KAJIAN SEMIOTIKA
SKRIPSI
Oleh:
160701058
MEDAN
2020
Dengan ini saya menyatakan dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan
dalam memeroleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan
saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain,
kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila
pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan
NIM 160701058
(KAJIAN SEMIOTIKA)
ABSTRAK
Skripsi ini menganalisis Pernak Pernik dalam acara perkawinan adat suku Karo dengan kajian
semotika. Manfaat penelitian ini adalah untuk melestarikan penggunaan Pernak Pernik karo
yang hamper punah. Penelitian ini menggunakan data lisan dan tulisan. Metode yang digunakan
dalam pengumpulan data adalah metode simak, yaitu dengan menyimak penggunaan bahasa,
dilanjutkan dengan teknik sadap, yaitu dengan menyadap pembicaraan dengan penutur, teknik
sinak libat cakap (SLC), yaitu dengan menyimak sekaligus ikut berpartisipasi dalam
pembicaraan, dan teknik catat yaitu dengan mencatat semua sumber data yang dianggap
penting. Metode yang digunakan dalam menganalisis data adalah metode padan. Hasil yang
diperoleh dari penelitian ini adalah Pernak Pernik Karo terdapat 8 Pernak Pernik yang dipakai
pria Karo dan 8 Pernak Pernik yang dipakai wanita Karo yang berasal dari bahan kain, emas,
perak, tembaga, dan berlian. Berdasarkan makna tersirat yang terdapat dalam Pernak Pernik
acara pernikahan adat Karo, maka simpulan dari penelitian adalah bahwa dalam Pernak Pernik
ii
Pernik yang dipakai wanita Karo yaitu: Tudung (Penutup Kepala, Sarung (Gonje), Kampil,
Cincin Tapak Gajah, Kerabu, Padung Kudung-kudung, Sertali Layang-layang Kitik, Sertali
Layang-layang Galang. Di samping itu terdapat juga berbagai Pernak Pernik yang dipakai
iii
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak dalam menyelesaikan skripsi
ini, berupa bantuan moral seperti doa, dukungan nasihat, dan petunjuk praktis, maupun bantuan
1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S., Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera
2. Bapak Drs. Haris Sultan Lubis, M.S.P., Ketua Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas
Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, yang telah mengarahkan peneliti dalam
3. Bapak Drs. Amhar Kudadiri, M.Hum., Sekretaris Program Studi Sastra Indonesia,
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan informasi
4. Ibu Dra. Salliyanti, M.Hum. Dosen pembimbing yang telah memberikan banyak
membantu dan meluangkan waktu untuk membimbing peneliti dengan penuh kesabaran,
tanggung jawab, memberi banyak nasihat, motivasi, dan masukan bagi peneliti dalam
5. Ibu Dr. Dwi Widayati, M.Hum dan Ibu Dra. Sugihana Sembiring, M.Hum., selaku dosen
penguji yang telah menguji ujian saya dan banyak memberikan saran dan masukan bagi
penulis.
6. Bapak Drs. Pribadi Bangun, M.Hum., selaku dosen penasehat akademik yang telah
banyak memberikan pengarahan dan masukan bagi penulis selama masa perkuliahan.
iv
telah memberikan bekal dan pengetahuan baik dalam bidang linguitik, sastra dan bidang-
Saudara Joko yang membantu penulis dalam menyelesaikan segala urusan Administrasi
selama perkuliahan.
9. Kedua orang tua Ayahanda Berson Girsang dan Ibunda Diana br Simorangkir yang telah
memberikan kasih sayang yak tak terhingga, mendukung secara moral dan material,
dorongan juga spiritual dalam doa. Saya sangat bersyukur dan bangga punya orang tua
10. Adik yang saya sayangi dan kasihi Hardi Girsang, Dodo Girsang dan keponakan saya
Kenzi Purba yang selalu membuat penulis tertawa, marah dan semangat.
11. Abang Kandung Frendy Girsang yang memberi dukungan, nasihat, dukungan doa dan
material selama perkuliahan saya. Kakak Kandung Ika Novalia br Girsang dan Abang
Ipar Abet Purba terima kasih atas semangat, motivasi dan doanya.
12. Sahabatku yang baik Anggi Siagian, Efrina Siburian dan Putri Simamora terima kasih
sudah mau menjadi sahabatku, yang memberikan doa, semangat, dukungan dan mau
13. Orang yang spesial Rinaldi Ginting yang selalu membuat penulis tertawa, marah,
mendukung dan selalu memberikan semangat, doa dan mau mendengarkan curhat
penulis.
Zetti, Yesika, Yulistia, Anugrah, dan teman-teman yang lain yang tdiak disebutkan
namanya satu per satu yang telah mendorong penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
15. Bapak Lukas Tarigan yang banyak memberikan informasi tentang aksesoris pernak
16. Para informan telah meluangkan waktu untuk membantu penulis dan menyediakan data
penelitian.
Penulis menyadari skripsi ini jauh dari kesemournaa. Oleh karena itu, penulis
Akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan
Penulis,
vi
PERNYATAAN ..................................................................................................................... i
ABSTRAK .............................................................................................................................. ii
2.1 Konsep.................................................................................................................... 6
2.2.1 Semiotika....................................................................................................... 7
vii
1. Bulang-Bulang/Tengkuluk .............................................................................. 21
2. Cengkok-Cengkok ............................................................................................ 23
3. Kadangen/Selempang....................................................................................... 24
1. Tudung ............................................................................................................ 31
3. Kampil .............................................................................................................. 35
5. Kerabu ............................................................................................................... 38
viii
5.2 Saran..................................................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA
DATA INFORMAN
LAMPIRAN DATA
ix
PENDAHULUAN
Bahasa adalah kemampuan yang dimiliki manusia untuk berkomunikasi dengan manusia
lainnya menggunakan tanda, misalnya kata dan gerakan. Kajian ilmiah bahasa disebut ilmu
linguistik . Bahasa, dipahami sebagai kumpulan norma-norma perkataan dari komunitas tertentu,
juga termasuk bagian dari kultur yang lebih besar dari komunitas yang menuturkannya. Bahasa
tidak hanya berbeda dari segi pengucapan, kosakata, atau tata bahasa, tetapi juga berbeda dalam
"kultur berbicara". Manusia menggunakan bahasa sebagai cara memberikan sinyal identitas
antara grup kultur dan perbedaan dengan yang lainnya. Bahkan di antara pembicara dalam satu
bahasa beberapa cara berbeda dalam menggunakan bahasa masih ada, dan setiapnya digunakan
untuk memberikan sinyal pertalian antara subgrup dalam satu kultur yang besar. Salah satu
perbedaan terbesar antara masyarakat di belahan dunia Timur dengan di belahan dunia Barat
adalah dalam hal adat istiadat. Kehidupan masyarakat Timur dipenuhi dengan berbagai jenis
upacara adat, mulai dari masa dalam kandungan, kelahiran, penyapihan, perkawinan, penyakit,
malapetaka, kematian dan lain -lain. Masalah perkawinan sangat penting bagi semua manusia
terkenal dengan keragaman suku dan budayanya.Tiap-tiap daerah memiliki tata cara dalam
menjalankan adat istiadat yang berbeda-beda. Terutama dalam hal prosesi perkawinan.
Bahasa Karo merupakan salah satu bahasa daerah di Sumatera Utara yang digunakan
sebagai alat komunikasi baik lisan maupun tulisan oleh masyarakat Karo. Selain bahasa Karo,
bahasa Toba, Pakpak, Simalungun, Jawa dan bahasa Indonesia juga digunakan di daerah ini.
komunikasi dalam keluarga dan masyarakat, tetapi juga berfungsi sebagai pengawet budayanya.
Hal ini terbukti dari upacara-upacara adat yang masih tetap menggunakan bahasa Karo.
Hull (1998) mengatakan bahwa budaya adalah “suatu cara hidup tertentu” yang dibentuk
oleh nilai, tradisi, kepercayaan objek material dan wilayah (territory). Budaya adalah suatu
ekologi yang kompleks dan dinamis dari orang, benda, pandangan tentang dunia, kegiatan dan
latar belakang (setting) yang secara fundamental bertahan lama, tetapi juga berubah dalam
komunikasi dan interaksi sosial yang rutin. Budaya adalah konteks. Budaya adalah cara kita
berbicara dan berpakaian, makanan yang kita makan dan cara kita menyiapkan dan
mengkonsumsinya, dewa-dewa yang kita ciptakan dan cara kita memujanya, cara kita membagi
waktu dan ruang, cara kita menari, nilai-nilai yang kita sosialisasikan kepada anak-anak kita, dan
Menurut pendapat Verkuyl, sebagaimana dikutip oleh Mangapul Sagala bahwa kata
"adat" berasal dari bahasa Arab "ada" yang berarti cara yang telah lazim atau kebiasaan yang
terjadi pada masyarakat. Sedangkan perkawinan, asal katanya "kawin", berarti membentuk
keluarga dengan lawan jenis, bersuami atau beristri dan bertujuan untuk meneruskan
keturunan. Perkawinan maksudnya suatu ikatan antara dua orang yang berlainan jenis kelamin,
atau antara seorang pria dan seorang perempuan, mereka mengikatkan diri untuk bersatu dalam
kehidupan bersama. Proses yang mereka lalui dalam rangka mengikatkan diri ini, tentunya
menurut ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam masyarakat. Laki-laki yang telah mengikatkan
dinamakan suami dan perempuan yang mengikatkan diri itu disebut istri.
Adat istiadat Karo, sebagaimana adat istiadat masyarakat suku-suku di wilayah Sumatara
Utara umumnya, memiliki kesamaan untuk beberapa hal, termasuk dalam sistem perkawinan.
Kesamaan tersebut disebabkan oleh wilayah Sumatra Utara cukup lama dipengaruhi oleh agama
Hindu sebelum masuknya agama Islam dan agama Kristen. Menurut kepercayaan Hindu,
perkawinan adalah sebuah makna yang bersifat sakral, suci dan merupakan kewajiban bagi setiap
individu untuk melaksanakanya, karena dengan perkawinan akan tercapai sebuah keteraturan
dalam perkembangan masyarakat dari keluarga inti (nuclear family) menuju keluarga besar
(extended family). Pengaruh Hindu dalam perkawinan adat Karo adalah perempuan dibeli oleh
Pada dasarnya adat perkawinan suku Batak Karo mengandung nilai sakral. Dikatakan
sakral dalam pemahaman adat Batak Karo bermakna pengorbanan bagi pihak pengantin
perempuan (pihak sinereh), karena ia memberikan anak perempuannya kepada orang lain pihak
pengantin laki-laki (pihak sipempoken), sehingga pihak laki-laki juga harus menghargainya
dengan menanggung semua biaya acara adat dan makanan adat. Perkawinan merupakan suatu
upacara untuk mempersatukan seorang laki-laki dengan perempuan atau dipersatukanya dua sifat
Pada masa-masa dahulu tatabusana tidak terlalu diperhatikan karena di samping bahan
juga masih lebih minim dan sulit didapat. Jika kita perhatikan pada masa-masa lampau seperti
masa sebelum masuknya penjajahan Jepang dan Belanda keberadaan busana adat Karo masih
sangat sederhana dengan hanyalah menggunakan kain-kain tenunan saja tanpa sentuhan model
pemakainnya juga seperti dengan melilitkan dan membentuk langsung pada tubuh si pemakai,
akan tetapi akan sangat memberi kesan yang sangat luas dan unik.
Tatabusana pada masa-masa sekarang ini sejak tahun 2000-an ke atas sangat banyak
sebagai. Perubaha perubahan yang dilakukan oleh masyarakat dengan berkembangnya teknologi
baik dari teknik pengolahan seni tenun yang menggunakan alat IBM. Dari segi perkembangan
desain tatabusana baik untuk busana wanita maupun laki-laki pada masa masa sekarang ini
sangat digemari oleh masyarakat dengan membuat modifikasi tenun dengan kreasi modifikasi
tatabusana secara umum karena masyarakat inspiratif dan inovatif dengan menciptakan model
kreasi baik untuk dipergunakan sebagai busana kerja atau busana untuk acara-acara pesta adat
sendiri.
Simbol merupakan jenis tanda yang bersifat arbitrer dan konvensional. Tanda-tanda
kebahasaan pada umumnya adalah simbol-simbol (Budiman; 2011,22). Dengan kata lain,
menilik pengertian yang terakhir ini, apa yang disebut sebagai simbol sebetulnya berekuivalensi
Penelitian ini mengkhususkan pada pembahasan tanda-tanda berupa benda yang memiliki
makna yang terdapat dalam pernikahan Suku Karo, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo.
Dalam upacara pernikahan adat Suku Karo ditemukan tanda-tanda yang merupakan syarat
1. Apakah bentuk simbol, fungsi, makna yang terdapat pada corak pernak pernik yang dipakai
2. Apakah bentuk simbol, fungsi, makna yang terdapat pada corak pernak pernik yang dipakai
1. Mendeskripsikan bentuk simbol, fungsi, makna dari corak pernak pernik yang dipakai pria
2. Mendeskripsikan bentuk simbol, fungsi, makna dari pernak pernik yang dipakai wanita
Manfaat yang diperoleh dari suatu penelitian menggambarkan nilai dan kualitas penelitian.
Adapun manfaat penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik
1. Bahan referensi bagi para peneliti lain yang ingin meneliti tentang makna tanda-
2.1 Konsep
Konsep gambaran mental dari objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, yang
digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, 2003:558).
2.1.1 Tanda
adalah satuan dasar bahasa yang niscaya tersusun dari dua relata yang tidak terpisahkan, yaitu
citra-bunyi (acoustic image) sebagai unsur penanda (signifier) dan konsep sebagai petanda
(signified). Penanda merupakan aspek material tanda yang bersifat sensoris atau dapat diindrai
(sensible) di dalam bahasa lisan mengambil wujud sebagai citra-bunyi atau citra-akustik, yang
berkaitan dengan sebuah konsep (petanda). Hakikat penanda adalah murni sebuah realatum yang
pembatasannya tidak mungkin terlepaskan dari petanda. Substansi penanda senantiasa bersifat
material, entah berupa bunyi-bunyi, objek-objek, imaji-imaji, dan sebagainya (Barthes, 1981: 38-
39, 47-48; Saussure, 1996: 66-67; Budiman, 1999: 93, 115). Sementara itu, petanda merupakan
aspek mental dari tanda-tanda, yang biasa disebut juga sebagai “konsep”, yakni konsep-konsep
ideasional yang bercokol di dalam benak penutur. Petanda bukanlah “sesuatu yang diacu oleh
Selain konsep penanda dan petanda, Saussure juga membuat konsep lain yang berhubungan
dengan tanda yang perlu dipahami, yaitu sintagmatik dan paradigmatic. Dua konsep ini berkaitan
lainnya.
Simbol merupakan jenis tanda yang bersifat arbitrer dan konvensional. Tanda-tanda kebahasaan
pada umumnya adalah simbol-simbol (Budiman; 2011,22). Dengan kata lain, menilik pengertian yang
terakhir ini, apa yang disebut sebagai simbol sebetulnya berekuivalensi dengan pengertian Saussure
tentang tanda.
Perkawinan merupakan penyatuan dua keluarga yang diikat dalam tali pernikahan. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:456), perkawinan adalah hal yang berurusan dengan kawin
Suku Batak Karo sebagaimana halnya dengan suku lain mempunyai tatacara perkawinan yang
khas. Perkawinan pada masyarakat Karo bersifat religius dengan menganut sistem eksogami, yakni
seseorang harus kawin dengan orang dari luar marganya, dengan kekecualian pada marga Sembiring dan
Perangin-angin.
Sifat religius dari perkawinan pada masyarakat Karo terlihat dengan adanya perkawinan, maka
tidak hanya mengikat kedua belah pihak yang menikahi dan yang dinikasi saja, tetapi juga mengikat
keseluruhan keluarga kedua belah pihak termasuk arwah-arwah leluhur mereka. Dengan demikian,
perkawinan adalah merupakan ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan wanita, termasuk
dominan. Artinya bahwa pihak orang tualah yang mengusahakan agar perkawinan itu dapat berlangsung,
2.2.1 Semiotika
Kata semiotika (ada juga yang menyebut semiologi) berasal dari bahasa Yunani, “semeion”
yang berarti “tanda”. Tanda ini bersifat universal karena dapat dijumpai di mana pun, antara lain:
bahasa, gambar, gerak, isyarat, warna, suara, dan sebagainya (Kurniawan; 2009, 123).
Ferdinand de Saussure, bapak linguistik modern Eropa, melihat semiotika yang disebutnya
“semiologi” sebagai disiplin ilmu sosial dan sekaligus sebagai bagian dari psikologi sosial. Tugas
semiotik adalah meneliti “kehidupan tanda-tanda dalam ruang lingkup kehidupan sosial” dan
memberitahukan “tanda-tanda tersebut terdiri dari apa dan peraturan apa yang menentukan tanda-tanda
Saussure (1916) mengatakan “kita dapat menerima suatu ilmu yang mempelajari tanda-tanda
dalam kehidupan sosial. Kehidupan sosial tersebut merupakan bagian dari psikologi sosial dan sebagai
akibat dari psikologi umum, yang kemudian kita sebut sebagai semiologi (bahasa Yunani: Semeion
„tanda‟). Semiologi mengajarkan kita suatu tanda terdiri dari apa saja dan kaidah-kaidah apa yang
mengaturnya. Karena semiology ini belum eksis, kita tidak dapat mengatakan aka nada, tetapi dia
berhak akan suatu eksistensi dan tempatnya pun sudah ditentukan. Linguistik hanyalah merupakan satu
bagian dari ilmu ini. kaidah-kaidah yang diungkapkan semiologi dapat diterapkan dalam linguistik. Dan
linguistik ini sebenarnya juga dapat dikaitkan dengan suatu bidang yang sangat khusus dalam fakta
sosial”.
semiotika tidak lain daripada sebuah sebuah nama lain bagi logika, yakni “doktrin formal tentang tanda-
tanda” (the formal doctrine og signs). Baik istilah semiotika maupun semiologi dapat digunakan untuk
merujuk kepada ilmu tentang tanda-tanda (the science of signs) tanpa adanya perbedaan pengertian yang
terlalu tajam.
Peirce memiliki rumusan yang berbeda mengenai tanda. Perbedaan itu tentunya bersumber dari
tolak yang juga berbeda, yaitu Saussure bertolak dari studi bahasa dan Peirce beranjak dari studi filsafat,
khususnya pragmatitisme. Charles Sandets Piece (1839-1914) membangun definisi tanda secara triadik-
Saussure secara diadik. Dikatakan triadik karena bagi Peirce penandaan melibatkan tiga unsur.
Ahli semiotika lain, Noth (1990:89) membedakan dua jenis model triadik, yaitu triadik yang
bisa direduksi menjadi diadik dan triadik murni. Menurut John Locke, tanda yang mengiplikasikan dua
diadik: (1) kata adalah tanda untuk konsep dan (2) konsep adalah tanda untuk benda. Dua diadik itu
merupakan lanjutan logis dari definisi tanda Locke. Anselm membedakan signification (relasi kata dan
konsep) dan appelatio (relasi kata dan benda). Pembedaan itu mengiplikasikan dua diadik alternatif.
Scholes (1982) (dalam Kurniawan; 2009:124) menegaskan bahwa semiotika merupakan studi
mengenai tanda-tanda (the study of signs), yang merupakan studi atas kode-kode sebagai suatu sistem
apapun yang memungkinkan manusia memandang entitas-entitas tertentu sebagai tanda atau sebagai
Hawkes (1978: 124), adalah bahwa istilah semiology lebih banyak dikenal di Eropa yang
mewarisi tradisi linguistik Saussurean; sementara istilah semiotika cenderung dipakai oleh para penutur
Ferdinand de Saussure (1857-1913) mendefenisikan bahwa semiotika adalah sebuah ilmu umum
tentang tanda (Budiman, 2003:3), dan tanda adalah kombinasi antara konsep (petanda) dengan
10
gambaran akustik (Saussure, 1988: 147). Dengan demikian, dalam perspektif Saussure, semiotika adalah
ilmu yang mengkaji hubungan antara penanda dengan petanda, terlihat bahwa semiotika Saussure ini
bersifat diadik karena tanda sebagai kajian semiotika tersusun atas dua bagian: penanda dan petanda.
Sebagai contoh penanda dan petanda yaitu: dalam kata „rumah‟ yang artinya tempat tinggal. Penanda
dalam kata tersebut yaitu rumah (konsonan+vocal). Petanda dalam kata tersebut yaitu perumahan (kata
berimbuhan).
2.2.2 Pernak-Pernik
Pernak pernik memiliki 2 arti, Pernak-pernik berasal dari kata dasar pernik. Pernak-pernik
adalah sebuah homonym karena arti-artinya memiliki ejaan dan pelafalan yang sama tetapi maknanya
berbeda. Pernak-pernik memiliki arti dalam kelas nomina atau kata benda sehingga pernak-pernik dapat
menyatakan nama dari seseorang, tempat, atau semua benda dan segala yang dibendakan. Pernak-pernik
adalah banyak pernik. Arti lainnya dari pernak-pernik adalah alat (barang, benda, dan sebagainya) yang
bentuknya kecil-kecil.
Berdasarkan tinjauan pustaka yang dilakukan, maka terdapat sumber yang relevan untuk
Loriska Nelli (2007) dalam skripsinya yang berjudul “Tanda tanda dalam upacara
Perkawinan Batak Toba Kajian Semiotik”. Dalam skripsi ini dijelaskan bahwa upacara
perkawinan Batak Toba menggunakan berbagai bentuk tanda yang masing-masing mengandung
makna dan informasi. Setiap tanda yang ada dalam upacara Batak Toba mempunyai makna
tersendiri yang tidak terlepas dari kehidupan masyarakat sekitarnya. Selain itu tanda tersebut
mencerminkan perilaku pikiran, atau ide-ide masyarakat yang bersifat kesopanan, didikan,
11
Terciptanya informasi atau makna dari tanda itu semua hasil dari konvensi dari masyarakat
makna tanda tersebut serta dapat menumbuhkan sikap kepedulian terhadap tanda yang
merupakan ciri khas bagi kebudayaan masyarakat Batak Toba. Masyarakat Batak Toba memiliki
adat-istiadat perkawinan sebagai suatu tradisi yang diwariskan oleh nenek moyang dari generasi
ke generasi, yaitu upacara yang dilakukan untuk membuat sebuah ikatan sosial dan ikatan
kekeluargaan. Pada upacara perkawinan tersebut banyak digunakan tanda berupa simbol yang
Sinulingga, (2010) dalam skripsinya yang berjudul Ideologi Erdemubayu (Perkawinan) Batak
Karo. Membahas tentang erdemubayu perkawinan Batak Karo. Pada penelitiannya dijelaskan wacana
erdemubayu Batak Karo merupakan semiotik sosial yang tidak hanya didasarkan pada asumsi umum
tentang masyarakat dan makna. Individu yang bertindak satu sama lain dan dunia materi sebagai basis
dan sumber kesadaran. Erdemubayu adalah bertemunya kedua belah pihak keluarga mempunyai
keinginan, pengakuan, dan persetujuan yang lebih tinggi lagi yakni dapat diterima/disahkan secara adat
istiadat maupun agama. Penelitian ini tentunya memiliki sumbangsih terhadap penelitian yang peneliti
dilakukan salah satunya penjabaran bagaimana ideologi erdemubayu perkawinan dalam upacara
Ginting, Zakharia (2011) dalam skripsinya yang berjudul Teks Relief Pilar Tebing Di
Berastagi Sebagai Representasi Identitas Kebudayaan Karo. Membahas tentang teks relief pilar
di Suku Karo. Pada penelitiannya dijelaskan Relief yang terdapat pada Pilar Tebing di Berastagi
adalah salah satu contoh simbol yang merupakan gambaran kehidupan dan kebudayaan
masyarakat Karo. Relief tersebut adalah pahatan manusia dengan berbagai macam, pola, dan
bentuk yang maknanya disepakati bersama oleh masyarakat setempat sebagai simbol yang
12
kebudayaan Karo yang pada masa sekarang tidak hanya berfungsi sebagai salah satu bentuk hasil
karya kebudayaan masyarakat Karo. Relief yang di buat pada medium tembok batu ini juga telah
menjadi salah satu objek wisata yang sangat digemari oleh wisatawan baik lokal maupun
mancanegara.
Adapun menurut Hotmida (2014) yang berjudul “Makna dan Fungsi Mangupa Pada
Upacara Perkawinan Masyarakat Angkola Sipirok Kajian Semiotika” , dalam skripsinya dibahas
bahwa, Upacara mangupa dimaksudkan untuk mengembalikan tondi ke badan atau agar tondi
yang ada di badan tetap kuat dan tegar. Latar belakang pelaksanaan mangupa dapat terjadi
karena seseorang lolos dari mara bahaya atau rasa syukur atas keberuntungan. Bila seseorang
lolos dari mara bahaya atau baik dari sakit, upacara mangupa disebut mangupa mulak tondi tu
badan, sedangkan mangupa karena keberuntungan dilakukan karena keberuntungan itu sendiri
mengandung mara bahaya juga. Pengertian mangupa ialah mempersembahkan dengan cara
tertentu sesuatu yang disebut upa-upa kepada orang atau orang-orang tertentu melalui suatu
upacara dengan tujuan agar orang atau orang-orang yang dipersembahi upa-upa itu memperoleh
berbagai keselamatan. ada banyak makna yang terkandung dalam mangupa selain fungsi paulak
tondi tu badan (memanggil tondi ke badan), upacara mangupa juga memiliki fungsi nasehat, doa
13
METODE PENELITIAN
Karo. Alasan peneliti memilih melakukan penelitian di daerah ini karena budaya masyarakatnya
yang tidak lepas dari warisan leluhur dan masih dijalankan sampai saat ini.
Pernak-Pernik Acara Pernikahan Suku Karo di Kabanjahe pada tanggal 31 Maret 2020 sampai
Menurut KBBI (2007:1102) sumber adalah asal, sedangkan data adalah keterangan atau
bahan nyata yang dapat dijadikan dasar kajian (KBBI, 2007:239). Jadi sumber data adalah dari
Data mempunyai sumber, ada asalnya. Dari sumber itu peneliti dapat memperoleh data
yang dimaksudkan dan yang dinginkan. Data yang terkumpul haruslah data lingual yang sahih
(valid) dan sekaligus terandal atau terpercaya (reliable), karena dengan kesahihan dan
14
(Sudaryanto, 33-34).
Sumber data yang utama/primer adalah data lisan yang diperoleh dari informan,
sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber-sumber yang sudah pernah
dikaji sebelumnya.
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung. Dalam hal ini, data
dipakai pengantin pria dan wanita pada saat acara adat pernikahan suku karo
berlangsung dan juga dari percakapan dengan orang (informan) yang paham
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung melalui buku-buku
tentang Adat Karo, yaitu buku yang berjudul Mengenal Rasa, Karsa, dan Karya
Kebudayaan Karo.
15
Data penelitian ini adalah data tulis dan data lisan. Data tulis diperoleh dari buku yang
menjadi sumber data, terutama yang berhubungan dengan Pernak Pernik suku Karo. Data tulis
yang digunakan adalah data dari buku berjudul „Mengenal Rasa, Karsa, dan Karya Kebudayaan
Karo‟. Buku tersebut merupakan buku yang menggunakan bahasa Karo dalam penyajiannya.
Sementara data lisan diperoleh dari hasil wawancara antara peneliti dengan informan dengan
menggunakan bahasa Karo. Metode dan teknik pengumpulan data yang digunakan dalah metode
simak, yaitu dengan menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1993: 133). Teknik dasar yang
digunakan adalah teknik sadap yaitu dengan menyadap pembicaraan dengan penutur bahasa
Karo. Teknik selanjutya adalah teknik simak libat cakap (SLC), yaitu dengan menyimak
sekaligus ikut berpartisipasi dalam pembicaraan. Kemudian dilanjutkan dengan teknik catat yaitu
dengan mencatat semua sumber data yang dinggap penting. Penelitian ini dilakukan dengan
mengumpulkan data tanda-tanda dalam pernak-pernik pernikahan suku Batak Karo kemudian
Teknik pengumpulan data pada penelitian meliputi wawancara, observasi, dokumentasi, dan
peristiwa yang termuat dalam data. Jelas bahwa dalam pengumpulan data memerlukan teknik-
teknik pengumpulan data, sehubungan informasi yang diperlukan akan lebih mudah kita
dapatkan. Dalam teknik wawancara, kita memerlukan seseorang informan, informan tersebut
memiliki kriteria agar dapat sesuai dengan permasalahan. Informan adalah orang yang
dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian.
Informan merupakan orang yang benar-benar mengetahui permasalahan yang akan diteliti
16
yang dikumpulkan dan diolah sendiri oleh peneliti langsung dari subjek atau objek penelitian.
Peranan narasumber sangat menentukan keakuratan data yang diperoleh peneliti. Untuk
mendapat hasil yang baik, narasumber tersebut harus benar-benar mengetahui kebudayaannya.
7. Sehat jasmani (tidak cacat berbahasa dan memiliki pendengaran yang baik) dan rohani
Selain metode dan teknik di atas, dalam penelitian ini peneliti menggunakan alat bantu
berupa kamera atau poto untuk memperoleh data berupa gambar dari tanda-tanda yang
Metode yang dapat digunakan dalam upaya menemukan kaidah dalam tahap analisis data ada dua,
yaitu metode padan (Sudaryanto,1993:13). Metode padan adalah metode dengan alat penentunya di luar,
terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa (langue) yang bersangkutan. Dalam penelitian ini data
yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan metode padan. Disebut metode padan karena
objek penelitian ditentukan berdasarkan kesepadanan, kecocokan, atau kesamaannya dengan alat
17
Teknik dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pilah unsur penentu, yaitu adanya
daya pilah peneliti dalam melihat bagian-bagian sebuah tanda yang sudah disesuaikan dengan sifat
unsur penentu masing-masing. Teknik lanjutannya adalah teknik hubung banding menyamakan,
maksudnya peneliti mengolah data dengan menghubungkan serta membandingkan suatu tanda dengan
makna yang dikandungnya serta melihat bagian persamaan tanda dengan kenyataan dalam upacara
perkawinan tersebut. Sebagai contoh Pernak-Pernik pernikahan Suku Karo berikut ini:
Menurut buku Mengenal Rasa, Karsa, dan Karya Kebudayaan Karo halaman 181
(2016), pengantin wanita dalam acara pernikahan menggunakan Sertali Layang – Layang
Kitik yang dikaitkan di tudung pengantin wanita. Sertali Layang – Layang Kitik memiliki
Bahannya: Sertali Layang – Layang Kitik terbuat dari bahan emas atau perak yang
Fungsinya: Sertali ini fungsinya untuk diikatkan pada kepala (pada bulang) bagi laki-laki
dengan tali dimana simbol ini juga merupakan gambaran sistem kekerabatan KARO
dengan sebutan nilai bilangan 3 yang melambangkan Rakut si telu, kemudian nilai
18
dan nilai bilangan 8 yang berarti adalah Tutur si waluh atau delapan sapaan panggilan
kepada anggota keluarga atau sebut saja juga acara bertutur dalam masyarakat Karo.
2. Kodang – Kodang
Untuk menambah keindahan pada tudung pengantin wanita karo, aksesoris yang
dipasang adalah Kodang – Kodang. Menurut Tata Rias Pengantin Wanita Sumatra Utara
halaman 38 (2016), “Kodang – Kodang dipasang di ujung kiri dan kanan tudung
Fungsinya: kodang-kodang dipakai sebagai hiasan pada kuping. Yang memakainya boleh
Maknanya: Untuk memperindah keunikan yang tercipta dan terdapat nilai bilangan 3
yang melambangkan Rakut si telu, kemudian nilai bilangan 5 yang memiliki arta 5
19
berarti adalah Tutur si waluh atau delapan sapaan panggilan kepada anggota keluarga
sebagai perhiasan yang dipasang di telinga pengantin wanita. Motif dari Padung Raja
Bahannya: Padung raja mehuli ini dari emas dan ada juga perak disepuh dengan
emas/kuningan.
Fungsinya: Padung raja mehuli dipakai pada kuping oleh wanita. Padung tersebut hanya
sebagai hiasan saja, dipakai pada pesta-pesta adat seperti pada waktu memasuki rumah
baru, erpangir kulau (berlangir ke sungai), perkawinan dipakai pengantin wanita, raleng
Maknanya: Terdapat nilai kesopanan dan nilai bilangan 3 yang melambangkan Rakut si
telu, kemudian nilai bilangan 5 yang memiliki arta 5 cabang marga pada masyarakat Karo
yaitu Merga silima, dan nilai bilangan 8 yang berarti adalah Tutur si waluh atau delapan
20
masyarakat Karo.
Pengantin Pria Suku Batak Karo menggunakan Perhiasan yang dipasang di tudungnya
menggunakan hiasan yang bernama Sertali Rumah – Rumahan Kitik. Menurut Tata Rias
Fungsinya: Diikat pada kepala (bulang) laki-laki. Boleh juga dikalungkan pihak laki-laki
dengan tali dimana simbol ini juga merupakan gambaran sistem kekerabatan KARO
dengan terdapat nilai bilangan 3 yang melambangkan Rakut si telu, kemudian nilai
bilangan 5 yang memiliki arta 5 cabang marga pada masyarakat Karo yaitu Merga silima,
21
kepada anggota kelua rga atau sebut saja juga acara bertutur dalam masyarakat Karo.
Untuk bagian leher, pengantin pria menggunakan Kalung Surtali yang dikalungkan
di leher pengantin tersebut. Motif dari Sertali Layang Layang berbentuk seperti
pada waktu upacara pesta adat seperti mengket rumah mbaru (rumah baru), pesta
Maknanya: Terdapat nilai kerja keras, nilai kesuburan, nilai kemakmuran, pantang
kemudian nilai bilangan 5 yang memiliki arta 5 cabang marga pada masyarakat
Karo yaitu Merga silima, dan nilai bilangan 8 yang berarti adalah Tutur si waluh
22
3. Gelang Sarung
Menurut buku Mengenal Rasa, Karsa, dan Karya Kebudayaan Karo, Pengantin
Bahannya: Gelang Sarung ini dari emas, ada dari perak sepuh emas, ada dari kuningan
sepuh emas.
Fungsinya: Gelang sarung hanya sebagai hiasan saja. Digelangkan pada waktu pesta
Maknanya: Terdapat nilai kesopanan dan nilai bilangan 3 yang melambangkan Rakut si
telu, kemudian nilai bilangan 5 yang memiliki arta 5 cabang marga pada masyarakat
Karo yaitu Merga silima, dan nilai bilangan 8 yang berarti adalah Tutur si waluh atau
23
Sebagai masyarakat yang terisolir di pedalaman dataran tinggi Karo dan sekitar
hilirnya, ternyata sebagai sebuah komunitas, disana juga terbentuk sebuah budaya yang
menjadi patron bagi masyarakat Karo dalam berhubungan dengan Sang Pencipta, alam
beserta isinya dan khusunya hubungan antara masyarakat didalamnya. Kesemuanya pola
hubungan tersebut tertuang dalam sebuah aturan tidak tertulis yang mengatur yang disebut
dengan budaya. Apek budaya, yang mana menurut Singarimbun (1989), merupakan identitas
masyarakat Karo, disebutkan terdapat 4 identitas, meliputi Merga, Bahasa, Kesenian, dan
Adat Istirahat.
Sumatera Utara umumnya, memiliki kesamaan untuk beberapa hal, termasuk dalam system
perkawinan. Kesamaan tersebut disebabakan oleh karena wilayah Sumatera Utara cukup lama
dipengaruhi oleh Agama Hindu sebelum masuknya Agama Islam dan Kristen. Menurut
24
perkawinan akan tercapai sebuah keteraturan dalam perkembangan masyarakat dari keluarga
inti (nuclear family) menuju keluarga besar (extended family). Pengaruh hindu dalam
perkawinan adat karo adalah perempuan “dibeli” oleh laki-laki, dalam istilah Karo disebut
“tukur”.
25
PEMBAHASAN
Pakaian atau tatabusana tradisional Karo merupakan salah satu unsur kelengkapan
budaya yang juga merupakan sebagai salah satu unsur kelengkapan budaya yang juga merupakan
sebagai penampilan identitas dan keberadaan suku Karo, dan juga sekaligus merupakan suatu
alat komunikasi dengan masyarakat suku Karo sendiri dan bahkan kepada masyarakat luas di
Nusantara karena pemakaian bagian demi bagian busana adat (ose-ose) memiliki makna makna
tersendiri. Pemakaian busana adat Karo amat beragam karena dipengaruhi oleh selera masing-
masing pemakai, keahlian si perias itu sendiri (tim perias, sekarang secara umum salon).
Dalam adat perkawinan suku Karo, terdapat macam-macam aksesoris dan perhiasan yang
memilki ciri khas tersendiri. Aksesoris yang dipakai laki laki ada beberapa macam yaitu:
kemeja, dasi, jas, celana panjang, dan sepatu. Ada juga yang memiliki makna dan fungsi
diantaranya:
1. Bulang-bulang/Tengkuluk (Topi)
kedua mempelai pada upacara perkawinan adat Karo yang terbuat dari kain Uis
Bentuk Simbol
26
27
Fungsi Bulang-bulang untuk sebagai hiasan saja atau penutup kepala untuk laki-laki
Karo.
Terdapat nilai kesopanan dan nilai bilangan 3 yang melambangkan Rakut si telu
28
kemudian nilai bilangan 5 yang memiliki arti 5 cabang marga pada masyarakat Karo
yaitu Merga silima yang terdapat pada seluruh bentuk dari Bulang-bulang, dan nilai
bilangan 8 yang berarti adalah Tutur si waluh atau delapan sapaan panggilan kepada
anggota keluarga atau sebut saja juga acara bertutur dalam masyarakat Karo yang
terdapat pada jumlah lipatan 2 kali, sudut kanan, sudut kiri, ujung, lipatan kanan,
Pada saat membentuk Bulang-bulang ada aturan yang perlu diperhatikan. Hal
yang paling perlu diperhatikan yaitu hasil lipatan yang berada di sebelah kanan berbeda
dengan lipatan sebelah kiri. Dalam pembentukan bulang-bulang tersebut tidak asal
dibentuk begitu saja dan dalam suku Karo ada makna yang terdapat pada lipatan
sebelah kanan. Nama dari lipatan yang sebalah kanan yaitu: Ikur Cicak. Jika ikur cicak
tersebut terpotong berarti serangan akan menyerang. Bulang dapat dipakai menjadi
senjata pembelaan dirinbila ada musuh/serangan. Dan posisinya di sebelah kanan juga
2. Cengkok-cengkok
Cengkok-cengkok adalah kain yang dipakai pada bahu laki-laki yang dibentuk
seperti segitiga. Bahannya adalah uis bekabuluh dengan melipat menjadi dua,
selanjutnya lagi dilipat dipertengahan menjadi berbentuk segitiga. Hal yang perlu
diperhatikan adalah posisi pinggir kain bekabuluh yang disebut dengan legok harus
berada pada sisi bahu kiri. Pemakaian cengkok-cengkok ada aturan untuk pria suku karo
29
lajang, tetapi jika garis putih pada uis bekabuluh di sebelah kiri dipakai pria yang
Bentuk Simbol
Fungsi Cengkok-cengkok sebagai hiasan dan fungsi lipatan kanan ke kiri yaitu sebagai
Makna Cengkok-cengkok adalah ula lit ukur kalak (Penolak Bala). Terdapat nilai
kesopanan dan nilai bilangan 3 yang melambangkan Rakut si telu yang terdapat pada
lipatan yang berbentuk segitiga , kemudian nilai bilangan 5 yang memiliki arti 5 cabang
30
belakang cengkok-cengkok dan 2 lipatan di depan dada debelah kanan dan kiri, dan
nilai bilangan 8 yang berarti adalah Tutur si waluh atau delapan sapaan panggilan
kepada anggota keluarga atau sebut saja juga acara bertutur dalam masyarakat Karo
3. Kadangen/Selempang
Bahan selempang pada masa dulu sebenarnya adalah kain sarung yang bagus
arah kiri. Kadangen/selempang yang asli berwarna hitam dan memiliki motif benang
yang berwarna merah keemasan. Pada masa sekarang selempang agar keliatan praktis
pada ujungnya dan bahkan untuk tatarias pengantin yang dibakukan untuk uji
kompetensi pada TRP-Batak Karo dipergunakan kain/uis gatip 20 yang juga pada
ujungnya dipeniti/jarum pentul agar pada pemakaian busana pengantin laki-laki adat
31
Fungsi Kadangen/Selempang untuk hiasan dan untuk tempat beban atau istilah dalam
suku Karo yaitu njayo. Dalam pembentukan kadangen/selempang harus dibentuk bulat
seperti terdapat pada foto yang berwarna hitam karena melambangkan kehidupan yang
32
perlambang kerja keras). Terdapat nilai kesopanan dan nilai bilangan 3 yang
depan, belakang dan tengah, kemudian nilai bilangan 5 yang memiliki arti 5 cabang
marga pada masyarakat Karo yaitu Merga silima, dan nilai bilangan 8 yang berarti
adalah Tutur si waluh atau delapan sapaan panggilan kepada anggota keluarga atau
4. Gonje, Sampan
Gonje atau sampan yaitu kain pada pinggang kebawah sampai batas betis. Kain
yang digunakan dalam gonje yaitu kain gatip 20. Rumbai yang terdapat pada gonje
Bentuk Simbol
Fungsi Gonje simbol etika untuk menjunjung tinggi rasa kehormatan pengantin atau
33
sopan santun). Terdapat nilai kesopanan dan nilai bilangan 3 yang melambangkan Rakut
si telu, kemudian nilai bilangan 5 yang memiliki arta 5 cabang marga pada masyarakat
Karo yaitu Merga silima, dan nilai bilangan 8 yang berarti adalah Tutur si waluh atau
delapan sapaan panggilan kepada anggota keluarga atau sebut saja juga acara bertutur
Menurut Tata Rias Pengantin Wanita Sumatra Utara , “Sertali Rumah-Rumahan kitik
Bentuk Simbol
Fungsi Sertali Rumah-rumah untuk Diikat pada kepala (bulang) laki-laki. Boleh juga
34
kumpulan emas dirajut dengan tali dimana simbol ini juga merupakan gambaran sistem
kekerabatan KARO dengan terdapat nilai bilangan 3 yang melambangkan Rakut si telu
yang terdapat pada hiasan yang berjumlah tiga yang terletak di benang merah kemudian
nilai bilangan 5 yang memiliki arti 5 cabang marga pada masyarakat Karo yaitu Merga
silima yang terdapat pada hiasan yang berjumlah 5: 1 di depan, 2 sebelah kanan dan 2
sebelah kiri, dan nilai bilangan 8 yang berarti adalah Tutur si waluh atau delapan sapaan
panggilan kepada anggota kelua rga atau sebut saja juga acara bertutur dalam
masyarakat Karo yang terdapat pada 5 hiasan, 2 penghubung di sudut kiri, sudut kanan
dikalungkan di leher pengantin tersebut. Motif dari Sertali Layang Layang berbentuk
Bentuk Simbol
35
waktu upacara pesta adat seperti mengket rumah mbaru (rumah baru), pesta perkawinan
Makna Sertali Layang-layang Galang adalah Terdapat nilai kerja keras, nilai
kesuburan, nilai kemakmuran, pantang menyerah, dan terdapat nilai bilangan 3 yang
melambangkan Rakut si telu, yang terdapat pada hiasan yang berjumlah tiga yang
terletak di benang merah kemudian nilai bilangan 5 yang memiliki arti 5 cabang marga
pada masyarakat Karo yaitu Merga silima yang terdapat pada hiasan yang berjumlah 5:
1 di depan, 2 sebelah kanan dan 2 sebelah kiri, dan nilai bilangan 8 yang berarti adalah
Tutur si waluh atau delapan sapaan panggilan kepada anggota kelua rga atau sebut saja
juga acara bertutur dalam masyarakat Karo yang terdapat pada 5 hiasan, 2 penghubung
di sudut kiri, sudut kanan dan 1 yang menghubungkan kedua penghubung tersebut.
7. Gelang Sarung
Menurut buku Mengenal Rasa, Karsa, dan Karya Kebudayaan Karo, Pengantin
tangannya. Gelang Sarung ini hanya sebagai hiasan saja. Gelang sarung dipakai di
tangan sebelah kanan. Bahannya: Gelang Sarung ini dari emas, ada dari perak sepuh
Bentuk Simbol
36
Makna Gelang Sarung adalah Terdapat nilai kesopanan dan nilai bilangan 3 yang
kemudian nilai bilangan 5 yang memiliki arti 5 cabang marga pada masyarakat Karo
yaitu Merga silima, dan nilai bilangan 8 yang berarti adalah Tutur si waluh atau delapan
sapaan panggilan kepada anggota keluarga atau sebut saja juga acara bertutur dalam
masyarakat Karo.
Bunga mpalas adalah benda yang berbentuk bunga dan dipakai di bulang-bulang
pengantin pria. Bunga mpalas terbuat dari tembaga, perak, dan emas.
37
Fungsi Bunga Mpalas untuk sebagai hiasan saja. Dalam pembentukan kelopak bunga
Makna Bunga Mpalas adalah Terdapat nilai kesopanan dan nilai bilangan 3 yang
melambangkan Rakut si telu yang terdapat pada 3 tingkat kelopak bunga, kemudian
nilai bilangan 5 yang memiliki arti 5 cabang marga pada masyarakat Karo yaitu Merga
silima yang terdapat pada 3 kelopak bunga, 1 tangkai dan 1 ujungnya dan nilai bilangan
8 yang berarti adalah Tutur si waluh atau delapan sapaan panggilan kepada anggota
keluarga atau sebut saja juga acara bertutur dalam masyarakat Karo yang terdapat pada
Dalam adat perkawinan suku Karo, terdapat macam-macam aksesoris dan perhiasan
yang memilki ciri khas tersendiri. Aksesoris yang dipakai wanita ada beberapa macam yaitu:
38
diantaranya:
Tudung yang pada dasarnya yang terbuat dari bahan uis kelam-kelam dan biasanya dilapis
bagian atasnya dengan menggunakan uis jujung-jujungen ataupun uis bekabuluh. Biasanya
tudung ini dipakai anak gadis (si mantek) pada acara pesta guro-guro aron dan dipakai juga
oleh pengantin wanita pada acara adat pesta perkawinan dengan menambah aksesoris emas
sertali. Dalam pr oses pembuatan tudung, ada hal yang perlu dilakukan yaitu: ikat rambut
Bentuk Simbol
39
40
41
tudung. Pada zaman dahulu pemasangan Tudung ada aturannya dan garis putih itu
harus berada di atas. Tetapi seiring perkembangan zaman, aturan tersebut sudah mulai
pudar. Pemasangan Tudung sudah tidak memiliki aturan atau asal asalan. Garis Putih
Dalam pembentukan Tudung harus diperhatikan bentuk yang di wariskan suku Karo
yaitu perbedaan tinggi ujung kiri tudung daripada ujung kanan tudung. Perbedaan kedua
dari luaran tudung tersebut yaitu kain yang memiliki rumbai kain jika di lapiskan ke
tudung maka perlu dipasangkan emas sertali, tetapi jika kain yang memiliki rumbai
Makna Tudung adalah melambangkan wanita Karo cantik dan baik budi pekertinya
kesopanan dan nilai bilangan 3 yang melambangkan Rakut si telu yang terdapat pada
tampak depan tudung ( sudut kanan, tengah dan sudut kiri) kemudian nilai bilangan 5
yang memiliki arta 5 cabang marga pada masyarakat Karo yaitu Merga silima yang
terdapat pada 3 tampak depan dan 2 tampak sudut kanan kiri atas, yang terdapat pada
tudung, kebaya, rok, gonje, dan langge-langge dan nilai bilangan 8 yang berarti adalah
Tutur si waluh atau delapan sapaan panggilan kepada anggota keluarga atau sebut saja
juga acara bertutur dalam masyarakat Karo yang terdapat pada 3 tampak depan, 2
tampak sudut kanan kiri, 2 bidang sebelah kanan kiri tengah dan 1 lekukan yang
42
Sarung merupakan rok yang dipakai pengantin wanita pada acara adat pernikahan suku
Karo. Gonje merupakan kain pada pinggang kebawah sampai batas betis.sarung, gonje dipakai
uis julu. Rumbai yang terapat pada uis julu terdapat di sebelah kanan wanita jadi rumbai
Bentuk Simbol
Keduanya berfungsi untuk menjaga rasa kehormatan pada pengantin dan berfungsi sebagai
Maknanya adalah melambangkan sifat keibuan serta etika sopan santun (Pantang
mereha/Mehamat). Terdapat nilai kesopanan dan nilai bilangan 3 yang melambangkan Rakut
si telu, kemudian nilai bilangan 5 yang memiliki arta 5 cabang marga pada masyarakat Karo
yaitu Merga silima, yang terdapat pada tudung, kebaya, rok, gonje, dan langge-langge dan
nilai bilangan 8 yang berarti adalah Tutur si waluh atau delapan sapaan panggilan kepada
anggota keluarga atau sebut saja juga acara bertutur dalam masyarakat Karo.
43
3. Kampil
Kampil adalah tempat sirih yang dipakai pada acara adat perkawinan suku Karo.
Kampil terbuat dari daun bengkoang dan memiliki berbagai jenis tekstur yang berbeda-beda.
Seiring perubahan zaman, penggunaan kampil jadi tidak diharuskan berbeda dengan pada
zaman dahulu.
Bentuk Simbol
44
Fungsi Kampil untuk tempat daun sirih, gambir, pinang dan kapur untuk para tamu.
Makna Kampil adalah Menghormati atau menghargai para tamu. Terdapat nilai kerja keras,
nilai kesuburan, nilai kemakmuran, pantang menyerah, dan terdapat nilai bilangan 3 yang
melambangkan Rakut si telu yang terdapat pada 3 design dari kampil kemudian nilai bilangan
5 yang memiliki arti 5 cabang marga pada masyarakat Karo yaitu Merga silima, dan nilai
45
keluarga atau sebut saja juga acara bertutur dalam masyarakat Karo.
sebagai perhiasan yang dipasang di telinga pengantin wanita. Motif dari Padung Raja Mehuli
adalah Pilo-pilo dll. Bahannya: Padung raja mehuli ini dari perak lapis emas dan emas.
Bentuk Simbol
Fungsi Cincin Tapak Gajah untuk dipakai pada jari tangan oleh wanita. Tapak gajah tersebut
hanya sebagai hiasan saja, dipakai pada pesta-pesta adat seperti pada waktu perkawinan.
Makna Cincin Tapak Gajah adalah Terdapat nilai kesopanan dan nilai bilangan 3 yang
melambangkan Rakut si telu yang terdapat pada bahan pembuatan cincin tapak gajah yaitu
emas, perak, dan suasa, kemudian nilai bilangan 5 yang memiliki arta 5 cabang marga pada
masyarakat Karo yaitu Merga silima, dan nilai bilangan 8 yang berarti adalah Tutur si waluh
atau delapan sapaan panggilan kepada anggota keluarga atau sebut saja juga acara bertutur
46
Kerabu adalah perhiasan yang dipakai di telinga wanita pada saat acara adat pernikahan.
Pada zaman dahulu pengantin wanita bisa memilih jenis kerabu apa yang dipakainya. Seiring
perubahan zaman, sudah banyak jenis kerabu yang bisa dipakai tanpa harus mengikuti adat
yang dulu. Kerabu ada memiliki beberapa jenis, yaitu: Kerabu Berlian (Ronyok/Bunga
Tanjung), Kerabu Berlian Ros, Kerabu Intan Matahari. Kerabu terbuat dari suasa, berlian dan
emas.
Bentuk Simbol
47
Makna Kerabu adalah sebagai hiasan. Terdapat nilai kesopanan dan nilai bilangan 3 yang
melambangkan Rakut si telu, kemudian nilai bilangan 5 yang memiliki arta 5 cabang marga
pada masyarakat Karo yaitu Merga silima, dan nilai bilangan 8 yang berarti adalah Tutur si
waluh atau delapan sapaan panggilan kepada anggota keluarga atau sebut saja juga acara
bertutur dalam masyarakat Karo yang terdapat pada jumlah mata dari kerabu tersebut.
6. Padung kudung-kudung
Untuk menambah keindahan pada tudung pengantin wanita karo, aksesoris yang
dipasang adalah Kodang – Kodang. Menurut Tata Rias Pengantin Wanita Sumatra Utara
halaman 38 (2016), “Kudung – Kudung dipasang di ujung kiri dan kanan tudung pengantin
wanita karo”. Kudung – kudung terbuat dari tembaga, perak dan emas.
Bentuk Simbol
48
boleh pengantin wanita, orang tua, anak gadis dan juga anak-anak (perempuan).
Makna Padung Kudung-kudung adalah terdapat nilai bilangan 3 yang melambangkan Rakut si
telu, kemudian nilai bilangan 5 yang memiliki arti 5 cabang marga pada masyarakat Karo
yaitu Merga silima yang terdapat pada jumlah kelopak yang terdapat pada kudung-kudung
dan nilai bilangan 8 yang berarti adalah Tutur si waluh atau delapan sapaan panggilan kepada
anggota keluarga atau sebut saja juga acara bertutur dalam masyarakat Karo.
Menurut buku Mengenal Rasa, Karsa, dan Karya Kebudayaan Karo halaman 181
(2016), pengantin wanita dalam acara pernikahan menggunakan Sertali Layang – Layang
Kitik yang dikaitkan di tudung pengantin wanita. Sertali Layang – Layang Kitik memiliki
Bahannya: Sertali Layang – Layang Kitik terbuat dari bahan emas atau perak yang disepuh
oleh emas.
Bentuk Simbol
49
Makna Sertali Layang-layang Kitik adalah Perlambang suka menabung sehingga kumpulan-
kumpulan emas dirajut dengan tali dimana simbol ini juga merupakan gambaran sistem
kekerabatan KARO dengan terdapat nilai bilangan 3 yang melambangkan Rakut si telu yang
terdapat pada hiasan yang jumlahnya 3 di depan kemudian nilai bilangan 5 yang memiliki arta
5 cabang marga pada masyarakat Karo yaitu Merga silima yang terdapat pada 3 hiasan di
depan dan 2 pasang sebalah kanan dan kiri, dan nilai bilangan 8 yang berarti adalah Tutur si
waluh atau delapan sapaan panggilan kepada anggota kelua rga atau sebut saja juga acara
bertutur dalam masyarakat Karo yang terdapat pada 3 hiasan di depan, 2 sebelah kanan, 2
Untuk bagian leher, pengantin pria menggunakan Kalung Sertali yang dikalungkan di leher
pengantin tersebut. Motif dari Sertali Layang Layang berbentuk seperti Layang-layang,
Bentuk Simbol
50
waktu upacara pesta adat seperti mengket rumah mbaru (rumah baru), pesta perkawinan
Makna Sertali Layang-layang Terdapat nilai kerja keras, nilai kesuburan, nilai kemakmuran,
pantang menyerah, dan terdapat nilai bilangan 3 yang melambangkan Rakut si telu yang
terdapat pada 1 hiasan di tengan dan 2 pasang hiasan sebelah kanan dan kiri, kemudian nilai
bilangan 5 yang memiliki arti 5 cabang marga pada masyarakat Karo yaitu Merga silima, dan
nilai bilangan 8 yang berarti adalah Tutur si waluh atau delapan sapaan panggilan kepada
anggota keluarga atau sebut saja juga acara bertutur dalam masyarakat Karo yang terdapat
memakainya karena hanya dipakai pada upacara-upacara tertentu saja. Pada awalnya
perhiasan tersebut akan dilengkapi dan persiapkan oleh pihak kalimbubu, namun pada masa-
masa sekarang semua perlengkapan mulai dari kain Uis sampai ke aksesoris pengantin dan
pihak orang tua kedua mempelai sudah dilengkapi oleh bidang pengantin (salon). Setiap
pengantin pada masa sekarang akan memakai semua aksesoris perhiasan pengantin tersebut,
namun setiap pengantin sudah tidak mengerti lagi makna simbol yang terdapat pada semua
Setiap bagian perhiasan yang dikenakan oleh pengantin laki-laki adalah rudang emas, sertali
rumah-rumah kitik, gelang sarung/pijer, sertali laying-layang galang, uis bekabuluh, uis gatip
20 (uis mbiring), uis gara-gara, uis pementing dan pisau tumbuk lada. Pengantin perempuan
perlengkapannya: uis gara jongkit, uis kelam-kelam, uis jujung-jujungen, uis nipes, padung
raja mehuli/kodong-kodong, sertali layang layang kitik, sertali layang-layang galang, dan
51
5 melambangkan lambang 5 cabang besar merga Karo (Merga si lima): Karo Karo,
Anakberu, Anakberu Menteri dan bilangan 12 di mana bilangan tersebut memiliki lambang
tentang menjunjung tinggi sistem kekerabatan, sistem sosial, silsilah marga dan aturan-aturan
adat yang masih terjaga sampai sekarang dan tetap menjalankan peraturan adat yang berlaku.
52
5.1 Simpulan
1. Dalam data Pernak Pernik Karo terdapat 8 Pernak Pernik yang dipakai pria Karo
Sarung, Bunga Mpalas (Rudang Emas). Memiliki fungsi sebagai hiasan dan sebagai
tradisi yang diikuti mayarakat Karo untuk menghormati keluarga yang hadir di
pesta. Makna nya terdapat berbagai nilai-nilai yang menjunjung tinggi silsilah di
suku Karo, dan terdapat nilai kesopanan dan nilai bilangan 3 melambangkan Rakut
si telu, kemudian nilai bilangan 5 cabang marga suku Karo, dan nilai bilangan 8
2. Dalam data Pernak Pernik Karo terdapat 8 Pernak Pernik yang dipakai Wanita Karo
yaitu: Tudung (Penutup Kepala), Sarung (Gonje), Kampil, Cincin Tapak Gajah,
layang Galang. Memiliki fungsi sebagai hiasan dan sebagai tradisi yang diikuti
mayarakat Karo untuk menghormati keluarga yang hadir di pesta. Makna nya
terdapat berbagai nilai-nilai yang menjunjung tinggi silsilah di suku Karo, dan
terdapat nilai kesopanan dan nilai bilangan 3 melambangkan Rakut si telu, kemudian
nilai bilangan 5 cabang marga suku Karo, dan nilai bilangan 8 yang berarti Tutur si
waluh.
53
suku/etnik lain. Untuk mendukung suksesnya penelitian lanjutan, kiranya pihak pemerintah
turut berpartisipasi mendukung penelitian setiap budaya yang ada dalam masyarakat agar
budaya itu sendiri tidak punah, khususnya untuk masyarakat Karo terlebih untuk generasi muda
agar tetap memakai dan mempertahankan Pernak Pernik Karo dengan cara memakai Pernak
54
Culler, Jonathan. 1993. Saussure. Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Gaol, Nelli Roliska L. 2007. Tanda tanda dalam upacara perkawinan Batak Toba “Kajian
GM, Haseprinta. 2011. Tindak Tutur Dalam Adat Perkawinan Batak Karo, Medan: Universitas
Sumatera Utara.
Pattinasarany, Sally. 1996. Dasar-Dasar Semiotik (Elemente der Semiotik). Jakarta : Pusat
Ritonga, Perlaungan dkk. 2005. Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa. Medan: Bartong Jaya.
Sagala, Mangapul. 2008. Injil dan Adat Batak, Jakarta : Yayasan Bina Dunia.
Sinaga, Hotmida. 2014. Makna dan Fungsi Mangupa Pada Upacara Perkawinan Masyarakat
Sitepu, Adrianus Ganjangen. 1980. Mengenal Seni Kerajinan Tradisional Karo. Medan : Citra
Mandiri.
Sudaryanto, 1990. Aneka Konsep Kedataan Lingual dalam Linguistik. Yogyakarta: Duta Wacana
University Press.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta. Duta wacana
University Presss.
Sudjiman Panuti dan Zoest Aart van. 1996. Serba-Serbi Semiotika. Jakarta. Gramedia Pustaka
Umum.
Tarsito.
Tarigan, Lukas. 2018. Mengenal Tatabusana Adat Karo. Surabaya : CV Pustaka Media Guru.
Tarigan, Sarjani, 2016. Mengenal Rasa, Karsa, dan Karya Kebudayaan Karo, Medan : Balai
Trabaut, Jurgen, 1996. Dasar-Dasar Semiotik, Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa.
Kamus
Departemen Pendidikan Nasional. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Umur : 53 Tahun
Alamat : Kabanjahe
Umur : 48 Tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Kabanjahe
Umur : 34 Tahun
Pekerjaan : Wiraswata
Alamat : Kabanjahe
Umur : 44 Tahun
Pekerjaan : Petani
Alamat : Kabanjahe
Umur : 40 Tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Kabanjahe
1. Bulang-bulang/Tengkuluk
2. Cengkok cengkok
3. Kadangen
Kadangan atau selempang adalah kain yang di selempangkan d bahu pengantin pria.
Sertali Layang Layang adalah aksesoris yang dipakai di bulang bulang pengantin pria.
Sertali Layang layang galang adalah aksesoris yang dipakai di leher atau dikalungkan di
7. Gelang Sarung
Gelang sarung adalah aksesoris yang dipakai di pergelangan tangan pengantin pria.
8. Bunga Mpalas
Bunga Mpalas atau Rudang Emas adalah aksesoris yang dipakai di bulang bulang
pengantin pria.
9. Tudung
10. Sarung
11. Kampil
Kampil adalah benda yang dibawa pengantin wanita yang terbuat dari daun bengkuang
dan dipakai pada saat acara adat pernikahan. Kampil yang berisi sirih , kapur, gambir.
Cincin tapak gajah adalah benda yang dipakai di jari jari tangan pengantin wanita
13. Kerabu
Kerabu adalah anting anting benda yang dipakai pada telinga pengantin wanita.
Padung kudung kudung adalah aksesoris yang dipakai pada tudung pengantin wanita.
Sertali Layang layang kitik adalah aksesoris yang dipakai pengantin wanita dan
diletakkan di tudung.
Sertali Layang layang galang adalah aksesoris yang yang dipakai atau dikalungkan di