SKRIPSI
DISUSUN OLEH
IRNA SULASTRI
S. NIM: 160703022
UNIVERSITAS SUMATERA
UTARA MEDAN
2020
Irna Sulastri S, 2020. Judul Skripsi : Analisis Sosiologi Sastra Pada Cerita Rakyat
Batu Debata Idup di Desa Simangulampe Kecamatan Baktiraja Kabupaten
Humbang Hasundutan.
Dalam penelitian ini penulis membahas ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA CERITA
RAKYAT BATU DEBATA IDUP. Masalah dalam penelitian ini adalah unsur
intrinsik cerita rakyat Batu Debata Idup, nilai-nilai sosiologi sastra yang terkandung
dalam cerita rakyat Batu Debata Idup dan pandangan masyarakat terhadap cerita
Batu Debata Idup. Cerita rakyat Batu Debata Idup merupakan salah satu bentuk
cerita yang dimiliki masyarakat Batak Toba, yang tepatnya berada di desa
Simangulampe, Kecamatan Baktiraja, Kabupaten Humbang Hasundutan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur cerita dan mengetahui nilai-
nilai sosiologi sastra cerita rakyat Batu Debata Idup. Susunan cerita dan peristiwa
yang terjadi dalam cerita rakyat Batu Debata Idup terstruktur dan diterjemahkan
menjadi sebuah cerita serta menggali nilai budaya didalamnya.
Metode yang dipergunakan dalam menganalisis masalah penelitian ini adalah
metode deskriptif dengan teknik penelitian lapangan. Penelitian ini menggunakan
teori strukturan dan teori sosiologi sastra. Adapun unsur-unsur intrinsik yang ada
dalan cerita ini meliputi: tema, alur atau plot, latar atau setting, dan perwatakan
atau penokohan. Cerita rakyat Batu Debata Idup dipercayai pada zaman dulunya
memiliki kekuatan super natural serta dijadikan sebagai tempat penyembahan.
Berdasarkan penelitian ini, hingga kini Batu Debata Idup masih terletak di desa
Simangulampe Kecamatan Baktiraja.
Kata Kunci : Analisis Sosiologi Sastra, Cerita Rakyat Batu Debata Idup
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat yang telah diberikan-Nya, dan telah memberikan kesehatan dan
Skripsi ini berjudul “Analisis Sosiologi Sastra Pada Cerita Rakyat Batu
Humbang Hasundutan”. Judul ini penulis ambil berdasarkan sejarah dan cerita
skripsi diatas maka yang dibahas adalah mengenai struktur cerita Batu Debata
Bab III merupakan metode penelitian, yang terdiri dari : metode dasar,
Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna. Untuk itu, dengan
kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
Atas segala bantuannya, saya ucapkan terimakasih dan semoga skripsi ini
Irna Sulastri S.
Nim. 160703022
HATA PATUJOLO
Judul ni skripsi on ima “Analisis Sosiologi Sastra Pada Cerita Rakyat Batu
Hasundutan” judul on dibahen panurat sian turi-turian dohot sarita ni halak di huta
na adong di sarita i.
dohot serep roha ni panurat mangido kritik dohot saran na boi pasingkophon sian
sude panjaha.
angka na manjaha.
Irna Sulastri S.
Nim. 160703022
ht pTjolo
JdL\nisikirpi\siano\aimanlissi\sosiaologiss\t\rpdsritb
T dEbt IdP\di dEs sim<ulm\pe hesmtn\ bh\tirj kBptne\
Hm\b^hsN\Dtn\JdL\ano\ dobhnE\
pNrt\sian\TriTrian\dohto\sritnihlh\diHtsim<lm\pEhEsmtn\bh\to
rjTdso\TJdL\ni sihirpi\si n di gni\j^ Im n m^hthno\T
tri<to\ ni srit bT dEbt IdP\
didEssim<lm\pEhEsmtn\bh\tirjjlMsEm^hthno\tri<to\ni nilI
nilIsosiaologiss\t\rn ado^ disrit I
bni\DsdImpnE\dHLan\nmrisiltr\bElk^ mslh\,
RMsn\mslh\TJan\pEnElitian\dohto\mn\pat\pEnElitian\
bni\DDaImtni\jUan\hEpS\than\nmrisikEpS\than\nrElEpn\,p
E<rE\tian\sosiaologi,pE<rE\tian\sosiaologiss\t\r,pE<rE\tian\
srit rk\yt\ dohto\ tEaori n di pkE
bni\DtoLImmEtodEpEnElitiannmrisimEtodEdsr\,loksidtpEnE
litian\sM\brE\dtpEnElitian\In\s\t\RmnE\pEnElitian\mEtodE
pe<M\Pln\ dt dohto\ mEtode anlissi\ dt
bni\Daopt\Impmebhsn\nmrisiUn\sR\In\t\rin\ski\pn\d<n\ms
rkt\ dohto\ nilI nilI sosiaologi ss\t\r
Medn\,nopEm\brE\2020
pNrt\
Ir\n Sls\t\ri s\
nmi\ 160703022
kesehatan dan rahmat-Nya kepada penulis sehingga skripsi ini banyak pihak yang
telah memberikan saran, dukungan dan bantuan baik secara langsung maupun
tidak langsung. Dalam kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatra Utara, Wakil Dekan I, Wakil Dekan II, Wakil Dekan
III serta semua staff maupun pegawai di jajaran Fakultas Ilmu Budaya.
3. Ibu Dra. Rosita Ginting, M.Hum selaku dosen pembimbing I yang sudah
4. Ibu Dra. Asni Barus, M.Hum selaku dosen Pembimbing II yang juga
yang telah banyak memberi dorongan serta arahan kepada penulis dalam
6. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua orang tua
saya Ayahanda Pendi Sibagariang, S.Pd dan Ibunda Tiolide Bakara, S.Pd
ini.
2016 yang tidak bisa saya sebut satu persatu yang telah memberi dorongan
diluar perkuliahan.
11. Tidak lupa saya mengucapkan banyak terima kasih kepada Kakanda
Alumni Tio Anggreni Lumban Batu, S.S yang sudah sangat banyak
Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
kepada Tuhan Yang Maha Esa kiranya dapat membalas semua kebaikan mereka,
dan tidak bisa penulis balas. Tuhanlah yang membalas dan memberkati.
Irna Sulastri S.
Nim. 160703022
DAFTAR ISI
ABSTRAK...............................................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................xi
BAB IPENDAHULUAN
1.2.Rumusan Masalah.................................................................................3
11
BAB IV PEMBAHASAN
4.1.1. Tema..........................................................................................26
4.1.4. Perwatakan...............................................................................39
4.2.5. Pertentangan..............................................................................54
4.2.7.Kesehatan..........................................................................................58
5.1. Kesimpulan........................................................................................72
5.2. Saran....................................................................................................74
DAFTAR PUSTAKA 76
LAMPIRAN
PENDAHULUA
dihuni oleh berbagai suku, golongan, dan lapisan masyarakat. Mengingat hal itu
tentu menghasilkan berbagai budaya, adat istiadat dan karya sastra yang berbeda.
Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat
ide, pikiran, dan perasaan seorang pengarang yang berasal dari daerah yang
pemiliknya, karena dianggap sebagai refleksi dari kehidupan baik dari segi moral,
edukasi, ritual dan struktur sosialnya. Namun seperti diketahui pada umumnya
cerita rakyat yang ada pada berbagai etnis di Indonesia tidak diketahui siapa
pengarangnya.
Secara garis besar sastra terbagi atas dua bagian yaitu sastra lisan dan
sastra tulisan. Sastra lisan dalam penyampaiannya adalah disampaikan dari mulut
1. Sastra lisan primer, yaitu sastra lisan dari sumber asli. Misalnya dari
Sastra lisan adalah karya yang penyebarannya dari mulut ke mulut secara
lisan yang memudar karena tidak dapat bertahan. Seperti Batu Debata Idup
Batak Toba.
“mangidupi” memberi hidup dari acaman kematian karena penyakit, dahulu batu
memeliharanya dan akan membawa kesuburan bagi desa tersebut bila benar-benar
Batu Debata Idup, untuk dijelaskan mengenai nilai-nilai sosiologi sastra dan
terhadap cerita ini sangat minim meskipun ahli budaya pernah meneliti tentang
Batu Debata Idup di Desa Simangulampe, namun hanya sebatas deskripsi cerita
saja tidak mengkaji tentang nilai-nilai sosiologi sastra dan pandangan masyarakat
nilai-nilai sosiologi sastra dan pandangan masyarakat tentang cerita Batu Debata
Idup di Desa Simangulampe. Penulis akan mengkaji cerita Batu Debata Idup dari
dengan adanya perumusan masalah maka deskripsi masalah akan terarah sehingga
hasilnya dapat dipahami dan dimengeri oleh pembaca. Masalah merupakan suatu
masalah tersebut.
yang ada dalam cerita rakyat Batu Debata Idup yang dirumuskan sebagai berikut:
1. Unsur-unsur intrinsik apa sajakah yang terdapat dalam cerita rakyat Batu
2. Nilai -nilai Sosiologi Sastra apa sajakah yang terdapat pada cerita rakyat
Simangulampe.
sastra. Hasil penelitian ini juga bisa dimanfaatkan oleh masyarakat khususnya
Debata idup.
serta menambah wawasan tentang fungsi sosial yang terdapat pada cerita
tersebut.
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Pada penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari beberapa buku- buku
ini adalah buku yang isinya memahami tentang sastra dan sosiologi. Namun,
selain daripada itu pengkajian skripsi ini juga digunakan sumber bacaan lainnya
yang berkaitan dengan judul skripsi ini. Adapun buku-buku yang digunakan
adalah :
1. Ratna (2004) yang berjudul Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.
Buku ini menjelaskan tentang pemahaman teori dan cara kerja teori dalam
nilai – nilai sosial yang terdapat pada cerita rakyat Batu Debata Idup.
Terhadap Cerita Rakyat Aek Sipaulak Hosa. Skripsi ini membahas tentang
teori sosiologi sastra, unsur intrinsik dan nilai-nilai sisiologi sastra yang
Sastra merupakan cabang seni, yaitu hasil cipta dan ekspresi manusia yang
estetis (indah). Seni sastra sama kedudukannya dengan seni-seni lainnya, seperti
seni musik, seni lukis, seni tari dan seni patung yang diciptakan untuk
tujuannya sama, dari aspek media penyampaian estetikanya, antara satu cabang
seni dengan seni yang lainnya itu berbeda. Seni musik keindahanya disampaikan
melalui media bunyi dan suara, seni lukis keindahannya disampaikan dengan
media warna, seni tari keindahannya disampaikan dengan media gerak, seni
patung keindahannya disampaikan melalui media pahatan, sedangkan seni sastra
peran yang istimewa dalam sastra karena sastra mewujudkan dirinya dengan
bahasa, dan bahasa dalam perkembangannya juga di tentukan oleh sastra, yaitu
sastra melakukan eksplorasi kreativitas bahasa, baik dalam kata, frasa, klausa dan
secara etimologi, asal-muasal kata. Menurut (Teeuw 1988 :22) sastra sebagai hasil
cipta yang berupa “pikir” dan “rasa’ dalam bentuk artefak tulisan yang secara
Sastra memiliki hubungan yang khas dengan sistem sosial dan budaya
sebagai basis penulisnya, maka sastra selalu hidup dan dipenuhi oleh masyarakat,
dan masyarakat sebagai disiplin ilmu dengan sosiologi sebagai disiplin ilmu
lainya. Secara lebih teknis, sosiologi adalah analisis mengenai struktur hubungan
masyarakat yang melandaskan pada tiga paradigma ; (1) paradigma fakta sosial
yang berupa lembaga-lembaga dan struktur sosial yang dianggap sebagai sesuatau
yang nyata, yang berada di luar individu; (2) paradigma definisi sosial yang
disiplin ilmu tentang kehidupan masyarakat yang objek kajiannya mencakup fakta
sosial, definisi sosial, dan perilaku sosial yang menunjukkan hubungan interaksi
serta aturan yang mengatur semua pola tingkah laku, terjadi kontinuitas dalam
waktu dan diikat dengan rasa identitas yang kauat mengikat warganya
sastra, yang menurut (Ratna 2007 : 3) keduanya memiliki objek yang sama, yaitu
manusia dalam masyarakat. Akan tetapi, hakikat sosiologi dan sastra sangat
objek yang utama, sastra hanya sebagai gejala kedua. Kedua, pendekatan yang
yaitu sosiologi sastra adalah analisis teks sastra untuk mengetahui strukturnya,
untuk kemudian dipergunakan untuk memahami lebih dalam lagi gejala sosial
aspek kemasyarakatan.
diceritakan.
penulisnya.
3. Penelitian yang menangkap sastra sebagai manifestasi peristiwa sejarah
Cerita rakyat adalah salah satu karya sastra yaitu berupa cerita yang lahir ,
hidup dan berkembang pada beberapa generasi dalam masyarakat tradisional, baik
masyarakat itu telah mengenal huruf atau belum, disebarkan secara lisan,
Dalam KBBI 2005 : “Cerita rakyat atau legenda merupakan cerita pada
Teori merupakan hal yang sangat perlu didalam menganalisis suatu karya
sastra yang diajukan sebagai objek penelitian. Menurut (Siswoyo 2003 : 42)
teori struktural dan teori sosiologi sastra untuk mengkaji Cerita Rakyat Batu
Debata Idup.
2.2.1. Teori Struktural
Secara umum, teori utama dan terpenting yang dilahirkan atau yang
kata struktur berasal dari bahasa latin structura yang berarti bentuk atau
bangunan. Asal usul teori struktural dalam kaitannya dengan tragedi, lebih khusus
lagi dalam pembicaraan mengenai plot. Konsep plot harus memiliki ciri-ciri yang
terdiri atas; Kesatuan, keseluruhan, kebulatan dan keterjalinan (Ratna 2005 : 88).
Struktur karya sastra juga menyaran pada pengertian hubungan antar unsur
oleh Burhan Nurgiyantoro dalam bukunya yang berjudul teori pengkajian fiksi
untuk menelaah unsur-unsur intrinsik yang terkandung dalam cerita Batu Debata
dilakukan hanya sekedar mendata unsur tertentu sebuah karya fiksi, misalnya
adalah menunjukkan bagaimana hubungan antar unsur itu, dan sumbangan apa
yang diberikan terhadap tujuan estetik dan makna keseluruhan yang ingin
dicapai. Hal itu perlu dilakukan mengingat bahwa karya sastra merupakan sebuah
struktur yang kompleks dan unik, disamping setiap karya mempunyai ciri
kekompleksan dan keunikannya sendiri, dan hal inilah antara lain yang
Tema merupakan dasar cerita atau gagasan umum dari sebuah novel
tema merupakan makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Berdasarkan dasar
pikiran ataupun pikiran utama pada suatu karya sastra yang diungkap oleh
pengarang.
2. Alur/ Plot
hanya jalinan peristiwa secara kronologis (Nurgiyantoro 2007: 112). Stanton (via
Nurgiyantoro 2007: 113) juga berpendapat bahwa plot adalah cerita yang berisi
urutan kejadiann namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat,
peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.
Plot juga dapat berupa cerminan atau perjalanan tingkah laku para tokoh dalam
bertindak, berpikir, berasa, dan mengambil sikap terhadap masalah yang dihadapi.
3. Latar/ Setting.
Menurut (Nurgiyantoro 2007 : 216) latar atau setting disebut juga sebagai
landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan
menjadi tiga, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Berikut ulasan tentang unsur-unsur
latar tersebut.
a. Latar Tempat
Latar tempat adalah suatu unsur latar yang mengarah pada lokasi dan
menjelaskan dimana peristiwa itu terjadi. Bila latar tersebut termasuk latar
b. Latar Waktu
Latar waktu merupakan unsur latar yang mengarah pada kapan terjadinya
dikisahkan, waktu dalam hitungan detik, menit, jam, hari, bulan, tahun,
c. Latar Sosial
Latar sosial adalah latar yang menjelaskan tata cara kehidupan sosial
4. Perwatakan/ Penokohan
a. Tokoh Protagonis
b. Tokoh Antagonis
c. Tokoh Trigonis
Tokoh yang tidak memiliki sifat Protagonis dan Antagonis atau tokoh
permasalahan tentang apa yang tersirat dalam karya sastra tersebut dan apa tujuan
Nababan, 2004 : 339) model analisis karya sastra dalam kaitannya dengan
bersifat dialektika.
tertentu.
sastra itu sendiri dan (b) menghubungkannya dengan kenyataan yang pernah
terjadi sebelumnya.
sastra. Masalah sosial yang terkandung dalam karya sastra adalah unsur-
yaitu :
Sistem nilai dan ide yaitu sistem yang memberi makna kepada
c. Peralatan Budaya
yakni :
1. Sistem Kekerabatan
2. Tanggung Jawab
Tanggung jawab adalah suatu kesadaran manusia akan tingkah laku atau
3. Tolong Menolong
beban atau kesulitan orang lain dengan melakukan sesuatu. Bantuan yang
lain.
4. Kasih Sayang
Kasih sayang adalah suatu perasaan cinta atau sayang dan akan
sayang tak dapat dilihat tetapi dapat dirasakan oleh individu tertentu yang
menyenangkan.
5. Pertentangan
6. Religi/Kepercayaan
Religi sebagai sistem yang terdiri dari konsep-konsep yang dipercaya dan
religi mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan dan dunia gaib,
7. Kesehatan
Kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang
8. Sistem Pengetahuan
alam sekitar, flora dan fauna, waktu, ruang dan sifat-sifat serta tingkah
10. Kesenian
keindahannya. Kesenian bisa berupa seni lukis, seni tari, seni panggung,
METODE PENELITIAN
analisis data.
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disusun oleh penulis maka pada
hasil penelitian yang digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas.
mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa yang terjadi pada saat sekarang atau
masalah aktual.
sosiologis yang terdapat pada cerita rakyat Batu Debata idup pada masyarakat
Batu Debata Idup terletak di daerah tersebut. Di daerah ini penulis akan mencari
dijangkau dan mudah dilewati oleh banyak masyarakat, karena sudah adanya
transportasi dan jalan yang memudahkan penulis dalam meneliti objek tersebut.
Subjek penelitian sastra adalah teks-teks novel, cerita rakyat/ legenda, drama dan
Sumber data menurut (Zuldafrial 2012:46) “adalah subjek dari mana data
dapat diperoeh”. Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah
subjek darimana data diperoleh yang terbagi atas dua bagian, yaitu :
Sumber data primer adalah sumber data data mentah yang diperoleh
Sumber Data Sekunder adalah sumber data yang sudah pernah diteliti
orang lain.
berupa hal-hal yang mencakup keterangan nilai-nilai sosial dalam cerita rakyat
3. Alat tulis dan kertas yang digunakan untuk mencatat segala hal yang
yakni :
1. Metode Wawancara
2. Metode Observasi
kejadian.
3. Metode Kepustakaan
Bahasa Indonesia.
5. Membuat kesimpulan.
BAB IV
PEMBAHASA
4.1.1 Tema
Tema merupakan pokok pikiran atau gagasan utama yang terdapat atau
terkandung pada sebuah cerita. Tema juga merupakan gagasan umum yang
menopang sebuah karya sastra yang terkandung dalam karya sastra itu sendiri
Pada sebuah karya sastra harus memiliki tema yang merupakan sasaran
tujuan pada sebuah cerita. Sebuah karya sastra yang baik yang tertulis maupun
yang diungkapkan secara lisan pasti mengandung tema, karena sebuah karya
sastra pasti mempunyai pokok pikiran utama atau isi pembicaraan yang hendak
Didalam cerita Batu Debata Idup, Penulis menyatakan bahwa tema cerita
adalah: Batu yang diukir menyerupai bentuk manusia dan dijadikan menjadi
tempat penyembahan, batu itu disembah sebagai Dewa/Debata. Batu itu diberi
nama Debata Idup yang dimana juga dipercayai sebagai dewa pengobatan yang
Debata Idup jala batu i di goari Batu Debata Idup. Dipatorang Datu
Terjemahan:
“...Patung yang di ukir itu diberi nama Debata Idup. Akan tetapi Datu
Pangabang menolak pemberian nama itu karena Debata Idup adalah Dewa
Pengobatan. Benar, kata Datu Sontang Banua. “Debata Idup adalah dewa
obat, dan bukan obat, tapi ditangannya ada obat. Dia adalah sumber
dan batu itu disebut Batu Debata Idup. Datu Pangambang menjelaskan
kepada anak-anaknya “Semua wadah ini jangan lagi kalian buang atau
kalian pegang, dan batu yang telah saya ukir ini jangan kalian main-
mainkan. Ini akan menjadi batu yang akan kita sembah sebagai dewa
kita” Tanpa bertanya panjang lebar, mereka mengiyakan dan tidak pernah
Alur atau plot merupakan unsur fiksi yang penting, bahkan tidak sedikit
orang yang menganggapnya sebagai yang terpenting diantara berbagai unsur fiksi
yang lain. Tanpa alur kita tidak akan tau bagaimana jalan cerita tersebut, apakah
Alur atau plot dalam cerita Batu Debata Idup adalah sebagai berikut :
Pada tahap ini pengarang mulai melukiskan suatu keadaan. Tahap ini
merupakan tahap pembukaan cerita, pemberi informasi awal, dan lain-lain yang
terutama, berfungsi untuk melandas tumpui cerita yang dikisahkan pada tahap
berikutnya. Dalam bagian ini pengarang menceritakan tentang tambar dan taor
yang sudah di buat dan dikumpulkan oleh Datu Pangabang selalu dibuang oleh
anak-anaknya :
ditanda halak. Tung mancai nunut do ibana mambahen angka pulungan ubat
papungu mai. Ima dibahen gabe ubat laho pamalumhon angka sahit ni jolma
ni hau dohot pati ni angka urat ni hau, di pulung mai gabe dasor ni obat ima
tano. Ala pandaoni na baru dope, tontu ibana sai lalap dope mambhen hobim
Terjemahan :
“...Datu Pangabang seorang tabib batak yang mulai populer. Dia sangat ulet
Dia pergi ke hutan menjelajah, beragam tanaman, akar kayu dan kulitnya
obat untuk menyembuhkan berbagai penyakit yang diderita orang lain. Hasil
Dari beragam dedaunan dan buah serta sari pati akar-akaran kemudian diracik
menjadi bahan dasar obat cair yang disebut “taor”. Disimpan dalam wadah
bambu dan periuk tanah. Sebagai tabib pemula, tentu saja dia masih tetap
Tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik itu sendiri dan konflik itu
ma Datu Pangabang , dirimpu ibana nunga dibolongkon boru nai sude angka
Terjemahan :
paias jabu au”. Tingki i paias para-para dohot telate ni jabu batak, inganan
mai sambal na lupa di pangan jala naung basi, jadi di bolongkon ibana.
sahit sampu-sampu.”
Terjemahan :
Kemudian putrinya menjawab “Apakah yang didalam periuk itu ramuan obat
ayah? Saya pikir itu bukan ramuan obat, sehingga saya sudah membuangnya
coklat kehitaman didalam periuk. Dia menyangka itu adalah sambal yang lupa
dimakan dan tentu saja sudah basi. Dia membuangnya. Samaselaki dia tidak
menduga benda itu adalah “tambar” hasil racikan ayahnya yang terbaru obat
penyakit sampu-sampu.”
Tahap klimaks, konflik dan atau pertentangan yang terjadi yang dilakukan
atau ditimpakan kepada para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak.
maol hian didalani jala maol dimasuki angka jolma. “Nunga tung mancai
Terjemahan:
Yang membuat dia marah karena ramuan obat yang dibuang Rumintang itu
dicari berbulan-bulan lamanya dari hutan yang sulit dimasuki orang-orang .
“Saya sudah terlalu lelah mencari semua ramuan itu dari hutan yang rimbun
yang sulit di jelajah oleh banyak orang, kenapa kamu harus membuang itu?”
membuat wadah dari bambu, kedalam bambu itulah ramuan obat tersebut di
Tahap penyelesaian konflik yang telah mencapai klimaks diberi jalan keluar.
Pada tahap penyelesaian ini Datu Sontang Banua memberi penjelasan kepada
putrinya Rumintang.
Terjemahan :
akan menjadi tempat ramuan obat, maka jangan dibuang lagi atau dipindahkan ke
tempat lain dan jangan dimainkan atau pun dipegang tanpa sepengetahuan ayah.”
Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menunjuk pada
berlangsungnya peristiwa dalam suatu cerita atau tempat kejadian yang terdapat
dalam sebuah karya sastra. Latar bukan hanya merupakan daerah atau tempat,
memahami latar dalam sebuah karya sastra yang dituangkan menjadi cerita akan
memudahkan pembaca untuk memahami latar dalam sebuah karya sastra yang
Latar tempat dalam cerita rakyat ini adalah terjadi di Baktiraja. Cerita ini
Dalam cerita Batu Debata Idup ini terdapat tiga latar, yaitu :
1. Latar Tempat
2. Latar Waktu
3. Latar Sosial
1. Latar Tempat
dalam sebuah karya sastra. Cerita Batu Debata Idup ini dilatarkan pada 3 tempat
Terjemahan :
“...Suatu ketika, ayahnya berteriak dari sawah memanggil Togap yang asik
bermain di penggembalaannya tidak jauh dari ayahnya bekerja. Dia minta agar
pematang sawah.”
Terjemahan :
atas gunung.”
Latar Tempat di Huta Godang terdapat sinopsis cerita :
Terjemahan :
“...Pada saat ingin merintis atau membuat perkampungan baru, Batu Debata
masuk desa yang baru dirintis. Desa itu diberi nama dengan nama Huta
Godang. Yang berperan dalam pemindahan batu tersebut adalah Datu Sontang
“...Na papindahon batu i ima Datu Sontang Banua, di papindah sian dolok-
jolma dope, didok najolo i tao toba di ninna i, alai lam marsik ma tao i gabe
Huta Godang. Desa yang sampai saat ini masih di huni Masyarakat
yang sama sekali belum pernah disentuh oleeh manusia, konon katanya dahulu
desa tersebut masih merupakan genangan Danau Toba, akan tetapi semakin
surutnya Danau Toba membuat tanah itu menjadi kosong. Batu Debata Idup
2. Latar Waktu
peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya sastra. Latar yang terdapat pada
Latar waktu terjadi pada pagi hari yakni ketika Datu Sontang Banua
“...Di sada tingki di parnaik ni mata niari, dung di paindah Batu Debata Idup
“...Pada suatu hari saat ketika matahari mulai terbit, setelah Batu Debata Idup
3. Latar Sosial
kehidupan sosial masyarakat disuatu tempat yang diceritakan dalam suatu karya
sastra. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam
lingkup yang cukup kompleks yaitu berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi,
spritual dan lain sebagainya. Latar sosial yang menyebabkan terjadinya cerita ini
adalah keberadaan Batu Debata Idup yang dipercayai dapat membawa berkat bagi
godang,
songon angka suansuanan dang be marparbue, dang adong be si panenon na
Terjemahan :
“...Setelah dipindahkan ke pintu masuk Huta Godang, Batu Debata Idup jika
angin putting beliung, petir besar, banjir dan orang orang yang dating untuk
berbuat jahat ke perkampungan tersebut. Namun jika batu tersebut tidak lagi
desa Huta Godang, seperti tanam-tanaman tidak lagi mempunyai hasil panen
4.1.4 Perwatakan
Batu Debata Idup. Perwatakan dalam cerita Batu Debata Idup ini dapat
1. Datu Pangabang
3. Rumintang
4. Togap Pangalapan
Skripsi ini akan membahas watak-watak tokoh cerita Batu Debata Idup yang
1. Datu Pangabang
Datu pangabang merupakan pemeran utama dalam cerita Batu Debata Idup.
Datu Pangabang merupakan ayah daripada Rumintang dan Togap Pangalapan dan
juga merupakan murid dari Datu Sontang Banua yang mempunyai sifat yang
Watak dari Datu Pangabang ini dapat dilihat dari kutipan berikut :
ditanda halak. Tung mancai nunut do ibana mambahen angka pulungan ubat
angka ramba bulung, parbue ni hau, urat ni hau dohot lampak ni hau, di
papungu mai. Ima dibahen gabe ubat laho pamalumhon angka sahit ni jolma
na marsahit.”
Terjemahan :
“...Datu Pangabang seorang tabib batak yang mulai populer. Dia sangat ulet
Dia pergi ke hutan menjelajah, beragam tanaman, akar kayu dan kulitnya
Datu Sontang Banua merupakan guru yang telah mengajari Datu Pangabang.
Datu Sontang Banua mempunyai sifat yang baik dan bertanggung jawab, dia
hira-hira dua puluh inganan na margorga sian hau. Ala songon gorga do,
Patung na di gorga nai di goari mai Debata Idup. Alai manjua do Datu
Pangobatan.
Botul doi ninna Datu Sontang Banua “Debata Idup ima dewa ni ubat, jala
Terjemahan :
dibuatnya. Ada sekitar duapuluh benda berukir yang terbuat dari kayu.
Dengan bentuk berukir itu, kesannya menjadi hiasan sehingga seisi rumah
Patung mini itu disebutnya Debata Idup. Akan tetapi Datu Pangabang
Pengobatan.
Benar, kata Datu Sontang Banua. “Debata Idup adalah dewa obat, dan
bukan obat, tapi ditangannya ada obat. Dia adalah sumber pengetahuan
3. Rumintang
atau watak yang rajin dan juga baik. Rumintang juga merupakan sosok yang
penurut.
jabu au”. Tingki I paias para-para dohot telate ni sopo manang jabu
jala na naung basi. Jadi dibolongkon ibana, tung so dirimpu ibana doi
Terjemahan :
melakukan penataan sisi rumah. Dia adalah putri Datu Pangabang. Dia sering
rapi di lain tempat, Datu Pangabang kebingungan. Dia menyangka bahan itu
ramuan obat yang kuletakkan di dalam bamboo ini, kenapa tidak lagi disini?
Kemudian putrinya menjawab “Apakah yang didalam periuk itu ramuan obat
ayah? Saya pikir itu bukan ramuan obat, sehingga saya sudah membuangnya
saat saya membersihkan rumah.” Saat itu Rumintang melakukan
tinggal. Dia menemukan bungkusan daun pisang berisi benda seperti kotoran
coklat kehitaman didalam periuk. Dia menyangka itu adalah sambal yang lupa
dimakan dan tentu saja sudah basi. Dia membuangnya. Samaselaki dia tidak
menduga benda itu adalah “tambar” hasil racikan ayahnya yang terbaru obat
penyakit sampu-sampu.”
4. Togap Pangalapan
merupakan adik Rumintang. Togap Pangalapan merupakan anak yang penurut dan
cerdas.
“...Togap Pangalapan ima sahalak baoa na bijak jala na ligat. Ibana ito ni si
laho mambahen ponot dalan ni aek di balian. “amang boi do luluan mu bulu?
Asa tabahen majo ponot dalan ni aek di balian” ninna among nai. Dang
na didok ni among nai. Nunga loja be si Togap, di taba bulu alai dang tolap
na, dang adong muse bulu naung maruppak dapotsa. Jadi di ingot ibana ma
Terjemahan :
“...Togap Pangalapan adalah seorang lelaki cerdas dan lincah. Dia adalah adik
Rumintang yang berusia delapan tahun. Kurang peduli pengaturan seisi rumah
bermain dengan teman sebayanya di sawah dan ladang. Suatu ketika, ayahnya
penggembalaannya tidak jauh dari ayahnya bekerja. Dia minta agar Togap
sawah. “anakku, bisa kah kamu mencarikan sepotong bambu? Supaya kita
membuatkan saluran air disini” Tanpa tanya apa dan dimana, Togap langsung
potongan bambu. Dia langsung menuju rumah dan memeriksa bambu itu,
ternyata isinya “bumbu masakan” yang sudah lama tidak dimakan, begitu
pikirnya.”
4.2 Analisis Nilai-Nilai Sosiologi Sastra pada Cerita Rakyat Batu Debata
Idup.
sosiologis tanpa menghilangkan konteks sastra karena tidak terlepas dari unsur-
itu sendiri.
berdasarkan pada sosiologi. Semua suku Batak memiliki marga, inilah yang biasa
disebut dengan garis keturunan. Kekerabtan merupakan pihak yang dekat kepada
seseorang setelah keluarga sendiri, untuk itulah menjalin hubungan baik dengan
kerabat menjadi sangat penting. Dalam cerita Batu Debata Idup sistem
kekerabatan sangat terlihat jelas dari Datu Pangabang yang memiliki dua orang
anak yaitu : Rumintang dan Togap Pangalapan. Datu Pangabang juga merupakan
murid dari Datu Sontang Banua, inilah yang menjelaskan sistem kekerabatan yang
“...Togap Pangalapan ima sahalak baoa na bijak jala na ligat. Ibana ito
Terjemahan :
“....Togap Pangalapan adalah seorang lelaki cerdas dan lincah. Dia adalah
Pangabang berada. Dari tabib tua ini pula dia banyak mendapatkan ilmu
pengetahuan.”
“...Datu Pangambang menjelaskan kepada anak-anaknya “Semua wadah
ini jangan lagi kalian buang atau kalian pegang, dan batu yang telah saya
ukir ini jangan kalian main-mainkan. Ini akan menjadi batu yang akan
Kutipan diatas menunjukkan bahwa hubungan darah tetap selalu ada pada
masyarakat Batak khususnya Batak Toba. Batak Toba merupakan salah satu
peran, kategori dan silsilah. Dalam cerita Batu Debata Idup sangatlah terlihat jelas
dimana Datu Pangambang memiliki dua keturunan dan satu guru yang merupakan
2. Togap Pangalapan yang merupakan Putra dari Datu Pangabang yang rajin
serta lincah. Togap juga merupakan darah daging dari Datu Pangabang,
3. Datu Sontang Banua yang merupakan Guru yang telah mengajari Datu
Sontang Banua banyak ilmu. Kekerabatan antara Datu Sontang Banua dan
kekerabatan sosial.
4. Juga serta Datu Pangabang yang membuat Batu Debata Idup sebagai
Tanggung jawab adalah suatu kesadaran manusia akan tingkah laku atau
sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang
seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat dan lingkungan (alam,
sosial, dan budaya, negara dan Tuhan Yang Maha Esa). Tanggung jawab juga
berarti berbuat sebagai wujutan atas perbuatannya . Sebagai Guru Datu Sontang
hira-hira dua puluh inganan na margorga sian hau. Ala songon gorga do,
Pangobatan.
Botul doi ninna Datu Sontang Banua “Debata Idup ima dewa ni ubat, jala
Terjemahan :
dibuatnya. Ada sekitar duapuluh benda berukir yang terbuat dari kayu.
Dengan bentuk berukir itu, kesannya menjadi hiasan sehingga seisi rumah
Patung mini itu disebutnya Debata Idup. Akan tetapi Datu Pangabang
Pengobatan.
Benar, kata Datu Sontang Banua. “Debata Idup adalah dewa obat, dan
bukan obat, tapi ditangannya ada obat. Dia adalah sumber pengetahuan
manusia dan juga makhluk hidup lainnya. Tolong menolong merupakan sikap
selesai sebuah pekerjaan. Tolong menolong tidak hanya berupa bantuan tenaga
tetapi juga bisa berupa bantuan waktu ataupun bantuan dana. Sikap tolong dalam
cerita Batu Debata Idup terlihat ketika Togap Pangalapan membantu ayahnya
“...Di sada tingki, manggorai ma among nai siang balian manjou si Togap
bulu laho mambahen ponot dalan ni aek di balian. “amang boi do luluan
mu bulu? Asa tabahen majo ponot dalan ni aek di balian” ninna among
bulu alai dang tolap na, dang adong muse bulu naung maruppak dapotsa.
Jadi di ingot ibana ma di hombung ni jabu na adong sada bulu peak, lao
Dibolongkon ibana ma isi ni bulu i, jala dang sadia leleng lao ma ibana
Terjemahan:
“...Suatu ketika ayahnya berteriak dari sawah memanggil Togap yang asik
Dia minta agar Togap sudi mencarikan sepotong bambu untuk digunakan
sepotong bambu? Supaya kita membuatkan saluran air disini” Tanpa tanya
Dia membuang isi bambu, dan tanpa pikir panjang berlari ke sawah
memberi hasil pekerjaannya itu kepada ayahnya. “ini bambu yang ayah
Kasih sayang adalah suatu perasaan cinta atau sayang dan akan
menunjukkan rasa perhatian yang mungkin akan berlebihan. Kasih sayang juga
merupakan sikap, tindakan, perkataan dan tindakan yang menyebabkan orang lain
merasa senang dan aman. Kasih sayang dalam cerita Batu Debata Idup terlihat
ketika Datu Pangabang tidak mau memukul anaknya walaupun sudah melakukan
kesalahan.
na i. Di dok rohana taruli pujion ni among nai do ibana ala hatop sae
ima
“...Dia membuang isi bambu, dan tanpa pikir panjang berlari ke sawah
memberikan hasil pekerjaannya itu kepada ayahnya. “Ini bambu yang ayah
olahannya. Bukan main kesalnya dia. Akan tetapi Datu Pangabang tidak
mentertawakan itu sudah dianggap sebagai gurunya maka dia diam saja
4.2.5 Pertentangan
pihak yang satu dengan pihak yang lain. Secara umum pertentangan itu adalah
luapan emosional dari satu orang dengan orang lain karena kesalahan ataupun
Datu Pangabang yang tidak menerima kondisi terhadap Datu Sontang Banua.
tombak jala sian robean, ima hubahen gabe tambar asa boi ubat” ninna
Terjemahan :
dalamnya yang belum sempurna dan masih jauh dibawah Datu Sontang
anaknya. “Saya terlalu kesal dengan kedua anak saya, dimana ramuan
yang sudah saya olah selalu saja mereka buang, padahal saya sudah lelah
mencari ramuan itu dari hutan dan bukit bukit dan kemudian meracikanya
(tambar) supaya bisa menjadi obat” cetus datu Pangambang kepada Datu
Sontang Banua.
mentertawakan itu sudah dianggap sebagai gurunya maka dia diam saja
sekedar hubungan manusia dengan Tuhannya akan tetapi juga hubungan manusia
dengan manusia lainnya dan hubungan manusia dengan alam sekitarnya. Sikap
dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya,
toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan
memeluk agama lain. Nilai kepercayaan dalam cerita Batu Debata Idup yakni
Batu Debata Idup dijadikan sebagai patung penyembahan yang dianggap Dewa.
Hal ini dapat dilihat dari kutipan cerita berikut :
halak batak na ujui ima tu batu na balga, hau na bolon, dohot manang
Terjemahan:
“...Datu Pangambang mengukir batu debata idup itu dibuat untuk sebagai
pohon besar dan apapun itu yang mereka sembah. Kepercayaan ini disebut
itu sebagai Dewa mereka. Batu tersebut digunakan untuk disembah, pada
Batu Debata Idup itu “Engkau diletakkan dipintu masuk ini, engkaulah
4.2.7. Kesehatan
Kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang
au
mangalului pulungan i sian tombak jala sian robean, ima hubahen gabe
tambar asa boi ubat” ninna Datu Pangambang tu Datu Sontang Banua
Tambar dohot Taor ima bongbong ni hangoluan, ima didok Datu Sontang
bongbong daging ima dohot angka ubut. Songon dia hita manjaga
Terjemahan :
Pangabang berada. Dari tabib tua ini pula dia banyak mendapatkan ilmu
tenaga dalamnya yang belum sempurna dan masih jauh dibawah Datu
kedua anaknya. “Saya terlalu kesal dengan kedua anak saya, dimana
ramuan yang sudah saya olah selalu saja mereka buang, padahal saya
sudah lelah mencari ramuan itu dari hutan dan bukit bukit dan kemudian
meracikanya (tambar) supaya bisa menjadi obat” cetus datu Pangambang
mentertawakan itu sudah dianggap sebagai gurunya maka dia diam saja
Tambar dan taor adalah pagar kehidupan, begitu Datu Sontang Banua
alam sekitar, flora dan fauna, waktu, ruang dan sifat-sifat serta tingkah laku
keingin tahuan sesorang dalam sebuah objek. Sikap dan tindakan yang selalu
berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang
dipelajarinya, dilihat dan didengar. Sikap dan tindakan yang selau berupaya
terdapat ketika Datu Pangabang sangat ulet dalam melakukan penelitian terhadap
mambuat angka ramba bulung, parbue ni hau, urat ni hau dohot lampak
ni hau, di papungu mai. Ima dibahen gabe ubat laho pamalumhon angka
hau dohot pati ni angka urat ni hau, di pulung mai gabe dasor ni obat ima
hudon tano.
Ala pandaoni na baru dope, tontu ibana sai lalap dope mambhen hobim
Terjemahan:
“...Datu Pangabang seorang tabib batak yang mulai populer. Dia sangat
sederhana. Dari beragam dedaunan dan buah serta sari pati akar-akaran
kemudian diracik menjadi bahan dasar obat cair yang disebut “taor”.
Sebagai tabib pemula, tentu saja dia masih tetap melakukan evaluasi dari
orang yang dilakukan sehari-hari guna untuk bertahan hidup ataupun pemenuhan
hidup baginya. Sistem mata pencaharian juga tingkat sebagai usaha pemajuan
Dalam cerita rakyat Batu Debata Idup, setting tempat yang digunakan
adalah di sawah yang bisa jadi mempengaruhi jenis pekerjaan oleh tokoh dalam
cerita.
Hal tersebut dapat dilihat dari sinopsis cerita :
“...Togap Pangalapan ima sahalak baoa na bijak jala na ligat. Ibana ito
dibalian.
bulu laho mambahen ponot dalan ni aek di balian. “amang boi do luluan
mu bulu? Asa tabahen majo ponot dalan ni aek di balian” ninna among
bulu alai dang tolap na, dang adong muse bulu naung maruppak dapotsa.
Jadi di ingot ibana ma di hombung ni jabu na adong sada bulu peak, lao
Dibolongkon ibana ma isi ni bulu i, jala dang sadia leleng lao ma ibana
Terjemahan:
“...Togap Pangalapan adalah seorang lelaki cerdas dan lincah. Dia adalah
Suatu ketika, ayahnya berteriak dari sawah memanggil Togap yang asik
agar Togap sudi mencarikan sepotong bambu untuk digunakan saluran air
bambu? Supaya kita membuatkan saluran air disini” Tanpa tanya apa dan
Dia membuang isi bambu, dan tanpa pikir panjang berlari ke sawah
memberikan hasil pekerjaannya itu kepada ayahnya. “Ini bambu yang ayah
4.2.10. Kesenian
Dalam cerita Batu Debata Idup memiliki nilai sosial kesenian ketika Datu
hira-hira dua puluh inganan na margorga sian hau. Ala songon gorga do,
Terjemahan :
dibuatnya. Ada sekitar duapuluh benda berukir yang terbuat dari kayu.
Dengan bentuk berukir itu, kesannya menjadi hiasan sehingga seisi rumah
obat racikannya dan juga mengukir batu membentuk persis seperti wadah
Kecematan Baktiraja, merupakan salah satu desa yang berada dipinggiran Danau
dan marga Simanullang. Desa Simangulampe merupakan salah satu desa yang
memiliki banyak situs atau ikon ikon bersejarah, salah satunya adalah Batu
Debata Idup.
minim tidak lagi merawat Batu Debata Idup, ketidak pedulian masyarakat sangat
terlihat dari lokasi letaknya Batu Debata Idup tersebut tidak terawat. Akan tetapi
terhadap batu tersebut setelah adanya penelitian ini. Letak Batu Debata Idup ini
Batu Debata Idup adalah sebuah cerita rakyat yang relevan bagi
masyarakat pada zaman dahulunya. Hal ini dapat dilihat dari cara pandang
masyarakat terhadap cerita rakyat tersebut. Menurut masyarakat setempat, nenek
moyang mereka percaya akan keajaiban yang terdapat pada Batu Debata Idup
tersebut, akan tetapi masyarakat desa dewasa ini tidak lagi mempercayai hal
upaya pelestarian terhadap Batu Debata Idup, karena itu merupakan salah satu
tersebut mencoba memperbaiki tata letak dan menjadikannya sebagai salah satu
cagar budaya yang diketahui banyak orang, supaya cerita Batu Debata Idup
yang sudah tidak lagi mengetahui tentang Batu Debata Idup, tidak lagi
mengetahui cerita dan tempat beradanya batu tersebut. Dengan adanya penelitian
tata letak dari Batu Debata Idup. Namun, tidak sedikit juga masyarakat yang
mengetahui letak dan alur cerita Batu Debata Idup sehingga penulis dapat
masyarakat hendak melakukan ritual penyembahan pada Batu Debata Idup antara
lain ialah:
1. Ketika hendak melakukan pemujaan penyembahan maka masyarakat
perkampungan tersebut, menjaga dari angin puting beliung, petir besar, banjir dan
orang orang yang datang untuk berbuat jahat ke perkampungan tersebut. Namun
jika batu tersebut tidak lagi disembah maka dipercayai dapat mendatangkan
kesusahan bagi masyarakat desa Huta Godang, seperti tanam-tanaman tidak lagi
kelaparan.
sudah lebih mempercayai agama yang sudah datang kedalam lingkup masyarakat
batak dan menjadikan itu menjadi kepercayaan yang di ikuti selama hidupnya.
Sehingga dewasa ini Batu Debata Idup tersebut sudah sangat tidak terawat
Idup sangat minim. Akan tetapi setelah diadakannya penelitian ini, membuka
Debata Idup. Ketidak terawatan Batu Debata Idup dapat dilihat pada gambar
berikut :
peneliti dan masyarakat serta kepada desa juga mencoba meyakinkan hal tersebut
dengan mengukur kedalaman pusar dari kedua batu tersebut. Batu yang berjenis
perempuan yang berada disebelah kiri memiliki pusar yang lebih dalam daripada
Idup ini memiliki Mangkok (sawan) yang juga diukir dari batu yang terletak
dikepala batu berjenis perempuan yang letaknya disebelah kiri tersebut. Mangkok
supaya obat tersebut lebih mujarap jika digunakan untuk mengobati penyakit.
Akan tetapi menurut informasi, mangkok (sawan) tersebut telah dicuri oleh
Dan bukan hanya itu saja, menurut pandangan masyarakat batu ini
berdoa untuk diberi petunjuk dimana letak batu tersebut. Dan pada akhirnya batu
untuk dipindahkan kembali ke tempat semula dimana batu itu berada. Akan tetapi
beberap dari mereka tidak sanggup memindahkan batu itu. Hanya ada satu orang
yang bisa mengangkatnya yaitu oppung Saor marga Sinambela. Hanya dialah
Batu Debata Idup merupakan salah satu peninggalan sejarah yang terdapat
di desa Simangulampe dimana pada zaman dahulu batu itu merupakan batu yang
dikeramatkan oleh masyarakat setempat. Hal ini diketahui oleh penulis menurut
kekuatannya dan kemistisan batu yang disembah pada zaman dahulu sebelum
saat itu, menurut informasi dari masyarakat sekitar ada warga samosir yang ingin
mencuri batu tersebut. Akan tetapi tidak berhasil karena Batu Debata Idup
5.1 Kesimpulan
Cerita terhadap Batu Debata Idup memaparkan cerita hidup dari aktifitas
yang dilakukan oleh Datu Pangabang. Dalam cerita ini dikisahkan Batu Debata
Idup merupakan batu yang diukir oleh Datu Pangabang untuk dijadikan sebagai
tempat penyembahan masyarakat pada dulunya. Dan batu ini juga membawa
Dalam cerita ini menceritakan sifat Datu Pangabang yang memiliki sifat
penyabar dan juga baik dan juga kisah batu ini bersifat membawa kepercayaan.
1. Sosiologi dan sastra mempunyai hubungan yang erat karena lahir dari
2. Tema dalam cerita terhadap Batu Debata Idup menggambarkan kisah Datu
yang membuat ramuan pengobatan untuk mengobati orang sakit serta batu
3. Perwatakan dalam cerita Batu Debata Idup terdiri dari beberapa tokoh
Pangalapan.
4. Latar atau setting yang terdapat pada cerita Batu Debata Idup yaitu:
a) Latar Tempat
Simangulampe.
b) Latar Waktu
Latar waktu yang terdapat pada cerita Batu Debata Idup yaitu pada
pagi hari.
5. Perwatakan yang terdapat pada cerita Batu Debata Idup dari semua tokoh
yaitu:
a) Datu Pangabang
c) Rumintang
rajin.
d) Togap Pangalapan
6. Adapun nilai-nilai sosiologi yang ada dalam cerita Batu Debata Idup
yakni:
a. Sistem Kekerabatan
b. Tanggung Jawab
c. Tolong Menolong
d. Kasih Sayang
e. Pertentangan
f. Religi/Kepercayaan
g. Kesehatan
h. Sistem Pengetahuan
j. Kesenian
dari segi pola kehidupan masyarakat pada zaman dahulunya. Hal ini dapat
keajaiban yang terdapat pada Batu Debata Idup tersebut, akan tetapi
masyarakat desa dewasa ini tidak lagi mempercayai hal tersebut dengan
5.2 Saran
Ada banyak cerita rakyat yang terdapat pada Suku Batak, dan cerita rakyat
Kecamatan Baktiraja yang memiliki banyak cerita rakyat dan Batu Debata Idup
merupakan salah satu cerita rakyat yang terdapat di Desa Simangulampe. Akan
tetapi banyaknya cerita rakyat tersebut hanya melintas dan banyak juga sudah
yang terdapat pada cerita rakyat tersebut yang disampaikan pada zaman dahulu.
Dan juga diakibatkan oleh minimnya keingin tahuan masyarakat terhadap situs-
Adapun saran yang penulis simpulkan dari penulis skripsi ini antara lain
sebagai berikut:
Almazaki. 1990. Ilmu Sastra Teori dan Terapan. Padang : Angkasa Raya.
Penerbit Ombak.
Anggreni, Tio. 2019. “ Legenda Uruk Gumbelin di Desa Lingga, Kabupaten Karo
Widyatama.
Jakarta: GP Press.
Sumatera Utara.
Noor, Juliansyah. 2011. Metodelogi Penelitian: Skripsi, Tesis Disertasi dan
University Press.
Pradopo, Rachmad Djoko. 2003. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik dan
Purba, Jainal. 2015. “ Legenda Aek Sipaulak Hosa di Desa Silalahi, Kajian
Sumatera Utara.
https://www.Indonesiastudents.com/.
Teeuw.A. 1998. Sastra dan Ilmu Sastra Pengantar Teori Sastra. Jakarta : Pustaka
Pelajar.
Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
ditanda halak. Tung mancai nunut do ibana mambahen angka pulungan ubat
laho mangobati angka sahit. Lao do ibana mandiori tu tombak, mambuat angka
ramba bulung, parbue ni hau, urat ni hau dohot lampak ni hau, di papungu mai.
Ima dibahen gabe ubat laho pamalumhon angka sahit ni jolma na marsahit.
dohot pati ni angka urat ni hau, di pulung mai gabe dasor ni obat ima digoari
Ala pandaoni na baru dope, tontu ibana sai lalap dope mambhen hobim
bolongkon boru nai sude angka pulungan i ala dirimpu si Rumintang i sude raup-
raup.
Disada tingki jimbur ma muruk ni Datu Pangabang I tu si Rumintang,
Dialusi boru nai ma “jadi na dibagas hudon i pulungan ni obat ni among do?
Hurimpu dang pulungan ni ubat I, umbahen hubolongkon tingki paias jabu au”.
Dirimpu ibana mai sambal na lupa dipangan jala na naung basi. Jadi
dibolongkon ibana, tung so dirimpu ibana doi tambar pulungan ni ubat na laho
maol hian didalani jala maol dimasuki angka jolma. “Nunga tung mancai loja
Togap Pangalapan ima sahalak baoa na bijak jala na ligat. Ibana ito ni si
mambahen ponot dalan ni aek di balian. “amang boi do luluan mu bulu? Asa
tabahen majo ponot dalan ni aek di balian” ninna among nai. Dang apala
ni among nai. Nunga loja be si Togap, di taba bulu alai dang tolap na, dang
adong muse bulu naung maruppak dapotsa. Jadi di ingot ibana ma di hombung ni
jabu na adong sada bulu peak, lao ma ibana marlojong tu jabuna jala di bereng
Dibolongkon ibana ma isi ni bulu i, jala dang sadia leleng lao ma ibana
taruli pujion ni among nai do ibana ala hatop sae ulaon nai, hape hona murukan
na. Tung mansai muruk do Datu Pangabang. Alai nang pe mansai muruk Datu
Pangabang, tung so olo do ibana mandoltuk manang marhata risi tu angka
ianakkon na.
angka pulungan naung hu pulung i totop do dibolongkon halaki, hape nunga tung
mancai loja au mangalului pulungan i sian tombak jala sian robean, ima hubahen
gabe tambar asa boi ubat” ninna Datu Pangambang tu Datu Sontang Banua
Mengkel martata ma Datu Sontang Banua, tung mansai losok ma roha ni Datu
Tambar dohot Taor ima bongbong ni hangoluan, ima didok Datu Sontang
daging ima dohot angka ubut. Songon dia hita manjaga hangoluan songoni ma
i”.
dua puluh inganan na margorga sian hau. Ala songon gorga do, dirimpu mai
mare-mare ni jabu, umbahen dang di tiopi pangisi ni jabu i, gabe aman ma ubat
na adong di bagas i.
Patung na di gorga nai di goari mai Debata Idup. Alai manjua do Datu
Botul doi ninna Datu Sontang Banua “Debata Idup ima dewa ni ubat, jala dang
parsahitan.
Idup jala batu i di goari Batu Debata Idup. Dipatorang Datu Pangabang i ma tu
na gabee batu si sombaon ta bahen Debata ta”. Dang be disungkun manang aha,
di olohon gelleng naima jala dang hea be adong mangganggu pulungan ubat ni
pandaoni i.
tingki halak batak dang mananda haporseaon dope. Haporseaon ni halak batak
na ujui ima tu batu na balga, hau na bolon, dohot manang aha pe na dihaporseai
boi di somba. Haporseaon i di goari mai “parmalim” manang sipele begu. Jadi
angka parhuta i dipillit ma Batu Debata Idup i gabe Debata mula jadi na bolon di
nasida. Di somba ma batu i. Tingki laho marsomba, mamboan napuran ma angka
naeng di papindah ma i tu toru dolok. Disiala tingki najolo dope halak batak
Datu Sontang Banua, di papindah sian dolok-dolok i tu huta godang. Huta i sahat
kosong do naso di ingani jolma dope, didok najolo i tao toba di ninna i, alai lam
marsik ma tao i gabe mambahen tano kosng ma bogas i, laos di landas ma huta
godang.
Di sada tingki di parnaik ni mata niari, dung di paindah Batu Debata Idup i
nagabe manjaga huta on, padao ma huta on sian angka parmaraan na naeng
halisunsung, ronggur manang sillam, banjir dohot sian angka jolma na ro laho
mambahen hajahaton tu huta i. Alai molo dang di somba be batu i, na jolo di
tu angka parhuta i.
Datu Pangabang seorang tabib batak yang mulai populer. Dia sangat ulet
Dia pergi ke hutan menjelajah, beragam tanaman, akar kayu dan kulitnya
sederhana. Dari beragam dedaunan dan buah serta sari pati akar-akaran kemudian
diracik menjadi bahan dasar obat cair yang disebut “taor”. Disimpan dalam wadah
Sebagai tabib pemula, tentu saja dia masih tetap melakukan evaluasi dari
penyakit tertentu.
melakukan penataan sisi rumah. Dia adalah putri Datu Pangabang. Rumintang
Rumintang. Dan berkata “dimana ramuan obat yang kuletakkan di dalam bamboo
Kemudian putrinya menjawab “Apakah yang didalam periuk itu ramuan obat
ayah? Saya pikir itu bukan ramuan obat, sehingga saya sudah membuangnya saat
langit rumah dan talete rumah batak tempat mereka tinggal. Dia menemukan
bungkusan daun pisang berisi benda seperti kotoran coklat kehitaman didalam
periuk. Dia menyangka itu adalah sambal yang lupa dimakan dan tentu saja sudah
basi. Dia membuangnya. Samaselaki dia tidak menduga benda itu adalah
membuat dia marah karena ramuan obat yang dibuang Rumintang itu dicari
berbulan-bulan lamanya dari hutan yang sulit dimasuki orang-orang . “Saya sudah
terlalu lelah mencari semua ramuan itu dari hutan yang rimbun yang sulit di
jelajah oleh banyak orang, kenapa kamu harus membuang itu?” Ucapnya dengan
dengan kuat.
Kemudian ayahnya menjelaskan kepada putrinya itu “ Wadah bambu ini akan
menjadi tempat ramuan obat, maka jangan dibuang lagi atau dipindahkan ke
tempat lain dan jangan dimainkan atau pun dipegang tanpa sepengetahuan ayah.”
Togap Pangalapan adalah seorang lelaki cerdas dan lincah. Dia adalah
adik Rumintang yang berusia 8 tahun. Kurang peduli pengaturan seisi rumah
Suatu ketika, ayahnya berteriak dari sawah memanggil Togap yang asik
bermain di penggembalaannya tidak jauh dari ayahnya bekerja. Dia minta agar
Togap sudi mencarikan sepotong bambu untuk digunakan saluran air di pematang
sawah. “anakku, bisa kah kamu mencarikan sepotong bambu? Supaya kita
membuatkan saluran air disini” Tanpa tanya apa dan dimana, Togap langsung
menebang bambu tidak mampu, bambu yang tumbang tidak ditemukan. Dia
langsung menuju rumah dan memeriksa bambu itu, ternyata isinya “bumbu
Dia membuang isi bambu, dan tanpa pikir panjang berlari ke sawah
memberikan hasil pekerjaannya itu kepada ayahnya. “Ini bambu yang ayah minta”
bambu itu tempat penyimpanan tambar hasil olahannya. Bukan main kesalnya
dia. Akan tetapi Datu Pangabang tidak memukul atau berkata kasar kepada
anaknya itu.
Datu Sontang Banua adalah tabib tersohor ni negeri dimana Datu
Pangabang berada. Dari tabib tua ini pula dia banyak mendapatkan ilmu
pengetahuan. Pada suatu hari Datu Pangabang berkunjung ke rumah Datu Sontang
yang belum sempurna dan masih jauh dibawah Datu Sontang Banua. Dia
terlalu kesal dengan kedua anak saya, dimana ramuan yang sudah saya olah selalu
saja mereka buang, padahal saya sudah lelah mencari ramuan itu dari hutan dan
bukit bukit dan kemudian meracikanya (tambar) supaya bisa menjadi obat” cetus
kesal karena ditertawakan oleh Datu Sontang Banua. Datu Pangabang sangan
ingin marah kepada Datu Sontang Banua, meningat yang mentertawakan itu
sudah dianggap sebagai gurunya maka dia diam saja berusaha tidak
memperlihatkan kejengkelannya.
Tambar dan taor adalah pagar kehidupan, begitu Datu Sontang Banua
kehidupan sebegitu pentingnya juga kita menjaga bahan obat. Keduanya harus
Ada sekitar duapuluh benda berukir yang terbuat dari kayu. Dengan bentuk
berukir itu, kesannya menjadi hiasan sehingga seisi rumah tidak mengusiknya.
Patung mini itu disebutnya Debata Idup. Akan tetapi Datu Pangabang
menolak pemberian nama itu karena Debata Idup adalah Dewa Pengobatan.
Benar, kata Datu Sontang Banua. “Debata Idup adalah dewa obat, dan bukan obat,
penyakit”.
penyimpanan obat tersebut. Kepada anak-anaknya disebut itu Debata Idup dan
batu itu disebut Batu Debata Idup. Datu Pangambang menjelaskan kepada anak-
anaknya “Semua wadah ini jangan lagi kalian buang atau kalian pegang, dan batu
yang telah saya ukir ini jangan kalian main-mainkan. Ini akan menjadi batu yang
akan kita sembah sebagai dewa kita” Tanpa bertanya panjang lebar, mereka
mengiyakan dan tidak pernah lagi terjadi gangguan terhadap bahan obat racikan
sang tabib.
Datu Pangambang mengukir batu debata idup itu dibuat untuk sebagai
mengenal agama, sehingga kepercayaan masyarakat ada pada batu besar, pohon
besar dan apapun itu yang mereka sembah. Kepercayaan ini disebut sebagai
“Parmalim”. Sehingga masyarakat desa memilih batu Debata Idup itu sebagai
Dewa mereka. Batu tersebut digunakan untuk disembah, pada saat menyembah,
perkampungan yang saat itu masih berada diatas gunung dimana perkampungan
itu disebut dengan Huta Sigoduk, dan ingin memindahkannya ke kaki gunung.
Kerena pada zaman dahulu masyarakat batak bermukim di atas gunung. Pada saat
ingin merintis atau membuat perkampungan baru, Batu Debata Idup tersebut
dipindahkan. Kemudian Batu tersebut diletakkan di pintu masuk desa yang baru
dirintis. Desa itu diberi nama dengan nama Huta Godang. Yang berperan dalam
pemindahan batu tersebut adalah Datu Sontang Banua. Datu Sontang Banua
sampai saat ini masih di huni Masyarakat Simangulampe. Dimana dulunya desa
Simangulampe merupakan tanah tidur yang sama sekali belum pernah disentuh
oleeh manusia, konon katanya dahulu desa tersebut masih merupakan genangan
Danau Toba, akan tetapi semakin surutnya Danau Toba membuat tanah itu
menjadi kosong. Batu Debata Idup diletakkan tepat di pintu masuk desa Huta
godang.
Pada suatu hari saat ketika matahari mulai terbit, setelah Batu Debata Idup itu
membuat permintaan. Dia menyembah Batu Debata Idup itu “Engkau diletakkan
dipintu masuk ini, engkaulah yang menjadi penjaga perkampungan ini, jauhkan
Setelah dipindahkan ke pintu masuk Huta Godang, Batu Debata Idup jika
putting beliung, petir besar, banjir dan orang orang yang datang untuk berbuat
jahat ke perkampungan tersebut. Namun jika batu tersebut tidak lagi disembah
tentang keajaiban Batu Debata Idup sudah musnah. Masyarakat huta godang
sudah tidak lagi memiliki rasa kepercayaan terhadap Batu Debata Idup tersebut.
Lampiran 3 : Gambar Batu Debata Idup
(pemerintah setempat/kepala desa sedang menjelaskan tentang sejarah Batu Debata Idup)
(peneliti bersama dengan pemerintahan setempat dan salah satu informan)
(penelitian terhadap batu Debata Idup yang di pandu oleh beberapa informan di desa setempat)
Lampiran 4 : Daftar Informan