Anda di halaman 1dari 146

ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA CERITA RAKYAT

BATUHOBON PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DI DESA

SARIMARRIHIT, KECAMATAN SIANJUR MULA-MULA,

KABUPATEN SAMOSIR

SKRIPSI SARJANA

DISUSUN OLEH :
RIA LESTARI SINAGA
NIM. 120703021

PROGRAM STUDI SASTRA BATAK

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK

Ria Lestari. Sinaga, 2016. Judul Skripsi: Analisis Sosiologi Sastra Cerita
Rakyat Batu Hobon Pada Masyarakat Batak Tobadi desa Sarimarrihit,
Kecamatan Sianjur Mula-Mula, Kabupaten Samosir. Terdiri dari 5 bab.

Dalam penelitian ini, penulis membahas ANALISIS SOSIOLOGI


SASTRA CERITA RAKYAT Batu Hobon. Masalah dalam penelitian ini adalah
unsur intrinsik cerita rakyat Batu Hobon dan nilai-nilai sosiologi sastra yang
terkandung dalam cerita rakyat Batu Hobon. Cerita rakyat Batu Hobon merupakan
salah satu bentuk cerita yang dimiliki masyarakat Batak Toba, tepatnya yang
berada di desa Sarimarrihit, Kecamatan Sianjur Mula-Mula, Kabupaten Samosir.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur cerita dan mengetahui nilai-
nilai sosiologi sastra cerita rakyat Batu Hobon. Susunan cerita dan peristiwa yang
terjadi di dalam cerita rakyat Batu Hobon terstruktur dan diterjemahkan menjadi
sebuah cerita serta menggali nilai budaya didalamnya.
Metode yang dipergunakan dalam menganalisis masalah penelitian ini
adalah metode deskriptif dengan teknik penelitian lapangan. Penelitian ini
menggunakan teori struktural dan teori sosiologi sastra. Adapun unsur-unsur
intrinsik yang ada dalam cerita ini meliputi: tema, alur atau plot, latar atau setting,
dan perwatakan atau penokohan. Cerita rakyat Batu Hobon, dipercayai memiliki
kekuatan super natural bagi masyarakat Sarimarrihit dan dipercayai memiliki
kekuatan magis yang bisa mengabulkan permohonan. Berdasarkan penelitian ini,
hingga kini Batu Hobon masih dipercayai dan dikeramatkan oleh masyarakat
Sarimarrihit.

Kata kunci: Sosiologi Sastra dan Cerita Rakyat Batu Hobon

i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa,atas

perlindunganNya dan kasih Tuhan Yesus Kristus menyertai umat yang

mengasihinya dan yang mengasihi semua manusia.

Skripsi ini berjudul Analisis Sosiologi Sastra Terhadap Cerita Rakyat

Batu Hobon.Adapun yang menjadi alasan penulis memilih judul skripsi ini adalah

karena judul tersebut merupakan kebudayaan Etnik Batak Toba yang cukup

langka.Cerita Rakyat Batu Hobon juga jarang kita dengar di kalangan masyarakat

di desa Sarimarrihit, dan judul tersebut belum pernah diteliti. Penulis berharap

skripsi ini berguna bagi pembaca dan mengetahui tentang kajian yang akan segera

diselesaikan penulis.

Adapun isi skripsi ini adalah terdiri atas :

Bab I merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.

Bab II merupakan kajian pustaka yang mencakup kepustakaan yang

relevan dan teori yang digunakan.

Bab III merupakan metodologi penelitian, yang terdiri dari :metode dasar,

lokasi penelitian, sumber data penelitan, instrument penelitian, metode

pengumpulan data, dan metode analisis data.

Bab IV merupakan pembahasan,yang terdiri dari tahapan, unsur intrinsik,

pandangan masyarakat, dan nilai-nilai sosiologi sastra.

Bab V berisikan kesimpulan dan saran.

ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab

itu, dengan kerendahan hati penulis mengharapkan kritik yang membangun dari

semua pihak untuk kesempurnaan skripsi ini.

Medan, Januari 2019

Penulis,

Ria Lestari Sinaga

Nim: 120703021

iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HATA PATUJOLO

Mauliate ma dipasahat panurat tu Tuhan Debata, isiala asi dohot holong ni


Tuhan Debata i, namangaramoti jala manghaholongi sude jolma. Adongpe judul
skripsi on ima Analisis Sosiologi Sastra Terhadap Cerita Rakyat Batu Hobon.
Dibahen panuratpe judul ni skripsi on ima ala judul sada ugari Batak Toba
naso somal be diparngoluan ni halak Batak Toba. Sarita rakyat Batu Hobon somal
dope dibege di tonga-tonga ni parngoluan halak Batak Toba di huta Sarimarrihit.
Jala judul on dang adong dope namaneliti. Dipangidohon panurat do sai anggiat
ma marlapatan skripsion diangka namanjaha, jala mangantusi rupani kajian I, ima
nanaing sipasaeon ni panurat.
Ia isi ni skripsi on ima :
Bindu sada ima pendahuluan namarisi : latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, dohot manfaat penelitian.
Bindu dua ima kajian pustaka namarisi : kepustakaan yang relevan dohot
teori na diporluhon.
Bindu tolu ima metodologi penelitian namarisi :metode dasar, lokasi
penelitian, sumber data, metode dohot teknik pengumpulan data jala metode
analisis data.
Bindu opat ima pembahasan.
Bindu limaima kesimpulan dan saran.
Diboto panurat do skripsi on hurang singkop dope, isiala ni ibagasan serep
niroha tama do panurat mangido kritik dohot saran sian hamu panjaha lao
pasingkophon skripsi on.

Medan, Januari 2019

Panurat,

Ria Lestari Sinaga

Nim. 120703021

iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
htpTjolo

mUliatemdipsht\pNrt\TThn\debtIsialasidohto\holo^niThn\debtInm<rmotijl
m^hholo<iSdejlo\mado^peJdL\nis\k\rpi\siano\Imanlissi\sosiaologiss\t\rseritrk\yt\b
Thobno\|
dibhne\pNrt\peJdL\nis\k\rpi\siano\ImalJdLsdUgribtk\tobnsosoml\bedipr\<
oLan\nihlk\btk\tobseritrk\yt\bThobno\soml\dopeIbegedito<to<nimsrkt\dessrimriht
i\jlJdlUano\d^ado^dopenmnelitidip<ni\dohno\pNrt\dosIa^giat\mmrlptn\s\k\rpi\sia
no\dia^knmnjhjlm<nTsiRpnikjian\IImnnI^sipsaeno\nipNrt\|
IaIsinis\k\rip\siano\Imbni\DsdImpne\dHLan\nmrisiltr\belk^mslh\RMsn\ms
lh\TJan\penelitian\dohto\mnfat\penelitian\bni\DDaImkjian\pStknmrisikepStkan\nr
elepn\dohto\teaorindipro\l\Lhno\bni\DtoLImmetodologipenelitian\nmrisimetodeds
r\loksipenelitian\In\s\tRmne\penelitianmetoddohto\tke\nki\pe<MPLn\dtjlmetodea
nlissi\dtbni\Daopt\Impme\bhsnbni\DlimImkesmi\Plndohto\srn\|
dibotopNrt\dos\k\rpi\siano\Hr^si^kpo\dopeIsialnidibgsn\serpe\nirohtmdop
Nrt\m<idok\ri\tki\dohto\srn\sian\hMpn\jhlopsi^kpo\hno\s\k\rpi\siao\

mEdn\, jNari 2019


pNrt\

rialEs\trising

n\Im\120703021

v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UCAPAN TERIMAKASIH

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan

kesehatan dan rahmat-Nya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat selesai.

Penulis juga menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang

telah memberikan saran, dukungan, dan bantuan baik secara langsung maupun

tidak langsung. Dalam kesempatan ini penulis juga mengucapkan terimakasih

kepada:

1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara, Wakil Dekan I, Wakil Dekan II, dan Wakil

Dekan III, serta seluruh staf maupun pegawai di jajaran Fakultas Ilmu

Budaya.

2. Bapak Drs. Warisman Sinaga, M.Hum., selaku Ketua Program Studi Sastra

Batak, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang telah

memberikan dorongan dan semangat kepada penulis baik dalam perkuliahan

maupun menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Drs. Flansius Tampubolon., M.Hum., selaku sekretaris Program Studi

Sastra Batak, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang selalu

memberikan nasihat, dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Drs. Sumurung Simorangkir, SH.M.Pd., selaku dosen pembimbing I

penulis, yang telah banyak mengorbankan waktu dan tenaga serta

memberikan perhatiannya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini.

vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5. Ibu Dra. Rosita Ginting, selaku dosen pembimbing II penulis, yang selalu

mendukung dan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak Drs. Jekmen Sinulingga, M.Hum., selaku dosen pembimbing

akademik penulis selama menjalani perkuliahan di Universitas Sumatera

Utara. Terimakasih atas waktu, saran dan pengetahuan yang diberikan kepada

penulis dalam menyelesaikan sikripsi ini.

7. Penulis juga mengucapkan terimakasih yang teristimewa kepada kedua orang

tua saya Ayahanda B. Sinaga dan Ibunda T. Tambunan (+) yang telah

merawat, mendidik, dan membesarkan penulis hingga bisa menempuh

pendidikan kejenjang perkuliahan. Doa mereka senantiasa mengiringi

langkah dalam mewujudkan cita-cita penulis. Sungguh besar pengorbanan

yang diberikan tak dapat penulis membalasnya. Begitu juga kepada seluruh

keluarga yang telah memberikan dukungan dan juga doa kepada penulis

hingga dapat menyelesaikan perkuliahan ini, kiranya Bapa di surgalah yang

nantinya akan membalas.

8. Terimakasih juga untuk abang Joe Jon Harlen Sinaga dan eda Erika

Lumbantoruan, kakak kandung Lisa J. Sinaga dan abang ipar R. Sianipar dan

yang terakhir adik penulis Arifin Sinaga yang memberikan semangat dan

dukungan dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga saudara/i penulis diberi

kesehatan dan rejeki dalam setiap pekerjaan mereka supaya tercapai setiap

harapan-harapan yang diinginkan.

9. Begitu juga kepada seluruh informan yang ada di Kecamatan Sianjur Mula-

mula yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah meluangkan

vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
waktu dan banyak memberikan informasi yang penulis butuhkan untuk

pengerjaan skripsi ini.

10. Penulis juga berterimakasih kepada abangda Christanto Panjaitan, S.S dan

Sanop M. Simanjuntak, S.S, beserta alumni lainnya yang memberi petunjuk

untuk penyusunan skripsi ini.

11. Buat sahabat-sahabat semasa SMP dan SMA yang memotivasi dan selalu

menanyakan kabar skripsi penulis terimakasih untuk segala perhatiannya.

12. Terkhusus buat sahabat-sahabat terbaikku dan seperjuangan stambuk 2012,

Sarmino Berutu, S.S, Roniuli Sinaga, S.S, Dewi Simanungkalit, S.S, Astina

Oktavia S. Nababan, S.S, Ronika Simbolon, S.S, Subur Naibaho, S.S,

Tumbur Naibaho, S.S, Hamdani Harahap, Sepran Edo Silitonga, S.S, Olihi

Solin, S.S, Paulus Napitupulu, S.S, dan teman-teman lainnya yang tidak dapat

disebut satu persatu terimakasih buat motivasi dan dukungannya selama

proses penulisan skripsi ini.

13. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada kerabat penulis Ito Hutajulu,

Kak Lina, Kak Hana, Kak Lusi, dan Kak Mey yang selalu mengingatkan dan

memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Akhirnya penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang

telah membantu penulis mulai dari proses perkuliahan hingga skripsi ini dapat

selesai tersusun. Pada kesempatan ini penulis berdoa dan memohon kepada

Tuhan Yang Maha Esa kiranya pertolongan yang mereka berikan, Tuhanlah yang

akan membalasnya kepada mereka sebagaimana layaknya.

Penulis,

Ria Lestari Sinaga

Nim: 120703021

ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI

ABSTRAK…………………….……………………….................................i

KATA PENGANTAR .................................................................................. ii

UCAPAN TERIMA KASIH ...................................................................... vi

DAFTAR ISI ................................................................................................ ix

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1

1.1 Latar Belakang Masalah .......................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................... 4

1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................... 4

1.4 Manfaat Peneltian .................................................................... 5

1.5 Anggapan Dasar ...................................................................... 5

1.6 Gambaran Umum tentang Masyarakat Desa Sarimarrihit ....... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA .................................................................... 9

2.1 Kepustakaan Yang Relevan ..................................................... 9

2.1.1 Pengertian Sosiologi ....................................................... 9

2.1.2 Pengertian Sastra .......................................................... 11

2.1.3 Pengertian Sosiologi Sastra .......................................... 13

2.1.4 Hubungan Sosiologi dengan Sastra .............................. 14

2.1.5 Pengertian Cerita Rakyat .............................................. 15

2.2 Teori Yang Digunakan .......................................................... 17

2.2.1 Teori Struktural ........................................................... 17

2.2.2 Teori Sosiologi Sastra.................................................. 24

x
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB III METODE PENELITIAN ......................................................... 27

3.1 Metode Dasar......................................................................... 27

3.2 Lokasi Penelitian ................................................................... 27

3.3 Instrumen Penelitian .............................................................. 28

3.4 Metode Pengumpulan Data ................................................... 28

3.5 Metode Analisis Data ............................................................ 29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................. 30

4.1 Unsur – Unsur Intrinsik Cerita Batu Hobon .......................... 30

4.1.1 Tema ............................................................................ 30

4.1.2 Alur atau Plot............................................................... 32

4.1.3 Latar atau Setting......................................................... 50

4.1.4 Perwatakan .................................................................. 68

4.2 Analisis Nilai-Nilai Sosiologi Sastra Cerita Batu Hobon...... 87

4.2.1 Sistem Kekerabatan ..................................................... 87

4.2.2 Tanggung Jawab .......................................................... 91

4.2.3 Kasih Sayang ............................................................... 93

4.2.4 Pertentangan ................................................................ 94

4.3 Pandangan Masyarakat Desa Sarimarrihit Terhadap Cerita

Batu Hobon ............................................................................ 96

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ...................................................................... 98

5.2 Saran .............................................................................. 101

xi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 102

LAMPIRAN ............................................................................................... 104

Lampiran 1. Sinopsis Cerita Rakyat Batu Hobon ...................................... 104

Lampiran 2. Daftar Gambar Lokasi Penelitian .......................................... 126

Lampiran 3. Daftar Pertanyaan .................................................................. 131

Lampiran 4. Daftar Informan ..................................................................... 132

Lampiran 5. Surat Ijin Penelitian dari ........................................................ 134

Lampiran 6. Surat Keterangan Penelitian .................................................. 135

xii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau yang

dihuni berbagai suku bangsa, golongan, dan lapisan masyarakat. Mengingat hal

itu, sudah barang tentu menghasilkan berbagai macam budaya, adat istiadat, dan

karya sastra yang berbeda. Namun dengan lahirnya Negara Kesatuan Republik

Indonesia dapat memberikan rasa persatuan dan kesatuan atas budaya, adat

istiadat, bahasa, dan sastra yang berbeda dengan dasar Bhineka Tunggal Ika.

Dengan kehidupan berbangsa yang satu, semua suku bangsa Indonesia

pada umumnya memiliki perbedaan bahasa, sastra, dan budaya. Masing-masing

perbedaan yang terdapat dalam suku bangsa itu tetap dijaga dan dipelihara demi

perkembangan ilmu bahasa, sastra, dan budaya.

Sastra memiliki nilai budaya yang tercermin dalam pemberian arti aspek

pada berbagai jenis perilaku atau tindakan antar individu maupun golongan secara

utuh. Perkembangan sastra Indonesia secara keseluruhan tidak terlepas dari

masalah kesusastraan daerah, karena sastra daerah adalah salah satu modal untuk

memperkaya dan memberikan sumbangan terhadap sastra Indonesia.

Sastra daerah merupakan bagian dari kebudayaan yang mempunyai tujuan

membantu manusia untuk menyingkap rahasia, memberi makna eksistensinya

serta untuk membuka jalan kebenaran karena sastra merupakan jalan keempat

menuju kebenaran disamping agama, filsafat, dan ilmu pengetahuan (Sibarani,

2003:1-2).

1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pada prinsipnya nilai budaya suatu etnis yang ada di Indonesia dapat

dilihat dari kebudayaan daerah yang memiliki ciri khas tertentu. Kebudayaan

daerah itu dapat diketahui melalui prosa rakyat daerah yang merupakan bagian

foklor.

Cerita rakyat merupakan suatu konvensi tersendiri dikalangan masyarakat

pemiliknya, karena dianggap sebagai refleksi kehidupannya baik dari dari segi

moral, edukasi, ritual, dan struktur sosialnya. Namun seperti diketahui pada

umumnya cerita prosa rakyat yang ada pada berbagai etnis di Indonesia tidak

diketahui siapa pengarangnya.

Secara garis besar sastra terdiri atas dua bagian yaitu, sastra lisan dan

sastra tulisan. Sastra lisan dalam penyampaiannya adalah disampaikan dari mulut

ke mulut (sastra oral) yang merupakan warisan budaya yang turun-temurun dan

mempunyai nilai-nilai luhur yang perlu dikembangkan. Misalnya mitos, dongeng,

cerita rakyat (turi-turian), mantra (tabas), dan lain-lain.

Menurut Endraswara (2013:151) menyatakan sastra lisan adalah yang

penebarannya disampaikan dari mulut ke mulut secara turun-temurun. Kajain

sastra lisan dapat difokuskan pada dua golongan besar, yaitu :

1) Sastra lisan primer, yaitu sastra lisan dari sumber asli, misalnya dari

dongeng atau pencerita.

2) Sastra lisan sekunder , yaitu sastra lisan yang telah disampaikan

menggunakan alat elektronik.

2
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Sedangkan sastra tulisan dalam penyampaiannya adalah dalam tulisan.

Sastra tulisan ini banyak berasal dari sastra lisan misalnya dongeng yang

diceritakan seseorang kemudian ditulis dan dibukukan oleh orang yang

mendengarnya. Salah satu contoh sastra tulisan ini adalah pustaha, yaitu tulisan

yang terdapat pada kulit kayu (laklak). Pustaha ini berisikan sejarah, silsilah

(tarombo), mantra, dan lain-lain. Pustaha ini dijumpai di daerah Batak. Namun di

daerah-daerah lain juga terdapat tulisan yang seperti ini, ada yang ditulis di daun,

bamboo, dan lain-lain.

Sastra lisan sudah banyak yang dibukukan akan tetapi diakui juga masih

ada yang belum dibukukan. Hal itu masuk akal, mengingat keterbatasan yang

dimiliki oleh penulis dalam penelitiannya. Pada kesempatan ini penulis mencoba

mengangkat sastra lisan cerita rakyat yaitu,Batu hobon di Kecamatan Sianjur

Mula-Mula, Kabupaten Samosir. Penulis termotivasi untuk mengangkat judul

“Analisis Sosiologi Sastra Cerita Rakyat Batu hobon Pada Masyarakat Batak

Toba” karena sepengetahuan penulis, cerita Batu hobon di Kecamatan Sianjur

Mula-Mula, Kabupaten Samosir ini belum ada yang meneliti.

3
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah untuk menghindari pembahasan atau

pembicaraan yang menyimpang dari permasalahan, penulis membatasi masalah

agar pembahasan terarah dan terperinci. Perumusan masalah sangat penting bagi

pembuatan proposal skripsi ini, karena dengan adanya perumusan masalah maka

deskripsi masalah akan terarah sehingga hasilnya dapat dipahami dan dimengerti

oleh pembaca. Masalah merupakan suatu bentuk pertanyaan atau pernyataan yang

memerlukan penyelesaian atau pemecahan.

Adapun masalah yang akan dibahas disini adalah :

1. Bagaimana struktur cerita Batu Hobon yang terdapat d idesa Sarimarrihit ?

2. Nilai-nilai sosiologi sastra apa saja yang terdapat dalam cerita Batu Hobon

di desa Sarimarrihit?

3. Bagaimana pandangan masyarakat setempat terhadap cerita rakyat Batu

Hobon ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui struktur cerita Batu Hobon di desa Sarimarrihit,

Kecamatan Sianjur Mula-Mula, Kabupaten Samosir.

2. Untuk mengetahui nilai-nilai sosiologi sastra yang terdapat dalam cerita

Batu Hobon di desa Sarimarrihit, Kecamatan Sianjur Mula-Mula,

Kabupaten Samosir.

3. Untuk mengetahui pandangan masyarakat setempat terhadap cerita rakyat

Batu Hobon.

4
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan bermanfaat bagi semua pembaca. Berdasarkan

latar belakang dan masalah yang dikemukakan, maka manfaat penelitian ini

adalah:

1. Untuk mendokumentasikan cerita tersebut agar terhindar dari kepunahan

sehingga dapat diwariskan ke generasi penerus.

2. Memberikan dorongan kepada para penulis, untuk memberikan perhatian

dalam penelitian bidang budaya daerah Batak khususnya cerita rakyat.

3. Menunjang program pemerintah dalam upaya pelestarian kebudayaan

daerah sebagai pendukung kebudayaan nasional.

4. Untuk menambah wawasan tentang nilai-nilai sosiologi sastra yang

terdapat dalam Cerita Rakyat Batu Hobon.

1.5 Anggapan Dasar

Suatu penelitian senantiasa memerlukan anggapan dasar yang dapat

memberi gambaran arah pengumpulan data yang berhubungan dengan masalah

yang diteliti. Arikunto (2014:63) mengatakan “Anggapan dasar adalah suatu hal

yang diyakini kebenarannya oleh peneliti yang akan berfungsi sebagai hal-hal

yang dipakai untuk tempat berpijak bagi peneliti di dalam melaksanakan

penelitiannya”. Karena itu, penulis berasumsi bahwa cerita ini masih ada dalam

masyarakat Batak Toba dan mengingatkan kepada pembaca, khususnya pada

masyarakat Batak Toba supaya tidak memaksakan kehendaknya untuk melakukan

hal-hal yang tidak baik yang melanggar norma dan etika.

5
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1.6 Gambaran Umum Tentang Masyarakat Desa Sarimarrihit

Kawasan Samosir yang berada di tengah-tengah Kawasan Danau Toba dan

terletak di jantung wilayah Provinsi Sumatera Utara, sejak awal telah dikenal

sebagai Daerah Tujuan Wisata (DTW) yang sangat potensial di Indonesia.

Kabupaten Samosir dengan luas wilayah ± 206.905 Ha, dan luas daratan ±

144.425 Ha; terdiri dari daratan Pulau Sumatera seluas ± 76.117 Ha disebelah

barat, daratan Pulau Samosir seluas ± 68.117 Ha di sebelah timur, dan perairan

Danau Toba seluas ± 62.480 Ha yang mengelilingi Pulau Samosir.

Kabupaten Samosir dengan jumlah penduduk 119.653 jiwa tahun 2010

(Sumber BPS Provinsi Sumatera Utara: Sumatera Utara dalam angka tahun 2011),

tahun 2016 dengan jumlah 143.563 jiwa (Dinas Dukcapil Samosir 2016) dengan

administrasi Pemerintahan terdiri dari 9 kecamatan, 128 desa dan 6 kelurahan.

Dengan panorama alam yang sangat indah, bukit dan lembah yang mempesona,

danau yang sangat luas dengan iklim yang sangat sejuk dengan temperature

berkisar antara 17ºC - 29ºC serta peninggalan situs-situs dan sejarah budaya Batak

yang sangat unik dan lengkap.

Pada beberapa tempat di permukaan bumi ditemukan bukti-bukti ilmiah

tentang terangkatnya Pulau Samosir dari dasar danau, antara lain terdapat di

Huta Tinggi, Salaon, Huta Sidolon-dolon dan di lokasi lain. Geo Area Samosir

terdiri dari 4 Geosite (Gs) yakni : Gs Pusuk Buhit, Gs Tele, Gs Endapan Danau

Sidihoni, Gs Ambarita-Tuktuk-Tomok (Amtuto); Geosite di GAS (geo area

samosir) terbagi atas Geopoint (Gp) yakni : Gs Pusuk Buhit – 8 Gp; Gs Tele 4 Gp;

Gs Hutatinggi Sidihoni-4 Gp dan Gs Amtuto-5 Gp;

6
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Keterangan Gambar: Tanda panah diatas menunjukkan lokasi Batu Hobon.
Lokasi: Desa Sarimarrihit. Sumber Foto: koleksi pribadi peneliti.

Berdasarkan hasil penelitian para ahli geologi, telah diidentifikasi 42

geosite di Kawasan Danau Toba, dan 35 geosite ada di Kabupaten Samosir dan

diantaranya disepakati geosite unggulan sebagai berikut :

1) Geosite Pusuk Buhitterdiri atas Geopoint : Aek Rangat, Desa Sianjur

Mula-Mula, Ekowisata Hutaginjang, Batu Hobon, Sigulatti, Puncak

Pusuk Buhit, Pitu Mual di kaki Pusuk Buhit, dan Tano Ponggol.

2) Geosite Tele terdiri dari geopoint Penatapan, Simanukmanuk, Simpang

Gonting, dan Simpang Limbong.

3) Geosite Hutatinggi-Sidihoni terdiri dari geopoint Hutatinggi, Danau

Sidihoni, Salaon Toba dan Salaon Dolok.

7
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4) Geosite Ambarita Tuktuk Tomok (Amtuto) terdiri dari : Batu

Persidangan Siallagan, Batuan Tuktuk, Makam Tua Raja Sidabutar –

Sigalegale Tomok, Kebun Raya Tomok dan Pagar Batu (Lontung).

5) Geosite Nalontungan (?) : Banuaraja, Batu Sitapitapi, Pasir Sitiotio/Boru

Saroding, Hariara Maranak, Sampuran Pangaribuan, dan Bontean di

Onanbatu.

8
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan yang Relevan

Kajian Pustaka dalam setiap skripsi sangat diperlukan dalam menyusun

karya ilmiah. Kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang

mendukung pemecahan masalah dalam penelitian yang semuanya itu bersumber

dari pendapat para ahli, empirisme (pengalaman peneliti), dokumentasi, dan nalar

penulis yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Kajian pustaka ini

menjelaskan tentang kepustakaan yang relevan dan teori yang digunakan.

2.1.1 Pengertian Sosiologi

Secara etimologi, sosiologi berasal dari dua kata yaitu Socius dan Logos.

Socius berarti kawan dan Logos berarti ilmu pengetahuan. Jadi, jika dilihat dari

asal katanya, maka sosiologi itu berarti berbicara tentang masyarakat atau dengan

perkataan lain ilmu yang memperbincangkan tentang masyarakat.

Kata sosiologi adalah istilah yang mempunyai hubungan erat dengan

masyarakat. Sosiologi pada dasarnya mempelajari kesatuan hidup manusia yang

terbentuk hubungan antara manusia dengan kelompok-kelompok lain.

Sosiologi dapat diartikan sebagai ilmu atau pengetahuan yang sistematis

tentang kehidupan berkelompok manusia dalam hubungannya dengan manusia-

manusia lainnya yang secara umum disebut masyarakat. Sosiologi di sisi lain

9
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sebagai ilmu berbicara tentang aspek-aspek kemasyarakatan selalu dapat

dimanfaatkan untuk membicarakan sebuah karya sastra.

Nilai-nilai sosiologi pada sebuah cerita dapat diwujudkan untuk mencapai

pemahaman yang mendalam. Ilmu sosiologi digunakan untuk masyarakat itu

sendiri dan diciptakan oleh masyarakat demi terjalinnya hubungan yang harmonis

antara satu anggota masyarakat dengan yang lainnya.Menurut Fananie (2000:133)

terdapat tiga perspektif yang berkaitan dengan sosiologi sastra yaitu :

1) Penelitian yang memandang sastra sebagai dokumen sosiologi yang

didalamnya merupakan refleksi situasi pada masa sastra tersebut

diciptakan.

2) Penelitian yang mencerminkan situasi sosial penulisnya.

3) Model yang dipakai karya sastra tersebut sebagai manifestasi dari kondisi

sosial budaya atau peristiwa sejarah.

Sosiologi dalam kehidupan masyarakat dapat diartikan sebagai ilmu atau

kelompok pengetahuan yang sistematis tentang kehidupan manusia dalam

hubungannya dengan manusia-manusia lainnya serta proses pembudayaannya.

Ilmu sosiologi dapat dipergunakan masyarakat untuk mencari tentang

nilai-nilai sosiologi dalam sebuah cerita yang dapat diwujudkan untuk mencapai

pemahaman yang mendalam. Seperti yang diuraikan bahwa dalam mencari nilai-

nilai sosial dalam sebuah cerita dapat digunakan sebuah perspektif yang

mencerminkan situasi sosial penulisnya. Perspektif sebagai cerminan status sosial

dapat digambarkan bagaimana status sosial penulis dalam situasi cerita itu terjadi,

10
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sehingga dapat menyampaikan nilai-nilai sosial yang harus dipahami oleh

pembaca terlebih kepada masyarakat penganutnya.

2.1.2 Pengertian Sastra

Sastra merupakan bentuk kegiatan kreatif dan produktif dalam

menghasilkan sebuah karya sastra yang memiliki nilai rasa estetis serta

mencerminkan realitas sosial kemasyarakatan. Jika ditinjau dari kata sastra dalam

bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sanskerta yaitu akar kata sas dalam kata

kerja turunan berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk atau instruksi.

Akhiran –tra biasanya menunjukkan alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku

instruksi, atau pengajaran (Teeuw, 2013:20).

Banyak ahli yang mendefinisikan pengertian sastra dapat kita lihat sebagai

berikut :

Kurniawan (2012: 2-3) mengatakan :

“Sastra secara kolektif adalah hasil budaya manusia yang secara umum

diwujudkan melalui sistem bahasa, dan bahasa sendiri adalah unsur kebudayaan.

Hubungan sastra dengan budaya yang dimediasi dengan bahasa menunjukkan

kekhasan sastra dibandingkan dengan seni-seni lainnya, bahasa sebagai produk

budaya relative bersifat dinamis, sehingga ketika sastra dimediakan oleh bahasa

menunjukkan perkembangan dinamis baik dalam diri bahasa atau pemikirannya

itu sendiri. Itulah kenapa sastra menjadi disiplin objek kajian budaya sebagai

representasi pikiran manusia yang mewakili kolektivitasnya dalam kehidupan

sosial masyarakat”.

11
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Menurut Saryono (2009: 16-17) mengatakan :

Sastra bukan sekedar artefak (barang mati), tetapi sastra merupakan sosok
yang hidup. Sebagai sosok yang hidup, sastra berkembang dengan dinamis
menyertai sosok-sosok lainnya, seperti politik, ekonomi, kesenian, dan
kebudayaan. Sastra dianggap mampu menjadi pemandu menuju jalan
kebenaran karena sastra yang baik adalah sastra yang ditulis dengan penuh
kejujuran, kebeningan, kesungguhan, kearifan, dan keluhuran nurani
manusia.

Fananie (2000:6) mengatakan :


“Bahwa sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan
luapan emosi yang spontan yang mampu mengungkapkan kemampuan
aspek keindahan yang baik yang didasarkan aspek kebahasaan maupun
aspek makna”.

Wellek dan Warren (2014:3) juga mengatakan bahwa “sastra adalah suatu
kegiatan kreatif sebuah karya seni.”

Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian

sastra adalah karya tulis yang bila dibandingkan dengan tulisan lain terdapat ciri-

ciri keunggulan, seperti keaslian, keartistikan, keindahan dalam isi, dan

ungkapannya.” Tujuan dan peranan penelitian sastra adalah untuk memahami

makna karya sastra sedalam-dalamnya (Pradopo, 1990:942).Soemardjo (1975:15)

mengatakan sastra bukan hanya mengejar bentuk ungkapan yang indah, tapi juga

menyangkut masalah isi ungkapan, bahasa ungkapan dan nilai ekspresi

12
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.1.3 Pengertian Sosiologi Sastra

Sosiologi sastra merupakan pendekatan yang bertitik tolak dengan

orientasi kepada pengarang.

Ratna (2003:25) mengatakan : “Sosiologi sastra adalah penelitian terhadap

karya sastra dan keterlibatan struktur sosialnya.” Pendekatan sosiologi sastra jelas

merupakan hubungan antara sastra dan masyarakat. Hubungan yang nyata antara

sastra dan masyarakat oleh Wellek dan Warren dalam Wiyatmi (2009:98)

mengklasifikasikan sosiologi dalam tiga tipe, yaitu : (1). Sosiologi pengarang

yaitu, menelaah latar belakang sosial, status pengarang, dan ideologi pengarang

yang terlibat dari berbagai kegiatan pengarang di luar karya sastra. (2). Sosiologi

Karya Sastra yaitu, menelaah isi karya sastra, tujuan, serta hal-hal lain yang

tersirat dalam karya sastra itu sendiri dan berkaitan dengan masalah-masalah

sosial. (3). Sosiologi Pembaca yaitu, mempermasalahkan pembaca dan pengaruh

sosial karya tersebut yakni sejauh mana dampak sosial sastra bagi masyarakat

pemabacanya. Adapun pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini

adalah pembahasan sosiologi karya sastra.

Wiyatmi (2006) mengatakan : “Sosiologi sastra merupakan ilmu

interdisipliner yang memahami karya sastra dalam hubungannya dengan realitas

dan aspek soal kemasyarakatan.” Endraswara dalam bukunya Metodologi

Pengajaran Sastra, memberi pengertian bahwa sosiologi sastra adalah penelitian

yang terfokus pada masalah manusia karena sastra sering mengungkapkan

perjuangan umat manusia dalam menentukan masa depannya, berdasarkan

imajinasi, perasaan, dan intuisi (2003:79).

13
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.1.4 Hubungan Sosiologi Dengan Sastra

Soemardjo (1975:15) mengatakan karya sastra menampilkan wajah kultur

zamannya, tetapi lebih dari itu sifat-sifat sastra juga diteliti oleh masyarakatnya.

Kemudian Darmono (1979:20) memberikan tanggapan bahwa cipta sastra di

samping memiliki ciri khas sebagai kreasi estetis, cipta sastra juga merupakan

produk dunia sosial.

Sosiologi pada sisi lain sebagai ilmu yang berbicara tentang aspek-aspek

kemasyarakatan selalu dapat dimanfaatkan untuk pembicaraan karya sastra, nilai-

nilai sosiologi dalam sebuah karya sastra dapat diwujudkan untuk mencapai

pemahaman yang lebih mendalam. Banyak hal-hal yang menjadi fokus

pengamatan seorang sastrawan, kehidupan pribadinya, lingkungan serta harapan-

harapannya menjadi hal yang menarik dalam penelitian sebuah cipta sastra.

Konflik permasalahan itu merupakan hadiah seorang pengarang yang dapat

memperluas wawasan pemikiran anggota masyarakat. Dengan menggambarkan

fenomena dari hasil pengamatan pengarang, masyarakat membacanya

memperoleh hal yang bermakna dalam hidupnya. Pengarang sendiri mendapat

sumber inspirasi dari corak ragam tingkah laku manusia maupun masyarakat.

Semuanya itu dirangkum dalam aspek yang membangun sebuah cipta

sastra, salah satu aspek yang membangun keutuhan sebuah cerita adalah

menyangkut perwatakan tokoh-tokohnya. Ciri perwatakan seorang tokoh selalu

berkaitan dengan pengarang dan lingkungan di mana dia hidup.

14
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.1.5 Pengertian Cerita Rakyat

Cerita rakyat merupakan bagian yang tak terpisahkan dari perkembangan

budaya suatu komunitas. Hampir dapat dipastikan bahwa tak ada satu pun

komunitas yang tidak memiliki cerita rakyat, baik yang berupa legenda, mitos,

atau pun sekedar dongeng belaka.

Cerita rakyat adalah cerita pada masa lampau yang menjadi ciri khas setiap

bangsa yang memiliki budaya yang beraneka ragam mencakup kekayaan budaya

dan sejarah yang dimiliki masing-masing bangsa. Cerita rakyat merupakan cerita

prosa rakyat yang dianggap oleh yang empunya cerita sebagai sesuatu yang benar-

benar terjadi.

Menurut Izy Prasetya (2012) bila mempelajari dengan seksama, ternyata

cerita rakyat yang hidup di kalangan masyarakat itu memiliki fungsi bermacam-

macam. Setidaknya cerita rakyat memiliki tiga fungsi, yaitu :

1) Fungsi hiburan,

2) Fungsi pendidikan, dan

3) Fungsi penggalang kesetiakawanan sosial.

1) Cerita rakyat jelas merupakan suatu bentuk hiburan.

Dengan mendengarkan cerita rakyat seperti dongeng, mite atau legenda,

masyarakat seakan-akan diajak berkelana ke alam lain yang tidak dijumpai

dalam pengalaman hidup sehari-hari. Para penuturnya pun sering

mempunyai kecenderungan untuk mengembangkan cerita yang pernah

didengarnya dengan jalan menuturkan fantasinya sendiri. Dengan

15
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
demikian cerita itu pada satu pihak menyebar secara luas di kalangan

masyarakat dalam bentuk dan isi yang relative tetap karena kuatnya si

penutur pada tradisi, tetapi pada lain pihak juga banyak mengalami

perubahan, karena hasratnya untuk menyalurkan angan-angannya serta cita

rasanya sendiri. Dengan gaya penuturan sendiri pula. Hal yang terakhir

inilah yang menjadi salah satu sebab lahirnya versi-versi baru dari cerita

rakyat. Dan justru perubahan dari para penutur yang kemudian itulah cerita

rakyat dapat mempertahankan kelestarian hidupnya.

2) Fungsi cerita rakyat selain sebagai hiburan juga berfungsi sebagai sarana

pendidikan. Sesungguhnya orang yang bercerita pada dasarnya ingin

menyampaikan pesan atau amanat yang dapat bermanfaat bagi watak dan

kepribadian para pendengarnya. Tetapi jika pesan itu disampaikan secara

langsung kepada orang yang hendak dituju sebagai nasehat, maka daya

pukau dari apa yang disampaikan itu menjadi hilang. Jadi pesan atau

nasehat itu akan lebih mudah diterima jika dijalin dalam cerita yang

mengasyikkan, sehingga tanpa terasa para pendengarnya dapat menyerap

ajaran-ajaran yang terkandung dalam cerita itu sesuai dengan taraf dan

tingkat kedewasaan jiwanya masing-masing.

3) Cerita rakyat juga memiliki fungsi sebagai penggalang rasa

kesetiakawanan di antara warga masyarakat yang menjadi pemilik cerita

rakyat tersebut. Itu telah dijelaskan bahwa cerita rakyat lahir di tengah

masyarakat tanpa diketahui lagi siapa yang menciptakan pertama kali.

16
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.2 Teori yang Digunakan

Secara etimologis, teori berasal dari kata Theoria (Yunani), berarti kebulatan

alam atau realita. Teori diartikan sebagai kumpulan konsep yang telah teruji

keterandalannya melalui kompetensi ilmiah yang dilakukan dalam penelitian.

Teori merupakan hal yang sangat perlu didalam menganalisis suatu karyas sastra

yang diajukan sebagai objek penelitian, karena teori adalah landasan berpijak.

Teori merupakan hal yang sangat diperlukan di dalam menganalisis

sesuatu karya sastra yang diajukan sebagai objek penelitian, karena teori adalah

landasan berpijak.

Berdasarkan penelitian ini, maka penulis menggunakan dua teori, pertama

teori struktur dari segi intrinsik dan yang kedua teori sosiologi sastra untuk

mengkaji cerita Batu Hobon tersebut.

2.2.1 Teori Struktural

Teori merupakan hal yang sangat perlu di dalam menganalisis suatu karya

sastra yang diajukan sebagai objek penelitian. Untuk melihat aspek-aspek atau

unsur-unsur yang terdapat di dalam karya sastra diterapkan teori struktural.

Dengan teori struktural diharapkan hasil yang optimal dari karya yang dianalisis.

Menganalisis karya sastra dari unsur struktural merupakan langkah awal untuk

rencana penelitian selanjutnya.

17
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Fananie (2000:116) mengatakan bahwa :

“Strukturalisme tidak hanya hadir melalui kata dan bahasa, melainkan


dapat dikaji berdasarkan unsur-unsur pembentuknya, seperti tema,
alur/plot, latar/setting, dan perwatakan/penokohan. Untuk mengetahui
keseluruhan makna maka unsur-unsur tersebut harus dihubungkan satu
sama lain”.

Analisis struktural bertujuan membongkar dan memaparkan dengan

cermat keterikatan semua hasil karya sastra. Analisis struktur bukanlah

penjumlahan anasir-anasirnya, melainkan yang penting adalah sumbangan yang

diberikan oleh semua anasir pada keseluruhan makna dalam keterikatan dan

keterjalinannya (Teeuw, 1988:135-136).

Pada dasarnya penelitian struktur, yaitu suatu penelitian yang membahas

tentang unsur-unsur karya sastra. Unsur-unsur yang dimaksud adalah tema,

alur/plot, latar/setting, dan penokohan.

a. Tema

Fananie (2000:84) mengatakan bahwa :

“Tema adalah ide, gagasan, dan pandangan hidup pengarang yang melatar

belakangi ciptaan karya sastra. Karena sastra merupakan refleksi

kehidupan masyarakat, maka tema yang diungkapkan dalam karya sastra

bisa sangat beragam. Tema bisa berupa persoalan moral, etika, agama,

sosial budaya, teknologi, dan tradisi yang terkait erat dengan masalah

kebudayaan. Namun, tema bisa berupa pandangan pengarang, idea tau

keinginan pengarang dalam menyiasati persoalan yang muncul”.

18
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dari pendapat diatas, jelas terungkap bahwa tema adalah suatu hal yang

penting dalam sebuah karya sastra. Tema adalah apa yang ingin diungkapkan

pengarang.

b. Alur/Plot

Siswanto (2008:159) mengatakan bahwa :

“Alur adalah rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin dengan seksama
yang menggerakkan jalan cerita melalui rumitan ke arah klimaks dan
selesai”.

Maka dapat disebut alur atau plot adalah struktur deretan kejadian-

kejadian yang dialami oleh pelaku cerita yang pada umumnya dibedakan atas tiga

bagian utama yaitu : bagian perkenalan, pertikaian, dan diakhiri dengan

penyelesaian. Hubungan peristiwa yang satu dengan yang lainnya dapat

diwujudkan oleh hubungan temporal (waktu) dan hubungan kasual (sebab-akibat).

Keberadaan alur dalam sebuah cerita sangatlah penting, sehingga Lubis (1981:17)

mencoba mengklasifikasikan alur tersebut menjadi,

1) Pengarang mulai melukiskan suatu keadaan (Situation)

2) Peristiwa yang bersangkut paut mulai bergerak (Generating

Circumtances)

3) Keadaan mulai memuncak (Ricing Action)

4) Peristiwa-peristiwa mencapai puncaknya (Climax)

5) Pengarang memberikan pemecahan soal dari semua peristiwa

(Denouement)

19
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
c. Latar / Setting

Dalam sebuah karya sastra latar memainkan peranan yang sangat penting

untuk memberikan suasananya kepada peristiwa-peristiwa dan manusia-manusia

yang terdapat dalam cerita. Latar adalah halaman rumah (bagian depan),

permukaan dasar warna, keterangan mengenai ruang dan waktu, suasana saat

berlangsungnya peristiwa (dalam karya sastra), dan sebagainya.

Fananie (2000: 97-98) mengatakan bahwa :

“Setting dimaksudkan untuk mengidentifikasi situasi yang tergambar


dalam cerita, keberadaan elemen setting hakikatnya tidaklah hanya sekedar
menyatakan dimana, kapan, dan bagaimana situasi peristiwa berlangsung,
melainkan berkaitan juga dengan gambaran tradisi, karakter, perilaku
sosial, dan pandangan masyarakat pada waktu cerita ditulis”.

Latar atau setting yang disebut juga sebagai landasan tumpu, menyaran

pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya

peristiwa-peristiwa yang diceritakan Abrams dalam Nurgiyantoro (2010:216). Di

bawah ini merupakan unsur-unsur latar yaitu :

1) Latar Tempat

Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang

diceritakan dalam sebuah karya fiksi Nurgiyantoro (2010:227).

2) Latar Waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya

peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi

Nurgiyantoro (2010:230).

20
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3) Latar Sosial

Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku

kehidupan soal masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam

karya fiksi Nurgiyantoro (2010:235).

Dari kajian setting akan dapat diketahui sejauh mana kesesuaian dan

kolerasi antara perilaku dan watak tokoh dengan kondisi masyarakat, situasi

sosial, dan pandangan masyarakatnya. Di samping itu kondisi wilayah, letak

geografi, struktur sosial juga akan menentukan watak-watak atau karakter tokoh-

tokoh tertentu. Karena itu, fungsi setting dalam sebuah karya sastra tidak bisa

dilepaskan dari masalah yang lain seperti tema, tokoh, bahasa, medium sastra

yang dipakai, dan persoalan-persoalan yang muncul kesemuanya merupakan suatu

bagian yang tidak terpisahkan.

21
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
d. Perwatakan / Penokohan

Abrams (Nurgiyantoro, 2007:165) mengatakan :

“Tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif


atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan
kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa
yang dilakukan dalam tindakan.”

Aminuddin (2000: 79-80) mengatakan bahwa :

“Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi

sehingga peristiwa itu mampu menjalani suatu cerita disebut dengan

tokoh. Sedangkan cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku itu

disebut dengan penokohan. Para tokoh yang terdapat dalam suatu cerita

memiliki peranan yang berbeda-beda. Seorang tokoh yang memiliki

peranan penting disebut dengan tokoh inti atau tokoh utama. Sedangkan

tokoh yang memiliki peranan tidak penting karena pemunculannya hanya

melengkapi, melayani, dan mendukung pelaku utama disebut tokoh

tambahan atau tokoh pembantu”.

Aspek perwatakan/penokohan merupakan imajinasi pengarang dalam

membentuk suatu personalisis tertentu dalam sebuah karya sastra. Pengarang

sebuah karya sastra harus mampu menggambarkan diri seorang tokoh yang ada

dalam karyanya.

Nilai-nilai sosial dalam sebuah karya sastra adalah iri hati, kejujuran,

kesabaran, permusuhan, keadialan, dan lain-lain. Daryanto (1997:288)

mengatakan “iri hati adalah rasa tidak senang jika melihat orang lain mendapatkan

kebahagiaan, rasa ingin seperti orang yang mendapat kesenangan.”

22
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kejujuran merupakan salah satu sifat terpuji. Setiap manusia mempunyai

sifat kejujuran akan tetapi terkadang untuk jujur saja manusia sangat susah dan

sifat kejujuran itu sangat sering disalahgunakan oleh manusia itu sendiri.

Seseorang yang mampu mengatakan hal yang sebenarnya terjadi itulah yang

dinamakan jujur. Daryanto (1997:309) mengatakan “jujur adalah tidak bohong,

lurus hati, dapat dipercaya kata-katanya, tidak mengkhianati, dan sebagainya”.

Kesabaran adalah salah satu sifat manusia. Manusia pada umumnya

memiliki rasa sabar, namun ukuran kesabaran tersebut bagi setiap orang berbeda-

beda. Sifat sabar merupakan salah satu sifat terpuji yang dimiliki manusia.

Seseorang yang tahan menghadapi segala persoalan ataupun penderitaan yang

menimpa dirinya maka dapat dikatakan bahwa dia memiliki tingkat kesabaran

yang tinggi. Daryanto (1997:516) mengatakan, “sabar adalah pemaaf, tidak suka

marah, tidak mudah marah, dan tidak akan menimbulkan pertengkaran.”

Berdasarkan pendapat diatas bahwa teori struktural yang bertujuan untuk

menganalisis karya sastra berdasarkan unsur-unsur yang membangun karya sastra

tersebut dalam suatu hubungan antara unsur pembentuknya. Menganalisis sebuah

karya sastra dengan pendekatan sosiologi sastra yang dapat membangun sebuah

karangan atau sebuah karya sastra tanpa menghilangkan unsur-unsur dalam cerita.

23
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.2.2 Teori Sosiologi Sastra

Dalam penelitian ini penulis juga menggunakan sosiologi sastra sebagai

landasan teori dalam menganalisis cerita rakyat Batu Hobon.Menurut teori ini,

karya sastra dilihat hubungan dengan kenyataannya, di mana karya sastra itu

mencerminkan kenyataan-kenyataan yang mengandung arti luas, yakni segala

yang berada diluar karya sastra dan yang diacu oleh sosiologi sastra.

Sosiologi sastra merupakan istilah yang memiliki kaitan dengan

masyarakat. Sosiologi sastra pada dasarnya mempelajari kesatuan hidup manusia

yang terbentuk antara hubungan yang satu dengan yang lainnya. Selanjutnya

dalam menganalisis ceritaBatu Hobon tersebut digunakan teori sosiologi sastra

yang dikemukakan oleh Ratna (2004:339) model analisis karya sastra dalam

kaitannya dengan masyarakat dapat dilakukan meliputi dua macam, yaitu:

1) Menganalisis masalah–masalah sosial yang terkandung di dalam karya

sastra itu sendiri, kemudian menghubungkannya dengan kenyataan yang

pernah terjadi. Pada umumnya disebut aspek ekstrinsik, model hubungan

yang terjadi disebut refleksi.

2) Sama dengan diatas, tetapi dengan cara menemukan hubungan antar

struktur, bukan aspek-aspek tertentu, dengan model hubungan yang

bersifat dialektika.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan analisis yang pertama yakni

dengan (1) menganalisis masalah-masalah sosial yang terkandung di dalam karya

sastra itu sendiri, kemudian (2) menghubungkan dengan kenyataan yang pernah

terjadi sebelumnya.

24
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Menganalisis masalah-masalah sosial yang terkandung dalam karya sastra.

Masalah-masalah sosial yang terkandung dalam karya sastra adalah unsur-unsur

budaya. Unsur-unsur budaya yang dimaksud yakni:

1) Unsur sistem sosial

Sistem sosial meliputi sistem kekeluargaan, sistem politik, sistem

pendidikan, dan sistem undang-undang. Stuktur dalam setiap sistem ini

dikenalsebagai institusi sosial, yaitu cara manusia yang hidup

berkelompok mengatur hubungan antara satu dengan yang lainnya dalam

jalinan masyarakat.

2) Sistem nilai dan ide yaitu sistem yang memberi makna kepada kehidupan

masyarakat, bukan saja terhadap falsafah hidup masyarakat itu. Sistem

nilai juga menyangkut upaya bagaimana menentukan sesuatu lebih

berharga dari yang lain. Sementara sistem ide merupakan pengetahuan dan

kepercayaan yang ada dalam masyarakat.

3) Peralatan budaya

Peralatan budaya yaitu penciptaan material dan penggunaan yang berupa

perkakas dan peralatan yang diperlukan untuk menunjang keperluan

masyarakat.

Menghubungkan dengan kenyataan yang pernah terjadi atau latar belakang

sosial yang tergambar dalam karya sastra.

Sosiologi sastra yaitu mempermasalahkan tentang suatu karya sastra yang

di jumpai dalam kehidupan masyarakat sehari–hari dan juga memperhatikan

25
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
peristiwa–peristiwa yang merupakan proses kemasyarakatan yang timbul dari

hubungan antara manusia dengan situasi dan kondisi yang berbeda.

Kenyataan atau latar belakang sosial yang tergambar dalam karya sastra

ini yakni:

1) Sistem kekerabatan ; Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat

penting dalam struktur sosial. Sistem kekerabatan suatu masyarakat dapat

dipergunakan untuk menggambarkan struktur sosial dari masyarakat yang

bersangkutan. Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari

beberapa keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan

perkawinan.

2) Tanggung jawab ; Tanggung Jawab adalah suatu kesadaran manusia akan

tingkah laku atau perbuatannya baik disengaja maupun tidak disengaja.

Tanggung Jawab juga berarti berbuat sebagai wujutan atas perbuatannya.

3) Kasih sayang ; Kasih sayang adalah suatu perasaan cinta atau sayang dan

akan menunjukan rasa perhatian yang mungkin akan berlebihan. Rasa

kasih sayang tak dapat dilihat tetapi hanya dapat dirasakan kepada

individu tertentu yang mempunyai perasaan itu, kasih sayang adalah sutu

perasaan yang menyenangkan.

4) Pertentangan ; Pertentangan merupakan warisan kehidupan sosial yang

boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya

keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak

atau lebih pihak secara berterusan.

26
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Dasar

Metode dasar penelitian yang penulis lakukan adalah metode penelitian

kualitatif yang bersifat deskriptif. Alasan penulis menggunakan metode ini karena

sumber utama metode penelitian kualitatif adalah kata-kata, dan tindakan,

selebihnya adalah tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Metode tersebut

dipilih karena data yang digarap adalah kata-kata, gambar dan bukan angka-

angka.

Dengan demikian dalam penelitian ini penulis hanya mendiskripsikan

data-data fakta yang terdapat di dalam cerita sehingga diketahui unsur-unsur

pembentuk ceritanya dan analisis sosiologi sastranya.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang digunakan sebagai tempat penelitian adalah di desa

Sarimarrihit, Kecamatan Sianjur Mula-Mula, Kabupaten Samosir. Tempat Batu

Hobon ini terletak di antara Huta Sagala dan Limbong tepatnya di kaki Dolok

Pusuk Buhit. Batu Hobon dijumpai ke arah perkampungan bagian atau desa

Sarimarrihit.

27
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.3 Instrumen Penelitian

Instrumen/alat penelitian penulis gunakan rekaman suara melalui rekaman

suara (recording voice) dengan HP, buku tulis untuk mencatat informasi, foto

untuk dokumentasi gambar, dan video untuk dokumentasi gambar yang bergerak

beserta suara.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :

1) Metode Observasi

Metode ini dilakukan untuk mengamati secara langsung daerah tempat

penelitian untuk mendapatkan informasi data yang dibutuhkan, teknik

yang digunakan penulis adalah teknik mencatat.

2) Metode Wawancara

Metode ini dilakukan untuk memperoleh keterangan lebih lengkap tentang

cerita dan penulis akan melakukan wawancara dengan beberapa informan,

teknik yang digunakan yaitu teknik rekam.

3) Metode Kepustakaan

Metode ini dilakukan untuk mendapat sumber acuan penelitian, agar data

yang didapatkan dari lapangan dapat diolah semaksimal mungkin sesuai

dengan tujuan yang digariskan. Teknik yang digunakan yaitu teknik

mencatat.

28
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.5 Metode Analisis Data

Metode analisis data adalah metode atau cara dalam mengolah data

mentah sehingga menjadi data akurat dan ilmiah. Metode yang digunakan penulis

dalam menganalisis data adalah metode intrinsik dan metode ekstrinsik dan

langkah-langkah yang dilakukan penulis dalam menganalisis cerita Batu Hobon

adalah :

1) Menuliskan data yang diperoleh dari lapangan, lalu membuat sinopsis

cerita.

2) Mengidentifikasi data-data yang diperoleh dari lapangan.

3) Menggunakan teori struktur dan teori sosiologi untuk menganalisis

cerita. Dari teori-teori struktur yang akan diperoleh kemudian penulis

menggunakan teori sosiologi sastra untuk menganalisis nilai-nilai

sosiologis dari cerita Batu Hobon.

4) Menerjemahkan data yang diperoleh dari lapangan.

5) Membuat kesimpulan.

29
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Unsur-unsur Intrinsik Cerita Batu Hobon

4.1.1 Tema

Tema adalah pokok pikiran atau makna yang terkandung dalam sebuah

cerita. Tema juga merupakan gagasan umum yang menopang sebuah karya sastra

yang terkandung di dalamnya yang menyangkut persamaan dan perbedaan.

Setiap karya sastra harus mempunyai dasar cerita dan tema yang

merupakan sasaran tujauan dalam sebuah cerita. Sebuah karya sastra yang baik

yang tertulis maupun secara lisan pasti mengandung tema, karena sebuah karya

sastra pasti nmempunyai pokok pikiran utama atau isi pembicaraan yang hendak

disampaikan kepada pembacanya atau pendengarnya.

Di dalam cerita ini, penulis menyatakan tema cerita adalah tentang tempat

persembunyian harta warisan yang diambil alih dan disimpan oleh Tuan Saribu

Raja. Penulis melihat di dalam cerita ini bahwa terjadi rasa iri yang begitu besar

dari Tuan Saribu Raja dan saudara-saudaranya kepada abangnya Raja Biak-Biak

yang memiliki kekurangan.

Hal ini dapat dilihat dari bagian utama sinopsis cerita :

“Alai andorang so i nung marpingkkir Tuan Saribu Raja na ikkon

palaohon ni angka anggina i imana (Limbong, Sagala, Malau) isiala

pangalahonna tu siboru Pareme. Andorang sodiboto Tuan Saribu Raja

nanaeng palaonna na ima sian huta i, nungga adong sangkap na

mamboan akka arta nasian Guru Tatea Bulan. Marbuni-buni do Tuan

30
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Saribu Raja mambuat angka mas, pustaha batak, dohot angka pustaha na

asing.didok rohani Tuan Saribu Raja nungga mate be Raja Uti ala nungga

leleng dang heabe tarida jala gabe dibuat ma sude artani Guru Tatea

Bulan i. Didok rohana ma muse dung mate Raja Uti imana ma gabe

anakna umbalga. Jala ditingki i nungga denggan dipature Tuan Saribu

Raja inganan ni arta i. Ditabunihon ma angka arta i dibagasan sada batu

nabalga, jala hisim rohana naingkon alaponna haduan artai muse.”

Terjemahan:

“Sebelumnya Tuan Saribu Raja juga sudah memikirkan bahwa saudaranya

Limbong, Sagala, dan Malau tidak akan memaafkan kesalahannya atas

perbuatannya dengan siboru Pareme. Maka, sebelum Tuan Saribu Raja tau

bahwa dia akan diusir dari kampungnya itu dia berencana untuk melarikan

diri membawa harta warisan dari ayahnya Guru Tatea Bulan. Secara diam-

diam Tuan Saribu Raja mengambil harta warisan tersebut yang

menurutnya menjadi bagiannya, berupa perhiasan emas, kitab pustaha

laklak, dan benda pusaka lainnya. Tuan Saribu Raja mengira bahwa

abangnya Raja Uti telah meninggal dunia karena sudah ratusan tahun

lamanya tidak pernah terlihat lagi olehnya ia pun mengambil alih seluruh

peninggalan-peninggalan ayahnya itu karena, menurutnya setelah Raja Uti

meninggal dialah yang pantas menjadi anak tertua dikeluarganya. Tuan

Saribu Raja ternyata telah mempersiapkan peti batu untuk menyimpan

harta warisan ayahnya Guru Tatea Bulan. Dia menyimpan harta warisan

31
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
itu di dalam sebuah batu dengan harapan suatu saat dia akan

mengambilnya kembali.”

4.1.2 Alur / Plot

Istilah alur dalam hal ini sama dengan istilah plot. Alur atau plot

merupakan rentetan peristiwa yang sangat penting dalam sebuah cerita. Tanpa alur

kita tidak tahu bagaimana jalan cerita tersebut, apakah dia alur maju, alur mundur

atau alur bolak-balik.

Alur atau plot dalam cerita legenda Batu Hobon adalah sebagai berikut:

1) Situasi (Pengarang mulai melukiskan suatu keadaan)

Situasi merupakan tahap awal dari bagian cerita. Setiap awal cerita pembaca

akan diperkenalkan terlebih dahulu tentang permulaan terjadinya sebuah cerita.

Dalam bagian ini pengarang menceritakan si Raja Batak adalah orang yang

pertama membangun sebuah perkampungan di salah satu lembah gunung yang

bernama Sianjur Mula-Mula Tompa dan si Raja Batak memiliki dua orang anak.

Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut:

“...Najolo, dihaporsea i halak Batak do si Raja Batak dibaga-bagahon

Mulajadi Nabolon laos toho sahat tu Pussuk Buhit. Dungi dipalima sada

huta disada luat ima nanigoari Sianjur Mula-Mula Tompa. Molo huta i

laos toho di pudi ni Pussuk Buhit, jala di holang-holang i huta Sagala

dohot huta Limbong Mulana, molo dompak habissaran disima Pussuk

Buhit, molo dompak hasundutan disima Hariara Pittu. Jala dompak utara

disima Huta Sagala, molo dompak selatan disima Huta Limbong Mulana.

Adong do dua dalan sian darat molo naeng tu Pussuk Buhit. Naparjolo

32
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ima sian Tomok (Habissaran) jala napaduahon ima sian Tele

(Hasundutan)..Ianggo Ompungta si Raja Batak 2 do ianakkon na ima

Guru Tatea Bulan (si Raja Lontung) dohot si Raja Isumbaon (Raja

Sumba). Andorang somarujung ngolu dope si Raja Batak. Adong do

tading-tadingan dipasahat tu anak na nadua i. Molo tu Guru Tatea Bulan

dipasahat ma Pustaha Batak, ima namarisihon hasaktion parbinotoan

taringot hadatuan i dohot ilmu marmossak dohot dihajagaron. Molo tu

Raja Isumbaon dilehon do ima Tumbaga Holing ima namarisi tutur ni

harajaon tarsongon uhum, pangulaan, martiga-tiga. Dung marujung

ngolu si Raja Batak dipuhuti anakna nadua ima mangulahon ulaon na.

Guru Tatea Bulan tongdo tading dihutani si Raja Batak jala si Raja

Isumbaon lao mangaratto.”

Terjemahan :

“...Dahulu, si Raja Batak yang dipercayai oleh masyarakat Batak

diturunkan langsung dari Pusuk Buhit kemudian membangun sebuah

perkampungan di salah satu lembah gunung yang bernama Sianjur Mula-

Mula Tompa. Letak perkampungan itu berada di garis lingkar Pusuk Buhit

di lembah Sagala dan Limbong Mulana, sebelah timur perkampungan

Limbong, sebelah barat Sagala, sebelah utara Gunung Pusuk Buhit, dan

sebelah selatan Hariara Pintu. Ada dua arah jalan dataran menuju Pusuk

Buhit. Satu dari arah Tomok (bagian Timur) dan satu lagi dari dataran

tinggi Tele. Si Raja Batak memiliki dua orang anak yaitu,

33
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1). Guru Tatea Bulan yang sering juga disebut dengan ILONTUNGAN

alias si MANGARATA alias TOGA DATU.

2). Raja Isumbaon (si Raja Sumba).

Sebelum meninggal, si Raja Batak sempat mewariskan “Piagam

Wasiat” kepada kedua anaknya Guru Tatea Bulan dan Raja Isumbaon.

Guru Tatea Bulan mendapat “Surat Agung” yang berisi ilmu pendukunan

atau kesaktian, pencak silat dan keperwiraan. Sedangkan, Raja Isumbaon

mendapat “Tumbaga Holing” yang berisi kerajaan ( Tatap – Raja ), hukum

atau peradilan, persawahan, dagang, dan seni mencipta. Setelah

meninggalnya si Raja Batak mereka mulai menjalani kehidupannya

masing – masing. Guru Tatea Bulan tetap tinggal di perkampungan si Raja

Batak sementara itu adiknya Raja Isumbaon pergi merantau.

2) Generating circumstances (peristiwa yang bersangkutan mulai bergerak)

Peristiwa selanjutnya mulai bergerak di mana pada saat itu, Mulajadi

Nabolon atau Tuhan Yang Maha Esa mengirimkan tujuh gadis dari khayangan ke

Pusuk Buhit untuk diperkenalkan kepada Guru Tatea Bulan, putra dari nenek

moyang orang Batak, si Raja Batak.

Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut:

“...Ditingki i dibaga-bagahon Ompungta Mulajadi Nabolon do pitu anak

boru sian banua ginjang tu Pusuk Buhit jala dipatandahon ma tu Guru

Tatea Bulan. Jala ditingki i tarberengni Guru Tatea Bulan halaki maridi

di Tala, jala attar dao do inganan paridian i hira-hira satonga jom ma

mardalan pat andorang gunung Pussuk Buhit. Dung di ida Guru Tatea

34
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Bulan anak boru namaridi i, laos dihabarinihon rohana do mambuat ulos

ni anak boru i.

Dungkon sae maridi na pitu boru khayangan naeng hatop ma

halaki mulak tu banua ginjang, ”Beta nunga naeng botari nunga tikkina

ma hita mulak..”, ninna sada boru khayangan i. Alai tikki naeng

marhobas mulak adong sada boru na sian khayangan i hamagoan abit na

alani i dang boi ibana mulak tu banua ginjang. Di dok ibana tu akka

dongan-dongan na,“Abit hu nga mago dang huboto manang ise na

manakko au pe dang boi mulak tu banua ginjang molo so adong abit i..!!”,

gabe lomos ma roha ni na onom i donganna i pe ikkon do mulak. Sada

na i tading ma i di pusuk buhit dang boi ibana mulak tu banua ginjang,

alana abit na pe mago ai dang diboto ibana hut ni dang tagam rohana na

mambuat i Guru Tatea Bulan.

Tarpangan situtu ma rohani Guru Tatea Bulan marnida anak boru

nasian banua ginjang i, jala arop do roha ni Guru Tatea Bulan asa boi

tong rap nasida. Dungi diboan Guru Tatea Bulan ma anak boru i tu

bagasna. Jala diajarima anak boru i marhata Batak dohot romangni adat

Batak asa boi songon jolma nasitutu, alai nang pe songoni dang olo Guru

Tatea Bulan mangotani anak boru i dijabuna. Ganup ari ma halaki

pajumpang, jala sian parjolo marsitandaan bunga holong rohani Guru

Tatea Bulan marnida haulion, haserepon ni anak boru nasian banua

ginjang i. Dibagas rohani Guru Tatea Bulan, marsangkap do imana

nanaeng bahenonna parsonduk bolonna anak boru i. Jala dang sadia

35
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
leleng Guru Tatea Bulan pe mampojolohon dirina naeng mamparsohotton

si boru na dipilitna. Dungi mangadatima halaki.

Dung dipasaut anak boru i gabe parsonduk bolon ni Guru Tatea

Bulan di baen ma goar na gabe siboru Baso Burning ima namarlapatan

boru ni homang. Isiala naung mangadati Guru Tatea Bulan dohot siboru

Baso Burning gabe marhuta ma halaki di Sianjur Mula-Mula di huta

Parik Sabungan goarna. Molo tarsongon ulaon siapari ni Guru Tatea

Bulan dohot siboru Baso Burning mangula do.

Terjemahan :

“…Pada waktu itu, Mulajadi Nabolon atau Tuhan Yang Maha Esa

mengirimkan tujuh gadis dari khayangan ke Pusuk Buhit untuk

diperkenalkan kepada Guru Tatea Bulan, putra dari nenek moyang orang

Batak, si Raja Batak. Ketika itu, Guru Tatea Bulan mendapati mereka

sedang mandi di Tala yang jaraknya sedikit jauh sekitar 30 menit

perjalanan kaki sebelum puncak tertinggi Pusuk Buhit. Melihat gadis-

gadis cantik yang sedang mandi, saat itu juga secara diam – diam Guru

Tatea Bulan memberanikan diri untuk mengambil kain milik salah satu

perempuan surgawi itu. Selesai mandi ketujuh gadis khayangan tadi ingin

segera kembali ke langit “Mari, hari sudah beranjak sore sudah waktunya

kita kembali...” kata salah seorang gadis khayangan. Akan tetapi pada

waktu mereka bersiap-siap pulang salah satu gadis dari khayangan itu

kehilangan kain miliknya sehingga dia tidak dapat kembali ke langit. Dia

berkata kepada saudaranya, “kain milikku hilang, aku tidak tau siapa yang

36
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
mengambilnya dan aku tidak dapat kembali ke langit tanpa kain itu..”

dengan sangat berat hati keenam saudaranya itu pun harus kembali. Satu

lagi tinggal di Pusuk Buhit, dia tidak dapat kembali ke asalnya karena kain

miliknya telah diambil dan dia sama sekali tidak tau dan tak menyangka

bahwa yang mengambilnya adalah Guru Tatea Bulan.

Guru Tatea Bulan tertarik pada gadis cantik dari khayangan itu dan

menginginkannya untuk tetap tinggal bersamanya. Lalu, akhirnya Guru

Tatea Bulan membawa gadis itu ke rumahnya. Dia mengajarinya bahasa

dan adatnya agar menjadi orang yang beradab tetapi, dia tidak

menahannya di rumahnya. Hampir setiap hari mereka saling bertemu,

Guru Tatea Bulan yang sejak dari awal pertemuan sudah menaruh hati

pada gadis itupun jatuh hati melihat paras cantik juga kesederhanaan yang

dimiliki oleh gadis dari khayangan itu. Di dalam hati Guru Tatea Bulan dia

ingin memperistri gadis itu. Tak butuh waktu lama Guru Tatea Bulan pun

memberanikan diri untuk mempersunting gadis pilihannya itu. Dan

akhirnya mereka pun menikah. Guru Tatea Bulan yang sudah sah menjadi

suami dari gadis khayangan itu memberi nama panggilan untuk istrinya

dengan nama siboru Baso Burning yang artinya putri jadi-jadian (boru ni

homang). Setelah mereka menikah Guru Tatea Bulan dan isterinya

memilih bermukim di Sianjur Mula-Mula tepatnya di Parik Sabungan, di

kaki Gunung Pusuk Buhit. Sehari-hari pekerjaan yang dilakukan Guru

Tatea Bulan dan istrinya siboru Baso Burning adalah bertani.

37
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3) Ricking Action (keadaan mulai memuncak)

Pada tahap ini pengarang memunculkan maksud dan tujuan dalam cerita

rakyat ini. Keadaan cerita mulai memuncak ketika siboru Baso Burning

melahirkan anak pertamanya yang lahir tidak sempurna/cacat menyebabkan rasa

sayang yang berlebih kepada anaknya Raja Biak-Biak dan akibatnya timbul rasa

kecemburuan antara keempat adik laki-laki Raja Biak-Biak yang lain.

Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut:

“..Dihalolong siboru Baso Burning do anak na nasia i. Lumobima si Raja

Biak-Biak nangpe dang suman pamatangna. Ganup ari dohot do angka

anggini si Raja Biak-Biak mangurupi amang dohot inong na tu balian

laho mangula alai molo RajaBiak-Biak dang boi dohot jala tinggal di jabu

ma imana. Ganup ari andorang so lao dope inong nai tu balian dilompa

do indahan natabo, asa adong panganan ni Raja Biak-Biak.Alai anggi ni

si Raja Biak-Biak na opat i gabe dang lomo rohana marnida holong ni

roha ni inong nai. Gabe sai dipingkiri angka anggina i na boasa sai holan

hami ganup ari tu balian mangurupi damang dohot dainang, hape si Raja

Biak-Biak holan dijabu do jala dang hea mangulahon manang aha, jala

sipanganna pe ikkon dipaturedo andorang so lao inong. Dungi tompuma

ro tu pingkiran ni nasida nanaing pamatehon Raja Biak-Biak i, umbahen

dang suman pamatangna songon jolma.Dung sahat halahi di jabu

denggan ma dibaen halahi nanaing pamatehon hahanai.

38
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Terjemahan :

“..Siboru Baso Burning sangat mencintai kesembilan orang anaknya.

Khususnya kepada Raja Biak-Biak yang fisiknya tidak normal. Setiap hari

adik-adiknya Raja Biak-Biak selalu ikut membantu ibu dan bapaknya

pergi ke ladang bertani terkecuali, Raja Biak-Biak dikarenakan kondisi

tubuhnya yang tidak normal membuatnya tetap tinggal di rumah dan tidak

melakukan kegiatan apapun. Setiap pagi sebelum ibunya pergi berangkat

ke ladang ibunya mesti menanak beras yang enak dulu, agar bisa dimakan

oleh Raja Biak-Biak.

Keempat orang adik laki-laki Raja Biak-Biak pun merasa cemburu

melihat perlakuan ibunya yang sangat berbeda kepada mereka. Adik-

adiknya itu berpikir kenapa hanya mereka saja yang setiap pagi pergi ke

ladang untuk membantu orangtuanya sementara abangnya si Raja Biak-

Biak hanya tenang-tenang saja di rumah dan tidak melakukan kegiatan

apapun bahkan, makanannya saja harus disiapkan terlebih dahulu sebelum

ibunya pergi kemana-mana. Sesaat terlintas dipikiran keempat orang adik

laki-laki Raja Biak-Biak ini untuk membunuh abang mereka itu, karena

fisiknya tidak selayaknya manusia. Setibanya mereka di rumah mereka

langsung mengatur rencana untuk membunuh abangnya tersebut.

Selanjutnya dapat dilihat dalam contoh berikut:

“…Ganup ari ma siboru Baso Burning manaruhon sipanganon na, dohot

paridihon si Raja Biak-Biak tu aek Batu Sawan.Gabe dang pos ma rohani

anakna opat i mamereng pangalaho ni inong nai lao dang marboa-boa

39
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
jala ro nasopamotoan, dungi diihutton ma tudia lao inong nai naso

pamotoan ni siboru Baso Burning. Dibereng halaki ma inong nai di aek

Batu Sawan dohot Raja Biak-Biak, jala muruk ma muse anakna opat i.

Gabe didok halaki ma “Dirippu hami do naung di balongkon dainang

Raja Biak-Biak i…”

“Dang boi songoni anakhu, pattang..!” didokhon siboru Baso Burning tu

anakhon na i.Alana naung tardapot i siboru Baso Burning dibahen

anakna naopat i, gabe dang heabe didapothon si Raja Biak-Biak i tu Batu

Sawan, alani biarna diboto angka anak naopati mangolu dope si Raja

Biak-Biak i.

Dung martaon-taon leleng na, laho ma muse siboru Baso Burning

tu aek Batu Sawan, manang mangalean mangan anakna si Raja Biak-Biak

i. Alai tarsanggot ma siboru Baso Burning i, dung dibereng madabu sian

batu liang i si Raja Biak-Biak. Lungun ma dihilala rohana, dungi

martamiang ma ibana tu Ompung Mulajadi Nabolon, “Dang tarpabereng-

bereng au be hassit ni sitaonon ni anakhon seleleng ngoluna…”Isiala

imana ma anak naumbalga sian Guru Tatea Bulan, dipangidohon Raja

Biak-Biak ma tu inongna asa borhat halaki tu Pusuk Buhit nanaeng

pasahathon pangidoanna tu Ompung Mulajadi Nabolon, asa gabe

dipasaut ibana gabe Raja isiala imana do anak naumbalga, jala imana do

naikkon saut gabe Raja. Jala dipangidohon Raja Biak-Biak do asa gabe

denggan rupani pamatang nai.Alai didok Raja Biak-Biak ima tu inong nai,

“diama naboi tarbahen au dainang, ai somargogo au. Alani sitaononkon

gabe leasdo rohani angka anggiku marnida au...”

40
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Terjemahan :

“…Sepanjang hari mereka terus membuntuti ibunya dan akhirnya, mereka

berhasil mendapati ibunya yang sedang berada di air terjun Batu Sawan

bersama abangnya si Raja Biak-Biak. Melihat kejadian itu keempat orang

putranya pun geram dan kembali protes.

Mereka berkata “kami kira ibu sudah membuang abang.”

“Tidak bisa begitu, Nak. Berdosa,” kata istri Guru Tatea Bulan kepada

anak-anaknya. Ibunya sangat sedih dan tak sanggup bila harus membuang

darah dagingnya sendiri.Setelah kejadian itu untuk waktu yang lama

ibunya sengaja untuk tidak menemui si Raja Biak-Biak dulu karena, takut

nanti anak-anaknya yang lain mengetahui bahwa abangnya masih hidup.

Bertahun – tahun kemudian, istri Guru Tatea Bulan kembali

menaiki Gunung Pusuk Buhit untuk menemui dan memberi makan

anaknya si Raja Biak-Biak. Namun, dia terkejut melihat Raja Biak-Biak

sudah terjatuh berguling – guling dari Batu Liang. Dia sedih, lalu berdoa,

“Ompu Mulajadi Nabolon, saya sudah tidak sanggup lagi melihat anak

saya tersiksa seperti ini selama hidupnya.”

Sebagai keturunan yang pertama dari Ompu Guru Tatea Bulan,

Raja Biak-Biak ingin meminta ijin kepada ibunya untuk pergi ke Pusuk

Buhit demi memohon kepada Mulajadi Nabolon agar boleh dia dijadikan

menjadi raja diantara saudara – saudaranya yang lain karena dia adalah

putra sulung yang pertama keluar dari rahim ibunya jadi pantaslah dia

yang menjadi raja. Raja Biak-Biak juga memohon kepada Mulajadi

Nabolon agar disempurnakan. Kemudian Raja Biak-Biak berkata kepada

41
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ibunya, “tapi apa dayaku bu, sebagai seorang yang tidak sempurna sebagai

manusia yang selalu dianggap remeh oleh saudara- saudaraku.”

4) Klimaks (Peristiwa-peristiwa mencapai puncaknya)

Peristiwa mencapai puncak terjadi setelah Guru Tatea Bulan dan istrinya

membawa Raja Biak-Biak ke puncak tertinggi Gunung Pusuk Buhit.Dan dia

memasrahkan anaknya kepada Mulajadi Nabolon. Kejadian juga berlanjut saat

Tuan Saribu Raja dan siboru Pareme yang berbuat cinta terlarang kini siboru

Pareme pun hamil.

Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut:

“…Dungi siboru Baso Burning dohot Guru Tatea Bulan alani lungun ni

rohana, diboan ma Raja Biak-Biak tu Pusuk Buhit. Martamiang ma

halaki disi sadari saborngin lelengna.Huhut manetehi iluna, sai

martamiang do Guru Tatea Bulan dohot siboru Baso Burning, “Ompung

manang boha pe annon anak namion hupasahat hami ma tu ho, molo pe

naeng pasauton mu do imana gabe jolma nasuman, manang na gabe

alogo do hupasahat hami ma tu Ho ale Tuhan…”Dungi, dinaso

panagaman tompu ma mago Raja Biak-Biak jala dang tarida imana. Jala

di tadinghon ma sahalakna di Pusuk Buhit i, hape naung dipasaut

Mulajadi Nabolon do sangkapni si Raja Biak-Biak i. Dilehon ma tangan,

pat, jala dilehon ma muse dohot habang, dohot ihur, jala (sattabi)

mamussung songon babi. Ditingki i didok Ompung Mulajadi Nabolon ma

: “Nangpe dang suman pamatangmu songon jolma na asing i, alai adong

42
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
do hasaktion mu. Dang jadi ho matua, dang boi ho mate, alai ho ma na

gabe panggom-gomon diangka saluhut jolma nanaeng pasahathon elek-

elek dohot pangidoan…” ninna Ompung Mulajadi Nabolon umbahen i

hubaen ma goarmu Raja Hatorusan manang Raja Uti. Dung sadia leleng

dipaboa Mulajadi Nabolon ma tu angka jolma dohot suara alai dang

tarida pamatangna didok ma, “Ei manisia, gelleng mi ndang mate…”

Dung sotarida be Raja Uti, marhamulian be angka anggina i jala

nunga marianakkhon dohot marpahompu. Tamba torop ma angka jolma

dihutai. Alai adong do nahurang denggan di anggini si Raja Uti i, adong

sahalak anggina dioli ibotona, ima Tuan Saribu Raja dioli ma ibotona

siboru Pareme. Alani pambahenan nai gabe mardenggan daging ma

siboru Pareme.

Terjemahan :

“…Akhirnya, dia dan suaminya Guru Tatea Bulan dengan berat hati

membawa Raja Biak-Biak ke puncak tertinggi Gunung Pusuk Buhit.

Selama sehari semalam mereka berdoa di puncak dan tidur disana. Sambil

menangis, Guru Tatea Bulan dan istrinya itu berdoa, “Ompung, bagaimana

pun jadinya kelak anak kami ini, Engkaulah yang tahu. Apakah dia akan

jadi manusia yang normalatau menjadi angin kami pasrahkan dia ke dalam

tangan-Mu.”Lalu, Raja Uti pun seketika menghilang dan tak kelihatan

lagi wujudnya karena diselimuti oleh angin dan dia pun ditinggalkan

sendirian di puncak tertinggi Gunung Pusuk Buhit. Mulajadi Nabolon

ternyata mengabulkan permohonan Raja Biak-Biak. Ia diberi tangan, kaki,

43
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
bahkan diberi sayap, ekor, dan mulutnya seperti (maaf) moncong babi.

Ketika itu Mulajadi Nabolon berkata : “Walau bentuk tubuhmu tidak

sempurna seperti manusia biasa, tetapi kamu punya keistimewaan, tidak

akan pernah tua, tidak akan mati dan kamu akan menjadi perantara

manusia yang akan memberikan persembahan kepadaku. Karena itu ku

beri kamu gelar RAJA HATORUSAN atau juga RAJA UTI.”

Ratusan tahun berlalu, Mulajadi Nabolon menyampaikan kabar

lewat suara-suara tak berwujud kepada warga di kaki Pusuk Buhit : “Ei,

manisia, gellengmi ndang mate.”

Setelah kejadian hilangnya Raja Uti, keempat orang adik laki-

lakinya pun telah menikah dan beranak cucu. Warga kampung pun

semakin banyak. Akan tetapi, ada yang janggal di antara empat orang

adik laki-laki Raja Uti ada salah seorang adiknya yang mengawini adiknya

sendiri yaitu Tuan Saribu Raja yang menikahi siboru Pareme

kembarannya. Akibat ulah dari Tuan Saribu Raja dan siboru Pareme yang

berbuat cinta terlarang kini siboru Pareme pun hamil.

5) Demoument (Pengarang memberikan pemecahan masalah soal dari semua

peristiwa)

Pada tahap penyelesaian ini Tuan Saribu Raja dan siboru Pareme yang

sudah berbuat cinta terlarang akhirnya, dijatuhi hukuman mati oleh warga

kampung. Di sisi lainTuan Saribu Raja juga sudah membuat dan mempersiapkan

peti batu untuk menyimpan harta warisan ayahnya Guru Tatea Bulan.Dengan

harapan suatu saat dia akan mengambilnya kembali. Peti batu tersebut

44
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dilengkapinya dengan tutup batu di mana pada bagian ujung batu ini berbentuk

seperti “jantung” dengan beberapa “kode” lubang. Di sisi kiri depan terdapat segel

batu yang berfungsi sebagai kunci “rahasia” pembuka yang hanya diketahui oleh

Tuan Saribu Raja. Peti Batu tempat penyimpanan harta pusaka ini dinamakan

Batu Hobon.

Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut:

“…Alani pambahenan nai gabe mardenggan daging ma siboru Pareme.

Jala nunga tangkas diboto angka anggina i songoni dohot angka dongan

sahuta na. Dungi ala so adat jala dang uhum naniula ni Tuan Saribu

Raja dohot siboru Pareme i rim ma halaki naingkon pamateona halaki

nadua. Alai nungga sangga mardenggan daging siboru Pareme dang

saut be dipamate halaki. Gabe dipalaoma siboru Pareme tu dolokni

sabulan, ai disi do gok babiat jala didok Limbong Mulana dohot angka

anggina nai ma “Tumagon ma babiat i pamatehon, anggo soi hassit

nisitaonon i ma pamatehon i. Alai andorang soi nung marpingkkir Tuan

Saribu Raja na ikkon palaohon ni angka anggina i imana (Limbong,

Sagala, Malau) isiala pangalahonna tu siboru Pareme. Andorang

sidiboto Tuan Saribu Raja nanaeng palaonna na ima sian huta i, nungga

adong sangkap na mamboan akka arta nasian Guru Tatea Bulan.

Marbuni-buni do Tuan Saribu Raja mambuat angka mas, pustaha batak,

dohot angka pustaha na asing.didok rohani Tuan Saribu Raja nungga

mate be Raja Uti ala nungga leleng dang heabe tarida jala gabe dibuat

ma sude artani Guru Tatea Bulan i. Didok rohana ma muse dung mate

Raja Uti imana ma gabe anaknaumbalga. Jala ditingki i nungga denggan

45
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dipature Tuan Saribu Raja inganan ni arta i. Ditabunihon ma angka arta

i dibagasan sada batu nabalga, jala hisim rohana naingkon alaponna

haduan artai muse.Ianggo batu toho pas diholang-holang ni huta Sagala

dohot huta Limbong jala jonok tu gunung Pusuk Buhit. Jala batu i adong

do pintu na, jala pussu ni batu i pe tarsongon rupani jantung adong muse

lobang na. Disabola hambiran na i adong do sada tanda nagabe

tarsonggon kuncina, jala holan Tuan Saribu Raja do naumbotosa

i.Ianggo goarni batu inganan ni angka arta i didokma goarna Batu

Hobon, Hobon lapatanna poti. Umbahen didokpe songoni ima ala

marlobang do dibagas batu i. Jala batu i ima sada lubang tarsongon goa

jala adong hasahatanna huluat na asing. Di Batu Hobon i ima tading

angka arta ni Guru Tatea Bulan ima nabinahe ni Tuan Saribu Raja.

Molo songon arta tading-tadingan ni Guru Tatea Bulan i ima : Gondang

Saparangguan, Pagar, Hujur Somba Baho, Piso Solom Debata, Pungga

Haomasan, Tintin Sipajadi-jadi, Tawar Sipagabang-gabang,

Sipagubung-ubung, Sipangolu namate, Siparate naung busuk. Sude nai

dibahen ma inganan na lak-lak manang pustaha, na di surat dohot

aksara Batak. Dung singkop ditabunihon artani Guru Tatea Bulan di

poti batu i, lao ma Tuan Saribu Raja sian huta i manopot siboru Pareme

na mardenggan daging ima na dibolongkon tu dolokni na diginjang

Sabulan.

46
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Terjemahan :

“…Kehamilannya pun telah diketahui saudara-saudaranya yang lain

termasuk juga warga kampung. Lalu, adat dan kesepakatan di kampung itu

menetapkan hukuman mati bagi mereka berdua. Namun karena siboru

Pareme tengah mengandung jadi tak boleh dibunuh. Dia dibuang ke

sebuah hutan di atas Sabulan, salah satu daerah yang dianggap sebagai

sarang harimau. Limbong Mulana dan adik-adiknya lalu berkata, ”biarlah

harimau itu yang membunuhnya, kalau bukan kelaparan dan deritanya

sendiri..” Sebelumnya Tuan Saribu Raja juga sudah memikirkan bahwa

saudaranya Limbong, Sagala, dan Malau tidak akan memaafkan

kesalahannya atas perbuatannya dengan siboru Pareme. Maka, sebelum

Tuan Saribu Raja tau bahwa dia akan diusir dari kampungnya itu dia

berencana untuk melarikan diri membawa harta warisan dari ayahnya

Guru Tatea Bulan. Secara diam-diam Tuan Saribu Raja mengambil harta

warisan tersebut yang menurutnya menjadi bagiannya, berupa perhiasan

emas, kitab pustaha laklak, dan benda pusaka lainnya. Tuan Saribu Raja

mengira bahwa abangnya Raja Uti telah meninggal dunia karena sudah

ratusan tahun lamanya tidak pernah terlihat lagi olehnya ia pun mengambil

alih seluruh peninggalan-peninggalan ayahnya itu karena, menurutnya

setelah Raja Uti meninggal dialah yang pantas menjadi anak tertua

dikeluarganya. Tuan Saribu Raja ternyata telah mempersiapkan peti batu

untuk menyimpan harta warisan ayahnya Guru Tatea Bulan. Dia

menyimpan harta warisan itu di dalam sebuah batu dengan harapan suatu

saat dia akan mengambilnya kembali.

47
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Peti Batu ini terletak di antara Huta Sagala dan Limbong tepatnya

di kaki Dolok Pusuk Buhit. Peti batu tersebut dilengkapinya dengan tutup

batu di mana pada bagian ujung batu ini berbentuk seperti “jantung”

dengan beberapa “kode” lubang. Di sisi kiri depan terdapat segel batu,

yang berfungsi sebagai kunci “rahasia” pembuka yang hanya diketahui

oleh Tuan Saribu Raja.

Peti Batu tempat penyimpanan harta pusaka ini dinamakan Batu

Hobon karena Hobon artinya peti. Disebut demikian karena bentuknya

berupa batu berdiameter satu meter dengan bagian bawah berongga. Batu

ini juga merupakan sebuah lorong yang mungkin saja di dalamnya

berbentuk seperti goa dan punya tembusan ke berbagai tempat lain. Di

dalam Batu Hobon inilah terdapat peninggalan-peninggalan harta pusaka

Guru Tatea Bulan yang disimpan oleh Tuan Saribu Raja. Adapun harta

pusaka tersebut adalah Gondang Saparangguan ( Seperangkat Gendang

Batak ),Pagar ( Ramuan penangkal penyakit ), Hujur Somba Baho (

Tombak bertuah ), Piso Solom Debata ( Pedang bertuah ), Pungga

Haomasan ( Batu gosok emas ), Tintin Sipajadi – jadi ( Cincin ajaib), dan

Tawar Sipagabang – abang, Sipagubung – ubung, Sipangolu na Mate,

Siparate Naung Busuk ( Obat yang mampu menghidupkan yang sudah

mati, serta menyegarkan kembali yang telah busuk). Setelah semua

peninggalan Guru Tatea Bulan itu disimpannya di Peti Batu, lalu Tuan

Saribu Raja pun pergi meninggalkan kampung kelahirannya itu menyusul

istrinya siboru Pareme yang tengah hamil yang telah dibuang ke sebuah

hutan di atas Sabulan.

48
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.1.3 Latar atau Setting

Latar disebut juga istilah setting, yaitu tempat atau terjadinya peristiwa-

peristiwa yang terjadi dalam sebuah karya sastra. Latar atau setting adalah tempat

berlangsungnya peristiwa dalam suatu cerita atau tempat kejadian yang terdapat

dalam sebuah karya sastra. Latar bukan hanya merupakan daerah atau tempat,

namun waktu, peristiwa penting, dan bersejarah. Dengan mengetahui dan

memahami latar dalam sebuah karya sastra yang dituangkan menjadi cerita akan

memudahkan pembaca untuk memahami latar dalam sebuah karya sastra yang

dituangkan dalam bentuk cerita.Latar tempat dalam cerita rakyat ini adalah terjadi

di Sianjur Mula-Mula. Cerita ini terjadi di desa Sarimarrihit,terletak di Sianjur

Mula-Mula Kecamatan Sianjur Mula-Mula, Kabupaten Samosir.

Dalam cerita Batu Hobon ini terdapat tiga latar yaitu:

- Latar tempat

- Latar waktu

- Latar sosial

1) Latar tempat

Latar tempat dilihat dari sudut geografis, di mana kejadian itu berada yang

menyangkut nama-nama tempat. Cerita Batu Hobon ini dilatarkan dalam enam

tempat yaitu di Sianjur Mula-Mula, Pusuk Buhit, Huta Parik Sabungan, Aek Batu

Sawan, Hutan di atas Sabulan, dan Batu Hobon.

Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut:

“…Najolo, dihaporsea i halak Batak do si Raja Batak di baga-bagahon

Mulajadi Nabolon laos toho sahat tu Pussuk Buhit. Dungi dipalima sada

huta di sada luat ima nanigoari Sianjur Mula-Mula Tompa. Molo huta i

49
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
laos toho dipudi ni Pussuk Buhit, jala di holang-holang i huta Sagala

dohot huta Limbong Mulana, molo dompak habissaran disima Pussuk

Buhit, molo dompak hasundutan disima Hariara Pittu. Jala dompak

utara disima Huta Sagala, molo dompak selatan disima Huta Limbong

Mulana. Adong do dua dalan sian darat molo naeng tu Pussuk Buhit.

Naparjolo ima sian Tomok (Habissaran) jala napaduahon ima sian Tele

(Hasundutan). Ianggo Ompungta si Raja Batak 2 do ianakkon na ima

Guru Tatea Bulan (si Raja Lontung) dohot si Raja Isumbaon (Raja

Sumba). Andorang somarujung ngolu dope si Raja Batak. Adong do

tading-tadingan dipasahat tu anak na nadua i. Molo tu Guru Tatea

Bulan dipasahat ma Pustaha Batak, ima namarisihon hasaktion

parbinotoan taringot hadatuan i dohot ilmu marmossak dohot

dihajagaron. Molo tu Raja Isumbaon dilehon do ima Tumbaga Holing

ima namarisi tutur ni harajaon tarsongon uhum, pangulaan, martiga-

tiga. Dung marujung ngolu si Raja Batak dipuhuti anakna nadua ima

mangulahon ulaon na.

Terjemahan :

“…Dahulu, si Raja Batak yang dipercayai oleh masyarakat Batak

diturunkan langsung dari Pusuk Buhit kemudian membangun sebuah

perkampungan di salah satu lembah gunung yang bernama Sianjur Mula-

Mula Tompa. Letak perkampungan itu berada di garis lingkar Pusuk Buhit

di lembah Sagala dan Limbong Mulana, sebelah timur perkampungan

Limbong, sebelah barat Sagala, sebelah utara Gunung Pusuk Buhit, dan

50
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sebelah selatan Hariara Pintu. Ada dua arah jalan dataran menuju Pusuk

Buhit. Satu dari arah Tomok (bagian Timur) dan satu lagi dari dataran

tinggi Tele. Si Raja Batak memiliki dua orang anak yaitu,

1) Guru Tatea Bulan yang sering juga disebut dengan ILONTUNGAN

alias si MANGARATA alias TOGA DATU.

2) Raja Isumbaon (si Raja Sumba).

Sebelum meninggal, si Raja Batak sempat mewariskan “Piagam Wasiat”

kepada kedua anaknya Guru Tatea Bulan dan Raja Isumbaon. Guru Tatea

Bulan mendapat “Surat Agung” yang berisi ilmu pendukunan atau

kesaktian, pencak silat dan keperwiraan. Sedangkan, Raja Isumbaon

mendapat “Tumbaga Holing” yang berisi kerajaan ( Tatap – Raja ), hukum

atau peradilan, persawahan, dagang, dan seni mencipta.

Mulajadi Nabolon atau Tuhan Yang Maha Esa mengirimkan tujuh gadis dari

khayangan ke Pusuk Buhit untuk diperkenalkan kepada Guru Tatea Bulan, putra

dari nenek moyang orang Batak, si Raja Batak.

Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut:

“…Ditingki i dibaga-bagahon Ompungta Mulajadi Nabolon do pitu anak

boru sian banua ginjang tu Pussuk Buhit jala dipatandahon ma tu Guru

Tatea Bulan. Jala ditingki i tarberengni Guru Tatea Bulan halaki maridi

di Tala, jala attar dao do inganan paridian i hira-hira satonga jom ma

mardalan pat andorang gunung Pussuk Buhit. Dung di ida Guru Tatea

Bulan anak boru namaridi i, laos dihabarinihon rohana do mambuat ulos

51
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ni anak boru i.Dungkon sae maridi na pitu boru khayangan naeng hatop

ma halaki mulak tu banua ginjang, ”Beta nunga naeng botari nunga

tikkina ma hita mulak..”, ninna sada boru khayangan i. Alai tikki naeng

marhobas mulak adong sada boru na sian khayangan i hamagoan abit na

alani i dang boi ibana mulak tu banua ginjang. Didok ibana tu akka

dongan-dongan na,“Abit hu nga mago dang huboto manang ise na

manakko au pe dang boi mulak tu banua ginjang molo so adong abit

i..!!”, gabe lomos ma roha ni na onom i donganna i pe ikkon do mulak.

Sada na i tading ma i di pusuk buhit dang boi ibana mulak tu banua

ginjang, alana abit na pe mago ai dang diboto ibana hut ni dang tagam

rohana na mambuat i Guru Tatea Bulan.

Terjemahan :

“…Pada waktu itu, Mulajadi Nabolon atau Tuhan Yang Maha Esa

mengirimkan tujuh gadis dari khayangan ke Pusuk Buhit untuk

diperkenalkan kepada Guru Tatea Bulan, putra dari nenek moyang orang

Batak, si Raja Batak. Ketika itu, Guru Tatea Bulan mendapati mereka

sedang mandi di Tala yang jaraknya sedikit jauh sekitar 30 menit

perjalanan kaki sebelum puncak tertinggi Pusuk Buhit. Melihat gadis-

gadis cantik yang sedang mandi, saat itu juga secara diam – diam Guru

Tatea Bulan memberanikan diri untuk mengambil kain milik salah satu

perempuan surgawi itu. Selesai mandi ke tujuh gadis khayangan tadi

ingin segera kembali ke langit “Mari, hari sudah beranjak sore sudah

waktunya kita kembali...” kata salah seorang gadis khayangan. Akan

52
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
tetapi pada waktu mereka bersiap-siap pulang salah satu gadis dari

khayangan itu kehilangan kain miliknya sehingga dia tidak dapat

kembali ke langit. Dia berkata kepada saudaranya, “kain milikku hilang,

aku tidak tau siapa yang mengambilnya dan aku tidak dapat kembali ke

langit tanpa kain itu..” dengan sangat berat hati keenam saudaranya itu

pun harus kembali. Satu lagi tinggal di Pusuk Buhit, dia tidak dapat

kembali ke asalnya karena kain miliknya telah diambil dan dia sama

sekali tidak tau dan tak menyangka bahwa yang mengambilnya adalah

Guru Tatea Bulan.

Setelah mereka menikah Guru Tatea Bulan dan isterinya memilih bermukim di

Sianjur Mula-Mula tepatnya di Parik Sabungan, di kaki Gunung Pusuk Buhit.

Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut:

“…Tarpangan situtu ma rohani Guru Tatea Bulan marnida anak boru

nasian banua ginjang i, jala arop do roha ni Guru Tatea Bulan asa boi

tong rap nasida. Dungi diboan Guru Tatea Bulan ma anak boru i tu

bagasna. Jala diajarima anak boru i marhata Batak dohot romangni

adat Batak asa boi songon jolma nasitutu, alai nang pe songoni dang

olo Guru Tatea Bulan mangotani anak boru i dijabuna. Ganup ari ma

halaki pajumpang, jala sian parjolo marsitandaan bunga holong rohani

Guru Tatea Bulan marnida haulion, haserepon ni anak boru nasian

banua ginjang i. Dibagas rohani Guru Tatea Bulan, marsangkap do

imana nanaeng bahenonna parsonduk bolonna anak boru i. Jala dang

53
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sadia leleng Guru Tatea Bulan pe mampojolohon dirina naeng

mamparsohotton si boru na dipilitna. Dungi mangadatima halaki.Dung

dipasaut anak boru i gabe parsonduk bolon ni Guru Tatea Bulan di baen

ma goar na gabe siboru Baso Burning ima namarlapatan boru ni

homang. Isiala naung mangadati Guru Tatea Bulan dohot siboru Baso

Burning gabe marhuta ma halaki di Sianjur Mula-Mula di huta Parik

Sabungan goarna.

Terjemahan :

“…Guru Tatea Bulan tertarik pada gadis cantik dari khayangan itu dan

menginginkannya untuk tetap tinggal bersamanya. Lalu, akhirnya Guru

Tatea Bulan membawa gadis itu ke rumahnya. Dia mengajarinya bahasa

dan adatnya agar menjadi orang yang beradab tetapi, dia tidak

menahannya di rumahnya. Hampir setiap hari mereka saling bertemu,

Guru Tatea Bulan yang sejak dari awal pertemuan sudah menaruh hati

pada gadis itupun jatuh hati melihat paras cantik juga kesederhanaan

yang dimiliki oleh gadis dari khayangan itu. Di dalam hati Guru Tatea

Bulan dia ingin memperistri gadis itu. Tak butuh waktu lama Guru Tatea

Bulan pun memberanikan diri untuk mempersunting gadis pilihannya

itu. Dan akhirnya mereka pun menikah. Guru Tatea Bulan yang sudah

sah menjadi suami dari gadis khayangan itu memberi nama panggilan

untuk istrinya dengan nama siboru Baso Burning yang artinya putri jadi-

jadian (boru ni homang). Setelah mereka menikah Guru Tatea Bulan dan

54
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
isterinya memilih bermukim di Sianjur Mula-Mula tepatnya di Parik

Sabungan, di kaki Gunung Pusuk Buhit.

Keempat orang putera Guru Tatea Bulan berencana ingin membunuh abangnya

Raja Biak-Biak karena fisiknya yang tak sempurna.Akan tetapi, ibu mereka

mengetahui niat anak-anaknya itu dan ibunya langsung membawa Raja Biak-Biak

ke Aek Batu Sawan untuk disembunyikan di sana.

Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut:

“…Dung sahat halaki di jabu denggan ma dibaen halaki nanaeng

pamatehon hahanai. Alai dinaso pamotoan ni halaki dibege siboru Baso

Burning panghataion nihalaki sian pudi ni pintu ni jabu i, jala langsung

ditopotma anakna si Raja Biak-Biak i, jala dipaboa ma sude rencana ni

angka anggina i jala dang diboto siboru Baso Burning naung diboto

anak nai panghataion nai tu Raja Biak-Biak. Ditingki i gabe torusma

dimuruhi anakna naopat i siboru Baso Burning, jala didok asa

dibalongkon hahanai umbahen i gabe diboan siboru Baso Burning ma si

Raja Biak-Biak i tu aek Batu Sawan. Attar dao ma sian huta Parik

Sabungan jonok tu Pussuk Buhit. Jala jonok aek i adong ma batu na

marliang, tarsongon baba ni gua, disima i baen Raja Biak-Biak i jala

tinggal ma disi sahalak na. Ganup ari ma siboru Baso Burning

manaruhon sipanganon na, dohot paridihon si Raja Biak-Biak tu aek

Batu Sawan.

55
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Terjemahan :

“…Setibanya mereka di rumah mereka langsung mengatur rencana

untuk membunuh abangnya tersebut. Tetapi dari balik pintu rumah

secara tak sengaja ibu mereka mendengar semua pembicaraan anak-

anaknya dan langsung menemui Raja Biak-Biak lalu menceritakan

kembali semua apa yang didengarkannya tadi. Namun, ibunya tidak

menyangka kalau pembicaraannya dengan Raja Biak-Biak juga telah

diketahui oleh keempat orang anak-anaknya yang ingin membunuh Raja

Biak-Biak. Sejak saat itu, dia terus ditekan oleh empat putranya untuk

membuang abangnya itu. Kejadian itu, membuat istri Guru Tatea Bulan

akhirnya membawa Raja Biak-Biak ke lokasi air terjun Batu Sawan

yang terletak sekitar satu kilometer dari kampung Parik Sabungan ke

arah puncak gunung. Tidak jauh dari air terjun itu terdapat batu berliang

seperti, mulut gua dan di sanalah Raja Biak-Biak ditinggalkan sendirian

oleh ibunya. Setiap hari ibunya diam-diam mengantarkan nasi untuk

Raja Biak-Biak di Batu Liang. Dia juga memandikan anaknya itu di air

terjun Batu Sawan.

Akibat ulah dari Tuan Saribu Raja dan siboru Pareme yang berbuat cinta terlarang

kini siboru Pareme pun hamil. Kehamilannya pun telah diketahui saudara-

saudaranya yang lain termasuk juga warga kampung. Dia dibuang ke sebuah

hutan di atas Sabulan, salah satu daerah yang dianggap sebagai sarang harimau.

56
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut:

“…Dung sotarida be Raja Uti, marhamulian be angka anggina i jala

nunga marianakkhon dohot marpahompu. Tamba torop ma angka jolma

dihutai. Alai adong do nahurang denggan di anggini si Raja Uti i, adong

sahalak anggina dioli ibotona, ima Tuan Saribu Raja dioli ma ibotona

siboru Pareme. Alani pambahenan nai gabe mardenggan daging ma

siboru Pareme. Jala nunga tangkas diboto angka anggina i songoni

dohot angka dongan sahuta na. Dungi ala so adat jala dang uhum

naniula ni Tuan Saribu Raja dohot siboru Pareme i rim ma halaki

naingkon pamateona halaki nadua. Alai nungga sangga mardenggan

daging siboru Pareme dang saut be dipamate halaki. Gabe dipalaoma

siboru Pareme tu dolokni sabulan, ai disi do gok babiat jala didok

Limbong Mulana dohot angka anggina nai ma “Tumagon ma babiat i

pamatehon, anggosoi hassit nisitaonon i ma pamatehon i.

Terjemahan :

“…Setelah kejadian hilangnya Raja Uti, keempat orang adik laki-lakinya

pun telah menikah dan beranak cucu. Warga kampung pun semakin

banyak. Akan tetapi, ada yang janggal di antara empat orang adik laki-

laki Raja Uti ada salah seorang adiknya yang mengawini adiknya sendiri

yaitu Tuan Saribu Raja yang menikahi siboru Pareme kembarannya.

Akibat ulah dari Tuan Saribu Raja dan siboru Pareme yang berbuat cinta

terlarang kini siboru Pareme pun hamil. Kehamilannya pun telah

diketahui saudara-saudaranya yang lain termasuk juga warga kampung.

57
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lalu, adat dan kesepakatan di kampung itu menetapkan hukuman mati

bagi mereka berdua. Namun karena siboru Pareme tengah mengandung

jadi tak boleh dibunuh. Dia dibuang ke sebuah hutan di atas Sabulan,

salah satu daerah yang dianggap sebagai sarang harimau.Limbong

Mulana dan adik-adiknya lalu berkata, ”biarlah harimau itu yang

membunuhnya, kalau bukan kelaparan dan deritanya sendiri..”

Tuan Saribu Raja ternyata telah mempersiapkan peti batu untuk menyimpan harta

warisan ayahnya Guru Tatea Bulan. Dia menyimpan harta warisan itu di dalam

sebuah batu dengan harapan suatu saat dia akan mengambilnya kembali. Peti Batu

ini terletak di antara Huta Sagala dan Limbong tepatnya di kaki Dolok Pusuk

Buhit.

Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut:

“…Jala ditingki i nungga denggan dipature Tuan Saribu Raja inganan

ni arta i. Ditabunihon ma angka arta i dibagasan sada batu nabalga,

jala hisim rohana naingkon alaponna haduan artai muse.Ianggo batu

toho pas diholang-holang ni huta Sagala dohot huta Limbong jala jonok

tu gunung Pusuk Buhit. Jala batu i adong do pintuna, jala pussu ni batu

i pe tarsongon rupani jantung adong muse lobang na. Disabola

hambiran na i adong do sada tanda nagabe tarsonggon kuncina, jala

holan Tuan Saribu Raja do naumbotosa i.Ianggo goarni batu inganan ni

angka arta i didokma goarna Batu Hobon, Hobon lapatanna poti.

Umbahen didokpe songoni ima ala marlobang do dibagas batu i. Jala

batu i ima sada lubang tarsongon goa jala adong hasahatanna huluat na

58
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
asing. Di Batu Hobon i ima tading angka arta ni Guru Tatea Bulan ima

nabinahe ni Tuan Saribu Raja. Molo songon arta tading-tadingan ni

Guru Tatea Bulan i ima : Gondang Saparangguan, Pagar, Hujur Somba

Baho, Piso Solom Debata, Pungga Haomasan, Tintin Sipajadi-jadi,

Tawar Sipagabang-gabang, Sipagubung-ubung, Sipangolu namate,

Siparate naung busuk. Sude nai dibahen ma inganan na lak-lak manang

pustaha, na di surat dohot aksara Batak.

Terjemahan :

“…Tuan Saribu Raja ternyata telah mempersiapkan peti batu untuk

menyimpan harta warisan ayahnya Guru Tatea Bulan. Dia menyimpan

harta warisan itu di dalam sebuah batu dengan harapan suatu saat dia

akan mengambilnya kembali.

Peti Batu ini terletak di antara Huta Sagala dan Limbong tepatnya

di kaki Dolok Pusuk Buhit. Peti batu tersebut dilengkapinya dengan

tutup batu di mana pada bagian ujung batu ini berbentuk seperti

“jantung” dengan beberapa “kode” lubang. Di sisi kiri depan terdapat

segel batu, yang berfungsi sebagai kunci “rahasia” pembuka yang hanya

diketahui oleh Tuan Saribu Raja. Peti Batu tempat penyimpanan harta

pusaka ini dinamakan Batu Hobon karena Hobon artinya peti. Disebut

demikian karena bentuknya berupa batu berdiameter satu meter dengan

bagian bawah berongga. Batu ini juga merupakan sebuah lorong yang

mungkin saja di dalamnya berbentuk seperti goa dan punya tembusan ke

berbagai tempat lain. Di dalam Batu Hobon inilah terdapat peninggalan-

59
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
peninggalan harta pusaka Guru Tatea Bulan yang disimpan oleh Tuan

Saribu Raja. Adapun harta pusaka tersebut adalah Gondang

Saparangguan ( Seperangkat Gendang Batak ), Pagar ( Ramuan

penangkal penyakit ), Hujur Somba Baho ( Tombak bertuah ), Piso

Solom Debata ( Pedang bertuah ), Pungga Haomasan ( Batu gosok emas

),Tintin Sipajadi – jadi ( Cincin ajaib), danTawar Sipagabang – abang,

Sipagubung – ubung, Sipangolu na Mate, Siparate Naung Busuk ( Obat

yang mampu menghidupkan yang sudah mati, serta menyegarkan

kembali yang telah busuk).

2) Latar waktu

Uraian tentang cerita Batu Hobon merupakan nama-nama tempat dan zaman

terjadinya suatu peristiwa. Latar yang terdapat pada legenda ini menghidupkan

suatu peristiwa pada zaman itu.

Latar waktu terjadinya cerita ini yakni :

1) Ketika waktu sore hari Mulajadi Nabolon atau Tuhan Yang Maha Esa

mengirimkan tujuh gadis dari khayangan ke Pusuk Buhit untuk

diperkenalkan kepada Guru Tatea Bulan, putra dari nenek moyang orang

Batak, si Raja Batak.

2) Dan bertahun-tahun lamanya istri Guru Tatea Bulan (siboru Baso Burning)

kembali menemui anaknya yaitu Raja Biak-Biak yang sudah tak berdaya

lagi. Lalu mereka pun memohon kepada Mulajadi Nabolon. Dan Mulajadi

Nabolon pun mengabulkan permohonan mereka. Hingga ratusan tahun

60
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
berlalu Mulajadi Nabolon menyampaikan kabar lewat suara-suara yang tak

berwujud.

Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut:

“…Ditingki i dibaga-bagahon Ompungta Mulajadi Nabolon do pitu anak

boru sian banua ginjang tu Pussuk Buhit jala dipatandahon ma tu Guru

Tatea Bulan. Jala ditingki i tarberengni Guru Tatea Bulan halaki maridi

di Tala, jala attar dao do inganan paridian i hira-hira satonga jom ma

mardalan pat andorang gunung Pussuk Buhit. Dung di ida Guru Tatea

Bulan anak boru namaridi i, laos dihabarinihon rohana do mambuat

ulos ni anak boru i.Dungkon sae maridi na pitu boru khayangan naeng

hatop ma halaki mulak tu banua ginjang, ”Beta nunga naeng botari

nunga tikkina ma hita mulak..”, ninna sada boru khayangan i. Alai tikki

naeng marhobas mulak adong sada boru na sian khayangan i hamagoan

abit na alani i dang boi ibana mulak tu banua ginjang. Di dok ibana tu

akka dongan-dongan na,“Abit hu nga mago dang huboto manang ise na

manakko au pe dang boi mulak tu banua ginjang molo so adong abit

i..!!”, gabe lomos ma roha ni na onom i donganna i pe ikkon do mulak.

Terjemahan :

“…Pada waktu itu, Mulajadi Nabolon atau Tuhan Yang Maha Esa

mengirimkan tujuh gadis dari khayangan ke Pusuk Buhit untuk

diperkenalkan kepada Guru Tatea Bulan, putra dari nenek moyang orang

Batak, si Raja Batak. Ketika itu, Guru Tatea Bulan mendapati mereka

61
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sedang mandi di Tala yang jaraknya sedikit jauh sekitar 30 menit

perjalanan kaki sebelum puncak tertinggi Pusuk Buhit. Melihat gadis-

gadis cantik yang sedang mandi, saat itu juga secara diam – diam Guru

Tatea Bulan memberanikan diri untuk mengambil kain milik salah satu

perempuan surgawi itu. Selesai mandi ketujuh gadis khayangan tadi ingin

segera kembali ke langit “Mari, hari sudah beranjak sore sudah waktunya

kita kembali...” kata salah seorang gadis khayangan. Akan tetapi pada

waktu mereka bersiap-siap pulang salah satu gadis dari khayangan itu

kehilangan kain miliknya sehingga dia tidak dapat kembali ke langit. Dia

berkata kepada saudaranya, “kain milikku hilang, aku tidak tau siapa

yang mengambilnya dan aku tidak dapat kembali ke langit tanpa kain

itu..” dengan sangat berat hati keenam saudaranya itu pun harus kembali.

Kutipan cerita berikutnya, hal ini dilihat dalam contoh berikut:

“…Dung martaon-taon leleng na, laho ma muse siboru Baso Burning tu

aek Batu Sawan, manang mangalean mangan anakna si Raja Biak-Biak i.

Alai tarsanggot ma siboru Baso Burning i, dung dibereng madabu sian

batu liang i si Raja Biak-Biak. Lungun ma dihilala rohana, dungi

martamiang ma ibana tu Ompung Mulajadi Nabolon, “Dang tarpabereng-

bereng au be hassit ni sitaonon ni anakhon seleleng ngoluna…”

Terjemahan :

“…Bertahun – tahun kemudian, istri Guru Tatea Bulan kembali menaiki

Gunung Pusuk Buhit untuk menemui dan memberi makan anaknya siRaja

62
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Biak-Biak. Namun, dia terkejut melihat Raja Biak-Biak sudah terjatuh

berguling – guling dari Batu Liang. Dia sedih, lalu berdoa, “Ompung

Mulajadi Nabolon, saya sudah tidak sanggup lagi melihat anak saya

tersiksa seperti ini selama hidupnya.”

Kutipan cerita berikutnya, hal ini dilihat dalam contoh berikut:

“…hape naung dipasaut Mulajadi Nabolon do sangkapni si Raja Biak-

Biak i. Dilehon ma tangan, pat, jala dilehon ma muse dohot habang,

dohot ihur, jala (sattabi) mamussung songon babi. Ditingki i didok

Ompung Mulajadi Nabolon ma : “Nangpe dang suman pamatangmu

songon jolma naasing i, alai adong do hasaktion mu. Dang jadi ho

matua, dang boi ho mate, alai ho ma nagabe panggom-gomon diangka

saluhut jolma nanaeng pasahathon elek-elek dohot pangidoan…” ninna

Ompung Mulajadi Nabolon umbahen i hubaen ma goarmu Raja

Hatorusan manang Raja Uti.

Dung sadia leleng dipaboa Mulajadi Nabolon ma tu angka jolma dohot

suara alai dang tarida pamatangna didokma, “Ei manisia, gelleng mi

ndang mate…”

Terjemahan :

“…Mulajadi Nabolon ternyata mengabulkan permohonan Raja Biak-

Biak. Ia diberi tangan, kaki, bahkan diberi sayap, ekor, dan mulutnya

seperti (maaf) moncong babi. Ketika itu Mulajadi Nabolon berkata :

“Walau bentuk tubuhmu tidak sempurna seperti manusia biasa, tetapi

63
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kamu punya keistimewaan, tidak akan pernah tua, tidak akan mati dan

kamu akan menjadi perantara manusia yang akan memberikan

persembahan kepadaku. Karena itu kuberi kamu gelar RAJA

HATORUSAN atau juga RAJA UTI.”

Ratusan tahun berlalu, Mulajadi Nabolon menyampaikan kabar

lewat suara-suara tak berwujud kepada warga di kaki Pusuk Buhit : “Ei,

manisia, gellengmi ndang mate.”

3) Latar Sosial

Latar sosial adalah gambaran kehidupan masyarakat dalam kurun waktu dan

tempat tertentu yang dilakukan dalam cerita. Latar sosial menyarankan kepada

hal-hal yang berkaitan dengan perilaku kehidupan sosial mayarakat.

Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut:

“…Jala najolo sai adong do jolma nanaeng mambuka Batu Hobon i ,

jala naeng mambuat arta ni Guru Tatea Bulan i, alai nanggo apala

sahalak pe dang adong naboi mambuat arta i, gabe rodo parsitaonon tu

halaki, sipata oloma gabe mate tompu. Jala sahat tu saonnari tong do

denggan diparorot Batu Hobon i, jala dang olo be jolma mambukka

batu i, jala molo adong be jolma nanaeng marnida batu i ikkon nasian

las niroha na do tusi, isiala hasaktion ni batu i.

64
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Terjemahan :

“…Konon katanya, beberapa kali oknum tertentu secara tidak sah

berupaya membongkar Batu Hobon dengan paksa untuk mengambil

harta pusaka Guru Tatea Bulan, tetapi tidak seorang pun ada yang

berhasil, bahkan mereka terkena “tulah” meninggal secara tidak wajar.

Hingga kini Batu Hobon tetap terjaga utuh sebagai situs budaya Batak,

dan belum pernah ada lagi yang mencoba membukanya. Bila orang yang

ingin melihat atau sekedar berkunjung ke tempat Batu Hobon ini baiklah

mereka memiliki hati serta niat yang bersih karena tempat ini begitu

sakral.

65
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.1.4 Perwatakan

Perwatakan dapat disebut juga sebagai penokohan.Perwatakan dapat

digambarkan secara langsung dan tidak langsung dari tokoh-tokoh cerita Batu

Hobon. Perwatakan dalam cerita Batu Hobon ini dapat kita bagi berdasarkan sifat-

sifat tokoh dalam cerita :

1. Si Raja Batak,

2. Guru Tatea Bulan,

3. Siboru Baso Burning,

4. Raja Biak-Biak,

5. Tuan Saribu Raja, dan

6. Si boru Pareme

Skripsi ini akan membahas watak-watak tokoh cerita Batu Hobon yang

sangat mendasar dalam cerita.

(1). Si Raja Batak

Si Raja Batak adalah seorang yang pertama membangun sebuah

perkampungan disalah satu lembah gunung yang bernama Sianjur Mula-Mula

Tompa.Kita dapat melihat bahwa tokoh ini mempunyai sifat yang bijaksana

kepada anak-anaknya.Dia mempunyai kepribadian yang patut dicontoh dan

diteladani.

66
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Hal ini dapat kita lihat pada contoh berikut ini :

“…Najolo, dihaporsea i halak Batak do si Raja Batak dibaga-bagahon

Mulajadi Nabolon laos toho sahat tu Pussuk Buhit. Dungi dipalima

sada huta disada luat ima nanigoari Sianjur Mula-Mula Tompa. Molo

huta i laos toho di pudi ni Pussuk Buhit, jala di holang-holang i huta

Sagala dohot huta Limbong Mulana, molo dompak habissaran disima

Pussuk Buhit, molo dompak hasundutan disima Hariara Pittu. Jala

dompak utara disima Huta Sagala, molo dompak selatan disima Huta

Limbong Mulana. Adong do dua dalan sian darat molo naeng tu

Pussuk Buhit. Naparjolo ima sian Tomok (Habissaran) jala

napaduahon ima sian Tele (Hasundutan). Ianggo Ompungta si Raja

Batak 2 do ianakkon na ima Guru Tatea Bulan (si Raja Lontung)

dohot si Raja Isumbaon (Raja Sumba). Andorang somarujung ngolu

dope si Raja Batak. Adong do tading-tadingan dipasahat tu anak na

nadua i. Molo tu Guru Tatea Bulan dipasahat ma Pustaha Batak, ima

namarisihon hasaktion parbinotoan taringot hadatuan i dohot ilmu

marmossak dohot dihajagaron. Molo tu Raja Isumbaon dilehon do ima

Tumbaga Holing ima namarisi tutur ni harajaon tarsongon uhum,

pangulaan, martiga-tiga. Dung marujung ngolu si Raja Batak dipuhuti

anakna nadua ima mangulahon ulaon na. Guru Tatea Bulan tongdo

tading dihutani si Raja Batak jala si Raja Isumbaon lao mangaratto.

67
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Terjemahan :

“…Dahulu, si Raja Batak yang dipercayai oleh masyarakat Batak

diturunkan langsung dari Pusuk Buhit kemudian membangun sebuah

perkampungan di salah satu lembah gunung yang bernama Sianjur

Mula-Mula Tompa. Letak perkampungan itu berada di garis lingkar

Pusuk Buhit di lembah Sagala dan Limbong Mulana, sebelah timur

perkampungan Limbong, sebelah barat Sagala, sebelah utara Gunung

Pusuk Buhit, dan sebelah selatan Hariara Pintu. Ada dua arah jalan

dataran menuju Pusuk Buhit. Satu dari arah Tomok (bagian Timur)

dan satu lagi dari dataran tinggi Tele. Si Raja Batak memiliki dua

orang anak yaitu,

2. Guru Tatea Bulan yang sering juga disebut dengan

ILONTUNGAN alias si MANGARATA alias TOGA DATU.

3. Raja Isumbaon (si Raja Sumba).

Sebelum meninggal, si Raja Batak sempat mewariskan “Piagam

Wasiat” kepada kedua anaknya itu. Anaknya yang pertama Guru Tatea

Bulan mendapat “Surat Agung” yang berisi ilmu pendukunan atau

kesaktian, pencak silat, dan keperwiraan. Sedangkan anaknya yang

kedua Raja Isumbaon mendapat “Tumbaga Holing” yang berisi

kerajaan (Tatap – Raja), hukum atau peradilan, persawahan, dagang,

dan seni mencipta. Sepeninggal ayahnya si Raja Batak kedua anak-

anaknya mulai menjalani kehidupannya masing – masing. Anaknya

yang pertama itu, Guru Tatea Bulan memilih tetap tinggal di

68
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
perkampungan si Raja Batak sementara itu adiknya Raja Isumbaon

pergi merantau.

(2). Guru Tatea Bulan

Di dalam cerita ini dapat diketahui bahwa Guru Tatea Bulan adalah putera

pertama dari si Raja Batak yang mempunyai watak ramah, santun kepada

orangtua, penyayang, sabar, dan ikhlas.

Hal ini dapat kita lihat pada contoh berikut ini :

“…Ditingki i dibaga-bagahon Ompungta Mulajadi Nabolon do pitu

anak boru sian banua ginjang tu Pussuk Buhit jala dipatandahon ma

tu Guru Tatea Bulan. Jala ditingki i tarberengni Guru Tatea Bulan

halaki maridi di Tala, jala attar dao do inganan paridian i hira-hira

satonga jom ma mardalan pat andorang gunung Pussuk Buhit. Dung

di ida Guru Tatea Bulan anak boru namaridi i, laos dihabarinihon

rohana do mambuat ulos ni anak boru i.

Dungkon sae maridi na pitu boru khayangan naeng hatop ma

halaki mulak tu banua ginjang, ”Beta nunga naeng botari nunga

tikkina ma hita mulak..”, ninna sada boru khayangan i. Alai tikki

naeng marhobas mulak adong sada boru na sian khayangan i

hamagoan abit na alani i dang boi ibana mulak tu banua ginjang. Di

dok ibana tu akka dongan-dongan na,“Abit hu nga mago dang huboto

manang ise na manakko au pe dang boi mulak tu banua ginjang molo

so adong abit i..!!”, gabe lomos ma roha ni na onom i donganna i pe

69
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ikkon do mulak. Sada na i tading ma i di pusuk buhit dang boi ibana

mulak tu banua ginjang, alana abit na pe mago ai dang diboto ibana

hut ni dang tagam rohana na mambuat i Guru tatea bulan.

Tarpangan situtu ma rohani Guru Tatea Bulan marnida anak boru

nasian banua ginjang i, jala arop do roha ni Guru Tatea Bulan asa boi

tong rap nasida. Dungi diboan Guru Tatea Bulan ma anak boru i tu

bagasna. Jala diajarima anak boru i marhata Batak dohot romangni

adat Batak asa boi songon jolma nasitutu, alai nang pe songoni dang

olo Guru Tatea Bulan mangotani anak boru i dijabuna.

Terjemahannya :

“…Pada waktu itu, Mulajadi Nabolon atau Tuhan Yang Maha Esa

mengirimkan tujuh gadis dari khayangan ke Pusuk Buhit untuk

diperkenalkan kepada Guru Tatea Bulan, putra dari nenek moyang

orang Batak, si Raja Batak. Ketika itu, Guru Tatea Bulan mendapati

mereka sedang mandi di Tala yang jaraknya sedikit jauh sekitar 30

menit perjalanan kaki sebelum puncak tertinggi Pusuk Buhit. Melihat

gadis-gadis cantik yang sedang mandi, saat itu juga secara diam – diam

Guru Tatea Bulan memberanikan diri untuk mengambil kain milik

salah satu perempuan surgawi itu. Selesai mandi ketujuh gadis

khayangan tadi ingin segera kembali ke langit “Mari, hari sudah

beranjak sore sudah waktunya kita kembali...” kata salah seorang gadis

khayangan. Akan tetapi pada waktu mereka bersiap-siap pulang salah

70
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
satu gadis dari khayangan itu kehilangan kain miliknya sehingga dia

tidak dapat kembali ke langit. Dia berkata kepada saudaranya, “kain

milikku hilang, aku tidak tau siapa yang mengambilnya dan aku tidak

dapat kembali ke langit tanpa kain itu..” dengan sangat berat hati

keenam saudaranya itu pun harus kembali. Satu lagi tinggal di Pusuk

Buhit, dia tidak dapat kembali ke asalnya karena kain miliknya telah

diambil dan dia sama sekali tidak tau dan tak menyangka bahwa yang

mengambilnya adalah Guru Tatea Bulan.

Guru Tatea Bulan tertarik pada gadis cantik dari khayangan itudan

menginginkannya untuk tetap tinggal bersamanya.Lalu, akhirnya Guru

Tatea Bulan membawa gadis itu ke rumahnya. Dia mengajarinya

bahasa dan adatnya agar menjadi orang yang beradab akan tetapi, dia

tidak menahannya di rumahnya.

Kutipan cerita berikutnya, hal ini dilihat dalam contoh berikut:

“…Dapot ma tingkina Mulajadi Nabolon ro huhut mangido pelean na

hea dihataon Guru Tatea Bulan. Guru Tatea Bulan pe mangoloi

padanna huhut mamboan anak na Tuan Saribu Raja nanaeng i

ponggol huhut gabe pelean tu Mulajadi nabolon alai alana mangoloi

do rohana Guru Tatea Bulan na ias rohana anak na gabe pelean.

Tuan Saribu Raja pe dang manjua na ikkon gabe hurban pelean.

Dungi ujung na dipangoluon Mulajadi Nabolon ma muse laos dilehon

ma pasu-pasu tu halaki.

71
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Terjemahannya :

“…Tibalah saatnya Mulajadi Nabolon datang dan meminta

persembahan yang telah dijanjikan oleh Guru Tatea Bulan. Guru Tatea

Bulan pun menepati janjinya dengan membawa anaknya Tuan Saribu

Raja untuk dipotong dan dipersembahkan kepada Mulajadi Nabolon

akan tetapi karena kerelaan hati Guru Tatea Bulan yang ikhlas anaknya

dijadikan persembahan dan Tuan Saribu Raja pun tidak menolak

menjadi korban persembahan. Akhirnya, Mulajadi Nabolon lalu

menghidupkannya kembali serta memberikan berkat pada mereka.

(3). Siboru Baso Burning

Siboru Baso Burning adalah istri dari Guru Tatea Bulan. Watak siboru

Baso Burning dalam cerita Batu Hobon adalah siboru Baso Burning seorang ibu

yang penyayang, baik hati, selalu tekun dalam doa, dan sabar menjalani hidup.

Hal ini dapat kita lihat pada contoh berikut ini :

“…Dihalolong siboru Baso Burning do anak na nasia i. Lumobima si

Raja Biak-Biaknangpe dang suman pamatangna. Ganup ari dohot do

angka anggini si Raja Biak-Biak mangurupi amang dohot inong na tu

balian laho mangula alai molo RajaBiak-Biak dang boi dohot jala

tading di jabu ma imana. Ganup ari andorang solao dope inong nai tu

balian dilompa do indahan natabo, asa adong panganan ni Raja Biak-

Biak.Alai anggi ni si Raja Biak-Biak na opat i gabe dang lomo rohana

marnida holong ni roha ni inong nai. Gabe sai dipingkiri angka

72
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
anggina i na boasa sai holan hami ganup ari tu balian mangurupi

damang dohot dainang, hape si Raja Biak-Biak holan dijabu do jala

dang hea mangulahon manang aha, jala sipanganna pe ikkon

dipaturedo andorang so lao inong.

Terjemahan :

“…Siboru Baso Burning sangat mencintai kesembilan orang anaknya.

Khususnya kepada Raja Biak-Biak yang fisiknya tidak normal. Setiap

hari adik-adiknya Raja Biak-Biak selalu ikut membantu ibu dan

bapaknya pergi ke ladang bertani terkecuali, Raja Biak-Biak

dikarenakan kondisi tubuhnya yang tidak normal membuatnya tetap

tinggal di rumah dan tidak melakukan kegiatan apapun. Setiap pagi

sebelum ibunya pergi berangkat ke ladang ibunya mesti menanak beras

yang enak dulu, agar bisa dimakan oleh Raja Biak-Biak.

Kutipan cerita berikutnya, hal ini dilihat dalam contoh berikut:

“…Dungi siboru Baso Burning dohot Guru Tatea Bulan alani lungun

ni rohana, diboan ma Raja Biak-Biak tu Pusuk Buhit. Martamiang ma

halaki disi sadari saborngin lelengna.Huhut manetehi iluna, sai

martamiang do Guru Tatea Bulan dohot siboru Baso Burning,

“Ompung manang boha pe annon anak namion hupasahat hami ma tu

ho, molo pe naeng pasauton mu do imana gabe jolma nasuman,

73
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
manang na gabe alogo do hupasahat hami ma tu Ho ale Tuhan…”.

Dungi, dinaso panagaman tompu ma mago Raja Biak-Biak jala dang

tarida imana. Jala di tadinghon ma sahalakna di Pusuk Buhit i, hape

naung dipasaut Mulajadi Nabolon do sangkapni si Raja Biak-Biak i.

Dilehon ma tangan, pat, jala dilehon ma muse dohot habang, dohot

ihur, jala (sattabi) mamussung songon babi.

Terjemahan :

“…Akhirnya, dia dan suaminya Guru Tatea Bulan dengan berat hati

membawa Raja Biak-Biak ke puncak tertinggi Gunung Pusuk Buhit.

Selama sehari semalam mereka berdoa dipuncak dan tidur disana.

Sambil menangis, Guru Tatea Bulan dan istrinya itu berdoa, “Ompung,

bagaimana pun jadinya kelak anak kami ini, Engkaulah yang tahu.

Apakah dia akan jadi manusia yang normalatau menjadi angin kami

pasrahkan dia kedalam tangan-Mu.”Lalu, Raja Uti pun seketika

menghilang dan tak kelihatan lagi wujudnya karena diselimuti oleh

angin dan dia pun ditinggalkan sendirian di puncak tertinggi Gunung

Pusuk Buhit. Mulajadi Nabolon ternyata mengabulkan permohonan

Raja Biak-Biak. Ia diberi tangan, kaki, bahkan diberi sayap, ekor, dan

mulutnya seperti (maaf) moncong babi.

74
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(4). Raja Biak – Biak

Raja Biak-Biak / Raja Uti / Raja Gumelenggeleng adalah putera

pertamadari Guru Tatea Bulan dan siboru Baso Burning yang mempunyai watak

yang baik hati, pemberani,dan sabar menerima keadaan.

Hal ini dapat kita lihat pada contoh berikut ini :

“…Isiala imana ma anak naumbalga sian Guru Tatea Bulan,

dipangidohon Raja Biak-Biak ma tu inongna asa borhat halaki tu

Pusuk Buhit nanaeng pasahathon pangidoanna tu Ompung Mulajadi

Nabolon, asa gabe dipasaut ibana gabe Raja isiala imana do anak

naumbalga, jala imana do naikkon saut gabe Raja. Jala dipangidohon

Raja Biak-Biak do asa gabe denggan rupani pamatang nai.Alai didok

Raja Biak-Biak ima tu inong nai, “diama naboi tarbahen au dainang,

ai somargogo au. Alani sitaononkon gabe leasdo rohani angka

anggiku marnida au...”

Terjemahan :

“…Sebagai keturunan yang pertama dari Ompu Guru Tatea Bulan,

Raja Biak-Biak ingin meminta ijin kepada ibunya untuk pergi ke Pusuk

Buhit demi memohon kepada Mulajadi Nabolon agar boleh dia

dijadikan menjadi raja diantara saudara – saudaranya yang lain karena

dia adalah putra sulung yang pertama keluar dari rahim ibunya jadi

pantaslah dia yang menjadi raja. Raja Biak-Biak juga memohon

kepada Mulajadi Nabolon agar disempurnakan. Kemudian Raja Biak-

75
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Biak berkata kepada ibunya, “tapi apa dayaku bu, sebagai seorang

yang tidak sempurna sebagai manusia yang selalu dianggap remeh oleh

saudara-saudaraku.”

Kutipan cerita berikutnya, hal ini dilihat dalam contoh berikut:

“…Ditingki i didok Ompung Mulajadi Nabolon ma : “Nangpe dang

suman pamatangmu songon jolma naasing i, alai adong do hasaktion

mu. Dang jadi ho matua, dang boi ho mate, alai ho ma nagabe

panggom-gomon diangka saluhut jolma nanaeng pasahathon elek-elek

dohot pangidoan…” ninna Ompung Mulajadi Nabolon umbahen i

hubaen ma goarmu Raja Hatorusan manang Raja Uti. Dungsadia

leleng dipaboa Mulajadi Nabolon ma tu angka jolma dohot suara alai

dang tarida pamatangna didokma, “Ei manisia, gelleng mi ndang

mate…”

Terjemahan :

“…Mulajadi Nabolon ternyata mengabulkan permohonan RajaBiak-

Biak. Ia diberi tangan, kaki, bahkan diberi sayap, ekor, dan mulutnya

seperti (maaf) moncong babi. Ketika itu Mulajadi Nabolon berkata :

“Walau bentuk tubuhmu tidak sempurna seperti manusia biasa, tetapi

kamu punya keistimewaan, tidak akan pernah tua, tidak akan mati dan

kamu akan menjadi perantara manusia yang akan memberikan

persembahan kepadaku. Karena itu kuberi kamu gelar RAJA

HATORUSAN atau juga RAJA UTI.”

76
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Ratusan tahun berlalu, Mulajadi Nabolon menyampaikan kabar

lewat suara-suara tak berwujud kepada warga di kaki Pusuk Buhit :

“Ei, manisia, gellengmi ndang mate.”

(5). Tuan Saribu Raja

Tuan Saribu Raja adalah putera kedua dari Guru Tatea Bulan yang

mempunyai watak yang penurut, sedikit keras, serakah, dan mudah terpengaruh

oleh godaan iblis sehingga dia mendapat hukuman atas perbuatannya.

Hal ini dapat kita lihat pada contoh berikut ini :

“…Dung piga-piga ari ro ma Ompung Mulajadi Nabolon tu Sianjur

Mula-Mula,nanaeng manguji haporseaon ni Guru Tatea Bulan dohot

siboru Baso Burning.Marpangidoan ma Mulajadi Nabolon tu Guru

Tatea Bulan asa dilehon anaknai Tuan Saribu Raja laho diseat huhut

disombahon.

Didok Guru Tatea Bulan ma, “Saguru di ho ma Ompung! Molo

Ompung Mulajadi Nabolon do marpangidoan dang suman au

manjua..”

Dapot ma tingkina Mulajadi Nabolon ro huhut mangido pelean

nahea dihataon Guru Tatea Bulan. Guru Tatea Bulan pe mangoloi

padanna huhut mamboan anak na Tuan Saribu Raja nanaeng i

ponggol huhut gabe pelean tu Mulajadi nabolon alai alana mangoloi

do rohana Guru Tatea Bulan na ias rohana anak na gabe pelean.

Tuan Saribu Raja pe dang manjua na ikkon gabe hurban pelean.

77
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dungi ujung na dipangoluon Mulajadi Nabolon ma muse laos dilehon

ma pasu-pasu tu halaki.

Terjemahan :

“…Berselang beberapa waktu kemudian, Mulajadi Nabolon turun ke

bumi (Sianjur Mula-Mula) dan mencobai iman Guru Tatea Bulan dan

siboru Baso Burning. Mulajadi Nabolon meminta agar Guru Tatea

Bulan menyerahkan anaknya Tuan Saribu Raja untuk dipotong dan

dipersembahkan.

Guru Tatea Bulan lalu mengatakan, “Terserah Ompung saja!

Datangnya dari Tuhan (Mulajadi Nabolon Debata Natolu), kalau

Mulajadi Nabolon meminta, saya tidak berhak menolak.”

Tibalah saatnya Mulajadi Nabolon datang dan meminta

persembahan yang telah dijanjikan oleh Guru Tatea Bulan. Guru Tatea

Bulan pun menepati janjinya dengan membawa anaknya Tuan Saribu

Raja untuk dipotong dan dipersembahkan kepada Mulajadi Nabolon

akan tetapi, karena kerelaan hati Guru Tatea Bulan yang ikhlas

anaknya dijadikan persembahan dan Tuan Saribu Raja pun tidak

menolak menjadi korban persembahan.Akhirnya, Mulajadi Nabolon

lalu menghidupkannya kembali serta memberikan berkat pada mereka.

78
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kutipan cerita berikutnya, hal ini dilihat dalam contoh berikut:

“…Dung sotarida be Raja Uti, marhamulian be angka anggina i jala

nunga marianakkhon dohot marpahompu. Tamba torop ma angka

jolma dihutai. Alai adong do nahurang denggan di anggini si Raja Uti

i, adong sahalak anggina dioli ibotona, ima Tuan Saribu Raja dioli ma

ibotona siboru Pareme. Alani pambahenan nai gabe mardenggan

daging ma siboru Pareme. Jala nunga tangkas diboto angka anggina i

songoni dohot angka dongan sahuta na. Dungi ala so adat jala dang

uhum naniula ni Tuan Saribu Raja dohot siboru Pareme i rim ma

halaki naingkon pamateona halaki nadua. Alai nungga sangga

mardenggan daging siboru Pareme dang saut be dipamate halaki.

Gabe dipalaoma siboru Pareme tu dolokni sabulan, ai disi do gok

babiat.

Terjemahan :

“…Setelah kejadian hilangnya Raja Uti, keempat orang adik laki-

lakinya pun telah menikah dan beranak cucu. Warga kampung pun

semakin banyak. Akan tetapi, ada yang janggal diantara empat orang

adik laki-laki Raja Uti ada salah seorang adiknya yang mengawini

adiknya sendiri yaitu Tuan Saribu Raja yang menikahi siboru Pareme

kembarannya. Akibat ulah dari Tuan Saribu Raja dan siboru Pareme

yang berbuat cinta terlarang kini siboru Pareme pun hamil.

Kehamilannya pun telah diketahui saudara-saudaranya yang lain

79
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
termasuk juga warga kampung. Lalu adat dan kesepakatan di kampung

itu menetapkan hukuman mati bagi mereka berdua. Namun karena

siboru Pareme tengah mengandung jadi tak boleh dibunuh. Dia

dibuang ke sebuah hutan di atas Sabulan, salah satu daerah yang

dianggap sebagai sarang harimau.

Kutipan cerita berikutnya, hal ini dilihat dalam contoh berikut:

“…Alai andorang soi nung marpingkkir Tuan Saribu Raja na ikkon

palaohon ni angka angginai imana (Limbong, Sagala, Malau) isiala

pangalahonna tu siboru Pareme. Andorang sidiboto Tuan Saribu Raja

nanaeng palaonna na ima sian huta i, nungga adong sangkap na

mamboan akka arta nasian Guru Tatea Bulan.

Marbuni-buni do Tuan Saribu Raja mambuat angka mas,

pustaha batak, dohot angka pustaha na asing.didok rohani Tuan

Saribu Raja nungga mate be Raja Uti ala nungga leleng dang heabe

tarida jala gabe dibuat ma sude artani Guru Tatea Bulan i. Didok

rohana ma muse dung mate Raja Uti imana ma gabe anaknaumbalga.

Jala ditingki i nungga denggan dipature Tuan Saribu Raja inganan ni

arta i. Ditabunihon ma angka arta i dibagasan sada batu nabalga, jala

hisim rohana naingkon alaponna haduan artai muse.Ianggo batu toho

pas diholang-holang ni huta Sagala dohot huta Limbong jala jonok tu

gunung Pusuk Buhit. Jala batu i adong do pintuna, jala pussu ni batu i

pe tarsongon rupani jantung adong muse lobang na. Disabola

80
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
hambiran na i adong do sada tanda nagabe tarsonggon kuncina, jala

holan Tuan Saribu Raja do naumbotosa i.

Ianggo goarni batu inganan ni angka arta i didokma goarna

Batu Hobon, Hobon lapatanna poti. Umbahen didokpe songoni ima

ala marlobang do dibagas batu i. Jala batu i ima sada lubang

tarsongon goa jala adong hasahatanna huluat na asing. Di Batu

Hobon i ima tading angka arta ni Guru Tatea Bulan ima nabinahe ni

Tuan Saribu Raja.

Terjemahan :

“…Sebelumnya Tuan Saribu Raja juga sudah memikirkan bahwa

saudaranya Limbong, Sagala, dan Malau tidak akan memaafkan

kesalahannya atas perbuatannya dengan siboru Pareme. Maka, sebelum

Tuan Saribu Raja tau bahwa dia akan diusir dari kampungnya itu dia

berencana untuk melarikan diri membawa harta warisan dari ayahnya

Guru Tatea Bulan. Secara diam-diam Tuan Saribu Raja mengambil

harta warisan tersebut yang menurutnya menjadi bagiannya, berupa

perhiasan emas, kitab pustaha laklak, dan benda pusaka lainnya. Tuan

Saribu Raja mengira bahwa abangnya Raja Uti telah meninggal dunia

karena sudah ratusan tahun lamanya tidak pernah terlihat lagi olehnya

ia pun mengambil alih seluruh peninggalan-peninggalan ayahnya itu

karena, menurutnya setelah Raja Uti meninggal dialah yang pantas

menjadi anak tertua dikeluarganya. Tuan Saribu Raja ternyata telah

mempersiapkan peti batu untuk menyimpan harta warisan ayahnya

81
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Guru Tatea Bulan. Dia menyimpan harta warisan itu di dalam sebuah

batu dengan harapan suatu saat dia akan mengambilnya kembali. Peti

Batu ini terletak diantara Huta Sagala dan Limbong tepatnya dikaki

Dolok Pusuk Buhit. Peti batu tersebut dilengkapinya dengan tutup batu

dimana pada bagian ujung batu ini berbentuk seperti “jantung” dengan

beberapa “kode” lubang. Di sisi kiri depan terdapat segel batu, yang

berfungsi sebagai kunci “rahasia” pembuka yang hanya diketahui oleh

Tuan Saribu Raja.

Peti Batu tempat penyimpanan harta pusaka ini dinamakan

BatuHobonkarena Hobonartinya peti. Disebut demikian karena

bentuknya berupa batu berdiameter satu meter dengan bagian bawah

berongga. Batu ini juga merupakan sebuah lorong yang mungkin saja

di dalamnya berbentuk seperti goa dan punya tembusan ke berbagai

tempat lain. Di dalam Batu Hoboninilah terdapat peninggalan-

peninggalan harta pusaka Guru Tatea Bulan yang disimpan oleh Tuan

Saribu Raja.

(6). Siboru Pareme

Siboru Pareme adalah puteri kedua dari Guru Tatea Bulan dan siboru Baso

Burningyang menikah dengan abang kandungnya sendiri yaitu, Tuan Saribu

Raja.Watak dari siboru pareme adalahperempuan yang kuat dan pasrah menjalani

keadaan hidupnya.

82
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Hal ini dapat kita lihat pada contoh berikut ini :

“…Alai adong do nahurang denggan di anggini si Raja Uti i, adong

sahalak anggina dioli ibotona, ima Tuan Saribu Raja dioli ma ibotona

siboru Pareme. Alani pambahenan nai gabe mardenggan daging ma

siboru Pareme. Jala nunga tangkas diboto angka anggina i songoni

dohot angka dongan sahuta na. Dungi ala so adat jala dang uhum

naniula ni Tuan Saribu Raja dohot siboru Pareme i rim ma halaki

naingkon pamateona halaki nadua. Alai nungga sangga mardenggan

daging siboru Pareme dang saut be dipamate halaki. Gabe dipalaoma

siboru Pareme tu dolokni sabulan, ai disi do gok babiat jala didok

Limbong Mulana dohot angka anggina nai ma “Tumagon ma babiat i

pamatehon, anggosoi hassit nisitaonon i ma pamatehon i.

Terjemahan :

“…Akan tetapi, ada yang janggal diantara empat orang adik laki-laki

Raja Uti ada salah seorang adiknya yang mengawini adiknya sendiri

yaitu Tuan Saribu Raja yang menikahi siboru Pareme kembarannya.

Akibat ulah dari Tuan Saribu Raja dan siboru Pareme yang berbuat

cinta terlarang kini siboru Pareme pun hamil. Kehamilannya pun telah

diketahui saudara-saudaranya yang lain termasuk juga warga

kampung. Lalu, adat dan kesepakatan di kampung itu menetapkan

hukuman mati bagi mereka berdua. Namun karena siboru Pareme

tengah mengandung jadi tak boleh dibunuh. Dia dibuang ke sebuah

hutan di atas Sabulan, salah satu daerah yang dianggap sebagai sarang

83
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
harimau.Limbong Mulana, dan adik-adiknya lalu berkata, ”Biarlah

harimau itu yang membunuhnya, kalau bukan kelaparan dan deritanya

sendiri..”

4.2 Analisis Nilai-Nilai Sosiologi Cerita Batu Hobon

Berdasarkan tinjauan dari unsur-unsur intrinsik di atas, dapatlah dianalisis

nilai-nilai sosiologis cerita Batu Hobon dengan menggunakan pendekatan

sosiologis tanpa menghilangkan konteks sastra karena tidak terlepas dari unsur-

unsur karya sastra tersebut.

Karya sastra ini lebih menekankan pada pembahasan nilai-nilai sosiologis

maka objek bahasannya adalah interaksi dari pada tokoh-tokoh dalam cerita

tersebut sehingga menghasilkan nilai-nilai sosiologis yang terdapat dalam karya

sastra itu sendiri.

4.2.1 Sistem Kekerabatan

Dalam cerita Batu Hobon, sistem kekerabatan sangat terlihat jelas dari si

Raja Batak yang memiliki 2 orang anak yaitu, Guru Tatea Bulan dan Raja

Isumbaon. Guru Tatea Bulan tetap tinggal di perkampungan si Raja Batak

sementara itu adiknya Raja Isumbaon pergi merantau. Guru Tatea Bulan menikah

dengan siboru Baso Burning dan mereka dikaruniai 5 orang putera dan 4 orang

puteri.

84
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Hal ini dapat kita lihat pada kutipan berikut ini :

“…Ianggo Ompungta si Raja Batak 2 do ianakkon na ima Guru

Tatea Bulan (si Raja Lontung) dohot si Raja Isumbaon (Raja Sumba).

Andorang somarujung ngolu dope si Raja Batak. Adong do tading-

tadingan dipasahat tu anak na nadua i. Molo tu Guru Tatea Bulan

dipasahat ma Pustaha Batak, ima namarisihon hasaktion parbinotoan

taringot hadatuan i dohot ilmu marmossak dohot dihajagaron. Molo

tu Raja Isumbaon dilehon do ima Tumbaga Holing ima namarisi tutur

ni harajaon tarsongon uhum, pangulaan, martiga-tiga. Dung

marujung ngolu si Raja Batak dipuhuti anakna nadua ima

mangulahon ulaon na. Guru Tatea Bulan tongdo tading dihutani si

Raja Batak jala si Raja Isumbaon lao mangaratto.

“…Jala dang sadia leleng Guru Tatea Bulan pe mampojolohon dirina

naeng mamparsohotton si boru na dipilitna. Dungi mangadatima

halaki.Dung dipasaut anak boru i gabe parsonduk bolon ni Guru

Tatea Bulan di baen ma goar na gabe siboru Baso Burning ima

namarlapatan boru ni homang.

“…Sian parsoripadaon Guru Tatea Bulan dohot ripe na siboru siBaso

Burning marianakhon ma halaki lima ma baoa jala opat ma borua.

85
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Terjemahan :

“...Si Raja Batak memiliki dua orang anak yaitu,

1) Guru Tatea Bulan yang sering juga disebut dengan

ILONTUNGAN alias si MANGARATA alias TOGA DATU.

2) Raja Isumbaon (si Raja Sumba).

Sebelum meninggal, si Raja Batak sempat mewariskan “Piagam

Wasiat” kepada kedua anaknya itu. Anaknya yang pertama Guru

Tatea Bulan mendapat “Surat Agung” yang berisi ilmu pendukunan

atau kesaktian, pencak silat, dan keperwiraan. Sedangkan anaknya

yang kedua Raja Isumbaon mendapat “Tumbaga Holing” yang berisi

kerajaan (Tatap – Raja), hukum atau peradilan, persawahan, dagang,

dan seni mencipta. Sepeninggal ayahnya si Raja Batak kedua anak-

anaknya mulai menjalani kehidupannya masing – masing. Anaknya

yang pertama itu, Guru Tatea Bulan memilih tetap tinggal di

perkampungan si Raja Batak sementara, itu adiknya Raja Isumbaon

pergi merantau.

Tak butuh waktu lama Guru Tatea Bulan pun memberanikan

diri untuk mempersunting gadis pilihannya itu. Dan akhirnya mereka

pun menikah. Guru Tatea Bulan yang sudah sah menjadi suami dari

gadis khayangan itu memberi nama panggilan untuk istrinya dengan

nama siboru Baso Burning yang artinya putri jadi-jadian (boru ni

homang).

86
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dari pernikahan Guru Tatea Bulan dengan istrinya siboru

Baso Burning, mereka dikaruniai 5 orang anak laki-laki dan 4 orang

anak perempuan.

Nilai inti kekerabatan masyarakat Batak utamanya terwujud dalam

pelaksanaan adat Dalihan Na Tolu (Hula-hula, dongantubu, boru). Hubungan

kekerabatan dalam hal ini terlihat pada tutur sapa baik karena pertautan darah,

solidaritas marga, martandang,dan segala yang berkaitan dengan hubungan

kekerabatan karena perkawinan. Dalam cerita Batu Hobon, terdapat tokoh-tokoh

seperti ayah, ibu, anak, dan saudara-saudara yang mencakup hubungan

kekerabatan. Nilai kekerabatan dalam cerita “Batu Hobon” terdiri dari tiga

persitiwa tuturan.

1) Hubungan persaudaraan antara kedua anak si Raja Batak yaitu, Guru

Tatea Bulan dan Raja Isumbaon yang tetap terjalin dan akur.

2) Guru Tatea Bulan sangat menghormati ayahnya juga taat beribadah

kepada Mulajadi Nabolon.

3) Ketika Mulajadi Nabolon mengirimkan satu dari tujuh perempuan

surgawi yang membuat Guru Tatea Bulan jatuh hati lalu, akhirnya

mereka pun menikah.

4) Guru Tatea Bulan sangat menyayangi istrinya yaitu, siboru Baso

Burning.Kelima, mereka dikaruniai 5 orang anak laki-laki dan 4 orang

anak perempuan.

87
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.4.2 Tanggung Jawab

Tanggung jawab adalah suatu kesadaran manusia akan tingkah laku atau

perbuatannya baik disengaja maupun tidak disengaja. Tanggung jawab juga

berarti berbuat sebagai wujutan atas perbuatannya.Sebagai seorang kepala rumah

tangga Guru Tatea Bulan harus membuat keputusan yang bijak ketika dia

menghadapi permasalahan sosial dalam rumah tangganya.

Hal ini dapat kita lihat pada kutipan berikut ini :

“…Dung piga-piga ari ro ma Ompung Mulajadi Nabolon tu Sianjur

Mula-Mula,nanaeng manguji haporseaon ni Guru Tatea Bulan dohot

siboru Baso Burning.Marpangidoan ma Mulajadi Nabolon tu Guru

Tatea Bulan asa dilehon anaknai Tuan Saribu Raja laho diseat huhut

disombahon.

Didok Guru Tatea Bulan ma, “Saguru di ho ma Ompung! Molo

Ompung Mulajadi Nabolon do marpangidoan dang suman au

manjua..”

Dapot ma tingkina Mulajadi Nabolon ro huhut mangido pelean

nahea dihataon Guru Tatea Bulan. Guru Tatea Bulan pe mangoloi

padanna huhut mamboan anak na Tuan Saribu Raja nanaeng i

ponggol huhut gabe pelean tu Mulajadi nabolon alai alana mangoloi

do rohana Guru Tatea Bulan na ias rohana anak na gabe pelean.

Tuan Saribu Raja pe dang manjua na ikkon gabe hurban pelean.

88
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dungi ujung na dipangoluon Mulajadi Nabolon ma muse laos dilehon

ma pasu-pasu tu halaki.

Terjemahan :

“…Berselang beberapa waktu kemudian, Mulajadi Nabolon turun ke

bumi (Sianjur Mula-Mula) dan mencobai iman Guru Tatea Bulan dan

siboru Baso Burning. Mulajadi Nabolon meminta agar Guru Tatea

Bulan menyerahkan anaknya Tuan Saribu Raja untuk dipotong dan

dipersembahkan.

Guru Tatea Bulan lalu mengatakan, “Terserah Ompung saja!

Datangnya dari Tuhan (Mulajadi Nabolon Debata Natolu), kalau

Mulajadi Nabolon meminta, saya tidak berhak menolak.”

Tibalah saatnya Mulajadi Nabolon datang dan meminta

persembahan yang telah dijanjikan oleh Guru Tatea Bulan. Guru Tatea

Bulan pun menepati janjinya dengan membawa anaknya Tuan Saribu

Raja untuk dipotong dan dipersembahkan kepada Mulajadi Nabolon

akan tetapi karena kerelaan hati Guru Tatea Bulan yang ikhlas anaknya

dijadikan persembahan dan Tuan Saribu Raja pun tidak menolak

menjadi korban persembahan. Akhirnya, Mulajadi Nabolon lalu

menghidupkannya kembali serta memberikan berkat pada mereka.

89
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.2.3 Kasih Sayang

Kasih sayang adalah suatu perasaan cinta atau sayang dan akan

menunjukan rasa perhatian yang mungkin akan berlebihan. Kasih sayang dalam

cerita Batu Hobon terlihat dari siboru Baso Burning yang sangat menyayangi

anaknya Raja Biak – Biak yang memiliki kekurangan.

Hal ini dapat kita lihat pada kutipan berikut ini :

“…Dihalolong siboru Baso Burning do anak na nasia i. Lumobima si

Raja Biak-Biaknangpe dang suman pamatangna. Ganup ari dohot do

angka anggini si Raja Biak-Biak mangurupi amang dohot inong na tu

balian laho mangula alai molo RajaBiak-Biak dang boi dohot jala

tading di jabu ma imana. Ganup ari andorang solao dope inong nai tu

balian dilompa do indahan natabo, asa adong panganan ni Raja Biak-

Biak.

Terjemahan :

“…Siboru Baso Burning sangat mencintai kesembilan orang anaknya.

Khususnya kepada Raja Biak-Biak yang fisiknya tidak normal. Setiap

hari adik-adiknya Raja Biak-Biak selalu ikut membantu ibu dan

bapaknya pergi ke ladang bertani terkecuali, Raja Biak-Biak

dikarenakan kondisi tubuhnya yang tidak normal membuatnya tetap

tinggal di rumah dan tidak melakukan kegiatan apapun. Setiap pagi

90
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sebelum ibunya pergi berangkat ke ladang ibunya mesti menanak beras

yang enak dulu, agar bisa dimakan oleh Raja Biak-Biak.

Kehadiran kasih sayang dalam kehidupan orang Toba sangatlah

diperlukan.Cinta kasih adalah pemberi kearifan, pemberi kesejahteraan, pelindung

yang ditaati, pencipta ketentraman batin. Nilai kasih sayang pada cerita Batu

Hobon terdapat satu peristiwa tutur, yaitu pada saat pagi sebelum ibunya (siboru

Baso Burning) pergi berangkat ke ladang ibunya mesti menanak beras yang enak

dulu agar bisa dimakan oleh Raja Biak-Biak.

4.2.4 Pertentangan

Pertentangan dapat disebabkan oleh perbedaan pendapat, salah paham,

dendam, tidak menerima kondisi, dan keberadaan orang lain. Pertentangan yang

dimaksudkan dalam cerita ini adalah pemberian kasih sayang yang berlebih

kepada Raja Biak-Biak yang dipicu menjadi keirian bagi saudara-saudaranya yang

lain.Secara umum pertentangan itu adalah luapan emosional dari satu orang

dengan orang lain.

Hal ini dapat kita lihat pada kutipan berikut ini :

“…Alai anggi ni si Raja Biak-Biak na opat i gabe dang lomo rohana

marnida holong ni roha ni inong nai. Gabe sai dipingkiri angka

anggina i na boasa sai holan hami ganup ari tu balian mangurupi

damang dohot dainang, hape si Raja Biak-Biak holan dijabu do jala

dang hea mangulahon manang aha, jala sipanganna pe ikkon

dipaturedo andorang so lao inong. Dungi tompuma ro tu pingkiran ni

91
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
nasida nanaeng pamatehon Raja Biak-Biak i, umbahen dang suman

pamatangna songon jolma.

Terjemahan :

“…Keempat orang adik laki-laki Raja Biak-Biak pun merasa cemburu

melihat perlakuan ibunya yang sangat berbeda kepada mereka. Adik-

adiknya itu berpikir kenapa hanya mereka saja yang setiap pagi pergi

ke ladang untuk membantu orangtuanya sementara abangnya si Raja

Biak-Biak hanya tenang-tenang saja di rumah dan tidak melakukan

kegiatan apapun bahkan, makanannya saja harus disiapkan terlebih

dahulu sebelum ibunya pergi kemana-mana. Sesaat terlintas dipikiran

keempat orang adik laki-laki Raja Biak-Biak ini untuk membunuh

abang mereka itu, karena fisiknya tidak selayaknya manusia.

Proses melibatkan atau dilibatkan dalam suasana konflik, mendidik orang

menjadi orang yang terbuka. Hal ini dapat dipahami, karena hampir tidak ada

konflikyang disembunyikan. Berkonflik dalam masyarakat Toba bukanlah suatu

aib.Nilai konflik dalamcerita “Batu Hobon” terdapat tiga peristiwa

tutur.Kecemburuan keempat orang adik laki-laki Raja Biak-Biak terhadap

abangnya yang kurang sempurna.

92
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.3 Pandangan Masyarakat Desa Sarimarrihit Terhadap cerita Batu Hobon

Masyarakat di desa Sarimarrihit sangat menjaga dan taat pada aturan dan

norma adat, hal ini dibuktikan dengan terawatnya semua situs warisan budaya di

Sianjur Mula-Mula yang salah satunya adalah Batu Hobon. Letak Batu Hobon ini

terletak di antara Huta Sagala dan Limbong tepatnya di kaki Dolok Pusuk

Buhit.Batu Hobon dapat dijumpai kearah perkampungan bagian atas desa

Sarimarrihit.

Batu Hobon adalah sebuah cerita rakyat yang sangat relevan bagi

masyarakat desa Sarimarrihit yang dipandang dari segi pola kehidupan

masyarakat tersebut. Hal ini dapat dilihat dari cara pandang masyarakat terhadap

cerita rakyat tersebut. Masyarakat Sarimarrihit menyakini kebenaran cerita Batu

Hobon.Nilai-nilai budaya yang terkandung dalam legenda Batu Hobon tidak

terlepas dengan pola budaya masyarakat dewasa ini. Masyarakat desa Sarimarrihit

mempercayai adanya kekuatan supernatural yang ditimbulkan oleh Batu Hobon

ini, di mana jika ingin meminta dan memohon sesuatu kepada Mulajadi Nabolon

mereka yakin roh nenek moyang akan ikut membantu menyampaikan

permohonan itu.

93
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Batu Hobon ini adalah salah satu tempat yang dikeramatkan oleh

masyarakat setempat hal ini dapat dilihat dari peraturan-peraturan atau persyaratan

yang harus dilakukan sebelum masuk ke Batu Hobon diantaranya adalah :

1. Jika ingin mengunjungi tempat ini harus memakai pakaian yang sopan.

Dan bila perlu memakai sarung untuk masuk ke Batu Hobon.

2. Ketika sudah masuk harusmengucapkan Santabi (Permisi) atau HORAS

agar tidak terkena dampak jika masuk dalam sekitar Batu Hobon.

3. Bila peziarah yang datang untuk maksud dan tujuan tertentu baik itu laki-

laki maupun perempuan. Bagi mereka harus membawa pelean

(persembahan) berupa telur ayam kampung, sirih, dan jeruk purut. Hal ini

bertujuan untuk permisi dan minta berkah supaya dengan berdoa di situ

akan memberikan keberuntungan dan kesembuhan berbagai penyakit.

4. Setiap pengunjung yang datang ke Batu Hobon harus selalu bersama –

sama menjaga kebersihan lingkungan sekitar Batu Hobon agar kelestarian

tempat tersebut tetap terawat dan tidak boleh berbicara sembarangan

(cakap kotor).

94
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Cerita Batu Hobon memaparkan secara khusus kisah hidup anak si Raja

Batak yaitu, Guru Tatea Bulan. Dalam cerita iniGuru Tatea Bulan dan istrinya

siboru Baso Burning memiliki 5 orang anak laki-laki dan 4 orang anak

perempuan.

Anak laki-lakinya yaitu :

1) Raja Biak-Biak / Raja Gumelenggeleng / Raja Uti,

2) Tuan Saribu Raja,

3) Limbong Mulana,

4) Sagala Raja, dan

5) Silau Raja ( Malau Raja ).

Anak perempuannya yaitu :

1. Siboru Paromas ( siboru anting-anting sabungan ),

2. Siboru Pareme,

3. Siboru Biding laut, dan

4. Nan Tinjo

Cerita Batu Hobon juga masih sangat relevan terhadap masyarakat desa

Sarimarrihit. Mereka masih sangat mempercayai dan mengakui kesakralan serta

kesaktian Batu Hobon,nilai-nilai budaya yang terdapat dalam cerita Batu Hobon

juga tidak terlepas dengan pola budaya yang dianut oleh masyarakat desa

Sarimarrihit.

95
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Nilai-nilai budaya yang ada dalam legenda Batu Hobon masih diterapkan

dalam kehidupan masyarakat desa Sarimarrihit dan itu sebabnya Batu Hobon

dikeramatkan oleh masyarakat desa Sarimarrihit.Pada aspek budaya, cerita Batu

Hobon mengajak orang Batak untuk setia kepada nilai – nilai yang diajarkan

nenek moyang mereka.Salah satunya adalah kebersamaan.Bahwa untuk mencapai

kemajuan orang Batak harus bersatu.Sama halnya untuk membuka batu itu.Semua

keturunan Tuan Saribu Raja harus bersatu dalam kebersamaan. Mereka harus

bersatu padu membunyikan gondang.Nilai – nilai kebersamaan inilah yang

disimbolkan sebagai pusaka orang Batak Toba. Demikian juga dengan pola

budaya yang dianut oleh masyarakat desa Sarimarrihit juga dapat dilihat dari

aspek :

1) Bahasa : Penggunaan bahasa daerah umumnya lebih banyak

digunakan, sedangkan untuk bahasa asing hanya beberapa orang saja

yang bisa menerima.

2) Teknologi : Teknologi yang dipakai masih bersifat tradisional, dalam

hal cara-cara memproduksi,memakai, dan memelihara peralatan hidup

dalam kebudayaan suatu suku bangsa.

3) SistemReligy (Kepercayaan) : Umumnya masih dipertahankan, seperti

Pendeta, Ulama/Kyai sangat dihormati. Disamping itu juga masih ada

yang mempunyai kepercayaan dan keyakinan terhadap ilmu gaib atau

dukun.

4) Kesenian : Masih mempertahankan nilai-nilai seni yang terkandung

dalam wilayahnya atau desanya.

96
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Penulis menggunakan pendekatan sosiologi sastra dalam membahas cerita

Batu Hobon, maka penulis mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1) Sosiologi dan sastra mempunyai hubungan yang erat karena lahir dari

masyarakat dan untuk masyarakat. Sosiologi mempunyai objek dari

berbagai kehidupan masyarakat yang terjadi dalam masyarakat begitu

juga dengan sastra yang mempelajari masyarakat khususnya budaya.

2) Sebuah karya sastra dianalisis dengan menggunakan pendekatan

struktural yaitu unsur-unsur pembentuk cerita (intrinsik).

3) Tema dalam Cerita Batu Hobon menggambarkan tentang tempat

persembunyian harta warisan yang diambil alih dan disimpan oleh

Tuan Saribu Raja.

4) Perwatakan dalam cerita Batu Hobon ini yaitu : Si Raja Batak, Guru

Tatea Bulan, siboru Baso Burning, Raja Biak-Biak, Tuan Saribu Raja,

dan siboru Pareme.

5) Adapun nilai-nilai sosiologis yang ada dalam cerita Batu Hobon yaitu,

(1) Sistem Kekerabatan,

(2) Tanggung Jawab,

(3) Kasih Sayang, dan

(4) Pertentangan.

97
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5.2 Saran

Adapun saran yang penulis simpulkan dari penulisan skripsi ini antara lain

sebagai berikut :

1. Dilakukan penelitian terhadap karya sastra tulisan, lisan, upacara adat,dan

makanan atau masakan tradisional agar kelestariannya tidak punah

dimakan perkembangan zaman.

2. Meramu hasil penelitian dalam bentuk buku-buku, audio, dan audiovisual.

Pembugaran cagar budaya terhadap budaya-budaya tradisional agar tidak hilang

keaslian dan keutuhan budaya tersebut.

98
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin, 2000.Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru

Algesindo.

Arikunto, Suharsimi. 2014. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta: Rineka Cipta.

Darmono, Sapardi. Djoko. 1979. Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas.

Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Daryanto, S. S. 1997. Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, Apollo. Surabaya

Endraswara, 2003.Metodologi Pengajaran Sastra.

Endraswara, Suwardi. 2013. Metodologi Kritik Sastra.Yogyakarta.: Penerbit

Ombak.

Fananie, 2000.Telaah Sastra. Jakarta: PT. Gramedia.

Kurniawan, Heru. 2012. Teori,Metode, dan Aplikasi Sosiologi Sastra.

Yogyakarta: Graha Ilmu.

Lubis, 1981.Teknik Mengarang. Jakarta: Kurnia Esa.

Nurgiyantoro, Burhan. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Prasetya, Izy. 2012. Fungsi Cerita Rakyat dalam Kehidupan Sosial-Budaya.

Dalam www.inzpirasikuw.blogspot.com/2010/10/fungsi-cerita-rakyat-dalam-

kehidupan.html (diakses pada hari Kamis, 26 September 2018).

Ratna, Nyoman Kutha. 2003.Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta:

99
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pustaka Belajar.

Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, Dan Teknik Penelitian Sastra (Dari

Strukturalisme Hingga Postrukturalisme, Prespektif, Wacana Naratif).

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sibarani, Harapan 2003.Analisis Struktur dan Tinjauan Sosiologi Terhadap

Cerita Batu Horbo, Parhutaan, dan Batu Ilik yang terdapat di Desa Sitohang,

Kecamatan Silaen, Kabupaten Samosir. USU. Medan

Saryono, 2009. Pengantar Apresiasi Sastra. Malang: Universitas Negeri Malang.

Siswanto, Wahyudi. 2008. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: PT. Grasindo.

Soemardjo, 1975. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT. Gramedia.

Teeuw,A. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra.PT. Dunia Pustaka Jaya.

Teeuw,A. 2013. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Bandung:

Pustaka Jaya.

Wellek, Rene dan Warren, 2014. Teori Kesusastraan.

Wiyatmi, 2003.Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta: Pustaka.

Wiyatmi, 2006.Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta: Pustaka (Kelompok

Penerbit Pinus).

100
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LAMPIRAN

Lampiran 1: Sinopsis Cerita Rakyat Batu Hobon

Najolo, dihaporsea i halak Batak do si Raja Batak dibaga-bagahon

Mulajadi Nabolon laos toho sahat tu Pussuk Buhit. Dungi dipalima sada huta

disada luat ima nanigoari Sianjur Mula-Mula Tompa. Molo huta i laos toho

dipudi ni Pussuk Buhit, jala diholang-holang i huta Sagala dohot huta Limbong

Mulana, molo dompak habissaran disima Pussuk Buhit, molo dompak hasundutan

disima Hariara Pittu. Jala dompak utara disima Huta Sagala, molo dompak

selatan disima Huta Limbong Mulana. Adong do dua dalan sian darat molo

naeng tu Pussuk Buhit. Naparjolo ima sian Tomok (Habissaran) jala napaduahon

ima sian Tele (Hasundutan). Ianggo Ompungta si Raja Batak 2 do ianakkon na

ima,

1). Guru Tatea Bulan na jotjot dijou goarna ILONTUNGAN manang

si MANGARATA manang TOGA DATU.

2). Raja Isumbaon (si Raja Sumba).

Andorang somarujung ngolu dope si Raja Batak. Adong do tading-

tadingan dipasahat tu anak na nadua i. Molo tu Guru Tatea Bulan dipasahat ma

Pustaha Batak, ima namarisihon hasaktion parbinotoan taringot hadatuan i dohot

ilmu marmossak dohot dihajagaron. Molo tu Raja Isumbaon dilehon do ima

Tumbaga Holing ima namarisi tutur ni harajaon tarsongon uhum, pangulaan,

martiga-tiga. Dung marujung ngolu si Raja Batak dipuhuti anakna nadua ima

101
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
mangulahon ulaon na. Guru Tatea Bulan tongdo tading dihutani si Raja Batak

jala si Raja Isumbaon lao mangaratto.

Ditingki i dibaga-bagahon Ompungta Mulajadi Nabolon do pitu anak

boru sian banua ginjang tu Pussuk Buhit jala dipatandahon ma tu Guru Tatea

Bulan. Jala ditingki i tarberengni Guru Tatea Bulan halaki maridi di Tala, jala

attar dao do inganan paridian i hira-hira satonga jom ma mardalan pat andorang

gunung Pussuk Buhit. Dung diida Guru Tatea Bulan anak boru namaridi i, laos

dihabarinihon rohana do mambuat ulos ni anak boru i.

Dungkon sae maridi na pitu boru khayangan naeng hatop ma halaki

mulak tu banua ginjang, ”Beta nunga naeng botari nunga tikkina ma hita

mulak..”, ninna sada boru khayangan i. Alai tikki naeng marhobas mulak adong

sada boru na sian khayangan i hamagoan abit na alani i dang boi ibana mulak tu

banua ginjang. Didok ibana tu akka dongan-dongan na, “Abit hu nga mago dang

huboto manang ise na manakko au pe dang boi mulak tu banua ginjang molo so

adong abit i..!!”, gabe lomos ma roha ni na onom i donganna i pe ikkon do

mulak. Sada na i tading ma i di pusuk buhit dang boi ibana mulak tu banua

ginjang, alana abit na pe mago ai dang diboto ibana hut ni dang tagam rohana

na mambuat i Guru tatea bulan.

Tarpangan situtu ma rohani Guru Tatea Bulan marnida anak boru nasian

banua ginjang i, jala arop do roha ni Guru Tatea Bulan asa boi tong rap nasida.

Dungi diboan Guru Tatea Bulan ma anak boru i tu bagasna. Jala diajarima anak

boru i marhata Batak dohot romangni adat Batak asa boi songon jolma nasitutu,

alai nang pe songoni dang olo Guru Tatea Bulan mangotani anak boru i

102
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dijabuna. Ganup ari ma halaki pajumpang, jala sian parjolo marsitandaan bunga

holong rohani Guru Tatea Bulan marnida haulion, haserepon ni anak boru

nasian banua ginjang i. Dibagas rohani Guru Tatea Bulan, marsangkap do imana

nanaeng bahenonna parsonduk bolonna anak boru i. Jala dang sadia leleng Guru

Tatea Bulan pe mampojolohon diri na naeng mamparsohotton siboru na dipilitna.

Dungi mangadatima halaki.

Dung dipasaut anak boru i gabe parsonduk bolon ni Guru Tatea Bulan di

baen ma goar na gabe siboru Baso Burning ima namarlapatan boru ni homang.

Isiala naung mangadati Guru Tatea Bulan dohot siboru Baso Burning gabe

marhuta ma halaki di Sianjur Mula-Mula di huta Parik Sabungan goarna. Molo

tarsongon ulaon siapari ni Guru Tatea Bulan dohot siboru Baso Burning

mangula do. Mansai gok do juma songoni dohot nang suan-suanan na ima

tarsongon andar, gadong suhat, eme, dohot akka naasing dope. Adong do suan-

suanan narumingkot ima rugi-rugi, bane-bane, bonang-bonang, sae-sae, dohot

suan-suanan naboi dibaen gabe ubat ima pagar, dorma (jimat), dohot sitogu

harihir.Ala ganup ari do halaki mangula di balian i, gabe dipatupama sada sopo-

sopo.

Sapardalanan ni tingki, diboto siboru Baso Burning ma imana naung

mardenggan daging dang disangka halaki songoni hatopna Mulajadi Nabolon

mangalean pasu-pasu na tu nasida. Mansai sonang do ate-ate ni Guru Tatea

Bulan hatiha diboto manang umbege barita ia inatta na siboru Baso Burning

nungga mamboantton deba ianakkon na. Dung sia bulan ma lelengna diboatton

103
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
siboru Baso Burning pardenggan dagingngon na jala jumpang ma tingkki na

siboru Baso Burning hipas ma.

Dung hipas anak siahaan i Raja Biak-Biak jala dibaen ma muse goarna

Raja Miok-Miok ditingki parsorang nai ro do udan mansai doras dohot haba-

haba, alai dung sorang dakdanak i tarsonggot ma Guru Tatea Bulan dohot siboru

Baso Burning umbahen dang suman parsorang ni Raja Biak-Biak i. Aiso marholi-

holi pamatangna, jala dang adong tangan dohot pat na. Marnina pamatangni

anak siahaan i, naso boi hundul, holan marguling-guling do boi dibahen ma muse

goarna Raja Gumelenggeleng.

Ia anak paduahon sian Guru Tatea Bulan ima na margoar Tuan Saribu

Raja. Tuan Saribu Raja tubu marpohas dohot ibotona na margoar siboru Pareme.

Sian parsoripadaon Guru Tatea Bulan dohot ripe na siboru siBaso

Burning marianakhon ma halaki lima ma baoa jala opat ma borua.

Angka ianakhon baoa :

1. Raja Biak-Biak / Raja Uti / Raja Gumelenggeleng

2. Tuan Saribu Raja ( mangolima tu ibotona)

3. Limbong Mulana

4. Sagala Raja

5. Silau Raja (Malau Raja)

104
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Angka ianakhon boru :

1. Siboru Paromas (siboruanting – antingsabungan)

2. Siboru Pareme

3. Siboru Bidinglaut

4. Nan Tinjo.

Dung piga-piga ari ro ma Ompung Mulajadi Nabolon tu Sianjur Mula-

Mula,nanaeng manguji haporseaon ni Guru Tatea Bulan dohot siboru Baso

Burning.Marpangidoan ma Mulajadi Nabolon tu Guru Tatea Bulan asa dilehon

anaknai Tuan Saribu Raja laho diseat huhut disombahon.

Didok Guru Tatea Bulan ma, “Saguru di ho ma Ompung! Molo Ompung

Mulajadi Nabolon do marpangidoan dang suman au manjua..”

Umbegei marhusorima dibagas rohani Raja Biak-Biak i nanaeng seatonna ma

imana dang Tuan Saribu Raja dipillit nanaeng seatonna, umbahen i laoma imana

manopot inongna.Didokma tu inong na i, “Ooo, ale inong..! Hubege nakkaningan

di loas among do diseat Ompung Mulajadi Nabolon au, jala sai hurimang-

rimangi ma molo ikkon au do seaton na, diama ibbar hu tu Saribu Raja. Molo boi

au marpangidoan dokhon ma tu damang asa ditabunihon au, nang pe songonon

au, ai au do naumbalga/siahaan..” Umbege hatani si Raja Biak-Biak, gabe didok

siboru Baso Burning ma tu Guru Tatea Bulan asa ditabunihon si Raja Biak-Biak

tu Pusuk Buhit.

Dapot ma tingkina Mulajadi Nabolon ro huhut mangido pelean na hea

dihataon Guru Tatea Bulan. Guru Tatea Bulan pe mangoloi padanna huhut

105
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
mamboan anak na Tuan Saribu Raja nanaeng i ponggol huhut gabe pelean tu

Mulajadi nabolon alai alana mangoloi do rohana Guru Tatea Bulan na ias

rohana anak na gabe pelean. Tuan Saribu Raja pe dang manjua na ikkon gabe

hurban pelean. Dungi ujung na dipangoluon Mulajadi Nabolon ma muse laos

dilehon ma pasu-pasu tu halaki.

Dihalolong siboru Baso Burning do anak na nasia i. Lumobima si Raja

Biak-Biaknangpe dang suman pamatangna. Ganup ari dohot do angka anggini si

Raja Biak-Biak mangurupi amang dohot inong na tu balian laho mangula alai

molo RajaBiak-Biak dang boi dohot jala tading di jabu ma imana. Ganup ari

andorang solao dope inong nai tu balian dilompa do indahan natabo, asa adong

panganan ni Raja Biak-Biak.Alai anggi ni si Raja Biak-Biak na opat i gabe dang

lomo rohana marnida holong ni roha ni inong nai. Gabe sai dipingkiri angka

anggina i na boasa sai holan hami ganup ari tu balian mangurupi damang dohot

dainang, hape si Raja Biak-Biak holan dijabu do jala dang hea mangulahon

manang aha, jala sipanganna pe ikkon dipaturedo andorang so lao inong. Dungi

tompuma ro tu pingkiran ni nasida nanaeng pamatehon Raja Biak-Biak i,

umbahen dang suman pamatangna songon jolma.Dung sahat halaki di jabu

denggan ma dibaen halaki nanaeng pamatehon hahanai. Alai dinaso pamotoan ni

halaki dibege siboru Baso Burning panghataion nihalaki sian pudi ni pintu ni

jabu i, jala langsung ditopotma anakna si Raja Biak-Biak i, jala dipaboa ma sude

rencana ni angka anggina i jala dang diboto siboru Baso Burning naung diboto

anak nai panghataion nai tu Raja Biak-Biak. Ditingki i gabe torusma dimuruhi

anakna naopat i siboru Baso Burning, jala didok asa dibalongkon hahanai

umbahen i gabe diboan siboru Baso Burning ma si Raja Biak-Biak i tu aek Batu

106
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Sawan. Attar dao ma sian huta Parik Sabungan jonok tu Pussuk Buhit. Jala jonok

aek i adong ma batu na marliang, tarsongon baba ni gua, disima i baen Raja

Biak-Biak i jala tinggal ma disi sahalak na. Ganup ari ma siboru Baso Burning

manaruhon sipanganon na, dohot paridihon si Raja Biak-Biak tu aek Batu

Sawan.Gabe dang pos ma rohani anakna opat i mamereng pangalaho ni inong

nai lao dang marboa-boa jala ro nasopamotoan, dungi diihutton ma tudia lao

inong nai naso pamotoan ni siboru Baso Burning. Dibereng halaki ma inong nai

di aek Batu Sawan dohot Raja Biak-Biak, jala muruk ma muse anakna opat i.

Gabe didok halaki ma “Dirippu hami do naung di balongkon dainang Raja Biak-

Biak i…”

“Dang boi songoni anakhu, pattang..!” didokhon siboru Baso Burning tu

anakhon na i.

Alana naung tardapot i siboru Baso Burning dibahen anakna naopat i, gabe dang

heabe didapothon si Raja Biak-Biak i tu Batu Sawan, alani biarna diboto angka

anak naopati mangolu dope si Raja Biak-Biak i.

Dung martaon-taon leleng na, laho ma muse siboru Baso Burning tu aek

Batu Sawan, manang mangalean mangan anakna si Raja Biak-Biak i. Alai

tarsanggot ma siboru Baso Burning i, dung dibereng madabu sian batu liang i si

Raja Biak-Biak. Lungun ma dihilala rohana, dungi martamiang ma ibana tu

Ompung Mulajadi Nabolon, “Dang tarpabereng-bereng au be hassit ni sitaonon

ni anakhon seleleng ngoluna…”Isiala imana ma anak naumbalga sian Guru

Tatea Bulan, dipangidohon Raja Biak-Biak ma tu inongna asa borhat halaki tu

Pusuk Buhit nanaeng pasahathon pangidoanna tu Ompung Mulajadi Nabolon,

107
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
asa gabe dipasaut ibana gabe Raja isiala imana do anak naumbalga, jala imana

do naikkon saut gabe Raja. Jala dipangidohon Raja Biak-Biak do asa gabe

denggan rupani pamatang nai.Alai didok Raja Biak-Biak ima tu inong nai,

“diama naboi tarbahen au dainang, ai somargogo au. Alani sitaononkon gabe

leasdo rohani angka anggiku marnida au...” Dungi siboru Baso Burning dohot

Guru Tatea Bulan alani lungun ni rohana, diboan ma Raja Biak-Biak tu Pusuk

Buhit. Martamiang ma halaki disi sadari saborngin lelengna.Huhut manetehi

iluna, sai martamiang do Guru Tatea Bulan dohot siboru Baso Burning,

“Ompung manang boha pe annon anak namion hupasahat hami ma tu ho, molo

pe naeng pasauton mu do imana gabe jolma nasuman, manang na gabe alogo do

hupasahat hami ma tu Ho ale Tuhan…” Dungi, dinaso panagaman tompu ma

mago Raja Biak-Biak jala dang tarida imana. Jala di tadinghon ma sahalakna di

Pusuk Buhit i, hape naung dipasaut Mulajadi Nabolon do sangkapni si Raja Biak-

Biak i. Dilehon ma tangan, pat, jala dilehon ma muse dohot habang, dohot ihur,

jala (sattabi) mamussung songon babi. Ditingki i didok Ompung Mulajadi

Nabolon ma : “Nangpe dang suman pamatangmu songon jolma naasing i, alai

adong do hasaktion mu. Dang jadi ho matua, dang boi ho mate, alai ho ma

nagabe panggom-gomon diangka saluhut jolma nanaeng pasahathon elek-elek

dohot pangidoan…” ninna Ompung Mulajadi Nabolon umbahen i hubaen ma

goarmu Raja Hatorusan manang Raja Uti. Dung sadia leleng dipaboa Mulajadi

Nabolon ma tu angka jolma dohot suara alai dang tarida pamatangna didokma,

“Ei manisia, gelleng mi ndang mate…”

Dung sotarida be Raja Uti, marhamulian be angka anggina i jala nunga

marianakkhon dohot marpahompu. Tamba torop ma angka jolma dihutai. Alai

108
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
adong do nahurang denggan di anggini si Raja Uti i, adong sahalak anggina dioli

ibotona, ima Tuan Saribu Raja dioli ma ibotona siboru Pareme. Alani

pambahenan nai gabe mardenggan daging ma siboru Pareme. Jala nunga

tangkas diboto angka anggina i songoni dohot angka dongan sahuta na. Dungi

ala so adat jala dang uhum naniula ni Tuan Saribu Raja dohot siboru Pareme i

rim ma halaki naingkon pamateona halaki nadua. Alai nungga sangga

mardenggan daging siboru Pareme dang saut be dipamate halaki. Gabe

dipalaoma siboru Pareme tu dolokni sabulan, ai disi do gok babiat jala didok

Limbong Mulana dohot angka anggina nai ma “Tumagon ma babiat i pamatehon,

anggosoi hassit nisitaonon i ma pamatehon i.Alai andorang soi nung marpingkkir

Tuan Saribu Raja na ikkon palaohon ni angka angginai imana (Limbong, Sagala,

Malau) isiala pangalahonna tu siboru Pareme. Andorang sodiboto Tuan Saribu

Raja nanaeng palaonna na ima sian huta i, nungga adong sangkap na mamboan

akka arta nasian Guru Tatea Bulan. Marbuni-buni do Tuan Saribu Raja mambuat

angka mas, pustaha batak, dohot angka pustaha na asing.didok rohani Tuan

Saribu Raja nungga mate be Raja Uti ala nungga leleng dang heabe tarida jala

gabe dibuat ma sude artani Guru Tatea Bulan i. Didok rohana ma muse dung

mate Raja Uti imana ma gabe anakna umbalga. Jala ditingki i nungga denggan

dipature Tuan Saribu Raja inganan ni arta i. Ditabunihon ma angka arta i

dibagasan sada batu nabalga, jala hisim rohana naingkon alaponna haduan artai

muse.Ianggo batu toho pas diholang-holang ni huta Sagala dohot huta Limbong

jala jonok tu gunung Pusuk Buhit. Jala batu i adong do pintuna, jala pussu ni

batu i pe tarsongon rupani jantung adong muse lobang na. Disabola hambiran na

i adong do sada tanda nagabe tarsonggon kuncina, jala holan Tuan Saribu Raja

109
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
do naumbotosa i.Ianggo goarni batu inganan ni angka arta i didokma goarna

Batu Hobon, Hobon lapatanna poti. Umbahen didokpe songoni ima ala

marlobang do dibagas batu i. Jala batu i ima sada lubang tarsongon goa jala

adong hasahatanna huluat na asing. Di Batu Hobon i ima tading angka arta ni

Guru Tatea Bulan ima nabinahe ni Tuan Saribu Raja. Molo songon arta tading-

tadingan ni Guru Tatea Bulan i ima : Gondang Saparangguan, Pagar, Hujur

Somba Baho, Piso Solom Debata, Pungga Haomasan, Tintin Sipajadi-jadi, Tawar

Sipagabang-gabang, Sipagubung-ubung, Sipangolu namate, Siparate naung

busuk. Sude nai dibahen ma inganan na lak-lak manang pustaha, na di surat

dohot aksara Batak. Dung singkop ditabunihon artani Guru Tatea Bulan di poti

batu i, lao ma Tuan Saribu Raja sian huta i manopot siboru Pareme na

mardenggan daging ima na dibolongkon tu dolokni na di ginjang Sabulan.

Jala najolo sai adong do jolma nanaeng mambuka Batu Hobon i , jala naeng

mambuat arta ni Guru Tatea Bulan i, alai nanggo apala sahalak pe dang adong

naboi mambuat arta i, gabe rodo parsitaonon tu halaki, sipata oloma gabe mate

tompu. Jala sahat tu saonnari tong do denggan diparorot Batu Hobon i, jala dang

olo be jolma mambukka batu i, jala molo adong be jolma nanaeng marnida batu i

ikkon nasian las niroha na do tusi, isiala hasaktion ni batu i.

110
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
TERJEMAHAN

CERITA BATU HOBON

Dahulu, si Raja Batak yang dipercayai oleh masyarakat Batak diturunkan

langsung dari Pusuk Buhit kemudian membangun sebuah perkampungan di salah

satu lembah gunung yang bernama Sianjur Mula-Mula Tompa. Letak

perkampungan itu berada di garis lingkar Pusuk Buhit di lembah Sagala dan

Limbong Mulana, sebelah timur perkampungan Limbong, sebelah barat Sagala,

sebelah utara Gunung Pusuk Buhit, dan sebelah selatan Hariara Pintu. Ada dua

arah jalan dataran menuju Pusuk Buhit. Satu dari arah Tomok (bagian Timur) dan

satu lagi dari dataran tinggi Tele. Si Raja Batak memiliki dua orang anak yaitu,

1) Guru Tatea Bulan yang sering juga disebut dengan ILONTUNGAN

alias si MANGARATA alias TOGA DATU.

2) Raja Isumbaon (si Raja Sumba).

Sebelum meninggal, si Raja Batak sempat mewariskan “Piagam Wasiat”

kepada kedua anaknya itu. Anaknya yang pertama,Guru Tatea Bulan mendapat

“Surat Agung” yang berisi ilmu pendukunan atau kesaktian, pencak silat, dan

keperwiraan. Sedangkan, anaknya yang kedua Raja Isumbaon mendapat

“Tumbaga Holing” yang berisi kerajaan (Tatap – Raja), hukum atau peradilan,

persawahan, dagang, dan seni mencipta. Sepeninggal ayahnya si Raja Batak kedua

anak-anaknya mulai menjalani kehidupannya masing – masing. Anaknya yang

pertama yaitu, Guru Tatea Bulan memilih tetap tinggal di perkampungan si Raja

Batak sementara itu adiknya Raja Isumbaon pergi merantau.

111
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pada waktu itu, Mulajadi Nabolon atau Tuhan Yang Maha Esa

mengirimkan tujuh gadis dari khayangan ke Pusuk Buhit untuk diperkenalkan

kepada Guru Tatea Bulan, putra dari nenek moyang orang Batak, si Raja Batak.

Ketika itu, Guru Tatea Bulan mendapati mereka sedang mandi di Tala yang

jaraknya sedikit jauh sekitar 30 menit perjalanan kaki sebelum puncak tertinggi

Pusuk Buhit. Melihat gadis-gadis cantik yang sedang mandi, saat itu juga secara

diam – diam Guru Tatea Bulan memberanikan diri untuk mengambil kain milik

salah satu perempuan surgawi itu. Selesai mandi ketujuh gadis khayangan tadi

ingin segera kembali ke langit

“Mari, hari sudah beranjak sore sudah waktunya kita kembali...” kata salah

seorang gadis khayangan tersebut.

Akan tetapi pada waktu mereka bersiap-siap pulang salah satu gadis dari

khayangan itu kehilangan kain miliknya sehingga dia tidak dapat kembali ke

langit. Dia berkata kepada saudaranya, “kain milikku hilang, aku tidak tau siapa

yang mengambilnya dan aku tidak dapat kembali ke langit tanpa kain itu..”

dengan sangat berat hati keenam saudaranya itu pun harus kembali. Satu lagi

tinggal di Pusuk Buhit, dia tidak dapat kembali ke asalnya karena kain miliknya

telah diambil dan dia sama sekali tidak tau dan tak menyangka bahwa yang

mengambilnya adalah Guru Tatea Bulan.

Guru Tatea Bulan tertarik pada gadis cantik dari khayangan itu dan

menginginkannya untuk tetap tinggal bersamanya. Lalu, akhirnya Guru Tatea

Bulan membawa gadis itu ke rumahnya. Dia mengajarinya bahasa dan adatnya

agar menjadi orang yang beradab tetapi, dia tidak menahannya di rumahnya.

112
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Hampir setiap hari mereka saling bertemu, Guru Tatea Bulan yang sejak dari awal

pertemuan sudah menaruh hati pada gadis itupun jatuh hati melihat paras cantik

juga kesederhanaan yang dimiliki oleh gadis dari khayangan itu. Di dalam hati

Guru Tatea Bulan dia ingin memperistri gadis itu. Tak butuh waktu lama Guru

Tatea Bulan pun memberanikan diri untuk mempersunting gadis pilihannya itu.

Dan akhirnya mereka pun menikah. Guru Tatea Bulan yang sudah sah menjadi

suami dari gadis khayangan itu memberi nama panggilan untuk istrinya dengan

nama siboru Baso Burning yang artinya putri jadi-jadian (boruni homang).

Setelah mereka menikah Guru Tatea Bulan dan isterinya memilih bermukim di

Sianjur Mula-Mula tepatnya di Parik Sabungan, di kaki Gunung Pusuk Buhit.

Sehari-hari pekerjaan yang dilakukan Guru Tatea Bulan dan istrinya siboru Baso

Burning adalah bertani. Mereka mempunyai ladang yang ditanami berbagai jenis

tumbuh-tumbuhan yang dapat dimakan seperti ubi jalar, talas, pisang, dan yang

lainnya. Mereka juga mempunyai tanaman khusus seperti rugi-rugi, bane-bane,

bonang-bonang, sae-sae, dan tanaman yang bisa dipakai untuk obat yaitu pagar,

dorma (jimat), dan sitogu harihir. Setiap hari Guru Tatea Bulan dan istrinya

mengurus ladangnya mereka pun mendirikan sebuah sopo (rumah kecil tempat

berteduh).

Seiring berjalannya waktu, siboru Baso Burning pun menyadari bahwa

dirinya tengah mengandung seorang bayi. Mereka tak menyangka Mulajadi

Nabolon memberikan mereka karunia secepat itu. Betapa bahagianya hati Guru

Tatea Bulan ketika tau dan mendengar kabar bahwa istrinya siboru Baso Burning

tengah mengandung darah dagingnya. Selama 9 bulan lamanya mengandung kini

tiba saatnya siboru Baso Burning pun melahirkan.

113
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pada saat kelahiran putra sulung/pertama mereka yaitu Raja Biak-Biak,

dengan nama Raja Miokmiok, kelahirannya disertai guruh, hujan lebat, dan angin

puting beliung, namun setelah lahir betapa terkejut dan kecewanya Guru Tatea

Bulan dan istrinya siboru Baso Burning, karena anaknya Raja Biak-Biak lahir

tidak sempurna sebagai manusia. Tubuhnya tidak memiliki tulang, tidak punya

tangan, dan kaki. Ukurannya kecil. Karena kondisi tubuhnya itu si sulung tidak

bisa duduk hanya bisa berguling-guling, karena itu Raja Biak-Biak dinamai juga

Raja Gumelenggeleng (guling-guling).

Tuan Saribu Raja adalah nama putra kedua dari Guru Tatea Bulan. Dia dan

adik kandungnya perempuan yang bernama siboru Pareme dilahirkan marpohas

(anak kembar berlainan jenis satu perempuan, dan satunya laki-laki).

Dari pernikahan Guru Tatea Bulan dengan istrinya siboru Baso Burning,

mereka dikaruniai 5 orang anak laki-laki dan 4 orang anak perempuan.

Anak laki-lakinya yaitu :

1) Raja Biak-Biak / Raja Gumelenggeleng / Raja Uti.

2) Tuan Saribu Raja

3) Limbong Mulana

4) Sagala Raja

5) Silau Raja ( Malau Raja )

Anak perempuannya yaitu :

1) Siboru Paromas ( siboru anting-anting sabungan )

2) Siboru Pareme

114
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3) Siboru Biding laut

4) Nan Tinjo

Berselang beberapa waktu kemudian, Mulajadi Nabolon turun ke bumi

(Sianjur Mula-Mula) dan mencobai iman Guru Tatea Bulan dan siboru Baso

Burning. Mulajadi Nabolon meminta agar Guru Tatea Bulan menyerahkan

anaknya Tuan Saribu Raja untuk dipotong dan dipersembahkan.

Guru Tatea Bulan lalu mengatakan, “Terserah Ompung saja! Datangnya

dari Tuhan (Mulajadi Nabolon Debata Natolu), kalau Mulajadi Nabolon meminta,

saya tidak berhak menolak.”

Tak sengaja Raja Biak-Biak mendengar percakapan itu. Dia berpikir

bahwa dialah yang akan dipotong/dibunuh dibandingkan dengan Tuan Saribu

Raja yang sempurna, dia merasa dirinya tidak ada harganya maka dengan tergesa-

gesa Raja Biak-Biak datang menghampiri ibunya.

Dia berkata pada ibunya : “Oh, Ibu! Ku dengar bapak menginjinkan salah

satu dari kami untuk dibunuh/dipotong Ompunta Mulajadi Nabolon, maka dalam

hatiku aku berpikir kalau akulah yang mau dibunuh, apalah aku dibandingkan

Saribu Raja yang tidak cacat itu. Kalau boleh permintaanku suruhlah bapak

menyembunyikanku, biarpun kelahiranku begini akulah anak yang paling besar.”

Mendengar perkataan anaknya Raja Biak-Biak, ibunya langsung menyuruh

suaminya Guru Tatea Bulan untuk menyembunyikan Raja Biak-Biak ke Bukit

Pusuk Buhit.

115
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tibalah saatnya Mulajadi Nabolon datang dan meminta persembahan yang

telah dijanjikan oleh Guru Tatea Bulan. Guru Tatea Bulan pun menepati janjinya

dengan membawa anaknya Tuan Saribu Raja untuk dipotong dan dipersembahkan

kepada Mulajadi Nabolon akan tetapi karena kerelaan hati Guru Tatea Bulan yang

ikhlas anaknya dijadikan persembahan dan Tuan Saribu Raja pun tidak menolak

menjadi korban persembahan. Akhirnya, Mulajadi Nabolon lalu

menghidupkannya kembali serta memberikan berkat pada mereka.

Siboru Baso Burning sangat mencintai kesembilan orang anaknya.

Khususnya kepada Raja Biak-Biak yang fisiknya tidak normal. Setiap hari adik-

adiknya Raja Biak-Biak selalu ikut membantu ibu dan bapaknya pergi ke ladang

bertani terkecuali, Raja Biak-Biak dikarenakan kondisi tubuhnya yang tidak

normal membuatnya tetap tinggal di rumah dan tidak melakukan kegiatan apapun.

Setiap pagi sebelum ibunya pergi berangkat ke ladang ibunya mesti menanak

beras yang enak dulu, agar bisa dimakan oleh Raja Biak-Biak.

Keempat orang adik laki-laki Raja Biak-Biak pun merasa cemburu melihat

perlakuan ibunya yang sangat berbeda kepada mereka. Adik-adiknya itu berpikir

kenapa hanya mereka saja yang setiap pagi pergi ke ladang untuk membantu

orangtuanya sementara abangnya si Raja Biak-Biak hanya tenang-tenang saja di

rumah dan tidak melakukan kegiatan apapun bahkan, makanannya saja harus

disiapkan terlebih dahulu sebelum ibunya pergi kemana-mana. Sesaat terlintas

dipikiran keempat orang adik laki-laki Raja Biak-Biak ini untuk membunuh abang

mereka itu, karena fisiknya tidak selayaknya manusia.

116
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Setibanya mereka di rumah mereka langsung mengatur rencana untuk

membunuh abangnya tersebut. Tetapi dari balik pintu rumah secara tak sengaja

ibu mereka mendengar semua pembicaraan anak-anaknya dan langsung menemui

Raja Biak-Biak lalu menceritakan kembali semua apa yang didengarkannya tadi.

Namun, ibunya tidak menyangka kalau pembicaraannya dengan Raja Biak-Biak

juga telah diketahui oleh keempat orang anak-anaknya yang ingin membunuh

Raja Biak-Biak. Sejak saat itu, dia terus ditekan oleh empat putranya untuk

membuang abangnya itu. Kejadian itu, membuat istri Guru Tatea Bulan akhirnya

membawa Raja Biak-Biak ke lokasi air terjun Batu Sawan yang terletak sekitar

satu kilometer dari kampung Parik Sabungan ke arah puncak gunung. Tidak jauh

dari air terjun itu terdapat batu berliang seperti, mulut gua dan disanalah Raja

Biak-Biak ditinggalkan sendirian oleh ibunya. Setiap hari ibunya diam-diam

mengantarkan nasi untuk Raja Biak-Biak di Batu Liang. Dia juga memandikan

anaknya itu di air terjun Batu Sawan.

Keempat orang putranya sudah sering memperhatikan gerak-gerik ibunya

yang semakin hari semakin mencurigai. Mereka berpikir mengapa setiap hari

ibunya selalu pergi tanpa pamit. Lalu, terlintaslah dipikiran keempat orang

putranya untuk mengikuti setiap jejak kemana pun ibunya akan pergi secara diam-

diam.

Sepanjang hari mereka terus membuntuti ibunya dan akhirnya mereka

berhasil mendapati ibunya yang sedang berada di air terjun Batu Sawan bersama

abangnya si Raja Biak-Biak. Melihat kejadian itu keempat orang putranya pun

geram dan kembali protes.

117
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Mereka berkata “kami kira ibu sudah membuang abang.”

“Tidak bisa begitu, Nak. Berdosa,” kata istri Guru Tatea Bulan kepada anak-

anaknya. Ibunya sangat sedih dan tak sanggup bila harus membuang darah

dagingnya sendiri.Setelah kejadian itu untuk waktu yang lama ibunya sengaja

untuk tidak menemui si Raja Biak-Biak dulu karena, takut nanti anak-anaknya

yang lain mengetahui bahwa abangnya masih hidup.

Bertahun – tahun kemudian, istri Guru Tatea Bulan kembali menaiki

Gunung Pusuk Buhit untuk menemui dan memberi makan anaknya si Raja Biak-

Biak. Namun, dia terkejut melihat Raja Biak-Biak sudah terjatuh berguling –

guling dari Batu Liang. Dia sedih, lalu berdoa, “Ompung Mulajadi Nabolon, saya

sudah tidak sanggup lagi melihat anak saya tersiksa seperti ini selama hidupnya.”

Sebagai keturunan yang pertama dari Ompu Guru Tatea Bulan, Raja Biak-

Biak ingin meminta ijin kepada ibunya untuk pergi ke Pusuk Buhit demi

memohon kepada Mulajadi Nabolon agar boleh dia dijadikan menjadi raja

diantara saudara – saudaranya yang lain karena dia adalah putra sulung yang

pertama keluar dari rahim ibunya jadi pantaslah dia yang menjadi raja. Raja Biak-

Biak juga memohon kepada Mulajadi Nabolon agar disempurnakan. Kemudian

Raja Biak-Biak berkata kepada ibunya, “tapi apa dayaku bu, sebagai seorang yang

tidak sempurna sebagai manusia yang selalu dianggap remeh oleh saudara-

saudaraku.”

Akhirnya, dia dan suaminya Guru Tatea Bulan dengan berat hati

membawa Raja Biak-Biak ke puncak tertinggi Gunung Pusuk Buhit. Selama

sehari semalam mereka berdoa di puncak dan tidur disana. Sambil menangis,

118
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Guru Tatea Bulan dan istrinya itu berdoa, “Ompung, bagaimana pun jadinya kelak

anak kami ini, Engkaulah yang tahu. Apakah dia akan jadi manusia yang

normalatau menjadi angin kami pasrahkan dia ke dalam tangan-Mu.”Lalu, Raja

Uti pun seketika menghilang dan tak kelihatan lagi wujudnya karena diselimuti

oleh angin dan dia pun ditinggalkan sendirian di puncak tertinggi Gunung Pusuk

Buhit. Mulajadi Nabolon ternyata mengabulkan permohonan Raja Biak-Biak. Ia

diberi tangan, kaki, bahkan diberi sayap, ekor, dan mulutnya seperti (maaf)

moncong babi.

Ketika itu Mulajadi Nabolon berkata : “Walau bentuk tubuhmu tidak

sempurna seperti manusia biasa, tetapi kamu punya keistimewaan, tidak akan

pernah tua, tidak akan mati dan kamu akan menjadi perantara manusia yang akan

memberikan persembahan kepadaku. Karena itu kuberi kamu gelar RAJA

HATORUSAN atau juga RAJA UTI.”

Ratusan tahun berlalu, Mulajadi Nabolon menyampaikan kabar lewat

suara-suara tak berwujud kepada warga di kaki Pusuk Buhit : “Ei, manisia,

gellengmi ndang mate.”

Setelah kejadian hilangnya Raja Uti, keempat orang adik laki-lakinya pun

telah menikah dan beranak cucu. Warga kampung pun semakin banyak. Akan

tetapi, ada yang janggal diantara empat orang adik laki-laki Raja Uti ada salah

seorang adiknya yang mengawini adiknya sendiri yaitu, Tuan Saribu Raja yang

menikahi siboru Pareme kembarannya. Akibat ulah dari Tuan Saribu Raja dan

siboru Pareme yang berbuat cinta terlarang kini siboru Pareme pun hamil.

Kehamilannya pun telah diketahui saudara-saudaranya yang lain termasuk juga

119
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
warga kampung. Lalu, adat dan kesepakatan di kampung itu menetapkan

hukuman mati bagi mereka berdua. Namun karena siboru Pareme tengah

mengandung jadi tak boleh dibunuh. Dia dibuang ke sebuah hutan di atas Sabulan,

salah satu daerah yang dianggap sebagai sarang harimau.Limbong Mulana dan

adik-adiknya lalu berkata, ”biarlah harimau itu yang membunuhnya, kalau bukan

kelaparan dan deritanya sendiri..”

Sebelumnya Tuan Saribu Raja juga sudah memikirkan bahwa saudaranya

Limbong, Sagala, dan Malau tidak akan memaafkan kesalahannya atas

perbuatannya dengan siboru Pareme. Maka, sebelum Tuan Saribu Raja tau bahwa

dia akan diusir dari kampungnya itu dia berencana untuk melarikan diri membawa

harta warisan dari ayahnya Guru Tatea Bulan. Secara diam-diam Tuan Saribu

Raja mengambil harta warisan tersebut yang menurutnya menjadi bagiannya,

berupa perhiasan emas, kitab pustaha laklak, dan benda pusaka lainnya. Tuan

Saribu Raja mengira bahwa abangnya Raja Uti telah meninggal dunia karena

sudah ratusan tahun lamanya tidak pernah terlihat lagi olehnya ia pun mengambil

alih seluruh peninggalan-peninggalan ayahnya itu karena, menurutnya setelah

Raja Uti meninggal dialah yang pantas menjadi anak tertua dikeluarganya. Tuan

Saribu Raja ternyata telah mempersiapkan peti batu untuk menyimpan harta

warisan ayahnya Guru Tatea Bulan. Dia menyimpan harta warisan itu di dalam

sebuah batu dengan harapan suatu saat dia akan mengambilnya kembali.

Peti Batu ini terletak diantara Huta Sagala dan Limbong tepatnya di kaki

Dolok Pusuk Buhit. Peti batu tersebut dilengkapinya dengan tutup batu dimana

pada bagian ujung batu ini berbentuk seperti “jantung” dengan beberapa “kode”

120
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
lubang. Di sisi kiri depan terdapat segel batu, yang berfungsi sebagai kunci

“rahasia” pembuka yang hanya diketahui oleh Tuan Saribu Raja.

Peti Batu tempat penyimpanan harta pusaka ini dinamakan

BatuHobonkarena Hobon artinya peti. Disebut demikian karena bentuknya berupa

batu berdiameter satu meter dengan bagian bawah berongga. Batu ini juga

merupakan sebuah lorong yang mungkin saja di dalamnya berbentuk seperti goa

dan punya tembusan ke berbagai tempat lain. Di dalam BatuHobon inilah terdapat

peninggalan-peninggalan harta pusaka Guru Tatea Bulan yang disimpan oleh

Tuan Saribu Raja. Adapun harta pusaka tersebut adalah Gondang Saparangguan (

Seperangkat Gendang Batak ), Pagar ( Ramuan penangkal penyakit ), Hujur

Somba Baho ( Tombak bertuah ), Piso Solom Debata ( Pedang bertuah ), Pungga

Haomasan ( Batu gosok emas ), Tintin Sipajadi – jadi ( Cincin ajaib), dan Tawar

Sipagabang – abang, Sipagubung – ubung, Sipangolu na Mate, Siparate Naung

Busuk ( Obat yang mampu menghidupkan yang sudah mati, serta menyegarkan

kembali yang telah busuk). Setelah semua peninggalan Guru Tatea Bulan itu

disimpannya di Peti Batu, lalu Tuan Saribu Raja pun pergi meninggalkan

kampung kelahirannya itu menyusul istrinya siboru Pareme yang tengah hamil

yang telah dibuang ke sebuah hutan di atas Sabulan.

121
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Konon katanya, beberapa kali oknum tertentu secara tidak sah berupaya

membongkar BatuHobon dengan paksa untuk mengambil harta pusaka Guru

Tatea Bulan, tetapi tidak seorang pun ada yang berhasil, bahkan mereka terkena

“Tulah” meninggal secara tidak wajar. Hingga kini BatuHobon tetap terjaga utuh

sebagai situs budaya Batak, dan belum pernah ada lagi yang mencoba

membukanya. Bila orang yang ingin melihat atau sekedar berkunjung ke tempat

BatuHobon ini baiklah mereka memiliki hati serta niat yang bersih karena tempat

ini begitu sakral.

122
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 2:
Daftar Gambar Hasil Penelitian

Gambar 1.1 Tampak Dari Perkampungan si Raja Batak SIGULATTI Wilayah

Kecamatan Sianjur Mula – Mula, Kabupaten Samosir.

123
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 1.2 Perkampungan Si Raja Batak di desa Sigulatti, Kecamatan Sianjur

Mula – Mula.

Gambar 1.3 Pintu Masuk Batu Hobon

124
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 1.4 Batu Hobon

Gambar 1.5 Peneliti dan tempat Batu Hobon.

125
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 1.5.1 Peneliti dengan informan di desa Sarimarrihit.

126
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 1.5.2 Peneliti dengan beberapa informan masyarakat desa Sarimarrihit

127
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
128
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 4 : Daftar Informan

1. Nama : AniusLimbongMulana
Umur : 63 Tahun
J. Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Bahasa : Bahasa Toba, bahasa Indonesia
Agama : Kristen Protestan
Tempat Tinggal : Desa Limbong

2. Nama : ParulianLimbong
Umur : 54 Tahun
J. Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Bahasa : Bahasa Toba, bahasa Indonesia
Agama : Kristen Protestan
Tempat Tinggal : Desa Limbong

3. Nama : SintongSagala
Umur : 45 Tahun
J. Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Bahasa : Bahasa Toba, bahasa Indonesia
Agama : Kristen Protestan
Tempat Tinggal : Desa Sagala

129
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4. Nama : HaposanLimbongMulana
Umur : 55 Tahun
J. Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Bahasa : Bahasa Toba, bahasa Indonesia
Agama : Kristen Protestan
Tempat Tinggal : Desa Limbong

5. Nama : TogapPangihutanSagala
Umur : 59 Tahun
J. Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Bahasa : Bahasa Toba, bahasa Indonesia
Agama : Kristen Protestan
Tempat Tinggal : Desa Sarimarrihit

6. Nama : MartinSagala
Umur : 56 Tahun
J. Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Bahasa : Bahasa Toba, bahasa Indonesia
Agama : Kristen Protestan
Tempat Tinggal : Desa Sarimarrihit

130
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
131
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
132
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai