selebriti luar negeri. Kalangan muda saat ini tidak
banyak mengetahui apa sebenarnya musik keroncong itu dan para seniman tanah air terdahlu
yang sudah memperdengarkan lagu keroncong mereka yang sudah mendunia, kitta sebagai
kalangan mudah patutnya melestarikan dan mulai bereksperimen dengan musik keroncong
supaya musik ini kembali Berjaya seperti dulu lagi. Disini penulis akan menyampaikan beberapa
informai seputar musik keroncong yang hendaknya kita lestarikan dan kembangkan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu musik keroncong?
2. Bagaimana sejarah perkembangan musik keroncong?
3. Apa saja unsur – unsur dan jenis – jenis musik keroncong ?
4. Apa saja alat musik yang digunakan pada musik keroncong ?

C. Tujuan Penulisan Makalah


Tujuan penulisan serta penyusunan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui defenisi musik keroncong.
2. Untuk mengetahui bagaimana sejarah perkembangan musik keroncong.
3. Untuk mengetahui apa saja unsur – unsur dan jenis – jenis musik keroncong.
4. Untuk mengetahui apa saja alat musik yang digunakan pada musik keroncong.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Musik Keroncong

Bentuk awal musik keroncong ini disebut moresco, yang diiringi oleh alat musik dawai.
Musik keroncong yang berasal dari Tugu disebut keroncong Tugu. Dalam perkembangannya,
masuk sejumlah unsur tradisional Nusantara, seperti penggunaan seruling serta beberapa
komponen gamelan. Pada sekitar abad ke-19 bentuk musik campuran ini sudah populer di
banyak tempat di Nusantara, bahkan hingga ke Semenanjung Malaya. Masa keemasan ini
berlanjut hingga sekitar tahun 1960-an, dan kemudian meredup akibat masuknya gelombang
musik populer (musik rock yang berkembang sejak 1950, dan berjayanya musik Beatle dan
sejenisnya sejak tahun 1961 hingga sekarang). Meskipun demikian, musik keroncong masih
tetap dimainkan dan dinikmati oleh berbagai lapisan masyarakat di Indonesia dan Malaysia
hingga sekarang. Keroncong adalah sejenis musik Indonesia yang memiliki hubungan historis
dengan sejenis musik Portugis yang dikenal sebagai fado. Sejarah keroncong di Indonesia dapat
ditarik hingga akhir abad ke-16, di saat kekuatan Portugis mulai melemah di Nusantara.
Keroncong berawal dari musik yang dimainkan para budak dan opsir Portugis dari daratan India
(Goa), Tugu (tempat berdirinya padrao Sunda-Portugis) serta Maluku

B. Sejarah Musik Keroncong

Akar keroncong berasal dari sejenis musik Portugis yang dikenal sebagai fado yang
diperkenalkan oleh para pelaut dan budak kapal niaga bangsa itu sejak abad ke-16 ke Nusantara.
Dari daratan India (Goa) masuklah musik ini pertama kali di Malaka dan kemudian dimainkan
oleh para budak dari Maluku. Melemahnya pengaruh Portugis pada abad ke-17 di Nusantara
tidak dengan serta-merta berarti hilang pula musik ini. Bentuk awal musik ini disebut moresco
(sebuah tarian asal Spanyol, seperti polka agak lamban ritmenya), di mana salah satu lagu oleh
Kusbini disusun kembali kini dikenal dengan nama Kr. Muritsku, yang diiringi oleh alat musik
dawai. Musik keroncong yang berasal dari Tugu disebut keroncong Tugu. Dalam
perkembangannya, masuk sejumlah unsur tradisional Nusantara, seperti penggunaan seruling
serta beberapa komponen gamelan. Pada sekitar abad ke-19 bentuk musik campuran ini sudah
populer di banyak tempat di Nusantara, bahkan hingga ke Semenanjung Malaya. Masa keemasan
ini berlanjut hingga sekitar tahun 1960-an, dan kemudian meredup akibat masuknya gelombang
musik populer (musik rock yang berkembang sejak 1950, dan berjayanya grup musik Beatles dan
sejenisnya sejak tahun 1961 hingga sekarang). Meskipun demikian, musik keroncong masih
tetap dimainkan dan dinikmati oleh berbagai lapisan masyarakat di Indonesia dan Malaysia
hingga sekarang.

4
[1]
Seperti diketahui bahwa Musik Keroncong masuk ke Indonesia sekitar tahun 1512,
yaitu pada waktu Ekspedisi Portugis pimpinan Alfonso de Albuquerque datang ke Malaka dan
Maluku tahun 1512. Tentu saja para pelaut Portugis membawa lagu jenis Fado, yaitu lagu rakyat
Portugis bernada Arab (tangga nada minor, karena orang Moor Arab pernah menjajah
Portugis/Spanyol tahun 711 - 1492. Lagu jenis Fado masih ada di Amerika Latin (bekas jajahan
Spanyol), seperti yang dinyanyikan Trio Los Panchos atau Los Paraguayos, atau juga lagu di
Sumatera Barat (budaya Arab) seperti Ayam Den Lapeh.

Pada waktu tawanan Portugis dan budak asal Goa (India) di Kampung Tugu dibebaskan
pada tahun 1661 oleh Pemerintah Hindia Belanda (VOC), mereka diharuskan pindah agama dari
Katholik menjadi Protestan, sehingga kebiasaan menyanyikan lagu Fado menjadi harus
bernyanyi seperti dalam Gereja Protestan, yang pada tangga nada mayor.

Selanjutnya pada tahun 1880 Musik Keroncong lahir, dan awal ini Musik Keroncong
juga dipengaruhi lagu Hawai yang dalam tangga nada mayor, yang juga berkembang pesat di
Indonesia bersamaan dengan Musik Keroncong (lihat Musik Suku Ambon atau The Hawaian
Seniors pimpinan Jenderal Polisi Hugeng).

Dari segi sejarahnya, Keroncong dapat dibagi dalam 3 (tiga) tahap yaitu Keroncong
Tempo Doeloe; Keroncong Abadi; dan Keroncong Modern :

1. Keroncong Tempo Doeloe (1880-1920)


Berlangsung sejak kedatangan Bangsa Portugis ke Indonesia sekitar tahun 1600-an tetapi
baru berkembang sebagai Musik Keroncong pada akhir Abad XIX (ditemukan Ukulele di Hawai
pada tahun 1879[1] hingga sekitar setelah Perang Dunia I (sekitar 1920). Pada waktu itu disebut
dengan lagu-lagu STAMBOEL: Stamboel I, Stamboel II, dan Stamboel III dengan standar lagu
panjang 16 birama. Contoh lagu Stb I POTONG PADI, Stb I NINA BOBO, Stb I SOLERAM,
dsb.; contoh lagu Stb II JALI-JALI, Stb II SI JAMPANG, dlsb.; dan contoh lagu Stb III
KEMAYORAN (hanya ini yang ada).
Masa ini Keroncong berkembang sejak dari desa Toegoe (Cilincing Jakarta sekarang),
kemudian hijrah ke Kemayoran dan Gambir, sehingga tidak heran kalau cengkok dan irama
menjadi cepat dan lincah. Banyak kelompok musik pada masa ini (seperti Lief Indie) yang
memainkan lagu stamboel selain komedi stamboel itu sendiri.

2. Keroncong Abadi (1920 - 1959)


Berlangsung sejak setelah Perang Dunia I (1920) hingga setelah Kemerdekaan (1959).
Pada waktu hotel-hotel di Indonesia dibangun seperti Hotel Savoy Homan dan Hotel Preanger di
Bandung, jaringan Grand Hotel di Cirebon, Yogyakarta, Sala, Madiun, Malang, dsb., di mana
pada hotel-hotel tersebut diadakan musik dansa, maka lagu Keroncong mengikuti musik dansa

5
asal Amerika, terutama dengan panjang 32 birama (Chorus: Verse-Verse-Bridge-Verse atau A-
A-B-A). Pada masa ini dikenal dengan 3 jenis KERONCONG, yaitu: Langgam Keroncong,
Stambul keroncong, dan Keroncong Asli.
Contoh lagu Lg BANGAWAN SALA, Lg TIRTONADI, Lg DI BAWAH SINAR
BULAN PURNAMA, Lg SALA DI WAKTU MALAM; Stb RINDU MALAM, Stb JAUH DI
MATA, Stb DEWA-DEWI; Kr PURBAKALA, Kr SAPULIDI, Kr MORESKO. Pada waktu itu
juga lahir Langgam Jawa: YEN ING TAWANG (1935). Pada perjalanan juga menjadi terkenal
oleh penyanyi WALJINAH (1963). Pada masa ini Keroncong berpindah ke SALA, sehingga
dengan irama yang lebih lambat dan lemah gemulai. Pada Pekan Raya (Yaar Beurs) di Sala
penyanyi legendaris adalah Miss Any Landauw dan Abdullah, sedangkan pemain biola
legendaris asal Betawi adalah M. Sagi.

3. Keroncong Modern (1959-Sekarang)


Pada tahun 1959 Yayasan Tetap Segar Jakarta pimpinan Brijen Sofyar memperkenalkan
KERONCONG POP atau KERONCONG BEAT, yaitu sejalan dengan perkembangan musik pop
pada waktu itu dengan pengaruh ROCK 'n ROLL dan BEATLES. Lagu-lagu Indonesia, Daerah
maupun Barat diiringi dengan Keroncong Beat. Misalnya NA SO NANG DA HITO (Batak),
AYAM DEN LAPEH (Padang), PILEULEUYAN (Sunda), dsb. Pada tahun sekitar 1968 di
daerah Gunung Kidul Yogyakarta musisi Manthous memperkenalkan apa yang disebut
CAMPURSARI, yaitu keroncong dengan gamelan dan kendang. Selain itu juga dipakai
instrumen elektronik seperti bass guitar, electric bass, organ, sampai juga dengan saxophon dan
trompet. Musisi yang gencar memainkan Campursari adalah Didi Kempot: Stasiun Balapan,
Tanjung Emas, Terminal Tirtonadi, dsb.

C. Unsur – Unsur Musik Keroncong


Adapun unsur – unsur dalam musik keroncong adalah :
1. Makna Estetika
Dalam kehidupan yang serba rumit, karya estetik tetap harus memiliki makna bagi
kehidupan manusia. Dengan demikian pemaknaan dinilai sebagai suatu cara yang paling obyektif
untuk memberi arti dalam semua pekerjaan estetik, karena tanpa makna, apapun yang dikerjakan
oleh manusia sama dengan ”tiada”. Namun makna tak selamanya menyertai sebuah karya estetik,
hanya dalam hal-hal khusus makna juga secara total hadir dalam karya estetik (Theodor Ardono
dalam Sachari, 2002:98). Bagaimanapun rumitnya perwujudan dan bentuk sebuah karya seni
senantiasa mengisyaratkan adanya suatu nilai estetik. Hasil kesenian yang menjadi sasaran
analisis setetika setidak-tidaknya memiliki tiga aspek dasar, yakni; wujud, bobot, dan
penampilan (Djelantik,2004:7). Makna Estetis atau keindahan yang terkandung dalam musik
keroncong dapat tercermin memalui beberapa unsur, yakni lirik lagu, melodi dan ritme, Iringan
musik, dan penampilan penyanyi.

2. Keindahan lirik

6
Keindahan lirik dalam suatu lagu akan dapat menyentuh hati pemirsanya. Lagu tersebut
menjadi mudah diingat dan enak dinyanyikan. Dari lirik yang indah akan timbul kesan atau
pesan yang menarik, sehingga banyak lagu-lagu menjadi sangat terkenal karena keindahan lirik
di dalamnya.

3. Keindahan melodi dan ritme

Keindahan melodi dan ritme dalam musik keroncong nampak sangat berbeda dengan
jenis musik yang lain, dimana seorang penyanyi keroncong dituntut telah memiliki materi suara
dengan tehnik vokal yang bagus, karena dalam pembawaan melodi dan ritme yang umumnya
bersifat improvisasi bercengkok dan gregel memerlukan ungkapan tanggapan jiwa yang dalam
dari si penyanyi. Penyanyi mengisi kekosongan, dengan improv-improv, sehingga
pembawaannya menjadi sangat ritmis dan dinamis.

4. Keindahan musik iringan

Iringan Musik keroncong adalah iringan musik yang terdiri dari tujuh alat musik
diantaranya; biola, flute, gitar, ukulele, banyo (cak atau cak tenor, dan bas. Apabila sudah ada
ketujuh macam alat musik keroncong ini, maka permainan musik keroncong sudah dapat
dikatakan lengkap. Yang menarik dari musik iringan keroncong ini adalah, semua alat bermain
secara improvisatoris namun masih dalam ikatan. Dari semua alat tersebut mempunyai peranan
yang berbeda, sebagai pemegang melodi biasanya instrumen biola dan flute, sedangkan sebagai
pengiring, instrumen gitar, ukulele, banyo, cello dan bas. Iringan musik keroncong sangat
mendukung suasana yang tercipta dalam lagu, sehingga antara lagu dengan musik iringan bisa
menyatu dan saling terkait.

5. Keindahan penampilan penyanyi

Keindahan lain yang dapat dilihat dalam pertunjukan musik keroncong adalah keindahan
penampilan penyanyi. Penampilan penyanyi dari musik keroncong dapat dilihat dari kostum
yang umumnya mereka kenakan. Bagi penyanyi wanita memakai kain dan kebaya, sedangkan
penyanyi yang pria mengenakan setelan jas. Dalam penyajiannya yang luwes dan sopan dengan
karakter keroncong yang berpadu dalam keharmonisan sehingga nampak etis dan estetis.

Dalam hal ini seperti yang dipaparkan dalam The Aesthetic Experience (Jacones Maquet,
1986) obyek seni yang dimaksudkan di sini mencakup seni lukis, gambaran, patung ditambah
dengan benda-benda lainnya yang terkait seperti fitigrafi, tekstil dan barang tembikar. Sedangkan
dalam kehidupan sehari-hari, secara tidak disadari kita dikelilingi oleh benda-benda visual yang
bernilai estetik. Nilai dan tempat menjadi dua faktor penentu bisa tidaknya suatu obyek untuk
disebut sebagai obyek seni.

Obyek dan karya seni juga membangun sikap, prilaku dan budaya (kebiasaan) para
penikmat, seperti apa yang sudah dipaparkan di atas bahwa estetika musik keroncong memang
diciptakan sebagai benda seni. Dalam hal ini untuk membedakan benda-benda seni yang ada
disekitar kita, dapat digunakan dua konsep yang berbeda yaitu art by destination dan art by
metamorphosis.

Art by destination adalah karya seni yang memang diciptakan dengan maksud dan tujuan sebagai
benda seni untuk dipajangkan guna dinikmati daya pikat artistiknya. Sedangkan art by
metamorphosis adalah obyek atau karya seni yang pada awalnya diciptakan tidak sebagai benda
seni melainkan sebagai benda pakai. Proses metamorphosis tidak selamanya terjadi terhadap
karya seni melainkan juga terhadap segala sesuatu yang berbeda dan berasal dari luar budaya kita
sendiri. Tetapi lain halnya dengan paparan yang terdapat dalam Estetika, Estetisian, Kritikus art

7
World. (Howard S Backer, 1982) yaitu : kritikus menggunakan sistem estetika untuk menentukan
nilai dari suatu karya seni, yang hasil penilaiannya melahirkan sebuah reputasi bagi karya seni
dan senimannya. Sehingga dalam aktivitas penilaian di atas bukan saja dilakukan oleh estetisan
melainkan oleh semua yang terlibat dalam pasar seni.

D. Jenis – Jenis Alat Musik Keroncong

Dalam bentuknya yang paling awal, moresco diiringi oleh musik dawai, seperti biola,
ukulele, serta selo. Perkusi juga kadang-kadang dipakai. Set orkes semacam ini masih dipakai
oleh keroncong Tugu, bentuk keroncong yang masih dimainkan oleh komunitas keturunan budak
Portugis dari Ambon yang tinggal di Kampung Tugu, Jakarta Utara, yang kemudian berkembang
ke arah selatan di Kemayoran dan Gambir oleh orang Betawi berbaur dengan musik Tanjidor
(tahun 1880-1920). Tahun 1920-1960 pusat perkembangan pindah ke Solo, dan beradaptasi
dengan irama yang lebih lambat sesuai sifat orang Jawa.

Pem-"pribumi"-an keroncong menjadikannya seni campuran, dengan alat-alat musik seperti :

 sitar India

 rebab

 suling bamboo

8
 gendang, kenong, dan saron sebagai satu set gamelan

 gong.

Saat ini, alat musik yang dipakai dalam orkes keroncong mencakup

 ukulele cuk, berdawai 3 (nilon), urutan nadanya adalah G, B dan E; sebagai alat musik
utama yang menyuarakan crong - crong sehingga disebut keroncong (ditemukan tahun
1879 di Hawai, dan merupakan awal tonggak mulainya musik keroncong)

 ukulele cak, berdawai 4 (baja), urutan nadanya A, D, Fis, dan B. Jadi ketika alat musik
lainnya memainkan tangga nada C, cak bermain pada tangga nada F (dikenal dengan
sebutan in F);

9
 gitar akustik sebagai gitar melodi, dimainkan dengan gaya kontrapuntis (anti melodi);

 biola (menggantikan Rebab); sejak dibuat oleh Amati atau Stradivarius dari Cremona
Itali sekitar tahun 1600 tidak pernah berubah modelnya hingga sekarang;

 flute (mengantikan Suling Bambu), pada Era Tempo Doeloe memakai Suling Albert
(suling kayu hitam dengan lubang dan klep, suara agak patah-patah, contoh orkes Lief
Java), sedangkan pada Era Keroncong Abadi telah memakai Suling Bohm (suling metal
semua dengan klep, suara lebih halus dengan ornamen nada yang indah, contoh flutis
Sunarno dari Solo atau Beny Waluyo dari Jakarta);

 selo; betot menggantikan kendang, juga tidak pernah berubah sejak dibuat oleh Amati dan
Stradivarius dari Cremona Itali 1600, hanya saja dalam keroncong dimainkan secara
khas dipetik/pizzicato;

10
 kontrabas (menggantikan Gong), juga bas yang dipetik, tidak pernah berubah sejak Amati
dan Stradivarius dari Cremona Itali 1600 membuatnya;

Penjaga irama dipegang oleh ukulele dan bas. Gitar yang kontrapuntis dan selo yang ritmis
mengatur peralihan akord. Biola berfungsi sebagai penuntun melodi, sekaligus hiasan/ornamen
bawah. Flut mengisi hiasan atas, yang melayang-layang mengisi ruang melodi yang kosong.

Bentuk keroncong yang dicampur dengan musik populer sekarang menggunakan organ
tunggal serta synthesizer untuk mengiringi lagu keroncong (di pentas pesta organ tunggal yang
serba bisa main keroncong, dangdut, rock, polka, mars).

Tokoh keroncong

Salah satu tokoh Indonesia yang memiliki kontribusi cukup besar dalam membesarkan
musik keroncong adalah bapak Gesang. Lelaki asal kota Surakarta (Solo) ini bahkan
mendapatkan santunan setiap tahun dari pemerintah Jepang karena berhasil memperkenalkan
musik keroncong di sana. Salah satu lagunya yang paling terkenal adalah(lagu)|Bengawan Solo.
Lantaran pengabdiannya itulah, oleh Gesang dijuluki "Buaya Keroncong" oleh insan keroncong
Indonesia, sebutan untuk pakar musik keroncong. Gesang menyebut irama keroncong pada
MASA STAMBUL (1880-1920), yang berkembang di Jakarta (Tugu , Kemayoran, dan Gambir)

11
sebagai Keroncong Cepat; sedangkan setelah pusat perkembangan pindah ke Solo (MASA
KERONCONG ABADI: 1920-1960) iramanya menjadi lebih lambat.

Asal muasal sebutan "Buaya Keroncong" untuk Gesang berkisar pada lagu ciptaannya,
"Bengawan Solo". Bengawan Solo adalah nama sungai yang berada di wilayah Surakarta.
Seperti diketahui, buaya memiliki habitat di rawa dan sungai. Reptil terbesar itu di habitanya
nyaris tak terkalahkan, karena menjadi pemangsa yang ganas. Pengandaian semacam itulah yang
mendasari mengapa Gesang disebut sebagai "Buaya Keroncong".

Di sisi lain nama Anjar Any (Solo, pencipta Langgam Jawa lebih dari 2000 lagu yang
meninggal tahun 2008) juga mempunyai andil dalam keroncong untuk Langgam Jawa beserta
Waljinah (Solo), sedangkan R. Pirngadie (Jakarta) untuk Keroncong Beat, Manthous (Gunung
Kidul, Yogyakarta) untuk Campursari dan Koes Plus (Solo/Jakarta) untuk Keroncong Rock,
serta Didi Kempot (Ngawi) untuk Congdut.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Bentuk awal musik ini disebut moresco, yang diiringi oleh alat musik dawai. Musik
keroncong yang berasal dari Tugu disebut keroncong Tugu. Dalam perkembangannya, masuk
sejumlah unsur tradisional Nusantara, seperti penggunaan seruling serta beberapa komponen
gamelan. Pada sekitar abad ke-19 bentuk musik campuran ini sudah populer di banyak tempat di
Nusantara, bahkan hingga ke Semenanjung Malaya. Masa keemasan ini berlanjut hingga sekitar
tahun 1960-an, dan kemudian meredup akibat masuknya gelombang musik populer (musik rock
yang berkembang sejak 1950, dan berjayanya musik Beatle dan sejenisnya sejak tahun 1961
hingga sekarang). Meskipun demikian, musik keroncong masih tetap dimainkan dan dinikmati
oleh berbagai lapisan masyarakat di Indonesia dan Malaysia hingga sekarang. Keroncong adalah
sejenis musik Indonesia yang memiliki hubungan historis dengan sejenis musik Portugis yang
dikenal sebagai fado.

13
DAFTAR PUSTAKA

id.m.wikipedia.org/wiki/keroncong

https://www.isi-dps.ac.id/berita/makna-musik-keroncong/

id.scrib.com

https://cultura.id/keroncong-musik-asli-indonesia-dengan-segala-perkembangannya/

14

Anda mungkin juga menyukai