Anda di halaman 1dari 75

ANALISIS PENGGUNAAN SIMBOL CORAK PERNAK-PERNIK ACARA

PERNIKAHAN SUKU KARO DI KABANJAHE

KAJIAN SEMIOTIKA

SKRIPSI

Oleh:

FRISKA SARI BR GIRSANG

160701058

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2020

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan

dalam memeroleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan

saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain,

kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila

pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan

gelar keserjanaan yang saya peroleh.

Medan, Agustus 2020

Friska Sari br Girsang

NIM 160701058

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ANALISIS PENGGUNAAN SIMBOL CORAK PERNAK-PERNIK ACARA

PERNIKAHAN SUKU KARO DI KABANJAHE

(KAJIAN SEMIOTIKA)

Friska Sari Br Girsang

Fakultas Ilmu Budaya USU

ABSTRAK

Skripsi ini menganalisis Pernak Pernik dalam acara perkawinan adat suku Karo dengan kajian

semotika. Manfaat penelitian ini adalah untuk melestarikan penggunaan Pernak Pernik karo

yang hamper punah. Penelitian ini menggunakan data lisan dan tulisan. Metode yang digunakan

dalam pengumpulan data adalah metode simak, yaitu dengan menyimak penggunaan bahasa,

dilanjutkan dengan teknik sadap, yaitu dengan menyadap pembicaraan dengan penutur, teknik

sinak libat cakap (SLC), yaitu dengan menyimak sekaligus ikut berpartisipasi dalam

pembicaraan, dan teknik catat yaitu dengan mencatat semua sumber data yang dianggap

penting. Metode yang digunakan dalam menganalisis data adalah metode padan. Hasil yang

diperoleh dari penelitian ini adalah Pernak Pernik Karo terdapat 8 Pernak Pernik yang dipakai

pria Karo dan 8 Pernak Pernik yang dipakai wanita Karo yang berasal dari bahan kain, emas,

perak, tembaga, dan berlian. Berdasarkan makna tersirat yang terdapat dalam Pernak Pernik

acara pernikahan adat Karo, maka simpulan dari penelitian adalah bahwa dalam Pernak Pernik

pernikahan suku Karo terdapat nama-namanya masing –masing yaitu: : Bulang-bulang

(Tengkuluk), Cengkok-cengkok, Kadangen (Selempang), Gonje (Sampan), Sertali rumah

ii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


rumah, Sertali Layang-layang Galang, Gelang Sarung, Bunga Mpalas (Rudang Emas). Pernak-

Pernik yang dipakai wanita Karo yaitu: Tudung (Penutup Kepala, Sarung (Gonje), Kampil,

Cincin Tapak Gajah, Kerabu, Padung Kudung-kudung, Sertali Layang-layang Kitik, Sertali

Layang-layang Galang. Di samping itu terdapat juga berbagai Pernak Pernik yang dipakai

kedua orang tua pengantin.

Kata Kunci: Analisis, Simbol, Pernak Pernik, Perhiasan, Suku Karo.

iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan

karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak dalam menyelesaikan skripsi

ini, berupa bantuan moral seperti doa, dukungan nasihat, dan petunjuk praktis, maupun bantuan

material. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S., Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera

Utara, yang telah menyediakan fasilitas pendidikan bagi peneliti.

2. Bapak Drs. Haris Sultan Lubis, M.S.P., Ketua Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas

Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, yang telah mengarahkan peneliti dalam

menjalani perkuliahan dan membantu peneliti dalam hal administrasi.

3. Bapak Drs. Amhar Kudadiri, M.Hum., Sekretaris Program Studi Sastra Indonesia,

Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan informasi

terkait dengan perkuliahan kepada peneliti.

4. Ibu Dra. Salliyanti, M.Hum. Dosen pembimbing yang telah memberikan banyak

membantu dan meluangkan waktu untuk membimbing peneliti dengan penuh kesabaran,

tanggung jawab, memberi banyak nasihat, motivasi, dan masukan bagi peneliti dalam

proses penulisan skripsi.

5. Ibu Dr. Dwi Widayati, M.Hum dan Ibu Dra. Sugihana Sembiring, M.Hum., selaku dosen

penguji yang telah menguji ujian saya dan banyak memberikan saran dan masukan bagi

penulis.

6. Bapak Drs. Pribadi Bangun, M.Hum., selaku dosen penasehat akademik yang telah

banyak memberikan pengarahan dan masukan bagi penulis selama masa perkuliahan.

iv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7. Bapak dan Ibu staf pengajar Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, yang

telah memberikan bekal dan pengetahuan baik dalam bidang linguitik, sastra dan bidang-

bidang umum lainnya.

8. Pegawai Administrasi di Departemen Sastra Indonesia Universitas Sumatera Utara,

Saudara Joko yang membantu penulis dalam menyelesaikan segala urusan Administrasi

selama perkuliahan.

9. Kedua orang tua Ayahanda Berson Girsang dan Ibunda Diana br Simorangkir yang telah

memberikan kasih sayang yak tak terhingga, mendukung secara moral dan material,

dorongan juga spiritual dalam doa. Saya sangat bersyukur dan bangga punya orang tua

seperti kalian semoga tetap diberkati Tuhan Yesus.

10. Adik yang saya sayangi dan kasihi Hardi Girsang, Dodo Girsang dan keponakan saya

Kenzi Purba yang selalu membuat penulis tertawa, marah dan semangat.

11. Abang Kandung Frendy Girsang yang memberi dukungan, nasihat, dukungan doa dan

material selama perkuliahan saya. Kakak Kandung Ika Novalia br Girsang dan Abang

Ipar Abet Purba terima kasih atas semangat, motivasi dan doanya.

12. Sahabatku yang baik Anggi Siagian, Efrina Siburian dan Putri Simamora terima kasih

sudah mau menjadi sahabatku, yang memberikan doa, semangat, dukungan dan mau

menjadi pendengar setia curhatan penulis.

13. Orang yang spesial Rinaldi Ginting yang selalu membuat penulis tertawa, marah,

mendukung dan selalu memberikan semangat, doa dan mau mendengarkan curhat

penulis.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14. Teman-teman penulis di Program Studi Sastra Indonesia stambuk 2016 khususnya Irham,

Zetti, Yesika, Yulistia, Anugrah, dan teman-teman yang lain yang tdiak disebutkan

namanya satu per satu yang telah mendorong penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

15. Bapak Lukas Tarigan yang banyak memberikan informasi tentang aksesoris pernak

pernik dalam adat perkawinan Batak Karo.

16. Para informan telah meluangkan waktu untuk membantu penulis dan menyediakan data

penelitian.

Penulis menyadari skripsi ini jauh dari kesemournaa. Oleh karena itu, penulis

mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yangsifatnya membangun.

Akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan

pembaca, khusunya bidang linguistik.

Medan, Agustus 2020

Penulis,

Friska Sari br Girsang

vi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI

PERNYATAAN ..................................................................................................................... i

ABSTRAK .............................................................................................................................. ii

PRAKATA ............................................................................................................................ iii

DAFTAR ISI .......................................................................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1

1.2 Batasan Masalah .................................................................................................... 3

1.3 Rumusan Masalah .................................................................................................. 4

1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................................... 4

1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................................. 4

1.5.1 Manfaat Teoretis .......................................................................................... 4

1.5.2 Manfaat Praktis ............................................................................................ 5

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA .......................... 6

2.1 Konsep.................................................................................................................... 6

2.1.1 Tanda ............................................................................................................ 6

2.1.2 Bahasa Simbolik ........................................................................................... 6

2.1.3 Perkawinan Batak Karo ................................................................................ 7

2.2 Landasan Teori ....................................................................................................... 7

2.2.1 Semiotika....................................................................................................... 7

2.2.2 Pernak-pernik ................................................................................................ 9

vii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.3 Tinjauan Pustaka .................................................................................................... 9

BAB III METODE PENELITIAN ....................................................................................... 12

3.1 Lokasi dan waktu Penelitian .................................................................................. 12

3.2 Sumber Data ........................................................................................................... 12

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 13

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data .......................................................................... 14

BAB IV PEMBAHASAN ...................................................................................................... 21

4.1 Pernak-pernik digunakan pengantin Pria ............................................................... 21

1. Bulang-Bulang/Tengkuluk .............................................................................. 21

2. Cengkok-Cengkok ............................................................................................ 23

3. Kadangen/Selempang....................................................................................... 24

4. Gonje, Sampan ................................................................................................. 26

5. Sertali Rumah-rumah ........................................................................................ 27

6. Sertali Layang-layang Galang ........................................................................... 28

7. Gelang Sarung ................................................................................................... 29

8. Bunga Mpalas .................................................................................................. 30

4.2 Pernak-pernik digunakan pengantin Wanita .......................................................... 31

1. Tudung ............................................................................................................ 31

2. Sarung, Gonje .................................................................................................. 34

3. Kampil .............................................................................................................. 35

4. Cincin Tapak Gajah ......................................................................................... 37

5. Kerabu ............................................................................................................... 38

6. Padung kudung-kudung .................................................................................... 39

viii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7. Sertali Layang-layang Kitik .............................................................................. 40

8. Sertali Layang-layang Galang ........................................................................... 42

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................................... 44

5.1 Simpulan .............................................................................................................. 44

5.2 Saran..................................................................................................................... 45

DAFTAR PUSTAKA

DATA INFORMAN

LAMPIRAN FOTO-FOTO INFORMAN

LAMPIRAN DATA

ix

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Bahasa adalah kemampuan yang dimiliki manusia untuk berkomunikasi dengan manusia

lainnya menggunakan tanda, misalnya kata dan gerakan. Kajian ilmiah bahasa disebut ilmu

linguistik . Bahasa, dipahami sebagai kumpulan norma-norma perkataan dari komunitas tertentu,

juga termasuk bagian dari kultur yang lebih besar dari komunitas yang menuturkannya. Bahasa

tidak hanya berbeda dari segi pengucapan, kosakata, atau tata bahasa, tetapi juga berbeda dalam

"kultur berbicara". Manusia menggunakan bahasa sebagai cara memberikan sinyal identitas

antara grup kultur dan perbedaan dengan yang lainnya. Bahkan di antara pembicara dalam satu

bahasa beberapa cara berbeda dalam menggunakan bahasa masih ada, dan setiapnya digunakan

untuk memberikan sinyal pertalian antara subgrup dalam satu kultur yang besar. Salah satu

perbedaan terbesar antara masyarakat di belahan dunia Timur dengan di belahan dunia Barat

adalah dalam hal adat istiadat. Kehidupan masyarakat Timur dipenuhi dengan berbagai jenis

upacara adat, mulai dari masa dalam kandungan, kelahiran, penyapihan, perkawinan, penyakit,

malapetaka, kematian dan lain -lain. Masalah perkawinan sangat penting bagi semua manusia

karena perkawinan merupakan satu-satunya cara untuk melanjutkan keturunan. Indonesia

terkenal dengan keragaman suku dan budayanya.Tiap-tiap daerah memiliki tata cara dalam

menjalankan adat istiadat yang berbeda-beda. Terutama dalam hal prosesi perkawinan.

Bahasa Karo merupakan salah satu bahasa daerah di Sumatera Utara yang digunakan

sebagai alat komunikasi baik lisan maupun tulisan oleh masyarakat Karo. Selain bahasa Karo,

bahasa Toba, Pakpak, Simalungun, Jawa dan bahasa Indonesia juga digunakan di daerah ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa Karo bukan hanya berfungsi sebagai alat

komunikasi dalam keluarga dan masyarakat, tetapi juga berfungsi sebagai pengawet budayanya.

Hal ini terbukti dari upacara-upacara adat yang masih tetap menggunakan bahasa Karo.

Hull (1998) mengatakan bahwa budaya adalah “suatu cara hidup tertentu” yang dibentuk

oleh nilai, tradisi, kepercayaan objek material dan wilayah (territory). Budaya adalah suatu

ekologi yang kompleks dan dinamis dari orang, benda, pandangan tentang dunia, kegiatan dan

latar belakang (setting) yang secara fundamental bertahan lama, tetapi juga berubah dalam

komunikasi dan interaksi sosial yang rutin. Budaya adalah konteks. Budaya adalah cara kita

berbicara dan berpakaian, makanan yang kita makan dan cara kita menyiapkan dan

mengkonsumsinya, dewa-dewa yang kita ciptakan dan cara kita memujanya, cara kita membagi

waktu dan ruang, cara kita menari, nilai-nilai yang kita sosialisasikan kepada anak-anak kita, dan

semua detail lainnya yang membentuk kehidupan sehari-hari.

Menurut pendapat Verkuyl, sebagaimana dikutip oleh Mangapul Sagala bahwa kata

"adat" berasal dari bahasa Arab "ada" yang berarti cara yang telah lazim atau kebiasaan yang

terjadi pada masyarakat. Sedangkan perkawinan, asal katanya "kawin", berarti membentuk

keluarga dengan lawan jenis, bersuami atau beristri dan bertujuan untuk meneruskan

keturunan. Perkawinan maksudnya suatu ikatan antara dua orang yang berlainan jenis kelamin,

atau antara seorang pria dan seorang perempuan, mereka mengikatkan diri untuk bersatu dalam

kehidupan bersama. Proses yang mereka lalui dalam rangka mengikatkan diri ini, tentunya

menurut ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam masyarakat. Laki-laki yang telah mengikatkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


diri dengan seorang perempuan, setelah melalui prosedur yang ditentukan di dalam hukum adat

dinamakan suami dan perempuan yang mengikatkan diri itu disebut istri.

Adat istiadat Karo, sebagaimana adat istiadat masyarakat suku-suku di wilayah Sumatara

Utara umumnya, memiliki kesamaan untuk beberapa hal, termasuk dalam sistem perkawinan.

Kesamaan tersebut disebabkan oleh wilayah Sumatra Utara cukup lama dipengaruhi oleh agama

Hindu sebelum masuknya agama Islam dan agama Kristen. Menurut kepercayaan Hindu,

perkawinan adalah sebuah makna yang bersifat sakral, suci dan merupakan kewajiban bagi setiap

individu untuk melaksanakanya, karena dengan perkawinan akan tercapai sebuah keteraturan

dalam perkembangan masyarakat dari keluarga inti (nuclear family) menuju keluarga besar

(extended family). Pengaruh Hindu dalam perkawinan adat Karo adalah perempuan dibeli oleh

laki-laki, dalam istilah Karo disebut tukur (Tarigan 2009:108).

Pada dasarnya adat perkawinan suku Batak Karo mengandung nilai sakral. Dikatakan

sakral dalam pemahaman adat Batak Karo bermakna pengorbanan bagi pihak pengantin

perempuan (pihak sinereh), karena ia memberikan anak perempuannya kepada orang lain pihak

pengantin laki-laki (pihak sipempoken), sehingga pihak laki-laki juga harus menghargainya

dengan menanggung semua biaya acara adat dan makanan adat. Perkawinan merupakan suatu

upacara untuk mempersatukan seorang laki-laki dengan perempuan atau dipersatukanya dua sifat

keluarga yang berbeda melalui hukum.

Pada masa-masa dahulu tatabusana tidak terlalu diperhatikan karena di samping bahan

juga masih lebih minim dan sulit didapat. Jika kita perhatikan pada masa-masa lampau seperti

masa sebelum masuknya penjajahan Jepang dan Belanda keberadaan busana adat Karo masih

sangat sederhana dengan hanyalah menggunakan kain-kain tenunan saja tanpa sentuhan model

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


jahitan. Artinya mayoritas hanyalah kain secara sederhana dan praktis dalam tata cara teknik

pemakainnya juga seperti dengan melilitkan dan membentuk langsung pada tubuh si pemakai,

akan tetapi akan sangat memberi kesan yang sangat luas dan unik.

Tatabusana pada masa-masa sekarang ini sejak tahun 2000-an ke atas sangat banyak

mengalami perubahan-perubahan yang sangat signifikan untuk memodifikasi disana-sini secara

sebagai. Perubaha perubahan yang dilakukan oleh masyarakat dengan berkembangnya teknologi

baik dari teknik pengolahan seni tenun yang menggunakan alat IBM. Dari segi perkembangan

desain tatabusana baik untuk busana wanita maupun laki-laki pada masa masa sekarang ini

sangat digemari oleh masyarakat dengan membuat modifikasi tenun dengan kreasi modifikasi

tatabusana secara umum karena masyarakat inspiratif dan inovatif dengan menciptakan model

kreasi baik untuk dipergunakan sebagai busana kerja atau busana untuk acara-acara pesta adat

sendiri.

Simbol merupakan jenis tanda yang bersifat arbitrer dan konvensional. Tanda-tanda

kebahasaan pada umumnya adalah simbol-simbol (Budiman; 2011,22). Dengan kata lain,

menilik pengertian yang terakhir ini, apa yang disebut sebagai simbol sebetulnya berekuivalensi

dengan pengertian Saussire tentang tanda.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1.2 Batasan masalah

Penelitian ini mengkhususkan pada pembahasan tanda-tanda berupa benda yang memiliki

makna yang terdapat dalam pernikahan Suku Karo, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo.

Dalam upacara pernikahan adat Suku Karo ditemukan tanda-tanda yang merupakan syarat

sekaligus tradisi yang sudah diwariskan.

1.3 Rumusan masalah

1. Apakah bentuk simbol, fungsi, makna yang terdapat pada corak pernak pernik yang dipakai

pria acara pernikahan Suku Karo di Kabupaten Karo?

2. Apakah bentuk simbol, fungsi, makna yang terdapat pada corak pernak pernik yang dipakai

wanita acara pernikahan Suku Karo di Kabupaten Karo?

1.4 Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan bentuk simbol, fungsi, makna dari corak pernak pernik yang dipakai pria

acara pernikahan Suku Karo di Kabanjahe Kabupaten Karo.

2. Mendeskripsikan bentuk simbol, fungsi, makna dari pernak pernik yang dipakai wanita

acara pernikahan Suku Karo di Kabanjahe Kabupaten Karo .

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1.5 Manfaat penelitian

Manfaat yang diperoleh dari suatu penelitian menggambarkan nilai dan kualitas penelitian.

Adapun manfaat penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik

secara teoritis, maupun secara praktis.

1.5.1 Manfaat Teoretis

Mampu menambah wawasan pembaca tentang keilmuan dalam bidang semiotika

berdasarkan pandangan Ferdinand de Saussure khususnya pengetahuan makna tanda

dalam pernak pernik pernikahan suku Karo.

1.5.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai:

1. Bahan referensi bagi para peneliti lain yang ingin meneliti tentang makna tanda-

tanda pernak pernik pernikahan adat suku Karo.

2. Mengembangkan kajian semiotika yang berhubungan dengan makna tanda-tanda

pernak pernik pernikahan adat suku karo.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep gambaran mental dari objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, yang

digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, 2003:558).

2.1.1 Tanda

Sebuah tanda atau representamen (representamen), menurut Ferdinand de Saussure,

adalah satuan dasar bahasa yang niscaya tersusun dari dua relata yang tidak terpisahkan, yaitu

citra-bunyi (acoustic image) sebagai unsur penanda (signifier) dan konsep sebagai petanda

(signified). Penanda merupakan aspek material tanda yang bersifat sensoris atau dapat diindrai

(sensible) di dalam bahasa lisan mengambil wujud sebagai citra-bunyi atau citra-akustik, yang

berkaitan dengan sebuah konsep (petanda). Hakikat penanda adalah murni sebuah realatum yang

pembatasannya tidak mungkin terlepaskan dari petanda. Substansi penanda senantiasa bersifat

material, entah berupa bunyi-bunyi, objek-objek, imaji-imaji, dan sebagainya (Barthes, 1981: 38-

39, 47-48; Saussure, 1996: 66-67; Budiman, 1999: 93, 115). Sementara itu, petanda merupakan

aspek mental dari tanda-tanda, yang biasa disebut juga sebagai “konsep”, yakni konsep-konsep

ideasional yang bercokol di dalam benak penutur. Petanda bukanlah “sesuatu yang diacu oleh

tanda”, melainkan semata-mata representasi mentalnya.

Selain konsep penanda dan petanda, Saussure juga membuat konsep lain yang berhubungan

dengan tanda yang perlu dipahami, yaitu sintagmatik dan paradigmatic. Dua konsep ini berkaitan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


bahwa tanda yang hadir dalam komunikasi sering tidak sendirian, tetapi diikuti oleh tanda-tanda

lainnya.

2.1.2 Bahasa simbolik

Simbol merupakan jenis tanda yang bersifat arbitrer dan konvensional. Tanda-tanda kebahasaan

pada umumnya adalah simbol-simbol (Budiman; 2011,22). Dengan kata lain, menilik pengertian yang

terakhir ini, apa yang disebut sebagai simbol sebetulnya berekuivalensi dengan pengertian Saussure

tentang tanda.

2.1.3 Perkawinan Batak Karo

Perkawinan merupakan penyatuan dua keluarga yang diikat dalam tali pernikahan. Dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:456), perkawinan adalah hal yang berurusan dengan kawin

(membentuk keluarga dengan lawan jenis).

Suku Batak Karo sebagaimana halnya dengan suku lain mempunyai tatacara perkawinan yang

khas. Perkawinan pada masyarakat Karo bersifat religius dengan menganut sistem eksogami, yakni

seseorang harus kawin dengan orang dari luar marganya, dengan kekecualian pada marga Sembiring dan

Perangin-angin.

Sifat religius dari perkawinan pada masyarakat Karo terlihat dengan adanya perkawinan, maka

tidak hanya mengikat kedua belah pihak yang menikahi dan yang dinikasi saja, tetapi juga mengikat

keseluruhan keluarga kedua belah pihak termasuk arwah-arwah leluhur mereka. Dengan demikian,

perkawinan adalah merupakan ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan wanita, termasuk

keseluruhan keluarga dan arwah para leluhurnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pada perkawinan yang sesuai dengan adat (arah adat) dahulu biasanya peranan orang tua yang

dominan. Artinya bahwa pihak orang tualah yang mengusahakan agar perkawinan itu dapat berlangsung,

mulai dari perkenalan calon mempelai, meminang, dan pesta adat.

2.2 Landasan teori

2.2.1 Semiotika

Kata semiotika (ada juga yang menyebut semiologi) berasal dari bahasa Yunani, “semeion”

yang berarti “tanda”. Tanda ini bersifat universal karena dapat dijumpai di mana pun, antara lain:

bahasa, gambar, gerak, isyarat, warna, suara, dan sebagainya (Kurniawan; 2009, 123).

Ferdinand de Saussure, bapak linguistik modern Eropa, melihat semiotika yang disebutnya

“semiologi” sebagai disiplin ilmu sosial dan sekaligus sebagai bagian dari psikologi sosial. Tugas

semiotik adalah meneliti “kehidupan tanda-tanda dalam ruang lingkup kehidupan sosial” dan

memberitahukan “tanda-tanda tersebut terdiri dari apa dan peraturan apa yang menentukan tanda-tanda

tersebut” (Saussure, 1916:33).

Saussure (1916) mengatakan “kita dapat menerima suatu ilmu yang mempelajari tanda-tanda

dalam kehidupan sosial. Kehidupan sosial tersebut merupakan bagian dari psikologi sosial dan sebagai

akibat dari psikologi umum, yang kemudian kita sebut sebagai semiologi (bahasa Yunani: Semeion

„tanda‟). Semiologi mengajarkan kita suatu tanda terdiri dari apa saja dan kaidah-kaidah apa yang

mengaturnya. Karena semiology ini belum eksis, kita tidak dapat mengatakan aka nada, tetapi dia

berhak akan suatu eksistensi dan tempatnya pun sudah ditentukan. Linguistik hanyalah merupakan satu

bagian dari ilmu ini. kaidah-kaidah yang diungkapkan semiologi dapat diterapkan dalam linguistik. Dan

linguistik ini sebenarnya juga dapat dikaitkan dengan suatu bidang yang sangat khusus dalam fakta

sosial”.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Menurut Pierce (dalam Budiman 2011:3) semiotika adalah suatu cabang dari filsafat, maka

semiotika tidak lain daripada sebuah sebuah nama lain bagi logika, yakni “doktrin formal tentang tanda-

tanda” (the formal doctrine og signs). Baik istilah semiotika maupun semiologi dapat digunakan untuk

merujuk kepada ilmu tentang tanda-tanda (the science of signs) tanpa adanya perbedaan pengertian yang

terlalu tajam.

Peirce memiliki rumusan yang berbeda mengenai tanda. Perbedaan itu tentunya bersumber dari

tolak yang juga berbeda, yaitu Saussure bertolak dari studi bahasa dan Peirce beranjak dari studi filsafat,

khususnya pragmatitisme. Charles Sandets Piece (1839-1914) membangun definisi tanda secara triadik-

Saussure secara diadik. Dikatakan triadik karena bagi Peirce penandaan melibatkan tiga unsur.

Ahli semiotika lain, Noth (1990:89) membedakan dua jenis model triadik, yaitu triadik yang

bisa direduksi menjadi diadik dan triadik murni. Menurut John Locke, tanda yang mengiplikasikan dua

diadik: (1) kata adalah tanda untuk konsep dan (2) konsep adalah tanda untuk benda. Dua diadik itu

merupakan lanjutan logis dari definisi tanda Locke. Anselm membedakan signification (relasi kata dan

konsep) dan appelatio (relasi kata dan benda). Pembedaan itu mengiplikasikan dua diadik alternatif.

Scholes (1982) (dalam Kurniawan; 2009:124) menegaskan bahwa semiotika merupakan studi

mengenai tanda-tanda (the study of signs), yang merupakan studi atas kode-kode sebagai suatu sistem

apapun yang memungkinkan manusia memandang entitas-entitas tertentu sebagai tanda atau sebagai

sesuatu yang bermakna.

Hawkes (1978: 124), adalah bahwa istilah semiology lebih banyak dikenal di Eropa yang

mewarisi tradisi linguistik Saussurean; sementara istilah semiotika cenderung dipakai oleh para penutur

bahasa Inggris atau mereka yang mewarisi tradisi Peircian.

Ferdinand de Saussure (1857-1913) mendefenisikan bahwa semiotika adalah sebuah ilmu umum

tentang tanda (Budiman, 2003:3), dan tanda adalah kombinasi antara konsep (petanda) dengan

10

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


gambaran akustik (penanda), yang dalam kehidupan, istilah tersebut pada umumnya menunjuk pada

gambaran akustik (Saussure, 1988: 147). Dengan demikian, dalam perspektif Saussure, semiotika adalah

ilmu yang mengkaji hubungan antara penanda dengan petanda, terlihat bahwa semiotika Saussure ini

bersifat diadik karena tanda sebagai kajian semiotika tersusun atas dua bagian: penanda dan petanda.

Sebagai contoh penanda dan petanda yaitu: dalam kata „rumah‟ yang artinya tempat tinggal. Penanda

dalam kata tersebut yaitu rumah (konsonan+vocal). Petanda dalam kata tersebut yaitu perumahan (kata

berimbuhan).

2.2.2 Pernak-Pernik

Pernak pernik memiliki 2 arti, Pernak-pernik berasal dari kata dasar pernik. Pernak-pernik

adalah sebuah homonym karena arti-artinya memiliki ejaan dan pelafalan yang sama tetapi maknanya

berbeda. Pernak-pernik memiliki arti dalam kelas nomina atau kata benda sehingga pernak-pernik dapat

menyatakan nama dari seseorang, tempat, atau semua benda dan segala yang dibendakan. Pernak-pernik

adalah banyak pernik. Arti lainnya dari pernak-pernik adalah alat (barang, benda, dan sebagainya) yang

bentuknya kecil-kecil.

2.3 Tinjauan Pustaka

Berdasarkan tinjauan pustaka yang dilakukan, maka terdapat sumber yang relevan untuk

ditinjau dalam penelitian ini;

Loriska Nelli (2007) dalam skripsinya yang berjudul “Tanda tanda dalam upacara

Perkawinan Batak Toba Kajian Semiotik”. Dalam skripsi ini dijelaskan bahwa upacara

perkawinan Batak Toba menggunakan berbagai bentuk tanda yang masing-masing mengandung

makna dan informasi. Setiap tanda yang ada dalam upacara Batak Toba mempunyai makna

tersendiri yang tidak terlepas dari kehidupan masyarakat sekitarnya. Selain itu tanda tersebut

mencerminkan perilaku pikiran, atau ide-ide masyarakat yang bersifat kesopanan, didikan,

11

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kebijaksanaan yang harus dijalankan oleh kedua mempelai agar rumah tangga mereka tetap utuh.

Terciptanya informasi atau makna dari tanda itu semua hasil dari konvensi dari masyarakat

setempat. Dengan demikian, kepada generasi berikutnya diharapkan dapat mempertahankan

makna tanda tersebut serta dapat menumbuhkan sikap kepedulian terhadap tanda yang

merupakan ciri khas bagi kebudayaan masyarakat Batak Toba. Masyarakat Batak Toba memiliki

adat-istiadat perkawinan sebagai suatu tradisi yang diwariskan oleh nenek moyang dari generasi

ke generasi, yaitu upacara yang dilakukan untuk membuat sebuah ikatan sosial dan ikatan

kekeluargaan. Pada upacara perkawinan tersebut banyak digunakan tanda berupa simbol yang

mempunyai makna dan fungsi yang sangat penting.

Sinulingga, (2010) dalam skripsinya yang berjudul Ideologi Erdemubayu (Perkawinan) Batak

Karo. Membahas tentang erdemubayu perkawinan Batak Karo. Pada penelitiannya dijelaskan wacana

erdemubayu Batak Karo merupakan semiotik sosial yang tidak hanya didasarkan pada asumsi umum

tentang masyarakat dan makna. Individu yang bertindak satu sama lain dan dunia materi sebagai basis

dan sumber kesadaran. Erdemubayu adalah bertemunya kedua belah pihak keluarga mempunyai

keinginan, pengakuan, dan persetujuan yang lebih tinggi lagi yakni dapat diterima/disahkan secara adat

istiadat maupun agama. Penelitian ini tentunya memiliki sumbangsih terhadap penelitian yang peneliti

dilakukan salah satunya penjabaran bagaimana ideologi erdemubayu perkawinan dalam upacara

masyarakat Batak Karo.

Ginting, Zakharia (2011) dalam skripsinya yang berjudul Teks Relief Pilar Tebing Di

Berastagi Sebagai Representasi Identitas Kebudayaan Karo. Membahas tentang teks relief pilar

di Suku Karo. Pada penelitiannya dijelaskan Relief yang terdapat pada Pilar Tebing di Berastagi

adalah salah satu contoh simbol yang merupakan gambaran kehidupan dan kebudayaan

masyarakat Karo. Relief tersebut adalah pahatan manusia dengan berbagai macam, pola, dan

bentuk yang maknanya disepakati bersama oleh masyarakat setempat sebagai simbol yang

12

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mampu merepresentasi kebudayaan. Relief tersebut merupakan sebuah peninggalan hasil

kebudayaan Karo yang pada masa sekarang tidak hanya berfungsi sebagai salah satu bentuk hasil

karya kebudayaan masyarakat Karo. Relief yang di buat pada medium tembok batu ini juga telah

menjadi salah satu objek wisata yang sangat digemari oleh wisatawan baik lokal maupun

mancanegara.

Adapun menurut Hotmida (2014) yang berjudul “Makna dan Fungsi Mangupa Pada

Upacara Perkawinan Masyarakat Angkola Sipirok Kajian Semiotika” , dalam skripsinya dibahas

bahwa, Upacara mangupa dimaksudkan untuk mengembalikan tondi ke badan atau agar tondi

yang ada di badan tetap kuat dan tegar. Latar belakang pelaksanaan mangupa dapat terjadi

karena seseorang lolos dari mara bahaya atau rasa syukur atas keberuntungan. Bila seseorang

lolos dari mara bahaya atau baik dari sakit, upacara mangupa disebut mangupa mulak tondi tu

badan, sedangkan mangupa karena keberuntungan dilakukan karena keberuntungan itu sendiri

mengandung mara bahaya juga. Pengertian mangupa ialah mempersembahkan dengan cara

tertentu sesuatu yang disebut upa-upa kepada orang atau orang-orang tertentu melalui suatu

upacara dengan tujuan agar orang atau orang-orang yang dipersembahi upa-upa itu memperoleh

berbagai keselamatan. ada banyak makna yang terkandung dalam mangupa selain fungsi paulak

tondi tu badan (memanggil tondi ke badan), upacara mangupa juga memiliki fungsi nasehat, doa

dan harapan. Penelitian ini lebih menitikberatkan kepada semiotika komunikasi.

13

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu penelitian

3.1.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Kota Kabanjahe, Kecamatan Kabanjahe. Kabupaten

Karo. Alasan peneliti memilih melakukan penelitian di daerah ini karena budaya masyarakatnya

yang tidak lepas dari warisan leluhur dan masih dijalankan sampai saat ini.

3.1.2 Waktu Penelitian

Penulis mulai melakukan penelitian terhadap Analisis Penggunaan Simbol Corak

Pernak-Pernik Acara Pernikahan Suku Karo di Kabanjahe pada tanggal 31 Maret 2020 sampai

dengan 31 April 2020.

3.2 Sumber data

Menurut KBBI (2007:1102) sumber adalah asal, sedangkan data adalah keterangan atau

bahan nyata yang dapat dijadikan dasar kajian (KBBI, 2007:239). Jadi sumber data adalah dari

mana keterangan didapat yang kemudian dijadikan untuk dasar kajian.

Data mempunyai sumber, ada asalnya. Dari sumber itu peneliti dapat memperoleh data

yang dimaksudkan dan yang dinginkan. Data yang terkumpul haruslah data lingual yang sahih

(valid) dan sekaligus terandal atau terpercaya (reliable), karena dengan kesahihan dan

14

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


keterandalan itu dimungkinkan dilakukan langkah awal analisis yang diharapkan benar dan tepat

(Sudaryanto, 33-34).

Sumber data yang utama/primer adalah data lisan yang diperoleh dari informan,

sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber-sumber yang sudah pernah

dikaji sebelumnya.

Data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua, yaitu:

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung. Dalam hal ini, data

didapatkan dari transkripsi penyimakan terhadap Analisis Penggunaan Simbol Corak

Pernak-Pernik Acara Pernikahan Suku Karo di Kabanjahe dalam aksesoris yang

dipakai pengantin pria dan wanita pada saat acara adat pernikahan suku karo

berlangsung dan juga dari percakapan dengan orang (informan) yang paham

mengenai hal-hal apa saja yang dipakai pada pesta perniakahan.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung melalui buku-buku

bacaan refrensi yang berhubungan dengan Analisis Penggunaan Simbol Corak

Pernak-Pernik Acara Pernikahan Suku Karo di Kabanjahe terutama buku-buku

tentang Adat Karo, yaitu buku yang berjudul Mengenal Rasa, Karsa, dan Karya

Kebudayaan Karo.

15

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.3. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Data penelitian ini adalah data tulis dan data lisan. Data tulis diperoleh dari buku yang

menjadi sumber data, terutama yang berhubungan dengan Pernak Pernik suku Karo. Data tulis

yang digunakan adalah data dari buku berjudul „Mengenal Rasa, Karsa, dan Karya Kebudayaan

Karo‟. Buku tersebut merupakan buku yang menggunakan bahasa Karo dalam penyajiannya.

Sementara data lisan diperoleh dari hasil wawancara antara peneliti dengan informan dengan

menggunakan bahasa Karo. Metode dan teknik pengumpulan data yang digunakan dalah metode

simak, yaitu dengan menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1993: 133). Teknik dasar yang

digunakan adalah teknik sadap yaitu dengan menyadap pembicaraan dengan penutur bahasa

Karo. Teknik selanjutya adalah teknik simak libat cakap (SLC), yaitu dengan menyimak

sekaligus ikut berpartisipasi dalam pembicaraan. Kemudian dilanjutkan dengan teknik catat yaitu

dengan mencatat semua sumber data yang dinggap penting. Penelitian ini dilakukan dengan

mengumpulkan data tanda-tanda dalam pernak-pernik pernikahan suku Batak Karo kemudian

dianalisis dengan teori yang ada.

Teknik pengumpulan data pada penelitian meliputi wawancara, observasi, dokumentasi, dan

kepustakaan. Informasi-informasi yang dibutuhkan memaparkan tentang sesuatu hal maupun

peristiwa yang termuat dalam data. Jelas bahwa dalam pengumpulan data memerlukan teknik-

teknik pengumpulan data, sehubungan informasi yang diperlukan akan lebih mudah kita

dapatkan. Dalam teknik wawancara, kita memerlukan seseorang informan, informan tersebut

memiliki kriteria agar dapat sesuai dengan permasalahan. Informan adalah orang yang

dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian.

Informan merupakan orang yang benar-benar mengetahui permasalahan yang akan diteliti

16

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(Moleong, 2000: 97). Cara pemerolehan data tersebut dilakukan melalui Data primer, yaitu data

yang dikumpulkan dan diolah sendiri oleh peneliti langsung dari subjek atau objek penelitian.

Peranan narasumber sangat menentukan keakuratan data yang diperoleh peneliti. Untuk

mendapat hasil yang baik, narasumber tersebut harus benar-benar mengetahui kebudayaannya.

Pemilihan narasumber didasarkan pada persyaratan-persyaratan berikut:

1. Berjenis kelamin pria dan wanita;

2. Lahir dan besar di daerah penelitian;

3. Berusia antara 30-70 tahun;

4. Memiliki kebanggan terhadap kebudayaannya;

5. Pengetua adat, yang mengetahui dengan jelas tentang seluk-beluk adat-istiadat;

6. Mempunyai ketertarikan di dalam penelitian mengenai kebudayaan ; dan

7. Sehat jasmani (tidak cacat berbahasa dan memiliki pendengaran yang baik) dan rohani

(tidak gila atau pikun) (Mahsun, 1995).

Selain metode dan teknik di atas, dalam penelitian ini peneliti menggunakan alat bantu

berupa kamera atau poto untuk memperoleh data berupa gambar dari tanda-tanda yang

berhubungan dengan Pernak-Pernik Perkawinan Suku Karo.

3.4. Metode dan Teknik Analisis Data

Metode yang dapat digunakan dalam upaya menemukan kaidah dalam tahap analisis data ada dua,

yaitu metode padan (Sudaryanto,1993:13). Metode padan adalah metode dengan alat penentunya di luar,

terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa (langue) yang bersangkutan. Dalam penelitian ini data

yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan metode padan. Disebut metode padan karena

objek penelitian ditentukan berdasarkan kesepadanan, kecocokan, atau kesamaannya dengan alat

17

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


penentu atau referennya. Alat penentunya di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa

(language) narasumber (Sudaryanto, 1993:13).

Teknik dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pilah unsur penentu, yaitu adanya

daya pilah peneliti dalam melihat bagian-bagian sebuah tanda yang sudah disesuaikan dengan sifat

unsur penentu masing-masing. Teknik lanjutannya adalah teknik hubung banding menyamakan,

maksudnya peneliti mengolah data dengan menghubungkan serta membandingkan suatu tanda dengan

makna yang dikandungnya serta melihat bagian persamaan tanda dengan kenyataan dalam upacara

perkawinan tersebut. Sebagai contoh Pernak-Pernik pernikahan Suku Karo berikut ini:

Aksesoris dan Perhiasan yang Digunakan Pengantin Wanita:

1. Sertali Layang - Layang Kitik

Menurut buku Mengenal Rasa, Karsa, dan Karya Kebudayaan Karo halaman 181

(2016), pengantin wanita dalam acara pernikahan menggunakan Sertali Layang – Layang

Kitik yang dikaitkan di tudung pengantin wanita. Sertali Layang – Layang Kitik memiliki

motif layang – layang.

Bahannya: Sertali Layang – Layang Kitik terbuat dari bahan emas atau perak yang

disepuh oleh emas.

Fungsinya: Sertali ini fungsinya untuk diikatkan pada kepala (pada bulang) bagi laki-laki

dan pada tudung bagi perempuan dan boleh juga dikalungkan.

Maknanya: Perlambang suka menabung sehingga kumpulan-kumpulan emas dirajut

dengan tali dimana simbol ini juga merupakan gambaran sistem kekerabatan KARO

dengan sebutan nilai bilangan 3 yang melambangkan Rakut si telu, kemudian nilai

18

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


bilangan 5 yang memiliki arta 5 cabang marga pada masyarakat Karo yaitu Merga silima,

dan nilai bilangan 8 yang berarti adalah Tutur si waluh atau delapan sapaan panggilan

kepada anggota keluarga atau sebut saja juga acara bertutur dalam masyarakat Karo.

2. Kodang – Kodang

Untuk menambah keindahan pada tudung pengantin wanita karo, aksesoris yang

dipasang adalah Kodang – Kodang. Menurut Tata Rias Pengantin Wanita Sumatra Utara

halaman 38 (2016), “Kodang – Kodang dipasang di ujung kiri dan kanan tudung

pengantin wanita karo”.

Bahannya : Kodang – kodang terbuat dari emas.

Fungsinya: kodang-kodang dipakai sebagai hiasan pada kuping. Yang memakainya boleh

orang tua, anak gadis dan juga anak-anak (perempuan).

Maknanya: Untuk memperindah keunikan yang tercipta dan terdapat nilai bilangan 3

yang melambangkan Rakut si telu, kemudian nilai bilangan 5 yang memiliki arta 5

19

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


cabang marga pada masyarakat Karo yaitu Merga silima, dan nilai bilangan 8 yang

berarti adalah Tutur si waluh atau delapan sapaan panggilan kepada anggota keluarga

atau sebut saja juga acara bertutur dalam masyarakat Karo.

3. Padung Raja Mehuli

Dalam upacara pernikahan, pengantin wanita menggunakan Padung Raja Mehuli

sebagai perhiasan yang dipasang di telinga pengantin wanita. Motif dari Padung Raja

Mehuli adalah Pilo-pilo dll

Bahannya: Padung raja mehuli ini dari emas dan ada juga perak disepuh dengan

emas/kuningan.

Fungsinya: Padung raja mehuli dipakai pada kuping oleh wanita. Padung tersebut hanya

sebagai hiasan saja, dipakai pada pesta-pesta adat seperti pada waktu memasuki rumah

baru, erpangir kulau (berlangir ke sungai), perkawinan dipakai pengantin wanita, raleng

tendi, ngarkari, dll.

Maknanya: Terdapat nilai kesopanan dan nilai bilangan 3 yang melambangkan Rakut si

telu, kemudian nilai bilangan 5 yang memiliki arta 5 cabang marga pada masyarakat Karo

yaitu Merga silima, dan nilai bilangan 8 yang berarti adalah Tutur si waluh atau delapan

20

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


sapaan panggilan kepada anggota keluarga atau sebut saja juga acara bertutur dalam

masyarakat Karo.

Aksesoris dan Perhiasan yang Digunakan Pengantin Pria:

1. Sertali Rumah – Rumahan Kitik

Pengantin Pria Suku Batak Karo menggunakan Perhiasan yang dipasang di tudungnya

menggunakan hiasan yang bernama Sertali Rumah – Rumahan Kitik. Menurut Tata Rias

Pengantin Wanita Sumatra Utara , “Sertali Rumah – Rumahan

Bahannya: Sertali Rumah – Rumahan Kitik terbuat dari kuningan.

Fungsinya: Diikat pada kepala (bulang) laki-laki. Boleh juga dikalungkan pihak laki-laki

(perempuan) sebagai hiasan.

Maknanya: Perlambang suka menabung sehingga kumpulan-kumpulan emas dirajut

dengan tali dimana simbol ini juga merupakan gambaran sistem kekerabatan KARO

dengan terdapat nilai bilangan 3 yang melambangkan Rakut si telu, kemudian nilai

bilangan 5 yang memiliki arta 5 cabang marga pada masyarakat Karo yaitu Merga silima,

21

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dan nilai bilangan 8 yang berarti adalah Tutur si waluh atau delapan sapaan panggilan

kepada anggota kelua rga atau sebut saja juga acara bertutur dalam masyarakat Karo.

2. Sertali Layang Layang Besar

Untuk bagian leher, pengantin pria menggunakan Kalung Surtali yang dikalungkan

di leher pengantin tersebut. Motif dari Sertali Layang Layang berbentuk seperti

Layang-layang, rumah-rumah, lepah-lepah dan pilo-pilo.

Bahannya: Kalung Surtali terbuat dari kuningan.

Fungsinya: Sertali layang-layang besar untuk dikalungkan oleh laki-laki perempuan

pada waktu upacara pesta adat seperti mengket rumah mbaru (rumah baru), pesta

perkawinan dipakai oleh penganten, dll.

Maknanya: Terdapat nilai kerja keras, nilai kesuburan, nilai kemakmuran, pantang

menyerah, dan terdapat nilai bilangan 3 yang melambangkan Rakut si telu,

kemudian nilai bilangan 5 yang memiliki arta 5 cabang marga pada masyarakat

Karo yaitu Merga silima, dan nilai bilangan 8 yang berarti adalah Tutur si waluh

22

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


atau delapan sapaan panggilan kepada anggota keluarga atau sebut saja juga acara

bertutur dalam masyarakat Karo.

3. Gelang Sarung

Menurut buku Mengenal Rasa, Karsa, dan Karya Kebudayaan Karo, Pengantin

pria menggunakan Gelang sarung untuk aksesoris atau perhiasan di pergelangan

tangannya. Gelang Sarung ini hanya sebagai hiasan saja.

Bahannya: Gelang Sarung ini dari emas, ada dari perak sepuh emas, ada dari kuningan

sepuh emas.

Fungsinya: Gelang sarung hanya sebagai hiasan saja. Digelangkan pada waktu pesta

perkawinan, pada waktu memasuki rumah baru oleh pemilik rumah.

Maknanya: Terdapat nilai kesopanan dan nilai bilangan 3 yang melambangkan Rakut si

telu, kemudian nilai bilangan 5 yang memiliki arta 5 cabang marga pada masyarakat

Karo yaitu Merga silima, dan nilai bilangan 8 yang berarti adalah Tutur si waluh atau

23

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


delapan sapaan panggilan kepada anggota keluarga atau sebut saja juga acara bertutur

dalam masyarakat Karo.

Sebagai masyarakat yang terisolir di pedalaman dataran tinggi Karo dan sekitar

hilirnya, ternyata sebagai sebuah komunitas, disana juga terbentuk sebuah budaya yang

menjadi patron bagi masyarakat Karo dalam berhubungan dengan Sang Pencipta, alam

beserta isinya dan khusunya hubungan antara masyarakat didalamnya. Kesemuanya pola

hubungan tersebut tertuang dalam sebuah aturan tidak tertulis yang mengatur yang disebut

dengan budaya. Apek budaya, yang mana menurut Singarimbun (1989), merupakan identitas

masyarakat Karo, disebutkan terdapat 4 identitas, meliputi Merga, Bahasa, Kesenian, dan

Adat Istirahat.

Adat istiadat Karo, sebagaimana adat istiadat masyarakat suku-suku di wilayah

Sumatera Utara umumnya, memiliki kesamaan untuk beberapa hal, termasuk dalam system

perkawinan. Kesamaan tersebut disebabakan oleh karena wilayah Sumatera Utara cukup lama

dipengaruhi oleh Agama Hindu sebelum masuknya Agama Islam dan Kristen. Menurut

24

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kepercayaan Hindu, perkawinan adalah sebuah makna yang bersifat sakral, suci dan

merupakan kewajiban bagi setiap individu untuk melaksanakannya, karena dengan

perkawinan akan tercapai sebuah keteraturan dalam perkembangan masyarakat dari keluarga

inti (nuclear family) menuju keluarga besar (extended family). Pengaruh hindu dalam

perkawinan adat karo adalah perempuan “dibeli” oleh laki-laki, dalam istilah Karo disebut

“tukur”.

25

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB IV

PEMBAHASAN

Pakaian atau tatabusana tradisional Karo merupakan salah satu unsur kelengkapan

budaya yang juga merupakan sebagai salah satu unsur kelengkapan budaya yang juga merupakan

sebagai penampilan identitas dan keberadaan suku Karo, dan juga sekaligus merupakan suatu

alat komunikasi dengan masyarakat suku Karo sendiri dan bahkan kepada masyarakat luas di

Nusantara karena pemakaian bagian demi bagian busana adat (ose-ose) memiliki makna makna

tersendiri. Pemakaian busana adat Karo amat beragam karena dipengaruhi oleh selera masing-

masing pemakai, keahlian si perias itu sendiri (tim perias, sekarang secara umum salon).

4.1 Pernak-pernik Digunakan Pengantin Pria suku Karo

Dalam adat perkawinan suku Karo, terdapat macam-macam aksesoris dan perhiasan yang

memilki ciri khas tersendiri. Aksesoris yang dipakai laki laki ada beberapa macam yaitu:

kemeja, dasi, jas, celana panjang, dan sepatu. Ada juga yang memiliki makna dan fungsi

diantaranya:

1. Bulang-bulang/Tengkuluk (Topi)

Bulang-bulang adalah kain penutup/ikat kepala pengantin atapun Orangtua

kedua mempelai pada upacara perkawinan adat Karo yang terbuat dari kain Uis

bekabuluh yang sedemikian rupa. Bulang-bulang dipakaikan oleh Kalimbubu Simupus

ke kepala pengantin pria.

Bentuk Simbol

26

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sebelum dibentuk

Tampak Depan Tampak Belakang

27

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tampak Sebelah Kanan Tampak Sebelah Kiri

Fungsi Bulang-bulang untuk sebagai hiasan saja atau penutup kepala untuk laki-laki

Karo.

Makna Bulang-bulang adalah Tampe Medolat (Lambang Gagah Perkasa). Adapun

makna warna yang terdapat pada Bulang-bulang yaitu:

• Benang benang Emas : Keagungan

• Biru (Biru) : makna damai, Tenteram (Perkeleng).

• Kuning (Megersing) : Agung, Mahal (Mehaga).

• Merah (Megara) : Berani berbuat untuk kepentingan umum (Mbisa).

• Putih (Mbentar/Mbulan) : Suci, Subur (Mehumur)

Terdapat nilai kesopanan dan nilai bilangan 3 yang melambangkan Rakut si telu

terdapat di atas bulang bulang yang berbentuk segitiga:

- Ujung atas sebelah kanan disebut sebagai kalimbubu

- Ujung atas sebelah kiri disebut sebagai anakberu

28

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


- Lipatan yang tampak dari depan disebut sukut

kemudian nilai bilangan 5 yang memiliki arti 5 cabang marga pada masyarakat Karo

yaitu Merga silima yang terdapat pada seluruh bentuk dari Bulang-bulang, dan nilai

bilangan 8 yang berarti adalah Tutur si waluh atau delapan sapaan panggilan kepada

anggota keluarga atau sebut saja juga acara bertutur dalam masyarakat Karo yang

terdapat pada jumlah lipatan 2 kali, sudut kanan, sudut kiri, ujung, lipatan kanan,

lipatan kiri dan tampak depan.

Pada saat membentuk Bulang-bulang ada aturan yang perlu diperhatikan. Hal

yang paling perlu diperhatikan yaitu hasil lipatan yang berada di sebelah kanan berbeda

dengan lipatan sebelah kiri. Dalam pembentukan bulang-bulang tersebut tidak asal

dibentuk begitu saja dan dalam suku Karo ada makna yang terdapat pada lipatan

sebelah kanan. Nama dari lipatan yang sebalah kanan yaitu: Ikur Cicak. Jika ikur cicak

tersebut terpotong berarti serangan akan menyerang. Bulang dapat dipakai menjadi

senjata pembelaan dirinbila ada musuh/serangan. Dan posisinya di sebelah kanan juga

melambangkan penghormatan/penghargaan bagi Kalimbubu.

2. Cengkok-cengkok

Cengkok-cengkok adalah kain yang dipakai pada bahu laki-laki yang dibentuk

seperti segitiga. Bahannya adalah uis bekabuluh dengan melipat menjadi dua,

selanjutnya lagi dilipat dipertengahan menjadi berbentuk segitiga. Hal yang perlu

diperhatikan adalah posisi pinggir kain bekabuluh yang disebut dengan legok harus

berada pada sisi bahu kiri. Pemakaian cengkok-cengkok ada aturan untuk pria suku karo

29

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


yaitu: jika garis putih pada uis bekabuluh di sebelah kanan dipakai pria yang berstatus

lajang, tetapi jika garis putih pada uis bekabuluh di sebelah kiri dipakai pria yang

berstatus sudah nikah.

Bentuk Simbol

Sebelum Dibentuk Sesudah Dibentuk

Fungsi Cengkok-cengkok sebagai hiasan dan fungsi lipatan kanan ke kiri yaitu sebagai

penangkal, penolak bala dari orang jahat untuk pria Karo.

Makna Cengkok-cengkok adalah ula lit ukur kalak (Penolak Bala). Terdapat nilai

kesopanan dan nilai bilangan 3 yang melambangkan Rakut si telu yang terdapat pada

lipatan yang berbentuk segitiga , kemudian nilai bilangan 5 yang memiliki arti 5 cabang

30

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


marga pada masyarakat Karo yaitu Merga silima yang terdapat pada 3 lipatan di

belakang cengkok-cengkok dan 2 lipatan di depan dada debelah kanan dan kiri, dan

nilai bilangan 8 yang berarti adalah Tutur si waluh atau delapan sapaan panggilan

kepada anggota keluarga atau sebut saja juga acara bertutur dalam masyarakat Karo

yang terdapat pada seluruh bentuk cengkok-cengkok.

3. Kadangen/Selempang

Bahan selempang pada masa dulu sebenarnya adalah kain sarung yang bagus

(mehaga/meherga) memiliki pinggiran emas diletakkan pada bahu kanan melintang ke

arah kiri. Kadangen/selempang yang asli berwarna hitam dan memiliki motif benang

yang berwarna merah keemasan. Pada masa sekarang selempang agar keliatan praktis

sering dipergunakan kain selendang songket dengan memberi pentul/kancing peniti

pada ujungnya dan bahkan untuk tatarias pengantin yang dibakukan untuk uji

kompetensi pada TRP-Batak Karo dipergunakan kain/uis gatip 20 yang juga pada

ujungnya dipeniti/jarum pentul agar pada pemakaian busana pengantin laki-laki adat

Karo murni menggunakan kain adat Karo secara keseluruhannya.

31

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Bentuk Simbol

Fungsi Kadangen/Selempang untuk hiasan dan untuk tempat beban atau istilah dalam

suku Karo yaitu njayo. Dalam pembentukan kadangen/selempang harus dibentuk bulat

seperti terdapat pada foto yang berwarna hitam karena melambangkan kehidupan yang

berganti seperti roda untuk pria Karo.

32

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Makna Kadangen/Selempang adalah nggeluh erjujung erkanting (Merupakan

perlambang kerja keras). Terdapat nilai kesopanan dan nilai bilangan 3 yang

melambangkan Rakut si telu yang terdapat pada bentuk kadangen/selempang yaitu

depan, belakang dan tengah, kemudian nilai bilangan 5 yang memiliki arti 5 cabang

marga pada masyarakat Karo yaitu Merga silima, dan nilai bilangan 8 yang berarti

adalah Tutur si waluh atau delapan sapaan panggilan kepada anggota keluarga atau

sebut saja juga acara bertutur dalam masyarakat Karo.

4. Gonje, Sampan

Gonje atau sampan yaitu kain pada pinggang kebawah sampai batas betis. Kain

yang digunakan dalam gonje yaitu kain gatip 20. Rumbai yang terdapat pada gonje

terdapat di sebeleh kiri dan diikat dengan uis julu wanita.

Bentuk Simbol

Fungsi Gonje simbol etika untuk menjunjung tinggi rasa kehormatan pengantin atau

pantang mereha dan sebagai hiasan.

33

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Makna Gonje adalah pantang menyerah, encidahken kehamaten (perlambang etika

sopan santun). Terdapat nilai kesopanan dan nilai bilangan 3 yang melambangkan Rakut

si telu, kemudian nilai bilangan 5 yang memiliki arta 5 cabang marga pada masyarakat

Karo yaitu Merga silima, dan nilai bilangan 8 yang berarti adalah Tutur si waluh atau

delapan sapaan panggilan kepada anggota keluarga atau sebut saja juga acara bertutur

dalam masyarakat Karo.

5. Sertali Rumah – Rumah

Pengantin Pria Suku Batak Karo menggunakan Perhiasan yang dipasang di

tudungnya menggunakan hiasan yang bernama Sertali Rumah – Rumahan Kitik.

Menurut Tata Rias Pengantin Wanita Sumatra Utara , “Sertali Rumah-Rumahan kitik

terbuat dari kuningan.

Bentuk Simbol

Fungsi Sertali Rumah-rumah untuk Diikat pada kepala (bulang) laki-laki. Boleh juga

dikalungkan pihak laki-laki (perempuan) sebagai hiasan.

34

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Makna Sertali Rumah-rumah adalah Perlambang suka menabung sehingga kumpulan-

kumpulan emas dirajut dengan tali dimana simbol ini juga merupakan gambaran sistem

kekerabatan KARO dengan terdapat nilai bilangan 3 yang melambangkan Rakut si telu

yang terdapat pada hiasan yang berjumlah tiga yang terletak di benang merah kemudian

nilai bilangan 5 yang memiliki arti 5 cabang marga pada masyarakat Karo yaitu Merga

silima yang terdapat pada hiasan yang berjumlah 5: 1 di depan, 2 sebelah kanan dan 2

sebelah kiri, dan nilai bilangan 8 yang berarti adalah Tutur si waluh atau delapan sapaan

panggilan kepada anggota kelua rga atau sebut saja juga acara bertutur dalam

masyarakat Karo yang terdapat pada 5 hiasan, 2 penghubung di sudut kiri, sudut kanan

dan 1 yang menghubungkan kedua penghubung tersebut.

6. Sertali Layang Layang Galang

Untuk bagian leher, pengantin pria menggunakan Kalung Surtali yang

dikalungkan di leher pengantin tersebut. Motif dari Sertali Layang Layang berbentuk

seperti Layang-layang, rumah-rumah, lepah-lepah dan pilo-pilo.

Bahannya: Kalung Surtali terbuat dari kuningan.

Bentuk Simbol

35

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Fungsi Sertali Layang-layang Galang untuk dikalungkan oleh laki-laki perempuan pada

waktu upacara pesta adat seperti mengket rumah mbaru (rumah baru), pesta perkawinan

dipakai oleh penganten, dll.

Makna Sertali Layang-layang Galang adalah Terdapat nilai kerja keras, nilai

kesuburan, nilai kemakmuran, pantang menyerah, dan terdapat nilai bilangan 3 yang

melambangkan Rakut si telu, yang terdapat pada hiasan yang berjumlah tiga yang

terletak di benang merah kemudian nilai bilangan 5 yang memiliki arti 5 cabang marga

pada masyarakat Karo yaitu Merga silima yang terdapat pada hiasan yang berjumlah 5:

1 di depan, 2 sebelah kanan dan 2 sebelah kiri, dan nilai bilangan 8 yang berarti adalah

Tutur si waluh atau delapan sapaan panggilan kepada anggota kelua rga atau sebut saja

juga acara bertutur dalam masyarakat Karo yang terdapat pada 5 hiasan, 2 penghubung

di sudut kiri, sudut kanan dan 1 yang menghubungkan kedua penghubung tersebut.

7. Gelang Sarung

Menurut buku Mengenal Rasa, Karsa, dan Karya Kebudayaan Karo, Pengantin

pria menggunakan Gelang sarung untuk aksesoris atau perhiasan di pergelangan

tangannya. Gelang Sarung ini hanya sebagai hiasan saja. Gelang sarung dipakai di

tangan sebelah kanan. Bahannya: Gelang Sarung ini dari emas, ada dari perak sepuh

emas, ada dari kuningan sepuh emas.

Bentuk Simbol

36

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Fungsi Gelang sarung hanya untuk sebagai hiasan saja. Digelangkan pada waktu pesta

perkawinan, pada waktu memasuki rumah baru oleh pemilik rumah.

Makna Gelang Sarung adalah Terdapat nilai kesopanan dan nilai bilangan 3 yang

melambangkan Rakut si telu terdapat pada 1 di atas, 1 di bawah dan 1 penghubung,

kemudian nilai bilangan 5 yang memiliki arti 5 cabang marga pada masyarakat Karo

yaitu Merga silima, dan nilai bilangan 8 yang berarti adalah Tutur si waluh atau delapan

sapaan panggilan kepada anggota keluarga atau sebut saja juga acara bertutur dalam

masyarakat Karo.

8. Bunga Mpalas (Rudang Emas)

Bunga mpalas adalah benda yang berbentuk bunga dan dipakai di bulang-bulang

pengantin pria. Bunga mpalas terbuat dari tembaga, perak, dan emas.

37

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Bentuk Simbol

Fungsi Bunga Mpalas untuk sebagai hiasan saja. Dalam pembentukan kelopak bunga

mpalas harus diselingi.

Makna Bunga Mpalas adalah Terdapat nilai kesopanan dan nilai bilangan 3 yang

melambangkan Rakut si telu yang terdapat pada 3 tingkat kelopak bunga, kemudian

nilai bilangan 5 yang memiliki arti 5 cabang marga pada masyarakat Karo yaitu Merga

silima yang terdapat pada 3 kelopak bunga, 1 tangkai dan 1 ujungnya dan nilai bilangan

8 yang berarti adalah Tutur si waluh atau delapan sapaan panggilan kepada anggota

keluarga atau sebut saja juga acara bertutur dalam masyarakat Karo yang terdapat pada

jumlah dari kelopak bunga mpalas.

4.2 Pernak-pernik Digunakan Pengantin Wanita suku Karo

Dalam adat perkawinan suku Karo, terdapat macam-macam aksesoris dan perhiasan

yang memilki ciri khas tersendiri. Aksesoris yang dipakai wanita ada beberapa macam yaitu:

38

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kebaya, longtorso atau kamisol dan sarung. Ada juga yang memiliki makna dan fungsi

diantaranya:

1. Tudung (Penutup Kepala)

Tudung yang pada dasarnya yang terbuat dari bahan uis kelam-kelam dan biasanya dilapis

bagian atasnya dengan menggunakan uis jujung-jujungen ataupun uis bekabuluh. Biasanya

tudung ini dipakai anak gadis (si mantek) pada acara pesta guro-guro aron dan dipakai juga

oleh pengantin wanita pada acara adat pesta perkawinan dengan menambah aksesoris emas

sertali. Dalam pr oses pembuatan tudung, ada hal yang perlu dilakukan yaitu: ikat rambut

(konde). Ikat rambut ini sebagai kunci dalam pembuatan tudung.

Bentuk Simbol

39

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gbr. Dalam Tudung (Uis Kelam-kelam)

Gbr. Luaran Tudung

Tampak Depan Tampak Belakang

40

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tampak Depan

41

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Perbedaan yang terdapat pada kedua Tudung ini yaitu: garis putih yang terletak d atas

tudung. Pada zaman dahulu pemasangan Tudung ada aturannya dan garis putih itu

harus berada di atas. Tetapi seiring perkembangan zaman, aturan tersebut sudah mulai

pudar. Pemasangan Tudung sudah tidak memiliki aturan atau asal asalan. Garis Putih

yang seharusnya jterletak di atas Tudung menjadi tertutup.

Dalam pembentukan Tudung harus diperhatikan bentuk yang di wariskan suku Karo

yaitu perbedaan tinggi ujung kiri tudung daripada ujung kanan tudung. Perbedaan kedua

dari luaran tudung tersebut yaitu kain yang memiliki rumbai kain jika di lapiskan ke

tudung maka perlu dipasangkan emas sertali, tetapi jika kain yang memiliki rumbai

emas emas tidak perlu lagi melapisi dengan emas sertali.

Fungsi Tudung untuk menjaga kehormatan dari pengantin.

Makna Tudung adalah melambangkan wanita Karo cantik dan baik budi pekertinya

(Beluh Erjile-jile) serta melambangkan sistem Kekerabatan Karo. Terdapat nilai

kesopanan dan nilai bilangan 3 yang melambangkan Rakut si telu yang terdapat pada

tampak depan tudung ( sudut kanan, tengah dan sudut kiri) kemudian nilai bilangan 5

yang memiliki arta 5 cabang marga pada masyarakat Karo yaitu Merga silima yang

terdapat pada 3 tampak depan dan 2 tampak sudut kanan kiri atas, yang terdapat pada

tudung, kebaya, rok, gonje, dan langge-langge dan nilai bilangan 8 yang berarti adalah

Tutur si waluh atau delapan sapaan panggilan kepada anggota keluarga atau sebut saja

juga acara bertutur dalam masyarakat Karo yang terdapat pada 3 tampak depan, 2

tampak sudut kanan kiri, 2 bidang sebelah kanan kiri tengah dan 1 lekukan yang

terdapat lipatan dari tudung.

42

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2. Sarung, Gonje (Er-abit)

Sarung merupakan rok yang dipakai pengantin wanita pada acara adat pernikahan suku

Karo. Gonje merupakan kain pada pinggang kebawah sampai batas betis.sarung, gonje dipakai

uis julu. Rumbai yang terapat pada uis julu terdapat di sebelah kanan wanita jadi rumbai

tersebut diikat dengan gonje pria.

Bentuk Simbol

Keduanya berfungsi untuk menjaga rasa kehormatan pada pengantin dan berfungsi sebagai

pelapis atau pelindung. Sarung dan Gonje terbuat dari kain.

Maknanya adalah melambangkan sifat keibuan serta etika sopan santun (Pantang

mereha/Mehamat). Terdapat nilai kesopanan dan nilai bilangan 3 yang melambangkan Rakut

si telu, kemudian nilai bilangan 5 yang memiliki arta 5 cabang marga pada masyarakat Karo

yaitu Merga silima, yang terdapat pada tudung, kebaya, rok, gonje, dan langge-langge dan

nilai bilangan 8 yang berarti adalah Tutur si waluh atau delapan sapaan panggilan kepada

anggota keluarga atau sebut saja juga acara bertutur dalam masyarakat Karo.

43

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gbr. Langge-Langge (Uis Nipes)

3. Kampil

Kampil adalah tempat sirih yang dipakai pada acara adat perkawinan suku Karo.

Kampil terbuat dari daun bengkoang dan memiliki berbagai jenis tekstur yang berbeda-beda.

Seiring perubahan zaman, penggunaan kampil jadi tidak diharuskan berbeda dengan pada

zaman dahulu.

Bentuk Simbol

44

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gbr. Kampil zaman modern Gbr. Kampil zaman dahulu

Gbr. Tempat menumbuk sirih bagi orang tua

Fungsi Kampil untuk tempat daun sirih, gambir, pinang dan kapur untuk para tamu.

Makna Kampil adalah Menghormati atau menghargai para tamu. Terdapat nilai kerja keras,

nilai kesuburan, nilai kemakmuran, pantang menyerah, dan terdapat nilai bilangan 3 yang

melambangkan Rakut si telu yang terdapat pada 3 design dari kampil kemudian nilai bilangan

5 yang memiliki arti 5 cabang marga pada masyarakat Karo yaitu Merga silima, dan nilai

45

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


bilangan 8 yang berarti adalah Tutur si waluh atau delapan sapaan panggilan kepada anggota

keluarga atau sebut saja juga acara bertutur dalam masyarakat Karo.

4. Cincin Tapak Gajah

Dalam upacara pernikahan, pengantin wanita menggunakan Padung Raja Mehuli

sebagai perhiasan yang dipasang di telinga pengantin wanita. Motif dari Padung Raja Mehuli

adalah Pilo-pilo dll. Bahannya: Padung raja mehuli ini dari perak lapis emas dan emas.

Bentuk Simbol

Fungsi Cincin Tapak Gajah untuk dipakai pada jari tangan oleh wanita. Tapak gajah tersebut

hanya sebagai hiasan saja, dipakai pada pesta-pesta adat seperti pada waktu perkawinan.

Makna Cincin Tapak Gajah adalah Terdapat nilai kesopanan dan nilai bilangan 3 yang

melambangkan Rakut si telu yang terdapat pada bahan pembuatan cincin tapak gajah yaitu

emas, perak, dan suasa, kemudian nilai bilangan 5 yang memiliki arta 5 cabang marga pada

masyarakat Karo yaitu Merga silima, dan nilai bilangan 8 yang berarti adalah Tutur si waluh

atau delapan sapaan panggilan kepada anggota keluarga atau sebut saja juga acara bertutur

dalam masyarakat Karo.

46

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5. Kerabu

Kerabu adalah perhiasan yang dipakai di telinga wanita pada saat acara adat pernikahan.

Pada zaman dahulu pengantin wanita bisa memilih jenis kerabu apa yang dipakainya. Seiring

perubahan zaman, sudah banyak jenis kerabu yang bisa dipakai tanpa harus mengikuti adat

yang dulu. Kerabu ada memiliki beberapa jenis, yaitu: Kerabu Berlian (Ronyok/Bunga

Tanjung), Kerabu Berlian Ros, Kerabu Intan Matahari. Kerabu terbuat dari suasa, berlian dan

emas.

Bentuk Simbol

Kerabu Berlian Ros Kerabu Intan Matahari

Kerabu Berlian Ronyok (Bunga Tanjung)

47

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Fungsi Kerabu untuk perhiasan telinga pengantin wanita.

Makna Kerabu adalah sebagai hiasan. Terdapat nilai kesopanan dan nilai bilangan 3 yang

melambangkan Rakut si telu, kemudian nilai bilangan 5 yang memiliki arta 5 cabang marga

pada masyarakat Karo yaitu Merga silima, dan nilai bilangan 8 yang berarti adalah Tutur si

waluh atau delapan sapaan panggilan kepada anggota keluarga atau sebut saja juga acara

bertutur dalam masyarakat Karo yang terdapat pada jumlah mata dari kerabu tersebut.

6. Padung kudung-kudung

Untuk menambah keindahan pada tudung pengantin wanita karo, aksesoris yang

dipasang adalah Kodang – Kodang. Menurut Tata Rias Pengantin Wanita Sumatra Utara

halaman 38 (2016), “Kudung – Kudung dipasang di ujung kiri dan kanan tudung pengantin

wanita karo”. Kudung – kudung terbuat dari tembaga, perak dan emas.

Bentuk Simbol

48

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Fungsi Padung Kudung-kudung untuk dipakai sebagai hiasan pada telinga. Yang memakainya

boleh pengantin wanita, orang tua, anak gadis dan juga anak-anak (perempuan).

Makna Padung Kudung-kudung adalah terdapat nilai bilangan 3 yang melambangkan Rakut si

telu, kemudian nilai bilangan 5 yang memiliki arti 5 cabang marga pada masyarakat Karo

yaitu Merga silima yang terdapat pada jumlah kelopak yang terdapat pada kudung-kudung

dan nilai bilangan 8 yang berarti adalah Tutur si waluh atau delapan sapaan panggilan kepada

anggota keluarga atau sebut saja juga acara bertutur dalam masyarakat Karo.

7. Sertali Layang-Layang Kitik

Menurut buku Mengenal Rasa, Karsa, dan Karya Kebudayaan Karo halaman 181

(2016), pengantin wanita dalam acara pernikahan menggunakan Sertali Layang – Layang

Kitik yang dikaitkan di tudung pengantin wanita. Sertali Layang – Layang Kitik memiliki

motif layang – layang.

Bahannya: Sertali Layang – Layang Kitik terbuat dari bahan emas atau perak yang disepuh

oleh emas.

Bentuk Simbol

49

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Fungsi Sertali Layang-layang Kitik untuk Diikat pada kepala (bulang) laki-laki. Boleh juga

dikalungkan pihak laki-laki (perempuan) sebagai hiasan.

Makna Sertali Layang-layang Kitik adalah Perlambang suka menabung sehingga kumpulan-

kumpulan emas dirajut dengan tali dimana simbol ini juga merupakan gambaran sistem

kekerabatan KARO dengan terdapat nilai bilangan 3 yang melambangkan Rakut si telu yang

terdapat pada hiasan yang jumlahnya 3 di depan kemudian nilai bilangan 5 yang memiliki arta

5 cabang marga pada masyarakat Karo yaitu Merga silima yang terdapat pada 3 hiasan di

depan dan 2 pasang sebalah kanan dan kiri, dan nilai bilangan 8 yang berarti adalah Tutur si

waluh atau delapan sapaan panggilan kepada anggota kelua rga atau sebut saja juga acara

bertutur dalam masyarakat Karo yang terdapat pada 3 hiasan di depan, 2 sebelah kanan, 2

sebelah kiri dan 1 penghubung.

8. Sertali Layang Layang Galang

Untuk bagian leher, pengantin pria menggunakan Kalung Sertali yang dikalungkan di leher

pengantin tersebut. Motif dari Sertali Layang Layang berbentuk seperti Layang-layang,

rumah-rumah, lepah-lepah dan pilo-pilo.

Bahannya: Kalung Surtali terbuat dari kuningan.

Bentuk Simbol

50

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Fungsi Sertali layang-layang besar untuk dikalungkan oleh laki-laki dan perempuan pada

waktu upacara pesta adat seperti mengket rumah mbaru (rumah baru), pesta perkawinan

dipakai oleh penganten, dll.

Makna Sertali Layang-layang Terdapat nilai kerja keras, nilai kesuburan, nilai kemakmuran,

pantang menyerah, dan terdapat nilai bilangan 3 yang melambangkan Rakut si telu yang

terdapat pada 1 hiasan di tengan dan 2 pasang hiasan sebelah kanan dan kiri, kemudian nilai

bilangan 5 yang memiliki arti 5 cabang marga pada masyarakat Karo yaitu Merga silima, dan

nilai bilangan 8 yang berarti adalah Tutur si waluh atau delapan sapaan panggilan kepada

anggota keluarga atau sebut saja juga acara bertutur dalam masyarakat Karo yang terdapat

pada 5 hiasan, 2 pengait, dan 1 penghubung.

Perlengkapan perhiasan tersebut (emas sertali) tidak boleh sembarangan yang

memakainya karena hanya dipakai pada upacara-upacara tertentu saja. Pada awalnya

perhiasan tersebut akan dilengkapi dan persiapkan oleh pihak kalimbubu, namun pada masa-

masa sekarang semua perlengkapan mulai dari kain Uis sampai ke aksesoris pengantin dan

pihak orang tua kedua mempelai sudah dilengkapi oleh bidang pengantin (salon). Setiap

pengantin pada masa sekarang akan memakai semua aksesoris perhiasan pengantin tersebut,

namun setiap pengantin sudah tidak mengerti lagi makna simbol yang terdapat pada semua

perlengkapan yang mereka kenakan pada upacara perkawinan tersebut.

Setiap bagian perhiasan yang dikenakan oleh pengantin laki-laki adalah rudang emas, sertali

rumah-rumah kitik, gelang sarung/pijer, sertali laying-layang galang, uis bekabuluh, uis gatip

20 (uis mbiring), uis gara-gara, uis pementing dan pisau tumbuk lada. Pengantin perempuan

perlengkapannya: uis gara jongkit, uis kelam-kelam, uis jujung-jujungen, uis nipes, padung

raja mehuli/kodong-kodong, sertali layang layang kitik, sertali layang-layang galang, dan

51

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kampil. Makna simbol yang terdapat pada setiap bagian perhiasan pengantin Karo adalah

bilangan 3 melambangkan Rakut si telu: Sukut/sembuyak, Kalimbubu dan Anakberu. Bilangan

5 melambangkan lambang 5 cabang besar merga Karo (Merga si lima): Karo Karo,

Sembiring, Tarigan, Ginting, Perangin-angin. Bilangan 8 melambangkan Tutur Siwaluh:

Puang Kalimbubu, Kalimbubu, Sembuyak, Senina Sipemeren, Senina Sepengalon/Sendalanen,

Anakberu, Anakberu Menteri dan bilangan 12 di mana bilangan tersebut memiliki lambang

tentang menjunjung tinggi sistem kekerabatan, sistem sosial, silsilah marga dan aturan-aturan

adat yang masih terjaga sampai sekarang dan tetap menjalankan peraturan adat yang berlaku.

52

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Adapun yang menjadi simpulan dari penelitian ini adalah:

1. Dalam data Pernak Pernik Karo terdapat 8 Pernak Pernik yang dipakai pria Karo

yaitu: Bulang-bulang (Tengkuluk), Cengkok-cengkok, Kadangen (Selempang),

Gonje (Sampan), Sertali rumah rumah, Sertali Layang-layang Galang, Gelang

Sarung, Bunga Mpalas (Rudang Emas). Memiliki fungsi sebagai hiasan dan sebagai

tradisi yang diikuti mayarakat Karo untuk menghormati keluarga yang hadir di

pesta. Makna nya terdapat berbagai nilai-nilai yang menjunjung tinggi silsilah di

suku Karo, dan terdapat nilai kesopanan dan nilai bilangan 3 melambangkan Rakut

si telu, kemudian nilai bilangan 5 cabang marga suku Karo, dan nilai bilangan 8

yang berarti Tutur si waluh.

2. Dalam data Pernak Pernik Karo terdapat 8 Pernak Pernik yang dipakai Wanita Karo

yaitu: Tudung (Penutup Kepala), Sarung (Gonje), Kampil, Cincin Tapak Gajah,

Kerabu, Padung Kudung-kudung, Sertali Layang-layang Kitik, Sertali Layang-

layang Galang. Memiliki fungsi sebagai hiasan dan sebagai tradisi yang diikuti

mayarakat Karo untuk menghormati keluarga yang hadir di pesta. Makna nya

terdapat berbagai nilai-nilai yang menjunjung tinggi silsilah di suku Karo, dan

terdapat nilai kesopanan dan nilai bilangan 3 melambangkan Rakut si telu, kemudian

nilai bilangan 5 cabang marga suku Karo, dan nilai bilangan 8 yang berarti Tutur si

waluh.

53

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5.2 Saran

Peneliti berharap agar peneliti-peneliti lain melakukan penelitian sejenis dalam

suku/etnik lain. Untuk mendukung suksesnya penelitian lanjutan, kiranya pihak pemerintah

turut berpartisipasi mendukung penelitian setiap budaya yang ada dalam masyarakat agar

budaya itu sendiri tidak punah, khususnya untuk masyarakat Karo terlebih untuk generasi muda

agar tetap memakai dan mempertahankan Pernak Pernik Karo dengan cara memakai Pernak

Pernik tersedbut dalam acara adat pernikahan.

54

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

Budiman, Kris. 2011. Semiotika Visual, Yogyakarta : Jalasutra.

Culler, Jonathan. 1993. Saussure. Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Duranti, Alessandro (2003). "Language as Culture in U.S. Anthropology: Three

Paradigms". Current Anthropology. 44 (3): 323–348.

Gaol, Nelli Roliska L. 2007. Tanda tanda dalam upacara perkawinan Batak Toba “Kajian

Semiotik” , Medan : Universitas Sumatera Utara.

GM, Haseprinta. 2011. Tindak Tutur Dalam Adat Perkawinan Batak Karo, Medan: Universitas

Sumatera Utara.

Kurniawan, Heru. 2009. Sastra Anak. Yogyakarta : Graha Ilmu

Moleong, Lexy J. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nazaruddin, Kahfie. 2015. Pengantar Semiotika. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Pattinasarany, Sally. 1996. Dasar-Dasar Semiotik (Elemente der Semiotik). Jakarta : Pusat

Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Prist, Darwin. 2014. Kamus Karo Indonesia. Medan : Bina Media Perintis.

Prist, Darwin. 2008. Adat Karo. Medan: Bina Media Perintis.

Ritonga, Perlaungan dkk. 2005. Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa. Medan: Bartong Jaya.

Sagala, Mangapul. 2008. Injil dan Adat Batak, Jakarta : Yayasan Bina Dunia.

Sinaga, Hotmida. 2014. Makna dan Fungsi Mangupa Pada Upacara Perkawinan Masyarakat

Angkola Sipirok “Kajian Semiotika”, Medan : Universitas Sumatera Utara.

Sitepu, Adrianus Ganjangen. 1980. Mengenal Seni Kerajinan Tradisional Karo. Medan : Citra

Mandiri.

Sudaryanto, 1990. Aneka Konsep Kedataan Lingual dalam Linguistik. Yogyakarta: Duta Wacana

University Press.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta. Duta wacana

University Presss.

Sudjiman Panuti dan Zoest Aart van. 1996. Serba-Serbi Semiotika. Jakarta. Gramedia Pustaka

Umum.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Surakhmad, Winarno. 1982. Pengantar Penelitian Ilmiah (Dasar Metode Teknik). Jakarta:

Tarsito.

Tarigan, Lukas. 2018. Mengenal Tatabusana Adat Karo. Surabaya : CV Pustaka Media Guru.

Tarigan, Sarjani, 2016. Mengenal Rasa, Karsa, dan Karya Kebudayaan Karo, Medan : Balai

Adat Budaya Karo Indonesia.

Trabaut, Jurgen, 1996. Dasar-Dasar Semiotik, Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan

Bahasa.

Kamus

Departemen Pendidikan Nasional. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Kridalaksana, Harimurti. 1982. Kamus Linguistik. PT Gramedia Utama.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DATA INFORMAN

Nama : Lukas Tarigan, S.Pd, M.Sn.

Umur : 53 Tahun

Pekerjaan : Perias pengantin tradisional Karo/PNS

Alamat : Kabanjahe

Nama : Yanti br Tarigan

Umur : 48 Tahun

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Kabanjahe

Nama : Ricki Ginting

Umur : 34 Tahun

Pekerjaan : Wiraswata

Alamat : Kabanjahe

Nama : Pelda br Sembiring

Umur : 44 Tahun

Pekerjaan : Petani

Alamat : Kabanjahe

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Nama : Rinto Feranson Barus

Umur : 40 Tahun

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Kabanjahe

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN FOTO-FOTO INFORMAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LAMPIRAN DATA

1. Bulang-bulang/Tengkuluk

Bulang-bulang atau tengkuluk atau topi penutup kepala pengantin pria.

2. Cengkok cengkok

Cengkok cengkok adalah kain yang dipakai di pounggung pengantin pria

3. Kadangen

Kadangan atau selempang adalah kain yang di selempangkan d bahu pengantin pria.

4. Gonje atau Sampan

Gonje atau sampan adalah kain penutup kehormatan pengantin pria.

5. Sertali Rumah rumah

Sertali Layang Layang adalah aksesoris yang dipakai di bulang bulang pengantin pria.

6. Sertali Layang layang Galang

Sertali Layang layang galang adalah aksesoris yang dipakai di leher atau dikalungkan di

dada pengantin pria.

7. Gelang Sarung

Gelang sarung adalah aksesoris yang dipakai di pergelangan tangan pengantin pria.

8. Bunga Mpalas

Bunga Mpalas atau Rudang Emas adalah aksesoris yang dipakai di bulang bulang

pengantin pria.

9. Tudung

Tudung adalah penutup kepala yang dipakai pengantin wanita.

10. Sarung

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sarung atau Gonje atau Er-abit adalah kain yang berbetuk sarung yang dipakai untuk

menutupi kehormatan pengantin wanita.

11. Kampil

Kampil adalah benda yang dibawa pengantin wanita yang terbuat dari daun bengkuang

dan dipakai pada saat acara adat pernikahan. Kampil yang berisi sirih , kapur, gambir.

12. Cincin tapak gajah

Cincin tapak gajah adalah benda yang dipakai di jari jari tangan pengantin wanita

13. Kerabu

Kerabu adalah anting anting benda yang dipakai pada telinga pengantin wanita.

14. Padung Kudung-kudung

Padung kudung kudung adalah aksesoris yang dipakai pada tudung pengantin wanita.

15. Sertali Layang layang kitik

Sertali Layang layang kitik adalah aksesoris yang dipakai pengantin wanita dan

diletakkan di tudung.

16. Sertali Layang layang Galang

Sertali Layang layang galang adalah aksesoris yang yang dipakai atau dikalungkan di

leher pengantin wanita.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai