DI KABUPATEN SUMEDANG
DRAFT SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana
Pada Program Studi S1 Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Padjadjaran
170510160052
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2020
ii
ABSTRAK
ABSTRACT
i
KATA PENGANTAR
Segala puja dan puji syukur penulis persembahkan kepada Allah, Tuhan
Semesta Alam, yang dengan kasih sayang-Nya kepada seluruh makhluk termasuk
penulis, menjadikan penulis dapat mengerjakan penelitian ini dan menulis hasil
penelitian dalam bentuk tulisan naskah skripsi. Tidak lupa penulis curahkan
nabi dan rasul, yang padanya sampai ajaran Islam yang sempurna, yang padanya
juga diturunkan Al-Qur’an sebagai sumber ilmu dan hukum, cahaya penerang
ini dilakukan atas dasar minat penulis terhadap budaya bela diri dan budaya
setempat, yang kiranya jarang diperhatikan. Dalam suatu waktu yang lalu, penulis
sempat diberikan semacam amanah oleh informan (yang amanah ini tidak dapat
penulis penuhi karena berbagai keterbatasan), yang intinya adalah membantu agar
budaya pencak silat Gagak Lumayung ini dijadikan unit kegiatan di kampus
tetap terjaga kelestariannya. Namun demikian, dengan berbagai cara mereka tetap
tahapan tersebut, mulai dari masalah keterbatasan tenaga, waktu, pikiran, dan lain-
lain hal yang mengganggu. Namun demikian, tentu atas izin-Nya, segala masalah
dan kesulitan yang mengganggu serta menghambat tersebut, dapat penulis atasi
ii
tidak hanya dengan usaha penulis semata namun dengan dukungan dari berbagai
pihak. Oleh karenanya, sebagai balasan kecil atas bantuan dukungan tersebut,
- Ibu Prof. Dr. Rina Indiastuti, S.E., M.SIE., selaku Rektor Universitas
Padjadjaran.
- Ibu Dr. Dra. Selly Riawanti, M.A., selaku Kepala Pusat Studi
- Ibu Dr. Rina Hermawati, S.IP., M.Si., selaku Kepala Program Studi
Pembimbing.
Pembahas.
Bapak Hardian E. Nurseto yang memicu penulis agar segera lulus; dan
bapak-ibu dosen lainnya yang tidak bisa saya sebut satu per satu di
sini.
iii
- Keluarga penulis, atas segala dukungan lahir-batin yang diberikan:
dan saran, juga berbagi kabar lewat obrolan daring; lalu nenek dan bibi
obrolan; Zikri Aulia, atas segala saran dari berbagai diskusi; M. Adjie
lainnya yang sulit kiranya untuk disebut satu per satu di sini.
Nugrah N., teman sedari awal semester berkuliah; Zikri A., dengan
iv
‘Dwitsphantom’, tempat berbincang seputar kehidupan kampus, meme
dan sarana yang diberikan: Irfan, Hendra, Rafid, Faiz, Ari ‘Awe’,
Nofit ‘Mpit’. Bapak Herman, Ibu Tina, Akang Adi; terima kasih atas
Kang Baping, atas segala keakraban dan candanya; Asep ‘Abrag’; dan
- Dan lain-lain pihak yang telah banyak mendukung, yang tidak bisa
saya sebutkan satu per satu; sekali lagi, penulis ucapkan banyak terima
kasih.
Jatinangor,
v
Penulis
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK.........................................................................................................................i
ABSTRACT.......................................................................................................................i
KATA PENGANTAR......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................................ix
DAFTAR BAGAN...........................................................................................................xi
DAFTAR TABEL............................................................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.4.2. Penca.........................................................................................................7
vii
1.6.6. Kesahihan/Validitas Data Penelitian.....................................................19
2.1.1 Geografi...................................................................................................23
2.1.2. Demografi................................................................................................25
2.1.3. Pemerintahan..........................................................................................25
2.1.4. Masyarakat.............................................................................................26
2.2.3. Tempat....................................................................................................31
2.3. Ringkasan.......................................................................................................40
3.3. Musyawarah...................................................................................................49
viii
3.5.1. Hubungan antara Gagak Lumayung Sumedang dengan Karaton
Sumedang Larang..................................................................................54
3.6. Ringkasan.......................................................................................................61
4.2. Ringkasan.......................................................................................................71
BAB V PENUTUP..........................................................................................................73
5.1. Kesimpulan.....................................................................................................73
5.2. Saran...............................................................................................................74
Daftar Pustaka...............................................................................................................75
ix
DAFTAR GAMBAR
Sumedang.......................................................................................................................31
Gagak Lumayung...........................................................................................................32
Gambar 7 Searah jarum jam: foto Sri Radya Keraton Sumedang Larang,
Jatihurip.........................................................................................................................35
Gambar 10 Bendera Perguruan Pencak Silat yang Tergabung dalam P3S Gagak
Lumayung.......................................................................................................................36
Raksa Putra....................................................................................................................46
x
Gambar 17 Penampilan ibing gonjing oleh bapak Tang Sutarno, ketua paguron
Gambar 20 Tampilan awal grup Gagak Lumayung di Facebook versi mobile-lite. .52
Facebook.........................................................................................................................53
Gambar 22 Logo Karaton Sumedang Larang yang bersanding dengan logo Gagak
Gambar 24 Dari kiri ke kanan: Prajurit Wirayudha dalam sebuah acara, dan dua
alun Sumedang...............................................................................................................59
Gambar 28 Seragam hitam yang dipakai oleh paguron Dangiang Budi Wirahma
Raksa Putra....................................................................................................................69
Gambar 30 Nayaga di belakang pesilat dari paguron Putra Setia Medal Buana.....70
xi
DAFTAR BAGAN
DAFTAR TABEL
xii
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
kebudayaan, dengan kata lain sistem sosial-budaya. Penelitian ini perlu dilakukan
terutama dalam hal seni bela diri dengan berbagai unsur-unsurnya. Dalam
penelitian ini, tidak hanya membahas Gagak Lumayung dalam ranah budaya
persetujuan bersama.
hidup yang dimiliki oleh beragam makhluk hidup, termasuk manusia. Misal,
harimau memiliki taring dan cakar, ular memiliki bisa racun. Manusia dengan
akalnya bisa menyaingi kekuatan cakar harimau dan bisa ular, melalui perwujudan
alam; di antaranya yaitu jurus-jurus bela diri dan teknologi persenjataan. Jurus-
jurus bela diri dan senjata inilah yang nantinya akan menjadi sistem bela diri
dengan berbagai bentuknya. Sistem bela diri tersebut tidak bisa lepas dari tempat
asalnya, yang menjadi pembeda antar bela diri yang satu dengan yang lainnya.
Sebut saja wushu dari Cina, karate dari Jepang, dan pencak silat dari Indonesia.
1
Pencak silat merupakan salah satu kebudayaan dari Indonesia yang
berwujud bela diri. Istilah pencak silat berasal dari dua kata pencak dan silat,
kurang lebih sama-sama bermakna bela diri, namun berbeda tren penggunaannya.
Istilah pencak biasa dipakai di wilayah Jawa, Madura, dan Bali. Contohnya adalah
Penca Cikalong dari Jawa Barat (Heryana, Falsafah Penca Cikalong dalam 'Gerak
Seser', 2018). Sementara itu, istilah silat biasa dipakai di kawasan Melayu dan
bagian lain Indonesia. Misal, Silat Pangean di Riau (Sandi, 2017). Kendati
demikian, pencak silat menjadi satu istilah yang umum digunakan untuk bela diri
asal Indonesia. Istilah pencak silat kemudian menjadi umum setelah dipopulerkan
oleh IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia) dan digunakan juga oleh PPSI
silat berskala nasional. Tidak hanya itu, istilah pencak silat juga dipakai organisasi
mengenal bela diri ini cukup dengan satu istilah saja, yakni silat.
tersebut adalah satu kesatuan utuh tak dapat dipisahkan satu sama lain. Empat
aspek tersebut adalah: aspek mental spiritual, aspek seni budaya, aspek bela diri,
dan aspek olah raga. Aspek mental spiritual membangun kepribadian mulia
pesilat. Aspek seni budaya diwujudkan dalam pola gerak ibing, yang terdiri dari
tiga unsur: wiraga (kekayaan gerak), wirama (irama), dan wirasa (penjiwaan
gerak). Aspek bela diri menekankan kemahiran teknik dengan tangan kosong atau
keperluan untuk pertandingan (Zein & Mardotillah, 2017). Keempat aspek ini
2
mutlak, pasti terdapat dalam pencak silat manapun, namun hanya saja tidak
salah satunya (misalnya pencak silat Panglipur yang menonjolkan aspek seni), dan
itulah yang menjadi ciri khas dari tiap-tiap perguruan pencak silat.
Di Jawa Barat, pencak silat dikenal juga dengan sebutan penca, maenpo,
ulin, atau ameng. Pencak silat di Jawa Barat, atau penca, memiliki beragam corak
Beberapa aliran yang terkenal adalah aliran Cimande, Cikalong, Sabandar, dan
Sera. Terdapat aliran lain seperti Gerak Gulung Budi Daya dan Timbangan,
Timbangan bukan bagian dari pada pencak silat (Raspuzi, Setiawan, & Afandi,
sebagai salah satu aliran pencak silat yang menekankan aspek mental spiritual
Ajaran dan Gerak Ameng Timbangan, 2018). Di Banten, yang notabene dalam
lingkup sejarah dan budayanya masih terdapat ikatan dengan budaya Sunda, juga
memiliki aliran Cikalong, selain itu juga ada Ulin namanya Ulin Makao (Facal,
2016). Karena Cikalong dan Makao adalah dua contoh penca dari Jawa Barat,
Tanah Sunda, yang di dalamnya memiliki tuturan sebagai tradisi lisan yang
Cimande, Beksi, PII (Pelajar Islam Indonesia), Payung Rasul Margaluyu, dan
Sanalika (Setiawan, 2011). Dari sini, dapat kita pahami bahwa pencak silat di
3
Tanah Sunda (meliputi Jawa Barat dan Banten) saja sudah memiliki corak yang
sedemikian banyaknya, mulai dari penamaan (penca, ulin, dlsb.), aliran (Cimande,
P3S Gagak Lumayung, atau Gagak Lumayung saja) merupakan organisasi pencak
silat yang ada di kabupaten Sumedang yang berdiri sejak tahun 1985. Sudah tentu
P3S Gagak Lumayung merupakan bagian dari pencak silat yang ada di Jawa
Barat. Namun, kiranya belum banyak informasi dalam bentuk tulisan yang
belakang dan sepak terjang organisasi. Sebelumnya pernah ada penelitian tentang
P3S Gagak Lumayung, namun dalam penelitian tersebut adalah membahas dari
folklor dalam bentuk pencak silat dapat menjadi media belajar bahasa, sastra dan
budaya (CMS, Anwar, & Winoto, 2018). Penelitian kali ini, yang menjadi
Geusan Ulun, dekat Gedung Negara Sumedang. Pencak silat, terutama P3S Gagak
merupakan hasil dari pada budaya setempat dan memiliki kaitan erat dengan
sejarah setempat, yang dalam tradisi keilmuan masa kini agaknya sulit dicari
4
informasi tentangnya karena kekurangan bahan rujukan. Oleh karenanya, hasil
penelitian ini adalah berupa manfaat teoritis dan praktis, yang mana manfaat
Sunda/Jawa Barat. Manfaat praktis dari penelitian ini, yang mana dapat dirasakan
oleh khalayak masyarakat umum terutama para penggiat pencak silat, adalah
5
menyalurkan pengetahuan tentang pencak silat agar semakin dikenal dan semakin
Pencak silat adalah kata majemuk. Istilah ‘pencak’ dan ‘silat’, walaupun
ada yang mengartikan berbeda, namun pada umumnya memiliki arti yang sama,
yaitu seni bela diri asli yang tumbuh berkembang di Indonesia. Saat ini, pencak
silat juga diakui sebagai beladiri khas rumpun Melayu, yakni Indonesia, Malaysia,
Singapura, dan Brunei Darussalam. Kata ‘pencak’ pada umumnya digunakan oleh
masyarakat Pulau Jawa, Madura, dan Bali. Sedangkan kata ‘silat’ umumnya
Khusus di Jawa Barat, pencak ditulis dan dilafalkan dengan kata penca. Masih di
Jawa Barat, selain penca, dikenal pula istilah maenpo, ulin, dan ameng (Raspuzi,
Paduan kata ‘pencak’ dan ‘silat’ menjadi kata majemuk, terjadi atas
prakarsa IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia) yang didirikan pada 18 Mei 1948 di
dipopulerkan IPSI. PPSI (Persatuan Pencak Silat Indonesia) yang didirikan pada
1957 di Jawa Barat juga menggunakan istilah pencak silat. Istilah pencak silat saat
silat dunia Persilat (Persatuan Pencak Silat Antarbangsa) didirikan di Jakarta pada
6
Sumber lain menyatakan bahwa pencak dan silat memiliki arti yang
berbeda. Pencak merupakan gerak serang bela diri berupa tarian dan irama dengan
peraturan (berupa adat kesopanan) dan bisa dipertunjukkan. Sementara itu, silat
adalah intisari pencak, ditujukan untuk membela diri. Berbeda dengan pencak,
silat tak dapat dipertunjukkan. Dari pengertian yang berbeda antara pencak dan
silat tersebut, pencak silat memiliki arti sebagai bela diri yang disesuaikan dengan
binatang, maupun manusia (Ediyono, 2014). Ada pula yang menyatakan bahwa
silat berasal dari Melayu, tepatnya Sumatera, dan ilmunya diperoleh dari harimau
serangan, dan sikap pasang. Senjata yang dipakai, misalnya adalah celurit. Dalam
teknik yang ada di KPSN juga terdapat senam dan jurus pertandingan (Maryono,
2017).
1.4.2. Penca
Penca merupakan sebutan untuk pencak, atau padanan kata dari pencak
silat di Jawa Barat. Penca didefinisikan sebagai suatu perbuatan manusia yang
mengerahkan kekuatan jiwa dan raganya dalam rangka membela diri. Dalam
definisi tersebut terdapat dua kekuatan yaitu kekuatan jiwa dan kekuatan raga.
Yang dimaksud dengan kekuatan jiwa adalah akal, khayal, perasaan, dan
kemauan. Adapun kekuatan raga adalah penggunaan seluruh anggota tubuh dan
7
perlengkapan seperti senjata untuk membela diri (Raspuzi, Setiawan, & Afandi,
2016).
Dalam penca (dan juga pencak silat secara umum) terdapat empat aspek
tak terpisahkan yang tersusun menjadi suatu sistem penca. Empat aspek tersebut
adalah: bela diri, olahraga, seni, dan mental spiritual. Selain empat aspek yang
utama tersebut, ada juga aspek lain seperti filsafat, tatacara/metode pengajaran,
keorganisasian khas penca, dan aspek lain terkait kanuragan (Raspuzi, Setiawan,
Jenis perguruan penca dapat ditinjau dari empat aspek utama. Perguruan
penca ditinjau dari penekanan empat aspek utamanya, paparannya sebagai berikut:
aliran Timbangan.
2. Perguruan penca yang menekankan pendidikan pada aspek bela diri atau
Panglipur.
8
4. Perguruan penca yang menekankan pendidikan pada aspek olah raga,
dengan tujuan untuk mempraktekkan teknik jurus bernilai olah raga bagi
tersebut harus memiliki ciri-ciri: adanya prasarana untuk bergaul, memiliki pola
kontinu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama (Koentjaraningrat,
2009).
memiliki sistem pimpinan, serta tampak sebagai kesatuan saat masa berkumpul
dan interaksi (sekelompok orang yang melakukan interaksi dalam aturan yang
9
Kelompok memiliki beberapa ciri-ciri, seperti: adanya kesamaan motif
peran dan status), dan adanya norma kelompok (pedoman yang mengatur tingkah
yang erat hubungannya) dan kelompok sekunder (kelompok besar yang renggang
mekanis, untuk jangka waktu yang singkat, di antaranya terdapat pada hubungan
timbal balik seperti perdagangan dan kerja), formal group (kelompok resmi,
sengaja dibentuk, memiliki aturan dan kedudukan anggota, misal: asosiasi) dan
informal group (kelompok tak resmi, terbentuk atas bertemunya kebutuhan, tidak
memiliki aturan dan kedudukan anggota yang pasti, misal: klik), membership
mengorganisasikan diri sebagai kesatuan sosial yang bersifat resmi dengan sistem
10
kepemimpinan formal untuk tujuan bersama yang tertentu (Koentjaraningrat, et
al., 2003).
nilai dan norma (integrasi normatif; juga disebut dengan konsensus nilai, yaitu
dua ciri utama yang mesti ada: keselarasan norma-norma yang berhubungan
dengan berbagai perilaku dalam keadaan lain, dan tingkat kepatuhan yang tinggi
Sementara itu, kelompok konflik menyatakan bahwa integrasi sosial terjadi karena
paksaan dan ketergantungan ekonomis, serta penyertaan kelompok ras dalam satu
pembagian peranan dan ganjaran dalam suatu sistem sosial. Konsensus sebagai
11
langgeng-stabil, tiap unsur dalam masyarakat memiliki guna/fungsi untuk
(Rahman, 2011).
sosial, sistem pengetahuan, religi, dan kesenian. Kebudayaan juga terbagi dalam
tiga wujud yaitu: ide (sistem budaya/adat-istiadat), aktivitas (sistem sosial), dan
yang wujudnya bersifat abstrak, berada dalam alam pikiran masyarakat di mana
suatu kebudayaan tersebut hidup, dan membentuk sistem budaya. Dalam bahasa
Indonesia, wujud ideal kebudayaan disebut adat, atau adat-istiadat dalam bentuk
berdasarkan adat tata kelakuan, bersifat konkret dan membentuk sistem sosial.
hasil benda/fisik dan aktivitas, perbuatan, serta karya manusia dalam masyarakat
12
1.5. Kerangka Pemikiran
etnografi ini akan menggambarkan Gagak Lumayung sebagai wujud sosial, yaitu
proses integrasi sosial, dan juga sebagai wujud budaya, yaitu berupa kebudayaan
yang memiliki wujud gagasan abstrak, wujud perilaku sosial, dan wujud
kebudayaan benda.
pencak silat melalui proses integrasi sosial dalam satu identitas P3S Gagak
identitas P3S Gagak Lumayung yang dikenakannya seperti kaus beratribut logo
P3S Gagak Lumayung. Selain itu juga mereka berinteraksi di dunia maya dalam
suatu grup di media sosial, sebagian mereka mengenakan logo P3S Gagak
Lumayung yang disematkan pada foto profil/foto sampul sebagai identitas dan
perlambang adat.
kebudayaan berupa gagasan, perilaku, dan kebendaan. Wujud gagasan P3S Gagak
Lumayung adalah berupa nilai dan norma pencak silat yang wajib dipatuhi oleh
13
semua anggota P3S Gagak Lumayung. Wujud perilaku P3S Gagak Lumayung
adalah berupa latihan tiap pekan, ritual, dan pementasan seni. Adapun wujud
kebendaan yang dimiliki P3S Gagak Lumayung adalah bendera, lambang, dan
dugaan sementara atau hipotesa atas pertanyaan dalam masalah penelitian. P3S
Gagak Lumayung adalah sistem organisasi (wujud sosial) juga sistem bela diri
macam perguruan pencak silat, P3S Gagak Lumayung juga memiliki keunikan
tersendiri berupa jurus bela diri yang berbeda dengan pencak silat lainnya. P3S
aliran dan perguruan pencak silat atas dasar persetujuan bersama atau konsensus
dari pada jawara atau petinggi pencak silat di Jawa Barat, kemudian atas amanah
Guru Besar, didirikan juga cabang lain termasuk di Sumedang. Persatuan pencak
silat tersebut diwujudkan dalam atribut berupa simbol, pakaian seragam, dan jurus
dasar.
14
Di bawah ini adalah bagan kerangka pemikiran untuk menjelaskan
gambaran P3S Gagak Lumayung sebagai wujud sosial dan wujud budaya.
15
1.6. Metodologi Penelitian
etnografi, yaitu salah satu strategi penelitian kualitatif yang di dalamnya peneliti
waktu yang cukup lama dalam pengumpulan data utama, data pengamatan dan data
berkebudayaan sama.
2) Peneliti mencari berbagai pola ritual, perilaku sosial, adat istiadat atau
kebiasaan.
sama dimana peneliti terlibat secara langsung dalam kerja lapangan yang
lama.
16
5) Dalam menganalisa data peneliti bersandar pada pandangan dari pada
partisipan.
(Creswell, 2010).
Satuan analisis dalam penelitian ini adalah pengurus P3S Gagak Lumayung
(orang-individu), latihan pencak silat (kegiatan), dan organisasi P3S Gagak Lumayung.
Gedung Negara dan Gedung Sri Manganti (atau Museum Prabu Geusan Ulun) sebagai
tempat berkumpulnya para pengurus P3S Gagak Lumayung dalam ruang sekretariatnya.
Lokasi tersebut dipilih karena merupakan tempat berkumpulnya para informan, serta
sebagai tempat berjalannya kegiatan dan pusat informasi terkait P3S Gagak Lumayung.
17
Populasinya adalah anggota P3S Gagak Lumayung Sumedang. Populasi tersebut
dipilih untuk memberi batasan agar selaras dengan topik penelitian. Sampel dalam
penelitian ini adalah anggota P3S Gagak Lumayung Sumedang dengan kriteria sebagai
berikut: menjadi bagian dari P3S Gagak Lumayung, dan yang mempunyai pengetahuan
perihal P3S Gagak Lumayung. Sampel dengan kriteria tersebut dipilih karena dianggap
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Adapun sumber datanya, untuk data primer diperoleh dari hasil pengamatan
berupa catatan lapangan, dan wawancara dengan informan berupa rekaman dan
transkripnya, sementara data sekunder diperoleh dari arsip atau kepustakaan (Creswell,
2010). Hasil pengamatan yang didapat adalah berupa catatan jotting yang berisi gambaran
atau kata kunci pembicaraan dengan anggota P3S Gagak Lumayung, foto, dan gambar
Dalam tahapan ini, yang digambarkan secara rinci adalah latar baik
18
4. Antar tema dan antar deskripsi kemudian dihubungkan.
pemeriksaan anggota, dan dengan gambaran yang kaya dan tebal (rich and thick
description). Triangulasi dilakukan dengan memeriksa bukti dari sumber berbeda untuk
checking, dilakukan dengan membawa laporan yang sudah diolah ke hadapan partisipan
untuk diperiksa apakah laporan tersebut akurat. Adapun gambaran yang kaya dan tebal-
padat digunakan untuk menggambarkan latar penelitian dan membahas unsur dari
Ada beberapa prinsip etika yang akan peneliti lakukan, di antaranya yaitu:
membahayakan partisipan
informan dan menjaga data agar tidak jatuh ke tangan yang salah
19
berupa penambahan atau pengurangan, dan tidak menggunakan istilah
yang rancu.
dimaksud di atas.
20
1.6.8. Jadwal Penelitian
21
BAB II
Bab II ini melanjutkan bahasan tentang P3S Gagak Lumayung dari Bab I.
Pada Bab I, Gagak Lumayung sekadar dibahas pada bagian latar belakang dan
Lumayung dalam hal ini perihal sejarahnya, tempatnya, perguruan pencak silat
empat hal: geografi, demografi, masyarakat, dan pemerintahan. Pada bagian ini,
gambaran.
jumlah dari pada sistem pemerintahan seperti kecamatan, kelurahan, desa, rukun
22
warga dan rukun tetangga, serta jumlah anggota dari pada DPRD (Dewan
Sumber: jatinangorku.com
Puseur Budaya Sunda melalui Peraturan Bupati Tahun 2009. Di antara buah dari
dari kesenian ada seni reak, koda ronggeng, jaipongan, nampon, dan lain
sebagainya. Sementara itu juga Kabupaten Sumedang terkenal dengan hasil bumi
2.1.1 Geografi
23
➢ Sebelah Utara, berbatasan dengan Kabupaten Indramayu dan Kabupaten
Subang.
34’ 46,18” - 7° 00' 56,25" Lintang Selatan dan 1070 01’ 45,63” - 108° 12' 59,04"
Bujur Timur. Luas Wilayah Kabupaten Sumedang adalah 1.522,20 Km2, dimana
Kecamatan Buahdua yang paling luas wilayahnya sebesar 131,37 Km2 dan yang
berbukit dan bergunung ini membuat sebagian wilayah Sumedang memiliki iklim
yang sejuk.
24
2.1.2. Demografi
2017 sebanyak 1.146.435 jiwa yang terdiri atas 570.808 jiwa penduduk laki-laki
sebesar 0,38 persen. Sementara itu besarnya angka rasio jenis kelamin penduduk
laki-laki terhadap penduduk perempuan tahun 2017 sebesar 99,16. Hal ini berarti
laki-laki. Dapat diartikan bahwa jumlah laki-laki dan perempuan pada penduduk
dalamnya terdapat banyak universitas dan institut perguruan tinggi, dan terdapat
banyak pendatang yang berasal dari luar daerah untuk di antaranya urusan
2.1.3. Pemerintahan
25
Sumedang berdasarkan satuan lingkungan setempat terdiri dari 7.365 Rukun
Jumlah wakil rakyat yang duduk pada lembaga legislatif, yaitu Dewan
dan 9 orang perempuan. Sebagian besar wakil rakyat pada lembaga ini memiliki
2.1.4. Masyarakat
bisa dilihat dari tiga segi: segi pendidikan, segi agama, dan segi kesehatan. Dari
dari berbagai jenjang dan jumlah muridnya. Untuk segi kesehatan, dilihat
tahun ajaran 2017/2018 sejumlah 599, tingkat SMP sejumlah 105 sekolah, SMA
sebanyak 44.681 orang, jumlah murid SMA sebanyak 14.237 orang dan murid
memenuhi kebutuhan tenaga kerja karena perbandingan jumlah murid SMK yang
26
Berdasarkan data Kementerian Agama Kabupaten Sumedang pada tahun
murid MI sebanyak 8.956 orang dan jumlah murid MTs sebanyak 13.259 orang
orang, dokter umum sebanyak 73 orang, dan dokter gigi sebanyak 21 orang.
agama Islam, dimana pada tahun 2017 jumlah penganutnya mencapai 99,50
persen. Terbesar kedua yaitu pemeluk agama Kristen Protestan sekitar 0,34
Sunda, sementara itu budaya Sunda di Kabupaten Sumedang cukup erat kaitannya
dengan Islam, maka tak heran bila pemeluk agama Islam di Kabupaten Sumedang
berbagai hal, seperti: sejarah, tempat, perguruan pencak silat yang bergabung
dibahas mulai dari pemberian nama, sejarah organisasi, dan sejarah berdasarkan
27
hikayat. Kemudian, pada bagian tempat akan menjelaskan dua macam tempat,
Gagak Lumayung, juga akan menjelaskan tentang alasan mengambil nama Gagak
Lumayung berdiri atas prakarsa para jawara pencak silat yang turut serta dalam
mengamankan Konferensi Asia Afrika di Bandung pada tahun 1955. Nama Gagak
Lumayung diambil dari nama alias atau nama lain dari Prabu Kian Santang, anak
dari Prabu Siliwangi, yang mana nama Siliwangi tersebut menjadi nama komando
daerah militer Jawa Barat yang turut serta juga mengamankan KAA 1955
Kian Santang yang nama tersebut ada dari masa ke masa, lintas waktu. Gagak
Lumayung merupakan nama alias dari Prabu Kian Santang, putra dari Prabu
Siliwangi yaitu seorang raja dari Kerajaan Sunda Pajajaran. Selain Gagak
Lumayung yang merupakan sosok putra Prabu Siliwangi, sebelumnya, ada juga
dikisahkan sosok Gagak Lumayung yang mengalahkan pasukan Tang dari Cina,
28
maka ia mendapat julukan ‘Ki-an San Tang’, kurang lebih artinya ‘Yang
Menaklukkan Pasukan Tang’. Selain itu juga terkenal sosok Gagak Lumayung
yang mengalahkan pasukan jin Onom di Ciamis. Selain itu juga, ada sosok Gagak
Lumayung yang menjadi salah satu prajurit pengiring Mahkota Binokasih dari
sosok jawara, dan terkait dengan sejarah organisasi yang didirikan atas prakarsa
para jawara pencak silat, maka nama Gagak Lumayung (kemudian menjadi P3S
pemersatu jawara dan perguruan pencak silat. Kemudian, wujud burung gagak
mencengkeram segitiga terbalik berisi golok dan trisula, dengan bintang di atas
burung gagak, dalam lingkaran kuning dikelilingi luaran hitam dipilih sebagai
Sumber: awanama
29
Dalam sejarahnya, Gagak Lumayung juga pernah memberikan
Lumayung turut serta atas permintaan pemerintah pusat, namun bukan diturunkan
kerusuhan). Pada peristiwa Pembebasan Irian Barat, mereka hadir secara rahasia,
(Dewan Pimpinan Daerah) setingkat provinsi dan DPP (Dewan Pimpinan Pusat)
hierarkis, Gagak Lumayung juga memiliki tiga dewan yaitu Dewan Kasepuhan,
Dewan Papakem, dan Dewan Pendekar sebagai pengawas dan penasehat Gagak
Lumayung. Selain tiga dewan tadi, ada juga Paku Payung (Pasukan Khusus
Prajurit Gagak Lumayung) sebagai penjaga keamanan khusus pada agenda besar
banyak DPD, DPC bahkan paguron di bawah Gagak Lumayung bergerak masing-
masing tanpa arahan yang begitu jelas, sehingga menanggapi hal ini DPC Gagak
30
Lumayung Kabupaten Sumedang berinisasi untuk membentuk Federasi Gagak
Lumayung Sumedang.
Gagak Lumayung Sumedang berlepas diri dari bentuk DPC atau dari hierarki
Federasi ini nantinya tidak hanya menggerakan Gagak Lumayung secara per
paguron saja, namun mereka punya visi untuk melestarikan budaya pencak silat
ini dengan misi di antaranya mengajukan pencak silat sebagai muatan lokal di
lembaga pendidikan.
2.2.3. Tempat
Tempat yang dimaksud adalah dua tempat, yaitu tempat sekretariat dan
Kabupaten Sumedang, sementara itu untuk tempat latihan bisa berada di pusat
Gambar 1 Museum Prabu Geusan Ulun, pusat Gagak Lumayung di Kabupaten Sumedang
31
2.2.3.1. Tempat Sekretariat
salah satu bagian dari gedung Museum Prabu Geusan Ulun. Ruang Sekretariat
P3S Gagak Lumayung juga menjadi ruang Markas Wirayudha, yaitu Prajurit
Karaton Sumedang Larang, yang juga menjadi anggota dari Gagak Lumayung.
sekitar 17 meter, lebar 5 meter, dan tinggi 7 meter. Lantai ruangan ini
menggunakan tehel batu alam berwarna kelabu. Di dalam ruangan ini terdapat
setidaknya tiga lemari yang berisi berkas dan aksesoris pakaian daerah, meja kerja
dengan komputer, dispenser dan beberapa alat makan minum, karpet, papan tulis,
dua rak senjata yang berisi tombak panjang, tombak pendek, dan juga payung.
Warna pada ruangan ini didominasi dengan warna putih pada tembok, warna hijau
pada karpet, kayu yang ada pada pintu, jendela, dan gagang tombak.
Gambar 1 Bagian dalam ruangan Markas Wirayudha yang menjadi Sekretariat Gagak
Lumayung
32
Di dalam Markas Wirayudha ini juga terdapat pajangan Panji Wirayudha
di belakang meja komputer, dan poster visi misi dari Keraton Sumedang Larang,
terlihat di sebelah kanan saat memasuki ruangan ini. Di atas papan tulis, terdapat
pajangan empat foto yaitu foto dari Sri Radya (Raja) Keraton Sumedang Larang,
dan dua putra kembarnya yang salah satunya menjadi Radya Anom (Pangeran)
Gambar 1 Searah jarum jam: foto Sri Radya Keraton Sumedang Larang,
Mahapatih, Panglima-Senopati Wirayudha, Radya Anom
33
2.2.3.2. Tempat Latihan
terdapat perguruan Kancil Putih, dan Kancil Putih mengadakan latihan di halaman
34
Gambar 1 Paguron Pandika Padjadjaran mengadakan latihan di Aula Desa
Jatihurip
sebagai berikut:
35
10. Paguron Setia Garuda Cakra Buana di Wado
yang berasal dari Wado dan Darmaraja. Menurut penuturan informan, Wado
adalah tempat asalnya jawara pencak silat, sehingga di sana lahir berbagai
dari Garut dan Tasikmalaya untuk belajar di sana. Dan kini, dengan upaya secara
silat di sana.
Gambar 1 Bendera Perguruan Pencak Silat yang Tergabung dalam P3S Gagak Lumayung
36
Daftar paguron lainnya yang berada di bawah naungan P3S Gagak
Komara, Gagak Kawung, Dangiang Dharma Bhakti, Ibar Buana, Maung Bodas
tulisan ‘Wadiya Balad Gagak Lumayung’, yang mana bisa dimaknai bahwa
perguruan pencak silat tersebut adalah di bawah naungan P3S Gagak Lumayung,
kira-kira dua pekan sekali, lebih rincinya tiap pekan pertama dan pekan ketiga, di
latihan, akan tetapi dialihkan dengan kesenian ngampar kendang dan kegiatan
Karaton Sumedang Larang tiap akhir pekan. Biasanya latihan untuk Wirayudha
berlangsung pada Sabtu malam Ahad dan juga saat Ahad pagi. Latihan umumnya
berlangsung selama dua jam, namun bisa lebih dari waktu yang ditentukan
mengarah pada olah raga, juga mempelajari tentang olah rasa, yaitu di antaranya
37
mempelajari tentang sejarah Gagak Lumayung. Belajar tentang sejarah Gagak
yang bertujuan agar pencak silat yang dibawa Gagak Lumayung tetap lestari.
tersendiri dalam hal pembelajaran pencak silat: Jika sudah tidak punya murid
(untuk diajarkan pencak silat), jadikan saudara kita murid. Jika saudara tidak mau
(menjadi murid), dan kita sudah berkeluarga, jadikan anak kita murid. Jika anak
tidak mau, jadikan pasangan (suami/istri) sebagai murid. Jika pasangan tidak mau,
Pusat Republik Indonesia, walaupun pada akhirnya tidak begitu diakui dan
independen tidak bergantung pada pemerintah, tidak seperti persatuan pencak silat
lainnya seperti IPSI dan PPSI. Artinya, antara Gagak Lumayung, IPSI dan PPSI
ada hubungan yang sama, yaitu sebagai wadah dari berbagai perguruan pencak
38
Hubungan antara Gagak Lumayung dengan IPSI dan atau PPSI mulai
terlihat dalam hal peraihan prestasi pencak silat. Karena Gagak Lumayung bukan
perlombaan atau pasanggiri pencak silat berskala besar, maka paguron yang ada di
memiliki cara tersendiri bagaimana agar bisa mengikuti perlombaan baik yang
diadakan IPSI maupun PPSI. Mengenai hal ini akan dijelaskan pada bab
berikutnya.
Wirayudha, selain sebagai prajurit penjaga Keraton, juga berperan sebagai yang
menaungi berbagai budaya khas Sunda, seperti Jaipong, Karinding, Reak, dan lain
karena mereka selalu dilibatkan pada acara-acara besar yang diadakan Keraton
Silat
39
dari nasab (silsilah perguruan pencak silat) dan sanadnya (silsilah jalur keilmuan).
Perguruan yang tergabung dalam Gagak Lumayung juga dapat dilihat dari simbol-
logo dan gerakan jurusnya. Setiap perguruan yang berada di bawah Gagak
dengan tulisan nama ‘P3S Gagak Lumayung’ yang melingkar dan nama daerah
pasti memiliki gerak jurus yang berbeda terutama pada seni ibingnya, akan tetapi
2.3. Ringkasan
demografis, politik dan budayanya, serta Gagak Lumayung sebagai sasaran atau
dan berbagai paguron atau perguruan pencak silat yang menginduk padanya.
Gambaran lebih lanjut mengenai Gagak Lumayung secara wujud sosial dan wujud
40
BAB III
Bab III ini melanjutkan bahasan tentang Gagak Lumayung dari bab
dan Gagak Lumayung secara umum. Pada bab III secara khusus akan dipaparkan
itu sendiri. Wujud sosial Gagak Lumayung dapat berupa kegiatan latihan bersama
dan penampilan seni ibing sebagai wujud proses integrasi, serta musyawarah
Lumayung pun tidak ketinggalan meramaikan jagat media sosial dengan membuat
grup. Wujud sosial Gagak Lumayung pun dapat berupa hubungan antara
rumah’ dari latihan bersama ini bisa dari paguron lain, atau langsung di bawah
Paku Payung (Prajurit Khusus Pasukan Gagak Lumayung), atau dari Wirayudha.
Pada latihan bersama yang diadakan dari Wirayudha pada tanggal 8 Februari
2020 malam hari di Gedung Negara atau lingkungan Karaton Sumedang Larang,
latihan bersama diadakan atas kerjasama antara Wirayudha dan Paku Payung.
Prosesi latihan bersama ini berlangsung selama kurang lebih dua jam, dari
pukul 20 hingga pukul 22. Peserta latihan mengenakan pakaian berupa kaus
41
(umumnya kaus berwarna hitam) dan celana pangsi hitam. Celana pangsi ini ada
dua ragam, yaitu celana yang seperti sarung dengan tambahan kain di bagian
depannya, atau seperti celana pada umumnya namun lebih longgar (untuk tujuan
sembari meminum secangkir kopi atau menghisap batang rokok. Latihan dimulai
dengan menyusun barisan, membaca doa yang dipimpin oleh pelatih dari Paku
Negara sebanyak tiga kali, lalu pemanasan. Setelahnya, mengatur barisan lagi,
dan dilanjut dengan materi latihan berupa jurus. Setelah selesai latihan, dilanjut
Lebih lanjut mengenai tahapan dalam latihan ini, adalah sebagai berikut:
diawali dengan doa, lari, dan pemanasan. Setelah diawali dengan doa, lari, dan
Mempelajari jurus ini diawali dengan diperagakan oleh pelatih kira-kira dua kali
42
gerakan, selanjutnya pelatih memberi arahan berupa hitungan untuk memberi
aba-aba pada peserta latihan. Setelah pelatih yang memberi arahan aba-aba,
selanjutnya yang memberikan arahan adalah para peserta latihan, dimulai dari
barisan yang paling depan, dari kanan, kemudian bergilir ke kiri, ke belakang,
dan seterusnya. Apabila dirasa lelah, ada waktu istirahat untuk sejenak duduk,
yang diajarkan. Setelah istirahat, apabila tidak dilanjut dengan pengajaran dari
pelatih, maka dilanjut dengan menguji jurus yang telah diajarkan, caranya yaitu
pelatih. Atau, bagi yang sudah lebih lanjut mempelajari jurus, bisa dilanjut
43
Jurus yang diajarkan adalah jurus kaedah. Jurus ini diajarkan dengan dasar
jari yang merapat terpusat, sembari tangan yang satunya dihantamkan ke dada
oleh pinggiran tapak tangan pangkal jari kelingking. Gerakan ini juga disertai
lima atau delapan kali. Selain itu juga ditambah dengan nafas, yaitu tarik nafas
saat awal kuda-kuda, lalu mengeluarkan nafas saat memukul atau menggerakan
dilakukan tarik nafas sembari menaikkan ke atas tangan yang disatukan di depan
44
Dari prosesi latihan bersama ini dapat dikatakan bahwa latihan bersama
anggota Gagak Lumayung, baik sebelum, saat, atau sesudah latihan. Pada sebelum
yang diampu oleh pelatih dari Paku Payung, bahkan belum tentu senior dari
paguron lain dapat melancarkan jurus yang diajarkan dengan baik. Maka dari sini
dapat berlanjut pada tolong menolong dengan belajar bersama, saling mengoreksi
gerakan jurus.
Seni Ibing, yang selama ini dilihat sebagai wujud budaya berupa seni,
ternyata juga dapat dilihat sebagai wujud sosial integrasi, yang menyatukan
Lumayung, pesilat Gagak Lumayung, dan nayaga (pemain alat musik), bersatu
45
untuk menampilkan seni ibing. Walau ditampilkan dari perguruan dan gerakan
Lumayung.
Gambar 6 Penampilan ibing rampak dari paguron Dangiang Budi Wirahma Raksa Putra
Seni ibing dapat dimainkan oleh tiga orang atau lebih, dengan istilah
lainnya yaitu rampak. Adapun ibing yang dimainkan oleh satu orang, istilah
lainnya yaitu gonjing. Pada saat pertunjukan mulai, para nayaga yang terdiri dari
satu peniup tarompet, dua pemukul kendang, dan satu penabuh gong,
menampilkan ibing.
46
Sumber: Berkas Pribadi
dengan jalan perlahan membentuk satu atau dua barisan, adakalanya berjalan
memberi salam dengan cara menyatukan kedua telapak tangan, atau menyatukan
telapak kanan kiri dengan kepalan tangan kanan, sembari menundukkan kepala
Seni ibing ini dipertunjukkan tidak hanya saat perlombaan, tetapi juga saat
Lumayung, dengan nayaga dari berbeda perguruan, mereka tetap tampil. Tidak
hanya identitas Gagak Lumayung yang menyatukan mereka, akan tetapi secara
garis besar, mereka bersatu di bawah identitas sebagai orang Sunda; mereka
berbahasa Sunda dalam tutur kata bicaranya, mengenakan pangsi (pakaian hiram
47
Gambar 8 Penampilan ibing gonjing oleh bapak Tang Sutarno, ketua paguron Medal
Waruganing Rasa
48
3.3. Musyawarah
hasil musyawarah para jawara dan pendekar se-Jawa Barat, di bawah pimpinan
selaku ketua pelaksana acara, dan dipimpin oleh Andi Lesmana selaku ketua
DPC P3S Gagak Lumayung Sumedang (kini Federasi P3S Gagak Lumayung
serta sebagai upaya melestarikan budaya pencak silat melalui jalur legal-
administratif.
Waruganing Rasa, Putra Setia Medal Buana, Dangiang Budi Wirahma Raksa
Putra, Aura Alam, Gagak Pusaka, dan Setya Kancana Putra. Agenda
musyawarah dihadiri oleh ketua perguruan atau perwakilan, dan juga para pesilat
49
seni ibing di waktu istirahat. Tidak ketinggalan juga nayaga (pemain alat musik)
kemandirian dan terlepas dari DPP (Dewan Pimpinan Pusat) yang lama tidak
aktif. Dari musyawarah ini, dirumuskan beberapa hal, yang intinya sebagai
berikut:
50
- Membangun audiensi dan koordinasi dengan lembaga pemerintahan
Lumayung
Rupa wujud sosial dari Gagak Lumayung dapat dilihat dari kehidupan
bermedia sosial, sebagai wujud sosial yang hadir dari perkembangan teknologi
informasi. Gagak Lumayung hadir di media sosial dalam wujud grup Facebook
dan WhatsApp. Namun bedanya antara grup Gagak Lumayung untuk platform
Facebook dan WhatsApp, grup di Facebook dapat dicari dan diakses bahkan oleh
khalayak umum yang bukan anggota Gagak Lumayung, dan dapat dimasuki oleh
untuk grup WhatsApp, tidak mudah diakses karena harus melalui perekrutan atau
51
Gambar 11 Tampilan awal grup Gagak Lumayung di Facebook versi mobile-lite
kiriman (atau posts) yang isinya berupa saling bertukar salam dan sapa, bertanya
tentang kabar, saling unjuk paguron, dan lain-lain. Pada umumnya mereka
anggota Gagak Lumayung dapat dilihat dari pakaian pangsi (pakaian khas Sunda
berwarna hitam, atau pakaian hitam lainnya seperti kaos dan jaket, yang
kepala khas Sunda dari kain batik, motif atau kain polos) sebagai penguat
52
Gambar 12 Tampilan kiriman (posts) oleh anggota grup Gagak Lumayung di Facebook
dan oleh karenanya agar dapat berdiri serta diakui keberadaannya maka Gagak
Lumayung Sumedang menjadi mitra dari IPSI dan PPSI. Tidak hanya itu, agar
53
dengan lembaga pemerintahan seperti Dinas Pendidikan Kabupaten Sumedang,
Sumedang Larang
Prabu, Pangeran, atau Sri Radya yang merupakan pemegang kekuasaan tertinggi
diketahui banyak orang, karena kini lingkungan Karaton tersebut berubah menjadi
museum dan area dinas-perkantoran. Namun, bukan berarti wujud fisiknya benar-
benar tidak ada, melainkan kini dijadikan Museum Prabu Geusan Ulun atau juga
biasa disebut Gedung Sri Manganti, yang berada di dekat Masjid Agung
Sumedang adalah merupakan hubungan yang terjalin dari sejarah, dan juga berupa
hubungan hierarkis top-down (top oleh Karaton Sumedang Larang, down oleh
abad 16, bahwa Gagak Lumayung adalah salah satu nama dari prajurit yang
Sumedang Larang, sebagai tanda bahwa Kerajaan Pajajaran telah usai masa
54
Sumedang Larang. Sehingga kini pun Mahkuta Binokasih menjadi salah satu ikon
Gambar 13 Logo Karaton Sumedang Larang yang bersanding dengan logo Gagak
Lumayung dalam suatu acara
Sumedang adalah menjadi anggota Wirayudha, yaitu satuan khusus dari Karaton
Karaton Sumedang Larang, serta menjadi bagian dari garda terdepan dalam
Lumayung yang tergabung dengan Wirayudha secara otomatis akan saling bantu-
diakui dengan adanya panji milik Gagak Lumayung yang dibawa tiap acara Kirab.
55
Gambar 14 Terlihat panji Gagak Lumayung dalam acara Kirab Pusaka
Karaton Sumedang Larang, dan menjadi bagian dari garda terdepan dalam
Museum Prabu Geusan Ulun, yang mana juga menjadi sekretariat bagi Gagak
56
yang berfungsi sama dengan Wirayudha namun dikhususkan untuk usia pelajar
sekolah menengah.
Gambar 15 Dari kiri ke kanan: Prajurit Wirayudha dalam sebuah acara, dan dua Prajurit
Wirayudha yang berfoto dengan pengung Karaton
anggota dari Gagak Lumayung Sumedang, dan sebagian dari anggota Gagak
Gagak Lumayung Sumedang dan Wirayudha saling melengkapi satu sama lain. Di
satu sisi, Wirayudha memberikan fasilitas atau sarana untuk Gagak Lumayung
bantuan berupa tenaga apabila dibutuhkan oleh Wirayudha, seperti bantuan tenaga
57
pelatih untuk melatih anggota Wirayudha. Bahkan, ketua dari Gagak Lumayung
Sumedang, juga merupakan pimpinan dari Senopati Wirayudha; satu orang yang
sama, yaitu Andi Lesmana. Namun demikian, walaupun antara Gagak Lumayung
Sumedang dan Wirayudha dipimpin oleh orang yang sama, sejauh ini belum ada
konflik kepentingan yang terjadi di antara keduanya. Justru yang ada, Gagak
58
Gambar 17 Prajurit Wirayudha (berpakaian hitam, berlencana merah, dan mengenakan
iket) mengamankan kedatangan Ridwan Kamil saat Peresmian Alun-alun Sumedang
Gagak Lumayung, IPSI, dan PPSI, pada dasarnya adalah sama: sebagai
suatu lembaga dengan fungsinya yaitu wadah pemersatu berbagai perguruan dan
aliran pencak silat yang ada di Indonesia. Namun, kenyataannya, yang diakui oleh
pemerintah adalah hanya IPSI dan PPSI, tidak untuk Gagak Lumayung. Hal ini
berdampak pada akses perguruan pencak silat untuk dapat mengikuti perlombaan,
pertandingan dan sejenisnya, di mana dalam hal ini hanya IPSI dan PPSI yang
Oleh karena itu, Gagak Lumayung memiliki cara tersendiri agar tetap bisa
meraih prestasi dari perlombaan yang diselenggarakan oleh IPSI dan PPSI.
bawahnya, untuk diikutsertakan atas nama Gagak Lumayung, bukan atas nama
59
masing-masing paguron. Ini dikarenakan lomba yang diselenggarakan IPSI adalah
diselenggarakan oleh PPSI, maka tidak perlu mengumpulkan peserta lomba dari
lomba yang diselenggarakan oleh PPSI adalah lomba yang bersifat pertunjukan;
yang dilombakan adalah gerak tari ibing, yang mana dalam hal ini masing-masing
paguron memiliki ciri khasnya tersendiri baik dari gerakan maupun irama,
tersendiri akan tetapi cukup masing-masing paguron saja. Dapat dikatakan bahwa
hubungan antara Gagak Lumayung dengan IPSI dan PPSI adalah hubungan
Tidak hanya kepada IPSI dan PPSI, Gagak Lumayung Sumedang bersama
ibing dan pencak silat sebagai muatan lokal. Adapun kepada DPRD Kabupaten
60
layak berupa alat musik kendang dan lain-lain yang diperlukan oleh nayaga.
sehingga bisa terus berjalan dan lestari. Dalam hal ini, antara Gagak Lumayung
3.6. Ringkasan
Bab III ini membahas Wujud Sosial dari Gagak Lumayung Sumedang.
Wujud sosial dari Gagak Lumayung Sumedang dapat berupa proses integrasi
dengan latihan bersama, seni ibing, dan grup di media sosial. Adapun konsensus
61
BAB IV
Bab IV ini melanjutkan bahasan dari bab sebelumnya, di mana pada bab
III menjelaskan Gagak Lumayung Sumedang dari wujud sosialnya, maka pada
bab IV ini melengkapi dengan penjelasan mengenai wujud budaya dari Gagak
Lumayung Sumedang. Hasil penelitian dan pembahasan yang dijelaskan pada bab
IV ini secara garis besar menjelaskan wujud budaya yang dibagi menjadi tiga,
yaitu: wujud budaya gagasan, wujud budaya perilaku, dan wujud budaya benda,
yang mana masing-masing wujud budaya tersebut akan saling terkait dengan
Lumayung Sumedang.
Wujud budaya tersebut terbagi menjadi tiga. Tiga wujud budaya tersebut adalah:
wujud budaya gagasan, wujud budaya perilaku, dan wujud budaya benda. Wujud
budaya gagasan berada dalam ruang pemahaman atau pemikiran yang tidak
wujud budaya perilaku dan wujud budaya benda. Sementara itu, wujud budaya
perilaku berada dalam ruang kehidupan masyarakat yang dapat terlihat dan
dirasakan dalam bentuk tutur kata dan perbuatan. Adapun wujud budaya benda
berada dalam ruang kebendaan yang dapat dilihat, diraba, dan dirasakan.
62
sudah pasti ada wujud budaya gagasan yang melandasi tiap tindakan, wujud
budaya perilaku yang terlihat, dan wujud budaya benda yang dibuat. Penjelasan
mengenai tiga wujud budaya yang terdapat di Gagak Lumayung Sumedang akan
penting dalam membangun suatu sistem kebudayaan. Wujud budaya gagasan ini
tidak terlihat wujudnya secara fisik karena berada dalam alam pikiran manusia,
lainnya. Dalam bahasan ini, wujud budaya gagasan selaras dengan beberapa unsur
Wujud budaya gagasan yang ada dalam Gagak Lumayung dapat dilihat
dari falsafah ‘salat, silah, silat’, yang mana mengutamakan hubungan kepada
Allah yang dilambangkan dengan salat, lalu hubungan kepada sesama manusia
yang dilambangkan dengan silah, lalu baru hubungan kepada diri sendiri
(melindungi diri) yang dilambangkan melalui silat. Dari sini dapat kita pahami
bahwa Gagak Lumayung memuat gagasan berupa pandangan agama Islam dalam
falsafahnya. Unsur budaya berupa agama Islam sarat dalam wujud budaya
Selain itu juga Gagak Lumayung memiliki gagasan yang berasal dari nilai
budaya Sunda yaitu ‘silih asih, silih asah, silih asuh’ yang diwujudkan dalam
bentuk gotong royong. Wujud budaya gagasan ini merupakan petunjuk bagi unsur
63
budaya masyarakat agar dapat mewujudkan masyarakat yang sejahtera,
Selain itu juga, Gagak Lumayung pada dasarnya mengharapkan agar para
anggotanya memiliki niat yang bersih dan tidak menyalahgunakan ilmu pencak
silatnya, karena apabila ilmunya digunakan untuk pamer dan unjuk kekuatan yang
tidak benar maka nantinya akan menjadi malu dan mencoreng nama baik
menjaga kehormatan perguruan. Wujud budaya gagasan ini selaras dengan unsur
budaya masyarakat, sebagai suatu kendali masyarakat atau kontrol sosial. Selain
itu juga, wujud budaya ini terkait dengan unsur budaya pengetahuan, sebagai
landasan agar ilmu yang telah dipelajari digunakan dengan sebaiknya dan tidak
disalahgunakan.
Sumedang adalah tentang ilmu aliran pencak silat, terutama pada sejarah nasab
dan sanad ilmunya. Dikatakan, ilmu pencak silat yang ada di Gagak Lumayung ini
sanadnya sampai kepada Shahabat Ali bin Abi Thalib rahimahullah, melalui
perantara Gagak Lumayung atau lebih dikenal dengan Prabu Kian Santang,
kali). Wujud budaya gagasan ini terkait dengan unsur budaya pengetahuan, yang
64
Sumedang, meskipun Gagak Lumayung Sumedang tidak hanya berdasarkan aliran
membentuk pola kebiasaan, dan diatur dengan nilai berdasarkan wujud budaya
nilai. Tidak seperti wujud budaya gagasan yang tidak terlihat, wujud budaya
perilaku dapat dilihat serta dirasakan dampaknya. Wujud budaya perilaku ini
selaras dengan unsur budaya seperti bahasa, pengetahuan, masyarakat, seni, dan
teknologi.
jurus yang didapat dari sanad keilmuan, yang ujungnya ada pada sosok guru
leluhur yaitu Gagak Lumayung atau Raden Kian Santang, dan dikatakan sanadnya
silat pada Kian Santang. Selain itu juga diwujudkan dalam bentuk pernafasan agar
wujud dari falsafah ‘silat’, dan berkaitan dengan unsur pengetahuan di mana jurus
ini selain merupakan gagasan yang diwariskan, jurus juga merupakan perilaku
yang mencerminkan pengetahuan akan membela diri dengan menyerang dan atau
bertahan.
Wujud Perilaku dari anggota Gagak Lumayung juga dapat dilihat dari
Budaya Sunda dan falsafah Gagak Lumayung. Perilaku gotong royong saling
membantu antar sesama anggota Gagak Lumayung diambil dari ‘silih asih, silih
65
asah, silih asuh’. Sementara itu perilaku anggota Gagak Lumayung yang serupa
dengan gotong royong, yaitu menjalin hubungan silaturahim, diambil dari falsafah
‘silah’, yang mana terkait dengan unsur budaya masyarakat di mana masyarakat
Sunda terkenal akan gotong royongnya, hingga kemudian diabadikan dalam lagu
‘Sabilulungan’ yang menjadi semacam lagu wajib saat nayaga mengiring lagu
dari Wirayudha ataupun yang bukan, atau anggota Gagak Lumayung Sumedang
Lumayung itu sendiri, adalah seputar berita terkini, atau kabar tentang pekerjaan,
atau kabar tentang sekolah dan seputar pendidikan, karena sebagian anggota
66
Para anggota yang kebanyakan bersukubangsa Sunda menyebut kegiatan
ini dengan ngariung. Adapun jika dilakukan sembari makan, maka kegiatan ini
disebut dengan botram. Wujud budaya perilaku ini terkait dengan unsur budaya
bermasyarakat khas suku Sunda, yang menjadi suku bangsa dari kebanyakan
anggota Gagak Lumayung, atau warga sekitar yang memang penutur bahasa
Sunda, dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari atau informal. Adapun bahasa
penutur bahasa Sunda, dan pada forum resmi seperti pada musyawarah 9 Februari
2020, walaupun adakalanya bahasa Sunda tetap terselip dalam forum tersebut.
Wujud budaya perilaku berbahasa ini terkait dengan unsur budaya bahasa yang
Seni pertunjukan ibing, selain menjadi wujud budaya perilaku yang terkait
dengan unsur budaya seni, juga terkait dengan unsur budaya masyarakat, di mana
berbagai lapisan masyarakat, terutama bagi penikmat seni budaya Sunda, dan
67
yang tertarik dengan keragaman budaya Sunda serta budaya bela diri pada
umumnya. Seni ibing memiliki nilai hiburan tersendiri, di samping nilai seni
gerak dan iramanya bahkan pada pakaian seragamnya, menjadi nilai unik
tersendiri, terutama pada nayaga yang dapat memainkan beragam lagu untuk
berbagai perilaku manusia, suatu karya yang dapat dilihat, diraba, dan dirasakan.
Adakalanya wujud budaya benda tersebut hanya bisa dilihat tanpa bisa diraba atau
dirasa, misalnya wujud budaya benda yang berupa virtual. Wujud budaya benda
Wujud budaya benda Gagak Lumayung dapat dilihat dari logo atau
lambang yang dikenakan pada tiap perguruan dan bendera. Setiap anggota Gagak
dada sebelah kiri pada seragam silatnya, berdampingan dengan logo perguruan di
sebelah kanannya. Atau juga dapat dilihat dari kaos yang dikenakannya, yang
biasanya terdapat logo Gagak Lumayung baik besar maupun kecil. Adakalanya
logo Gagak Lumayung juga ditempel di jaket. Logo Gagak Lumayung pun dapat
dilihat pada benderanya. Hal ini juga dapat dilihat dari bendera perguruan di
dalam unsur budaya seni yang mana logo Gagak Lumayung merupakan hasil dari
68
proses kreatif para penggagas yang kemudian menjadi identitas tersendiri bagi
Gagak Lumayung.
dalam wujud budaya bendanya, yaitu unsur budaya seni dan teknologi. Wujud
budaya benda yang terdapat dalam seni ibing adalah kreasi seragam para pesilat,
warna dan pola rupa namun tetap dipersatukan dengan keberadaan logo Gagak
berwarna hitam, namun dari berbagai perguruan ada yang menambahkan warna
seperti kuning dari perguruan Putra Setia Medal Buana, bahkan ada yang
Gambar 19 Seragam hitam yang dipakai oleh paguron Dangiang Budi Wirahma Raksa
Putra
69
Gambar 20 Seragam biru yang dipakai oleh paguron Aura Alam
adalah alat musik yang dimainkan oleh nayaga, yang merupakan wujud budaya
benda dengan unsur budaya seni dan teknologi. Alat musik yang dimainkan oleh
nayaga adalah berupa kendang, gong, dan tarompet. Agar suara musik terdengar
lebih kencang, dipasang microphone di beberapa alat musik seperti pada tarompet.
Gambar 21 Nayaga di belakang pesilat dari paguron Putra Setia Medal Buana
70
Untuk menunjang kebutuhan hidup, maka diperlukan upaya ekonomis di
cinderamata ini menjual berbagai cinderamata khas Sunda seperti iket, pangsi,
kaus, gantungan kunci, dan lain-lain. Di antara kaus yang dijual adalah kaus
cinderamata, toko ini juga menjual makanan khas Sunda seperti dodol dan aneka
keripik, minuman teh dalam botol, kopi, serta mie. Keberadaan toko ini
sebagai wiraswasta, bahkan ada yang menjadi hanya pelatih sebagai mata
pencahariannya.
4.2. Ringkasan
71
tiga, yaitu wujud budaya gagasan, wujud budaya perilaku, dan wujud budaya
adalah falsadah ‘salat, silah, silat’, nilai budaya Sunda ‘silih asah, silih asih, silih
asuh’, ajaran menjaga niat dan kehormatan, serta aliran Kasumedangan. Wujud
jurus, budaya gotong royong, dan seni ibing. Adapun wujud budaya benda di
72
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
pemersatu berbagai perguruan dan aliran pencak silat yang ada di kabupaten
penggemar pencak silat terwujud karena peristiwa bersejarah pada tahun 1955, di
mana jawara dari berbagai penjuru Jawa Barat dikumpulkan oleh Kodam 3
falsafah ‘salat, silah, salat’ dan nilai budaya Sunda ‘silih asah, silih asih, silih
beda alirannya.
antaranya adalah seni pencak silat dan seni ibing, yang kemudian diperjuangkan
agar dapat menjadi muatan lokal di sekolah dan diberdayakan para anggotanya.
73
5.2. Saran
sosial dan budayanya, yang dari wujud-wujud tersebut dapat mempersatukan dan
pemersatu berbagai pencak silat. Dalam penelitian ini agaknya kurang rinci
kebudayaan yang tujuh, supaya dapat melengkapi hasil dari penelitian ini.
Yang lebih menarik lagi dari Gagak Lumayung Sumedang adalah adanya
pun menarik untuk diteliti baik secara etnografi maupun kualitatif deskriptif.
74
Daftar Pustaka
CMS, S., Anwar, R. K., & Winoto, Y. (2018). Folklor Media Belajar Bahasa, Sastra, dan
Ediyono, S. (2014). Makna Seni dalam Beladiri Pencak Silat. Etnografi Jurnal Penelitian
Facal, G. (2016). Keyakinan & Kekuatan: Seni Bela Diri Silat Banten. Jakarta: Yayasan
Heryana, A. (2018). Falsafah Penca Cikalong dalam 'Gerak Seser'. Patanjala, 10(2), 315-
330.
Heryana, A. (2018). Pencak Silat Ameng Timbangan di Jawa Barat: Hubungan antara
Huraerah, A., & Purwanto. (2010). Dinamika Kelompok: Konsep dan Aplikasi. Bandung:
PT Refika Aditama.
Kartomi, M. (2011). Traditional and Modern Forms of Pencak Silat in Indonesia: The
75
Maryono, O. (2017). Pencak Silat Untuk Generasi Penerus. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Raspuzi, G., Setiawan, H., & Afandi, M. (2016). Penca: Pangkal, Alur, Dialektika.
Rusyana, Y. (1996). Tuturan Tentang Pencak Silat dalam Tradisi Lisan Sunda. Jakarta:
Sandi, A. A. (2017). Pencak Silat Sebagai Sistem (Studi Kasus Pencak Silat Pangean).
Jurnal Online Mahasiswa Bidang Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (JOM FISIP),
4(1), 1-12.
3(3), 402-423.
Zein, D. M., & Mardotillah, M. (2017). Silat: Identitas Budaya, Pendidikan, Seni Bela
76
Lampiran: Data Set
Pengumpulan
Data
Gambaran P3S 1. Sejarah P3S Gagak Pengurus P3S Wawancara
Gagak Lumayung
dengan
badan/organisasi
lainnya
6. Aliran/perguruan
yang bergabung di
P3S Gagak
Lumayung
7. P3S Gagak
77
Lumayung sebagai
pemersatu beragam
aliran/perguruan
pencak silat
3. Senjata - terlibat
78
Lampiran: Pedoman Pengamatan
Latar/Tempat:
- Gedung Negara
Kegiatan:
- Latihan
- Peragaan
Pelaku:
79
Lampiran: Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara dibuat dengan model tabel beserta contoh daftar pertanyaan
dan model daftar/list, mengikuti poin-poin yang terdapat pada tabel data set.
Pertanyaan Wawancara
Gambaran P3S Sejarah P3S Gagak Apa itu Gagak Lumayung?
80
beragam latihan?
latihan?
latihan?
Lumayung?
Bagaimana Gagak
Lumayung dapat
mempersatukan berbagai
perguruan/aliran pencak
silat?
Apa saja
kesepakatan/konsensi yang
mempersatukan pencak
Gagak Lumayung?
81
badan/organisasi lain?
Lumayung dalam
hubungan antarorganisasi
tersebut?
Aspek-aspek Aspek mental-spiritual Di antara empat aspek
Gagak Lumayung?
Lumayung?
Mengapa menggunakan
senjata tersebut?
82
Lumayung dalam bersilat?
Lumayung?
digunakan?
I.2. Tempat/sekretariat
II.1. Mental-spiritual
II.2. Seni
83
III. Atribut P3S Gagak Lumayung
III.3. Senjata
84