Anda di halaman 1dari 61

GEMEENTE BESTUUR DI DEPOK (1913 – 1952) : SUATU

TINJAUAN SEJARAH

Ummi Kalsum Lubis


4415155255

Karya Ilmiah yang Ditulis untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2022
ABSTRAK

UMMI KALSUM LUBIS, Gemeente Bestuur di Depok (1913-1952) : Suatu


Tinjauan Sejarah Mengenai Pemerintahan di Depok. Karya Ilmiah. Jakarta.
Program Studi Pendidikan Sejarah. Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri
Jakarta. 2022.

Penelitian ini tentang Gemeente Bestuur atau tanah partikelir sepeninggalan


Cornelis Chastelein yang bertujuan untuk mengetahui lebih dalam terkait
Gemeente Bestuur dan sistem pemerintahan di dalam Gemeente Bestuur itu
sendiri. Sumber yang digunakan dalam penelitian ini berfokus pada sumber
sekunder, berupa buku dan artikel yang berkaitan dengan Gemeente Bestuur.
Sumber tersebut diperoleh dari Perpustakaan Universitas Negeri Jakarta,
Perpustakaan Universitas Indonesia, Perpustakaan Kota Depok dan Yayasan-
Lembaga Cornelis Chastelein (YLCC). Penulisan karya ilmiah ini dilakukan
menggunakan metode studi pustaka.

Penelitian ini menunjukkan bahwa Gemeente Bestuur di Depok tidak memiliki


sistem pemerintahan sebab Presiden hanya menjabat sebagai pengawas tanah
partikelir dan bukan merupakan pemimpin dari sebuah negara.

Kata Kunci : Gemeente Bestuur, Presiden Depok, Cornelis Chastelein.

i
ABSTRACT

UMMI KALSUM LUBIS, Gemeente Bestuur in Depok (1913-1952): A


Historical Review of the Government in Depok. Scientific work. Jakarta. History
Education Study Program. Faculty of Social Sciences, Jakarta State University.
2022.

This study about Gemeente Bestuur or private land after Cornelis Chastelein's
death which aims to find out more about Gemeente Bestuur and the system of
government within Gemeente Bestuur itself. The sources used in this study
focused on secondary sources, in the form of books and articles related to
Gemeente Bestuur. The sources were obtained from the Jakarta State University
(UNJ) Library, the University of Indonesia (UI) Library, the Depok City
Government Library and Cornelis Chastelein Institutional Foundation (YLCC).
The writing of this scientific paper was carried out using the literature study
method.

This study shows that Gemeente Bestuur in Depok does not have a government
system because the President only serves as a supervisor of private land and is
not the leader of a country.

Keywords: Gemeente Bestuur, President of Depok, Cornelis Chastelein.

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Penanggung Jawab/ Dekan Fakultas Ilmu Sosial

Universitas Negeri Jakarta

Prof. Dr. Sarkadi, M.Si.


NIP.19690704 199403 1 002

No. Nama Tanda Tangan Tanggal

1. Dr. Kurniawati, M.Si 25 Februari 2022


NIP. 19770820 200501 2 001
Ketua Penguji

2. Dr. Nur’aini Martha, M.Hum 24 Februari 2022


NIP. 19710922 200112 2 001
Penguji Ahli

3. Dra. Ratu Husmiati, M.Hum 24 Februari 2022

NIP. 19630707 199003 2 002


Sekretaris

4. Drs. R. Wisnubroto, M.Pd 24 Februari 2022


NIP. 19570711 198503 1 005
Pembimbing I

5. Sri Martini, S.S., M.Hum 24 Februari 2022


NIP. 19720324 199903 2 001
Pembimbing II
LEMBAR PENGESAHAN

iii
LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Universitas
Negeri Jakarta :

Nama : Ummi Kalsum Lubis

NIM : 4415155255

Program Studi : Pendidikan Sejarah

Menyatakan bahwa Karya Ilmiah saya dengan judul “ Gemeente Bestuur di Depok
(1913-1952): suatu tinjauan sejarah” adalah :

1. Karya Ilmiah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapat gelar akademik (ahli
madya, sarjana, magister dan/atau dokter) baik Universitas Negeri Jakarta maupun
di Perguruan Tinggi lainnya.
2. Karya Ilmiah ini murni hasil gagasan dan rumusan penelitian saya sendiri. Tanpa
bantuan dari orang lain, kecuali bantuan dan arahan dari Dosen Pembimbing.
3. Karya Ilmiah ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis maupun
dipublikasikan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang
dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian
hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia
menanggung segala sanksi akademik sesuai yang berlaku di Universitas Negeri Jakarta.

Jakarta, 20 Februari 2022

Ummi Kalsum Lubis


NIM. 4415155255

iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“ Sesungguhnya setelah kesulitan itu ada jalan keluar (kemudahan) maka apabila

kamu telah selesai (dari suatu urusan) kerjakan dengan

sungguh-sungguh (urusan) yang lain “.

(Q. S. Al-Insyirah: 6-7)

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh

jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu, Allah

mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.".

(Q.S Al-Baqarah: 216)

Karya Ilmiah ini ku persembahkan

untuk Ibu dan Ayah yang tidak henti

percaya bahwa putrinya mampu melebihi

yang dikhawatirkannya. Terima kasih dan

semoga kalian bangga atas pencapaian

ku saat ini.

v
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan kekuatan dan kemampuan kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik.
Penyusunan karya ilmiah ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian
syarat-syarat guna mencapai gelar Sarjana Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu
Sosial, Universitas Negeri Jakarta.
Penulis menyadari bahwa penulisan karya ilmiah ini tidak dapat terselesaikan
tanpa dukungan dari berbagai pihak baik moril maupun materil. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu :
1. Rektor Universitas Negeri Jakarta yang telah memberikan izin dan fasilitas
untuk penyusunan karya ilmiah ini.
2. Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta yang telah
memberikan izin kepada penulis dalam penyusunan karya ilmiah ini.
3. Bapak Humaidi, S.Pd, M.Hum, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta yang sudah memberikan
saran dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan karya ilmiah
serta mendorong mahasiswinya agar segera lulus.
4. Bapak Drs. R. Wisnubroto, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing I yang telah
bersedia membimbing dan mengarahkan penulis selama menyusun karya
ilmiah dan memberikan tambahan ilmu serta solusi pada setiap
permasalahan atas kesulitan dalam penulisan karya ilmiah ini.
5. Ibu Sri Martini, S.S., M.Hum, selaku dosen Pembiming II yang telah
berkenan memberikan banyak ilmu serta solusi pada setiap permasalahan
atas kesulitan dalam penulisan ini.
6. Ibu Dr. Kurniawati, M.Si sebagai ketua penguji yang sudah bersedia
memberikan banyak saran dan semangat kepada penulis agar bisa
menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik.
7. Ibu Dr. Nur’aeni Martha, M.Hum sebagai penguji ahli yang bersedia
memberikan banyak saran dan semangat kepada penulis agar bisa
menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik.
8. Ibu Dra. Ratu Husmiati, M.Hum sebagai sekretaris penguji yang bersedia
memberikan banyak saran dan semangat kepada penulis agar bisa
menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik.
9. Seluruh Bapak/Ibu dosen Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta
yang telah memberikan pengetahuan yang sangat bermanfaat selama masa
perkuliahan.
10. Kedua orang tua yang saya cintai, Ayah saya, Zulkaranin dan Ibu saya,
Iyah Herlina adalah salah satu motivasi penulis untuk lulus. Atas dukungan
baik moril maupun materil berupa nasehat, teguran dan doa yang tiada
henti-hentinya kepada penulis. Serta adik tercinta M. Rachmatulloh yang
juga sedang berjuang, semangat dan percaya kamu bisa.
11. Jajaran kawan yang selalu memberi semangat, saran dan dukungan selama
perkuliahan tanpa henti, Moni, Ayu, Rahel, Mutia, Rana dan Ninda mari
tetap bersahabat dan bertumbuh bersama.
vi
12. Seluruh teman-teman seangkatan, terutama kelas Pendidikan Sejarah A
Angkatan 2015 yang selalu mengisi hari-hari perkuliahan menjadi lebih
semangat. Teman seperjuangan: Mutia, Rana, Ali, Afif, Nadi, dan Roni.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan
bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Semoga karya ilmiah ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak khususnya dalam
bidang pendidikan sejarah.
Jakarta, Januari 2022

(Ummi Kalsum Lubis)

vii
DAFTAR ISI

ABSTRAK ...................................................................................................................................... i
ABSTRACT .................................................................................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ......................................................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................................................. vi
DAFTAR ISI .............................................................................................................................. viii
DAFTAR ISTILAH ..................................................................................................................... ix
BAB I .............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN .........................................................................................................................1
A. Dasar Pemikiran .....................................................................................................................1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah .....................................................................................8
BAB II ..........................................................................................................................................10
KAJIAN PUSTAKA ...................................................................................................................10
BAB III ........................................................................................................................................14
METODE PENELITIAN...........................................................................................................14
A. Metode Penelitian ...............................................................................................................14
B. Sumber Penelitian.................................................................................................................17
BAB IV ........................................................................................................................................19
GEMEENTE BESTUUR DI DEPOK........................................................................................19
BAB V ..........................................................................................................................................32
PRESIDEN DAN WARISAN KEBUDAYAAN ......................................................................32
BAB VI ........................................................................................................................................43
KESIMPULAN ...........................................................................................................................43
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................46
LAMPIRAN ................................................................................................................................48
RIWAYAT HIDUP.....................................................................................................................49

viii
DAFTAR ISTILAH

Batavia : Nama Jakarta pada penyebutan saat masa

pemerintahan kolonial Hindia –Belanda.

Buitenzorg : Nama Bogor pada penyebutan saat masa

pemerintahan kolonial Hindia – Belanda.

Depoksche Lagere School : Sekolah setingkat SD pada saat itu

Depokkers : Warga asli Depok keturunan budak dan lebih

sering dikenal sebagai Belanda Depok.

Gemeente Bestuur : Kota Praja

Eigendom : Perubahan sistem tanah pada zaman dahulu jika

sudah diakuisisi pemerintah.

Landhuizen : Tanah yang mempunyai bangunan rumah yang

sangat besar dengan halaman luas.

Noordwijk : Daerah yang sekarang merupakan Jl. Ir. Juanda

Jakarta Pusat

Ommenlanden : Sebutan bagi daerah yang diluar benteng

pemerintahan Batavia, atau daerah pinggiran

Batavia.

ix
Raad Van Indie : Dewan pemerintahan kolonial Hindia – Belanda

disamping gubernur jenderal.

VOC : Verenigde Oost Indische Compagnie – Kantor

Dagang Belanda.

Weltervreden : Sebuah daerah dipinggir Batavia yang memiliki

suasana tenang dan cocok dijadikan perkebunan

maupun jalur lintas perdagangan antara Batavia

dengan daerah lainnya. Sekarang menjadi daerah

Gambir.

Onderwereld : Penyebutan lain untuk dunia bawah, kriminalitas.

Oorlosbuit : Laba pertempuran

Partikelir : Tanah diluar kekuasaan Hindia Belanda.

Pribumi : Istilah lain yang digunakan untuk menyebut orang

Depok asal

Reglement Van Het Land Depok : Peraturan tanah Depok.

St Desa Zelfbeestur : Peraturan Desa.

Testament Van Cornelis : Surat wasiat Cornelis Chastelein

Tjoeke : Cukai/ pajak

x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Dasar Pemikiran

Penulisan sejarah merupakan sebuah rekonstruksi tentang keadaan sosial

ekonomi politik dan budaya masyarakat di sebuah wilayah dalam kurun waktu

tertentu. Sebagai ilmu yang belajar tentang masa lalu umat manusia, ruang lingkup

ilmu sejarah mencakup pokok-pokok bahasan yang sangat luas dengan rentang

waktu yang sangat panjang.

Sejarah mengenai perkembangan suatu daerah/kota yakni suatu objek

penelitian yang dapat dengan mudah dilakukan penelitian. Kondisi tersebut

merupakan hal yang lazim terjadi di dalam negeri maupun luar negeri. Sejarah kota

membahas dan menganalisis masyarakat perkotaan dan dapat menjadi sumber

penjelasan historis yang penting bagi masyarakat, bukan sekadar gambaran hidup

yang masih hidup, semacam latar belakang cerita yang sedang diceritakan, atau

1
pemandangan pasif yang harus dideskripsikan, ini adalah kolaborator aktif dalam

karya sejarah.1

Depok adalah istilah singkat dari De Eerste Protestants Onderdaan Kerk.2

Istilah tersebut sama dengan daerah otonom yang disebutkan milik Cornelis

Chastelein sebagai Het Gemeente Bestuur van Het Particuliere Land Depok.3 Pada

abad ke-17 akhir, sebutan tersebut tersedia saat saudagar kebangsaan Belanda

melakukan pembelian tanah seluas 12,44 km persegi.4 Pada abad ke-17 akhir,

sesuai dengan pernyataan tersebut maka muncullah nama Depok. Namun,

pernyataan tersebut kurang berdasar dan tidak memiliki kenyataan yang benar.

Istilah “Depok” terdapat di banyak tempat secara umum. Seperti, Sumedang, Garut,

serta Kabupaten Bandung. Istilah “Depok” dalam bahasa Sunda Kuna, artinya

“pertapaan” dan “perkampungan”. Kata “Depok” ditujukan karena tempat ini

dijadikan sebagao tempat bertapa dan pemukiman umum. Aktivitas tersebut sangat

1
Abidin Kusno, “Kata Pengantar : Politik Kota, Sejarah Kota”, dalam Purnawan Basundan, Pengantar
Sejarah Kota, Ombak. 2012. Hal. xvii
2
( Daerah pemukiman anak buah protestan), Depok adalah nama desa di Jawa Barat, yang mempunyai
arti pertapaan, atau tempat untuk bertapa. Lihat Suparlan.Y.B.,Kamus Kawi Indonesia(Yogyakarta:
Penerbit Kanisius, 1988) hlm.30. Dalam Baoesastra Djawa, istilah dépok punya dua arti yaitu sebagai
padoenoenganing adjar (pendita) atau tempat tinggal parapandita, dan arti yang lain adalah omah, yang
dalam hal ini diartikan sebagai perkampungan.
3
Peraturan Otonomi Depok untuk Mengelola daerah nya sendiri Wenri Wahar.(GedoranDepok.2010) hlm
35
4
Danadibrata, R.A. 2006. Kamus Basa Sunda. Bandung. Kiblat.hlm 108
2
mungkin terjadi karena tempat ini dahulu sebagai pusat Kerjaan Sunda Pajajaran.

Oleh karena itu, Depok disebut pada abad ke-15.5

Depok ialah suatu desa kecil di tengah hutan belantara, hanya sungai

Ciliwung dan jalan setapak sebagai sarana lalu lintasnya, itulah Depok tempo dulu

dan kemudian berkembang menjadi kota seperti yang kita lihat sekarang dengan

penduduknya berasal dari seluruh warga dan suku negara ini.6 Depok saat ini

tidaklah lepas dari pengaruh Cornelis Chastelein, orang Belanda keturunan

Perancis yang merupakan pegawai VOC yang membeli tanah seluas 1506 rhoede

di sekitar daerah Kwitang, Pasar Minggu dan Buitenzorg.7

Cornelis Chastelein, terlahir ketika 10 Agustus 1657 di Amsterdam, ialah

orang pertama di daerah Depok ketika awal kolonialisasi VOC di Jawa. Nama

Chastelein sendiri sangat ketat dengan sejarah adanya sekelompok orang pribumi

Kristen Protestan pertama di Asia, biasanya disebut sebagai orang Belanda Depok.

Di usianya yang ke 17 tahun, Chastelein pergi dengan kapal ‘t Huis te Cleeff pada

24 Januari 1675 ke Batavia, dan tiba pada 16 Agustus 1675. Disana Chastelein

5
Ibid., hlm 164
6
Eka Bachtiar, “Depok Dulu, Sekarang dan Yang Akan Datang”, Buletin Info Depok Edisi Khusus. 1993. Hal
8
7
Wenri Wanhar, “Gedoran Depok : Revolusi Sosial di Tepi Jakarta 1945 – 1955”, Telahsadar. 2011. Hal 14.
3
kemudian melakukan pekeerjaan dengan mencatat pembukuan pada Kamer van

Zeventien. Trek record karir ia sangat baik, sehingga tahun 1682 Chastelein terpilih

sebagai Tweede Oppercoopman des Casteels van Batavia’ (Pedagang besar kedua

pada kastil Batavia). Saat Johan van Hoorn terpilih sebagai direktur jenderal VOC,

karirnya makin baik dikarenakan van Hoorn sebagai pemimpin serta memiliki

hubungan yang baik antar satu dengan yang lain.

Setelah pengunduran diri dari VOC, serta mendapatkan hak penguasaan

tanah di Sringsing (sekarang Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan) saat

1695, dekat “pal 17”, dengan jarak 25km selatan Batavia. Kemudian Chastelein

berkuasa di Depok, ketika “pal 21” dengan pembelian 16 Mei 1696. Semua

komplek tanah menjadi perkebunan lalu disebut sebagai “Depok”, meskipun

mencakup area yang terdapat di Depok, Mampang, Karanganyar serta dua lahan

kecil di tepi Ciliwung antara Batavia dan Buitenzorg.

Lahan yang ia punya di Depok ditanaminya lada, untuk membantu

menggarap tanahnya yang sangat luas, ia memberikan pekerjaan pada budak dari

Ambon, salah satunya Laurens de Loen. Budak ini asalnya dari Indonesia, yaitu

Bima, Jawa, Sunda, Bali, Bugis dan Ambon. Hal ini ia tulis pada buku kenangan
4
“Invallende Gedagten ende aenmerckinge over de Colonien (1705)”. Chastelein

sendiri memegang ajaran Injil yang menentang perbudakan, terutama jika budak

tersebut beragama Kristen. Dengan demikian, ketika ia wafat di tahun 1714 tercatat

sebesar 200 orang bebas dari perbudakan seusai beragama Kristen Protestan. Ada

12 keluarga (marga) yang bebas. Budak tersebut yang kemudian terkenal menjadi

Belanda Depok.

Pengaruh Kristiani begitu kentara pada masyarakat Depok. Bahkan dalam

peta sejarah Depok, keberadaannya sangat menonjol. Bila kita membuka kembali

lembaran-lembaran sejarah Depok, maka seringkali permasalahan hanya berputar

disekitar kedatangan Cornelis Chastelein, para budak belian serta turunannya.

Sedangkan perkembangan masyarakat di sekitar mereka seakan tenggelam, bahkan

nyaris terlupakan. Ternyata menurut Tri Wahyuningsih hal ini sebagai wujud dari

cita-cita Cornelis Chastelein demi pengembangan kelompok penduduk asli yang

memeluk agama Nasrani.

Ketika Chastelein meninggal dunia, Anthony Chastelein (putranya)

bertugas untuk melakukan pengawasan pada umat Kristen Depok sesuai dengan

ketetapan yang sudah ditetapkan di dalam surat wasiat. Tugas lainnya yang harus
5
dilaksanakan Anthony yakni dengan mendaftarkan tanah milik ayahnya di depok,

atas nama mantan budak-budaknya yang berhak. Tetapi, hal ini belum terjadi

akrena Anthony wafat di tahun 1715. Akhirnya, mantan istri Anthony-lah, Anna de

Haan dengan bantuan J. F. Van Schiten memohon kepada College van Schepenen

di Batavia untuk memberikan surat-surat kepemilikan tanah Depok kepadanya.

Permohonan ini dikabulkan dan di abad ke-19, tanah Depok tercatat atas nama

Johan Francois de Witte van Schoten --- suami Anna de Haan yang baru ---. Dalam

perkembangannya kemudian, hingga akhir abad ke-19, hak guna atas tanah Depok

secara resmi terus belaku, sampai akhirnya pada 1850, Raad van Indie

mengumumkan secara resmi bahwa tanah Depok sebagai hak milik mantan budak

Cornelis Chastelein.

Pada 1871 Raad van Administratie dibantu oleh ahli-ahli hukum, Bijstand-

Verleeners, di antaranya Mr. H. Kleyn membentuk badan pengurus yang dikenal

dengan “Het Gemeente Bestuur van Particuliere Land Depok”.8

8
Kwisthout. “Jejak-jejak Masa Lalu Depok: Warisan Cornelis Chastelein”. BPK Gunung Mulia. 2015. Hal 11.
6
Siapa sangka, setelah wafatnya Chastelein, Depok memiliki pemerintahan

sendiri atau yang disebut dengan Gemeente Bestuur bahkan memilihi presiden.

Pemerintahan. Pemerintahan maupun presiden itu bukan sekedar simbol, bukan

pula lelucon, tetapi dalam arti sesungguhnya dengan segala perangkat maupun

aparaturnya, seperti para menteri dengan urusan spesifik. Bahkan presidennya

dipilih secara demokratis. Pusat pemerintahannya terletak di titik 0 kilometer yang

ditandai dengan Tugu Depok.

Berdasarkan catatan Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein (YLCC), para

pendiri Depok Lama ini merupakan 12 keluarga yang memiliki marga yang

diberikan oleh Chastelein, dan mereka adalah Bakas, Isakh, Jacob, Jonathans,

Joseph, Laurens, Leander, Loen, Samuel, Soedira, Tholence, Zadokh. Namun

sayang, karena menganut budaya paternalistik, garis keturunan Zadokh telah

terhenti sebab keturunannya perempuan.

Berkat keharmonisan satu sama lain diantara mantan budaknya menjadikan

daerah penyangga Batavia ini menjadi kawasan berkembang seperti sekarang.

Presiden pertamanya merupakan Gerrit Jonathans, menjabat pada tahun 1913.

Presiden berikutnya tercatat ada tiga yaitu, Martin Laurens; menjabat tahun 1921,
7
Leonardus Leander; menjabat tahun 1930, dan terakhir Johannes Martins

Jonathans, menjabat tahun 1952.

Sampai akhirnya Johannes M. Jonathans adalah presiden Republik Depok

yang terakhir karena pada 4 Agustus 1952 pemerintah Indonesia mengambil alih

seluruh tanah partikelir Depok. Kecuali Gereja, sekolah, balai pertemuan dan lahan

pemakaman, semuanya diambil alih dikuasai pemerintah dengan kompensasi ganti

rugi sebesar Rp. 229.261,26.

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

• Pembatasan Masalah

Penelitian ini membahas tentang Presiden yang menjabat di

Depok antara tahun 1913 dimana Gemeente Bestuur sudah dibentuk

oleh para “pewaris” Chastelein dan memiliki Presiden pertamanya,

sebagai awal perkembangan di Depok sampai dengan tahun 1952

dimana pemerintah Indonesia mengambil alih Gemeente Bestuur

dengan kompensasi ganti rugi sebesar Rp. 229.261,26.

8
• Perumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini adalah pemerintahan oleh

Presiden di Depok.

1. Bagaimana pemerintahan di Depok ketika memiliki Presiden sendiri?

2. Apakah warisan budaya para Presiden yang pernah menjabat di

Depok?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memaparkan proses berjalan hingga

runtuhnya Gemeente Bestuur, dan pengaruh ajaran agama Kristen terutama setelah

wafatnya Cornelis Chastelein. Selain itu, tujuan yang kedua ialah untuk

memaparkan dinamika masyarakat Depok.

Secara teoritis, penelitian ini dapat dijadikan acuan serta sumber referensi

bagi peneliti sejarah dan membuka wawasan baru tentang kawasan Depok. Secara

praktis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pembelajaran baik di

tingkat SMA atau Universitas.

9
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Salah satu fungsi tinjauan pustaka adalah untuk memberikan daya

pembeda antara penelitian yang satu dengan yang lainnya, agar keaslian dan

keorisinalannya dapat dipertanggung jawabkan. Penelitian ini bersifat deskriptif-

naratif, yang menyajikan kejadian sebagai proses, yang dicakup dalam uraian

naratif atau cerita untuk mengungkapkan bagaimana suatu peristiwa terjadi,

lengkap dengan fakta-fakta.9

Penelitian ini menempuh beberapa langkah. Pertama, pada tahap pemilihan

topik. Penulis memilih topik ini dari berbagai sumber bacaan yang berkaitan

dengan Kota Depok terutama aspek sejarahnya. Penulis melihat belum ada karya

ilmiah yang menulis tentang bagaimana pemerintahan di daerah Depok setelah

memiliki kotapraja sendiri, yang dimana memiliki presiden sendiri. Sejauh ini,

penulis menemukan karya ilmiah yang berjudul “Persebaran data Arkeologi di

9
Sartono Kartodirdjo. “Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah.”, Jakarta : 1993. Hal
10
Permukiman Depok abad 17-19 M” yang cukup membantu penulis untuk melihat

keberagaman masyarakat pada saat itu. Serta karya ilmiah yang berjudul “ Islam di

Depok abad ke 19 dan ke 20 : suatu tinjauan sejarah” yang nantinya menjadi

pelengkap sumber dari penulis.

Kedua, di tahap heuristik atau pengumpulan data penulis mengumpulkan

data dari berbagai sumber buku, arsip, maupun surat kabar yang berkaitan dengan

topik. Sumber yang sudah penulis dapatkan untuk penelitian ini adalah buku-buku

di UPT Perpustakaan UNJ, Perpustakaan UI, Perpustakaan Kota Depok,

Perpustakaan Nasional serta Arsip Nasional. Arsip-arsip yang berkaitan dengan

pemerintahan kotapraja di Depok. Kemudian, sumber surat kabar seperti buletin

Info Depok adalah sumber yang selanjutnya penulis teliti.

Ketiga, dalam tahap kritik dilakukan pengujian terhadap data yang telah

dikumpulkan. Bahan-bahan sumber yang sudah didapatkan dari berbagai tempat

akan dikaji dan dikritik baik secara intern amupun ekstern. Kritik intern dilakukan

untuk menguji kebenaran dan keakuratan data yang didapatkan dalam penelitian

ini. Kritik intern yang dilakukan adalah misalnya dengan membandingkan isi buku.

11
Contoh yang dilakukan penulis adalah membandingkan buku. Kritik ekstern

dilakukan oleh penulis pada sumber yang berupa arsip-arsip.

Keempat, dalam tahap interpretasi, fakta yang telah didapat oleh peneliti

selanjutnya dilakukan penafsiran akan makna fakta yang berhubungan dengan fakta

lain. Contohnya adalah penemuan kepurbakalaan sisa hasil peninggalan Chastelein

yang masih digunakan ketika Gemeente Bestuur dan masih digunakaan hingga saat

ini.

Terakhir, pada tahap penulisan, peneliti merangkai fakta berikut maknanya

secara kronologis dan sistematis, menjadi sebuah tulisan sejarah sebagi kisah dan

mudah diterima oleh pembacanya.

Sumber penelitian

Sumber data yang menunjang penelitian ini didapat dari buku-buku, arsip-

arsip dan surat kabar yang berkaitan dengan Gemeente Bestuur. Sumber primer

yang digunakan dalam penelitian ini merupakan arsip-arsip yang berkaitan. Dan

sumber primer terakhir yang didapat dari edaran surat kabar yang terbit antara tahun

1600-1700. Sedangkan sumber sekunder yang digunakan adalah buku Jejak-jejak

Masa Lalu Depok : Warisan Cornelis Chastelein (1656-1714) karya Jan Karel
12
Kwisthout, buku Potret Kehidupan Masyarakat Depok tempo doeloe karya Yano

Jonathans, buku Ciri Khas Depok Makin Punah karya Fanny Jonathans Poyk, buku

Gedoran Depok : Revolusi Sosial di Tepi Jakarta 1945-1955 karya Wenri Wanhar,

buku Berkembang dalam bayang-bayang Jakarta : Sejarah Depok 1950-1990an

karya Tri Wahyuning, dan buku kumpulan karangan Snouck Hurgronje.

13
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Pemelitian ini menggunakan metode kajian pustaka

• Metode Penelitian

Menurut definisi, Studi Pustaka adalah suatu karangan ilmiah

melalui teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan

terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan dan laporan-laporan

yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan. Seperti

layaknya suatu karangan ilmiah, studi kepustakaan pun terdiri dari bagian

pendahuluan, bagian pembahasan dan bagian penutup.

Bagian pendahuluan menjelaskan latar belakang masalah yang

dilanjutkan dengan pembatasan dan rumusan makalah, tujuan dan manfaat

penelitian yang ingin dicapai atau diharapkan.

Bagian pembahasan berisi pembahasan uraian masalah dari

14
rumusan-rumusan masalah yang ada. Bagian penutup dapat berupa

kesimpulan yang berisi ringkasan uraian pembahasan yang penting dari

karya ilmiah tersebut. Ringkasan tidak merupakan pengulangan

pendahuluan, melainkan isi penting dari pembahasan karya ilmiah.

4 Ciri utama studi kepustakaan

Ciri pertama adalah peneliti berhadapan langsung dengan teks (nash)

atau data angka dan bukan dengan pengetahuan langsung dari lapangan

atau saksi-mata berupa kejadian, orang atau benda-benda lainnya.

Teks memiliki sifat-sifatnya sendiri dan memerlukan pendekatan tersendiri

pula. Kritik teks merupakan metode yang biasa dikembangkan dalam studi

filologi, sedangkan ilmu sejarah mengenal kritik sumber sebagai metode

dasarnya. Jadi perpustakaan adalah laboratorium peneliti kepustakaan dan

karena itu teknik membaca teks menjadi bagian yang fundamental dalam

penelitian kepustakaan.

Ciri yang kedua, data pustaka bersifat “siap pakai”. Artinya

peneliti tidak pergi kemana-mana, kecuali hanya berhadapan langsung

15
dengan bahan sumber yang sudah tersedia di perpustakaan.

Ciri yang ketiga adalah, data pustaka adalah umumnya sumber

sekunder, dalam arti bahwa peneliti memperoleh bahan dari tangan kedua

dan bukan data orisinil dari data tangan pertama di lapangan. Sumber

pustaka sedikit banyak mengandung bias (prasangka) atau titik pandangan

orang yang membuatnya. Misalnya, ketika seseorang peneliti berharap

menemukan data tertentu dalam sebuah monograf di perpustakaan, ia

mungkin dapat menemukan monografnya, tetapi tidak selalu dapat

menemukan informasi yang tersedia dibuat sesuai kepentingan

penyusunnya. Dengan begitu, peneliti hampir tidak memiliki kontrol

terhadap bagaimana data itu dikumpukan dan dikelompokkan menurut

keperluan semula. Namun demikian, data pustaka sampai tingkat tertentu,

terutama dari sudut metode sejarah, juga bisa berarti sumber primer,

sejauh ia ditulis oleh tangan pertama atau pelaku sejarah itu sendiri.

Ciri yang keempat, kondisi data pustaka tidak dibatasi oleh ruang dan

waktu. peneliti berhadapan dengan informasi statistik tetap. Artinya kapanpun

16
dia datang dan pergi, data tersebut tidak akan pernah berubah karena ia sudah

merupakan data “mati” yang tersimpan di dalam rekaman tertulis (teks, angka,

gambar, rekaman tape atau film). Karena itu pula maka penelitian yang

menggunakan bahan kepustakaan memerlukan teknis yang memadai

tentang sistem informasi dan teknik-teknik penelusuran data sejarah

secukupnya.10

B. Sumber Penelitian

Sumber penelitian yang dipakai penulis, yakni sumber sekunder, sumber

tertulis penulis dapatkan antara lain dari: buku, karya ilmiah dan sumber tertulis/

lembaga lainnya yang terkait dengan penelitian ini dan masih memungkinkan

untuk proses pencarian data, di Jakarta dan Depok, yaitu:

▪ Perpustakaan Universitas Negeri Jakarta

▪ Perpustakaan Universitas Indonesia

▪ Arsip Nasional Republik Indonesia

10
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan (Jakarta : Yayasan Obor, 2008) hlm. 4.
17
▪ Perpustakaan Kota Depok

▪ Artikel dan Jurnal

18
BAB IV

GEMEENTE BESTUUR DI DEPOK

Sejarah mengenai perkembangan suatu daerah/kota merupakan sebuah objek

kajian yang menarik untuk diteliti. Hal ini merupakan hal yang lazim terjadi di dalam

negeri maupun luar negeri. Sejarah kota membahas dan menganalisis masyarakat

perkotaan dan dapat menjadi sumber penjelasan historis yang penting bagi masyarakat,

bukan sekadar gambaran hidup yang masih hidup, semacam latar belakang cerita yang

sedang diceritakan, atau pemandangan pasif yang harus dideskripsikan, ini adalah

kolaborator aktif dalam karya sejarah.11

Dalam catatan Kuntowijoyo, sejarah kota muncul ketika statusnya ditetapkan

sebagai milik seorang pejabat tinggi.12 Dengan demikian, sejarah Depok dapat

dikatakan dimulai pada abad ke- 17 ketika daerah itu dimiliki oleh Cornelis Chastelein,

pejabat tinggi VOC.13 Awalnya Depok merupakan sebuah dusun terpencil ditengah

11
Abidin Kusno, “Kata Pengantar : Politik Kota, Sejarah Kota”, dalam Purnawan Basundan, Pengantar Sejarah
Kota, Ombak. 2012. Hal. xvii
12
Menurut Kuntowijoyo, pada abad ke-19 wilayah yang dianggap sebagai kota negara biasanya di bawah
pengawasan langsung oleh pejabat tinggi administratif. Lihat Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah (Yogyakarta:
Tiara Wacana, 1994), hlm.51.
13
VOC merupakan gabungan perusahaan dagang yang terdiri dari enam kamar dagang di negeri Belanda,
yakni: Amsterdam, Rotterdam, Delft, Enkhuysen, Zeeland, dan Hoorn, yang didirikan pada tanggal 20 Maret
1602, modal VOC yang terbesar berasal dari kamar dagang Amsterdam, 50 % dari keseluruhan, 25 % dari
19
hutan belantara dan semak belukar. Pada tanggal 18 Mei 1696 seorang pejabat tinggi

VOC, Cornelis Chastelein, membeli tanah yang meliputi daerah Depok serta sedikit

wilayah Jakarta Selatan dan Ratujaya, Bojong Gede, seharga 700 ringgit. Status tanah

itu adalah tanah partikelir atau terlepas dari kekuasaan Hindia Belanda. Di sana

ditempatkan budak-budak dan pengikutnya bersama penduduk asli. Tahun 1871

Pemerintahan Belanda menjadikan daerah Depok sebagai daerah yang memiliki

pemerintahan sendiri (otonom), lepas dari pengaruh dan campur tangan dari luar.

Kekuasaan otonomi Chastelein ini dikenal dengan sebutan Het Gemeente Bestuur van

Het Particuliere Land Depok.

Tahun 1871 Pemerintah Belanda mengizinkan daerah Depok membentuk

Pemerintahan dan Presiden sendiri setingkat Gemeente. (Desa Otonom). Keputusan

tersebut berlaku sampai tahun 1942. Gemeente Depok diperintah oleh seorang Presiden

sebagai badan Pemerintahan tertinggi. Di bawah kekeuasaannya terdapat kecamatan

yang membawahi mandat (9 mandor) dan dibantu oleh para Pencalang Polisi Desa serta

kamar dagang Zeeland, dan sisanya berasal dari kamar dagang yang lain. Sahamdijual kepada semua penduduk
Belanda, dan dimiliki oleh siapa saja, mulai dari pedagang kaya, para pejabat pemerintah, hingga orang kecil di
negeri Belanda.Kantor pusat berkedudukan di Amsterdam, kepengurusan dipegang oleh tujuhbelas orang yang
dikenal dengan sebutan Heeren Zeventien atau Dewan Tujuh Belas, mewakili semua kamar dagang yang
tergabung dalam VOC. Sebagai pemiliksaham terbesar, maka konsekuensi logisnya adalah Amsterdam memiliki
wakilyang terbanyak dalam Dewan Tujuh Belas, yakni sebanyak delapan orang. Mona Lohanda, Sejarah
Pembesar Mengatur Batavia (Jakarta: Masup, 2007), hlm. 64-66.
20
Kumitir atau Menteri Lumbung. Daerah teritorial Gemeente Depok meliputi 1.244 Ha,

namun dihapus pada tahun 1952 setelah terjadi perjanjian pelepasan hak antara

Pemerintah RI dengan pimpinan Gemeente Depok, tapi tidak termasuk tanah-tanah

Elgendom dan beberapa hak lainnya.14

Depok merupakan sebuah desa/dusun terpencil ditengah hutan belantara, hanya

sungai Ciliwung dan jalan setapak sebagai sarana lalu lintasnya, itulah Depok tempo

dulu dan kemudian berkembang menjadi kota seperti yang kita lihat sekarang dengan

penduduknya berasal dari berbagai suku yang ada di Indonesia.15 Depok yang sekarang

tidaklah lepas dari pengaruh Cornelis Chastelein, orang Belanda keturunan Perancis

yang merupakan pegawai VOC yang membeli tanah seluas 1506 rhoede di sekitar

daerah Kwitang, Pasar Minggu dan Buitenzorg.16

Cornelis Chastelein, lahir di Amsterdam, 10 Agustus 1657 adalah seorang tuan

tanah di daerah Depok pada masa awal kolonialisasi VOC di Jawa. Nama Chastelein

sendiri tidak terpisahkan dari sejarah keberadaan sekelompok orang pribumi Kristen

14
Secara resmi tanah partikelir Depok dibubarkan pada tanggal 4 Agustus1952. Menurut catatan resmi
Pemerintah Kota Depok, pembubaran tanah partikelir Depok tersebut bersifat sukarela, sebagai konsekuensi
Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1949 tentang penghapusan sistem tanah partikelir di seluruh wilayah
Negara Republik Indonesia. Penyerahan itu dilakukan setelah perundingan berkali-kali baik di Depok maupun
di Jakarta, dan disyahkan oleh Akte Notaris Soerojo No. 18. Lihat Pemerintah Kota Depok, 1999.
15
Eka Bachtiar, “Depok Dulu, Sekarang dan Yang Akan Datang”, Buletin Info Depok Edisi Khusus. 1993. Hal 8
16
Wenri Wanhar, “Gedoran Depok : Revolusi Sosial di Tepi Jakarta 1945 – 1955”, Telahsadar. 2011. Hal 14.
21
Protestan pertama di Asia, yang dikenal sebagai orang Belanda Depok. Di usianya yang

ke 17 tahun, Chastelein berangkat dengan kapal ‘t Huis te Cleeff pada 24 Januari 1675

ke Batavia, dan tiba 16 Agustus pada tahun yang sama. Disana ia lalu bekerja sebagai

pencatat pembukuan pada Kamer van Zeventien. Kariernya cukup baik, sehingga pada

1682 ia telah menjadi Tweede Oppercoopman des Casteels van Batavia’ (Pedagang

besar kedua pada kastil Batavia). Ketika Johan van Hoorn menjadi direktur jenderal

VOC, nasibnya makin baik karena van Hoorn adalah bosnya dan mereka berteman baik.

Setelah mengundurkan diri dari VOC, serta mendapatkan hak penguasaan tanah

di Sringsing (sekarang Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan) sejak 1695, dekat

“pal 17”, sekitar 25km selatan Batavia. Selanjutnya ia menguasai tanah di Depok, pada

“pal 21” dengan membelinya pada 16 Mei 1696. Seluruh komplek tanah yang dijadikan

perkebunan olehnya dinamai “Depok”, meskipun mencakup areal yang terletak di

Depok, Mampang, Karanganyar dan dua lahan kecil di tepi Ciliwung antara Batavia

dan Buitenzorg.

Lahan yang ia punya di Depok ditanaminya lada, untuk membantu menggarap

tanahnya yang sangat luas, ia mempekerjakan keluarga budak dari Ambon, salah

satunya Laurens de Loen. Budak-budak ini berasal dari berbagai suku di Indonesia,
22
yaitu Bali, Bima, Jawa, Ambon, Bugis dan Sunda. Hal ini ia tulis di buku kenangannya

“Invallende Gedagten ende aenmerckinge over de Colonien (1705)”. Chastelein

sendiri memegang ajaran Injil yang menentang perbudakan, terutama bila budaknya

beragama Kristen. Karena itu, ketika ia wafat di tahun 1714 tercatat sekitar 200 orang

dibebaskan olehnya dari perbudakan setelah memeluk Kristen Protestan. Terdapat 12

keluarga (marga) yang dibebaskan olehnya. Mereka inilah yang kelak populer dengan

sebutan Belanda Depok.

Tahun 1871 Pemerintah Belanda mengizinkan daerah Depok membentuk

Pemerintahan dan Presiden sendiri setingkat Gemeente. (Desa Otonom). Keputusan

tersebut berlaku sampai tahun 1942. Gemeente Depok diperintah oleh seorang Presiden

sebagai badan Pemerintahan tertinggi. Di bawah kekeuasaannya terdapat kecamatan

yang membawahi mandat (9 mandor) dan dibantu oleh para Pencalang Polisi Desa serta

Kumitir atau Menteri Lumbung. Daerah teritorial Gemeente Depok meliputi 1.244 Ha,

namun dihapus pada tahun 1952 setelah terjadi perjanjian pelepasan hak antara

23
Pemerintah RI dengan pimpinan Gemeente Depok, tapi tidak termasuk tanah-tanah

Elgendom dan beberapa hak lainnya.17

Tahun 1940-an menjadi tahun penuh dengan berbagai macam aksi Heroik dan

peristiwa diluar dugaan bagi bangsa Indonesia Revolusi tidak hanya terjadi di Depok,

banyak revolusi yang dilakukan oleh laskar-laskar atau para TKR di berbagai macam

daerah seperti Surabaya yang melakukan pertempuran dahsyat yang menimbulkan

banyak korban jiwa, puncak nya adalah ketika jenderal Mallaby (pimpinan tentara

Inggris untuk Jawa Timur) terbunuh, pada Oktober 1945 di Semarang terjadi

pertempuran yang tidak kalah menegangkan tidak kurang 2000 rakyat Indonesia

menjadi korban dalam pertempuran yang berjalan lima hari itu.18 Bandung juga turut

menyumbang kisah Revolusi-nya lewat peristiwa Bandung Lautan Api yang terjadi

pada 6 Agustus 1946.

Revolusi di Kota Depok memiliki pola keunikan tersendiri diantara berbagai

macam revolusi yang terjadi di Indonesia kala itu Sesungguhnya Depok adalah Kota

17
Secara resmi tanah partikelir Depok dibubarkan pada tanggal 4 Agustus1952. Menurut catatan resmi
Pemerintah Kota Depok, pembubaran tanah partikelir Depok tersebut bersifat sukarela, sebagai konsekuensi
Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1949 tentang penghapusan sistem tanah partikelir di seluruh wilayah
Negara Republik Indonesia. Penyerahan itu dilakukan setelah perundingan berkali-kali baik di Depok maupun
di Jakarta, dan disyahkan oleh Akte Notaris Soerojo No. 18. Lihat Pemerintah Kota Depok, 1999.
18
Garda Maeswara. Sejarah Revolusi Indonesia 1945-1950. Jogjakarta. Narasi. 2010
24
yang sangat aman baik bagi warga Pribumi ataupun bagi kaum Belanda, karena Depok

memiliki status istimewa dibawah penjajahan Belanda. Jika revolusi di Surabaya

diakibatkan oleh ultimatum sekutu yang memaksa laskar–laskar dan para TKR untuk

menyerah lain halnya yang terjadi di Depok.

Seiring kalahnya pasukan terakhir Belanda oleh Jepang pada maret 1942

kekuasaan Gemeente bestuur Depok mulai pudar. Tidak ada lagi pajak, seluruh hasil

bumi Depok diambil oleh Jepang dan hanya ditukar dengan sebuah celana kolor.

Kendati demikian, hak hak istimewa Kaum Depok sisa kolonial tidak serta hilang.

Dalam pergaulan sehari hari, misalnya orang kampung masih membungkuk dan

mengucapkan kata; tabek. Bila memakai topi, topinya dilepas dan diletakkan didada

sambil membungkuk. Namun keadaan seperti ini tidak bertahan lama puncak-nya

terjadi pada tanggal 17 agustus 1945 ketika proklamasi kemerdekaan dikumandangkan

oleh IR. Soekarno tidak halnya yang terjadi di Depok kala itu, tidak ada satupun

bendera merah putih berkibar di Depok pada saat itu. Hal ini memicu terjadi-nya

pergolakan dimana sejarah baru Kota Depok dimulai.19

19
Wenri Wahar. Op. cit hlm 30
25
Pengaruh Kristiani begitu kentara pada masyarakat Depok. Bahkan dalam peta

sejarah Depok, keberadaannya sangat menonjol. Bila kita membuka kembali lembaran-

lembaran sejarah Depok, maka seringkali permasalahan hanya berputar disekitar

kedatangan Cornelis Chastelein, para budak belian serta turunannya. Sedangkan

perkembangan masyarakat di sekitar mereka seakan tenggelam, bahkan nyaris

terlupakan. Ternyata menurut Tri Wahyuningsih hal ini merupakan perwujudan dari

cita-cita Cornelis Chastelein untuk mengembangkan kelompok penduduk asli yang

beragama Nasrani.

Ketika Chastelein wafat, Anthony Chastelein (putranya) melanjutkan tugas

untuk mengawasi umat Kristen Depok sesuai dengan ketentuan yang ada di dalam surat

wasiat. Tugas lain yang harus dilakukan Anthony adalah mendaftarkan tanah milik

ayahnya di depok, atas nama mantan budak-budaknya yang berhak. Namun, hal ini

belum terjadi akrena Anthony wafat di tahun 1715. Akhirnya, mantan istri Anthony-

lah, Anna de Haan dengan bantuan J. F. Van Schiten memohon kepada College van

Schepenen di Batavia untuk memberikan surat-surat kepemilikan tanah Depok

kepadanya. Permohonan ini dikabulkan dan di abad ke-19, tanah Depok tercatat atas

nama Johan Francois de Witte van Schoten --- suami Anna de Haan yang baru ---.
26
Dalam perkembangannya kemudian, hingga akhir abad ke-19, hak guna atas tanah

Depok secara resmi terus belaku, sampai akhirnya pada 1850, Raad van Indie

mengumumkan secara resmi bahwa tanah Depok sebagai hak milik mantan budak

Cornelis Chastelein.

Pada 1871 Raad van Administratie dibantu oleh ahli-ahli hukum, Bijstand-

Verleeners, di antaranya Mr. H. Kleyn membentuk badan pengurus yang dikenal

dengan “Het Gemeente Bestuur van Particuliere Land Depok”.20

Siapa sangka, setelah wafatnya Chastelein, Depok memiliki pemerintahan

sendiri atau yang disebut dengan Gemeente Bestuur bahkan memilihi presiden.

Pemerintahan. Pemerintahan maupun presiden itu bukan sekedar simbol, bukan pula

lelucon, tetapi dalam arti sresungguhnya dengan sega;a perangkat maupun aparaturnya,

seperti para menteri dengan urusan spesifik. Bahkan presidennya dipilih secara

demokratis. Pusat pemerintahannya terletak di titik 0 kilometer yang ditandai dengan

Tugu Depok.

20
Kwisthout. “Jejak-jejak Masa Lalu Depok: Warisan Cornelis Chastelein”. BPK Gunung Mulia. 2015. Hal 11.
27
Berdasarkan catatan Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein (YLCC), para

pendiri Depok Lama ini merupakan 12 keluarga yang memiliki marga yang diberikan

oleh Chastelein, dan mereka adalah Bakas, Isakh, Jacob, Jonathans, Joseph, Laurens,

Leander, Loen, Samuel, Soedira, Tholence, Zadokh. Namun sayang, karena menganut

budaya paternalistik, garis keturunan Zadokh telah terhenti sebab keturunannya

perempuan. Mereka inilah yang menurut YLCC sebagai penduduk pertama yang

mendiami Depok.

Berkat keharmonisan satu sama lain diantara mantan budaknya menjadikan

daerah penyangga Batavia ini menjadi kawasan berkembang seperti sekarang. Presiden

pertamanya merupakan Gerrit Jonathans, menjabat pada tahun 1913. Presiden

berikutnya tercatat ada tiga yaitu, Martin Laurens; menjabat tahun 1921, Leonardus

Leander; menjabat tahun 1930, dan terakhir Johannes Martins Jonathans, menjabat

tahun 1952.

Sampai akhirnya Johannes M. Jonathans adalah presiden Republik Depok yang

terakhir karena pada 4 Agustus 1952 pemerintah Indonesia mengambil alih seluruh

tanah partikelir Depok. Kecuali Gereja, sekolah, balai pertemuan dan lahan

28
pemakaman, semuanya diambil alih dikuasai pemerintah dengan kompensasi ganti rugi

sebesar Rp. 229.261,26.

Tanah ini berstatus partikelir, bukan termasuk dari kekuasaan pemerintah

Hindia Belanda. Pada Abad ke-18, Depok adalah wilayah administratif yang memiliki

Gemeente Bestuur atau pemerintah sipil. Chastelein menjadi penguasa pertama dan

pendiri Depok. Ketika itu, wilayah Depok masih berupa hutan belantara. Dengan

bantuan para budaknya yang berada dari berbagai suku daerah, Chastelein membabat

hutan untuk membuka lahan garapan. Cakupan wilayah Depok sangat luas, mulai dari

seluruh kawasan Depok sekarang, hingga Pasar Minggu di Jakarta Selatan. Para

penduduk pertama yang mendiami Depok adalah para budak milik Chastelein. Hingga

akhirnya Depok memiliki Presiden pertama pada tahun 1913 dengan nama

pemerintahan Het Gemeente Bestuur van Het Particuliere Land Depok.

Presidennya dipilih secara demokratis oleh rakyat. Pusat pemerintahannya

berada di titik Kilometer 0 yang ditandai oleh Tugu Depok. Tak jauh dari situ, berdiri

gedung pemerintahan yang kini difungsikan sebagai Rumah Sakit Harapan. Presiden

hanya menjabat selama tiga tahun saja. Baca: Mengenal Margonda, Pahlawan asal

Bogor yang Diabadikan sebagai Nama Jalan di Depok Presiden pertama Depok adalah
29
Gerrit Jonathans yang menjabat pada tahun 1913. Setelah itu terdapat tiga Presiden

yang memimpin, antara lain Martinus Laurens yang menjabat pada 1921, Leonardus

Leander yang menjabat pada 1930, dan Johannes Matjis Jonathans yang menjabat pada

1952.

Sangat disayangkan, sama sekali tidak ditemukan catatan terperinci dari

masing-masing Presiden di masa pemerintahannya. Chastelein adalah sosok penganut

Katholik yang taat, tidak heran jika ia memiliki sikap yang dermawan pada para

budaknya. Sebelum meninggal, 28 Juni 1714 ia berwasiat kepada seluruh budaknya

untuk memberikan mereka lahan, rumah, hewan, dan alat pertanian. Ia juga

memberikan kemerdekaan setelah sepeninggalnya. Karena khawatir terjadi perebutan,

ia menunjuk Jarong van Bali untuk memimpin dan mengatur mereka. Para budak yang

telah meredeka tersebut khawatir sepeninggal Jarong van Bali terjadi perebutan

kekuasaan.

Akhirnya disepakati untuk menerapkan sistem demokrasi dalam pemilihan

pemimpin yang disebut presiden setiap tiga tahun sekali. Tidak ada jabatan Wakil

Presiden, dalam menjalankan tugas-tugasnya, Presiden akan dibantu oleh sekretaris.

Konsep tatanan pemerintah dibuat oleh pengacara Batavia, dijalankan pada 1913.
30
Hingga akhirnya Depok diserahkan kepada pemerintah Indonesia pada tahun 1952 oleh

Presiden terakhir, Matijs Jonathans melalui akta penyerahan tanah partikulir. Jika

dilihat dari Depok sebagai kotamadya memang usianya baru menginjak 22 tahun.

Namun jika dilihat dari sejarah kota Depok sebelum menjadi bagian dari wilayah Jawa

Barat, Indonesia, maka usianya bisa mencapai lebih dari tiga abad. Telah merdeka

sebelum Indonesia.

Johannes Jonathans adalah presiden Republik Depok yang terakhir karena pada

4 Agustus 1952 pemerintah Indonesia mengambil alih seluruh tanah partikelir Depok.

Kecuali gereja, sekolah, balai pertemuan, dan lahan pemakaman, semuanya diambil

alih dikuasai pemerintah dengan kompensasi ganti rugi sebesar Rp 229.261,26.

31
BAB V

PRESIDEN DAN WARISAN KEBUDAYAAN

Sejarah Kota Depok tidak dapat dipisahkan dari Cornelis Chastelein yang

dianggap sebagai pendiri tanah Depok oleh orang asli Depok. Cornelis Chastelein lahir

pada 10 agustus 1657 di Amsterdam, Belanda dan merupakan anak terakhir dari 10

bersaudara. Ayahnya, Anthony Chastelein adalah seorang Hugenot (kaum protestan) di

Prancis yang kemudian hijrah ke Belanda setelah terjadinya kerusuhan besar-besaran.

Kondisi tersebut disebabkan oleh kekhawatiran Prancis akan semakin berkembangnya

kaum pengkritik kebijaksanaan gereja Katholik.21 Sesampainya di Belanda, Anthony

bekerja di VOC dan menikah dengan Maria Cruinder putri walikota Dordtrecht. Pada

24 Januari 1674, Chastelein pergi ke Oost indie (Indonesia) dengan menumpang kapal

uap Huys te cleff dan tiba di Batavia 16 Agustus 1674. Lalu, Ia bekerja pada VOC

sebagai Boekhounder bij de kamer van zeventien (pemegang buku). Chastelein

kemudian menikahi Catharina Van Vaalberg dan memiliki anak bernama Anthony

Chastelein seperti nama kakeknya. Pada tahun 1682, Chastelein mendapat kenaikan

21
Berkhof H. Sejarah Gereja. Terjemahan. Enklaar I.H. Jakarta. Gunung Mulia, 2013. Hlm 185
32
jabatan sebagai Grootwinkelier deer Oost Indische Compagnie (kepala pembelian) dan

ditahun 1691, ia kembali memperoleh kenaikan jabatan menjadi Twede Opperkoopman

des Casteels Batavia (Saudagar Kelas Dua dari Benteng Batavia).22

Pada tahun 1691, VOC mengalami pergantian pemimpin dari Yohanes

Champhuys menjadi Willem Van Outhoren. Era kepemimpinan Willem banyak

merubah tujuan VOC, dari berdagang menjadi menjajah. Chastelein yang tidak

sepaham lalu mengundurkan diri dari jabatanya dan memutuskan untuk berwirausaha

pada tahun 1693 dengan membeli tanah di Noordwidjk (daerah pintu air jalan Juanda,

Jakarta Pusat) dan Wetelvreden (daerah pasar senen, Jakarta Pusat) dari Anthonij

Paviljoen. Daerah Wetelvreden memiliki arti benar-benar puas dikarenakan suasananya

yang nyaman dan tentram. Tahun 1695, Chastelein membeli tanah di daerah Sringsing

(Srengseng sawah dan Lenteng agung) serta tanah Depok pada 18 Mei 1696 dari Lucas

Meur yang mana seorang residen di Cirebon. Tanah di Depok ini memiliki luas sekitar

1.244 ha dan dibatasi oleh Pondok Cina di utara, Ciliwung di timur, Cimanggis di

selatan dan Mampang di bagian Barat. Chastelein mendirikan perkampunganya di

22
Testament Van Cornelis. Arsip Pribadi milik YLCC. (Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein) Depok.
33
wilayah yang sekarang termasuk dalam kelurahan Depok.23

Chastelein membeli 150 budak asal Jawa, Bali, dan Sulawesi untuk mengolah

tanah pertanian miliknya. Selain bekerja, budak-budak itu juga diberikan pengetahuan

dasar mengenai ajaran protestan. Sebanyak 120 budak diantaranya memutuskan untuk

memeluk agama protestan dan menjadi asal usul 12 marga orang Depok. Nama marga

yang dipakai umumnya meminjam dari kata-kata yang ada di dalam injil seperti

Jonathans, Samuel, Laurens, Leander, Bacas, Joseph, Loen, Tholense, Isakh, Jacob,

Zadokh, namun ada juga yang merujuk kepada nama daerahnya seperti Soedira yang

berasal dari Jawa. Saat ini marga yang tersisa hanya 11 dikarenakan keluarga Zadokh

hanya memiliki keturunan perempuan sedangkan pewarisan menganut sistem

Patrilineal.24

Penggunaan nama 12 marga dipakai oleh warga Depok asli sesudah tahun 1862

karena sebelum tahun itu, orang Depok asli masih menggunakan identitas daerah

seperti Hazin Van Bali.25 Chastelein meninggal pada 28 Juni 1714 di usia 57 tahun dan

23
Yano Jonathans. Op cit hlm 30
24
Purnomo SM. 1990. Gereja Immanuel Depok. Skripsi. Depok. Universitas Indonesia. Hlm 57
25
Testament Van Cornelis. Op cit
34
mewariskan surat wasiat (Het Testament van Cornelis) yang berisi beberapa pesan

penting : (1) Mewariskan tanah di Noordwijk (jalan Ir Juanda, Jakarta Pusat sekarang),

uang 2000 ringgit, barang perak, perabot rumah tangga kepada Catharina, (2)

Memberikan barang berupa emas, kain, senapan, pigura, dan buku kepada Anthony

Chastelein, (3) Memerdekakan budak laki-laki maupun budak perempuan baik yang

Bergama protestan ataupun bukan dan (4) Memberikan tanah Depok kepada budak-

budak yang beragama protestan, namun tanah tersebut tidak boleh dipakai menginap

atau bertempat tinggal oleh orang Arab dan Cina. Kepada orang-orang Cina peraturan

ini berlaku karena sikap orang Cina yang dinilai buruk oleh Cornelis Chastelein, namun

kepada orang-orang Arab peraturan ini berlaku dikarenakan sudah adanya sentimen

agama yang dianut oleh orang-orang Belanda Depok dan orang-orang Arab. Oleh

karena itu Chastelein memberikan wasiat agar tanah Depok tidak boleh dijual dan

hanya dapat digunakan untuk kepentingan keluarga dan agama saja.

Depok yang merupakan tanah partikelir, dibentuk Chastelein seolah-olah

menjadi sebuah negara kecil. Karena melimpahnya hasil pertanian, maka tak heran jika

Depok dijadikan sebagai sumber pangan oleh Batavia yang menyediakan pangan bagi

penduduk Batavia. Hal tersebutlah yang membuat pemerintah pusat Hindia Belanda di
35
Batavia memberikan kebijakan khusus untuk daerah Depok.

Pada tahun 1870 Undang-undang Agraria diberlakukan sehingga membuat

status tanah di Depok berubah. Depok menjadi daerah otonomi di bawah keresidenan

Bogor Depok sebagai daerah otonomi dipimpin oleh seorang Presiden (President) yang

dibantu oleh seorang sekretaris daerah (Secretaris) dan seorang bendahara (Thesaurier)

dan dua orang kemetir (gecommiteerden) atau komisi. Mereka dipilih langsung oleh

seluruh warga yang sudah dewasa (meerderjarigen). Masa jabatan untuk Presiden

selama 3 tahun dan dapat diperpanjang. Untuk sekretaris, bendahara dan anggota

komisi dipilih untuk jabatan dua tahun dan dapat diperpanjang.26

Tanah-tanah warisan pada akhirnya direbut kembali oleh VOC karena

satutahun setelah kematian Anthony Chastelein. Jarong Van Bali, bekas budak yang

yang dituakan oleh lainnya dipilih untuk mengatur tanah Depok, Sringsing dan

Noordwijk. Kemudian, setelah ia meninggal masyarakat Depok lalu mengadakan

pilihan presiden, seorang sekretaris dan bendahara, 2 orang komisaris, dan seorang

tenaga perbukuan. Pemilihan ini dilakukan setelah keputusan berisi konsep reglement

26
Suratminto, Lilie. 2008. Depok dari Masa PraKolonial ke Masa Kolonial. Depok . UI Press
36
(aturan) pembentukan organisasi dan pemimpin desa (st.desa zelfbestuur) yang disusun

oleh Mr. M. H. Klein keluar di tahun 1871. Pada 28 Januari 1886, Reglement Van Het

Land Depok (aturan tanah Depok) disusun dan direvisi pada tahaun 1891. Kriteria

untuk menjadi presiden tanah partikelir Depok yaitu harus berasal dari keturunan 12

marga.

Sejak wasiat Chastelein berlaku di negorij (negeri) Depok, Seringsing, dan

Noordwijk mereka mengelola sendiri tanah dan kebun mereka. Sawah yang sejak awal

digarap oleh mereka sendiri, kemudian diserahkan pada para penggarap sawah dengan

aturan bagi hasil dibawah pengawasan Gemeente Beestur (Kota Praja) Depok yang

mereka bentuk sendiri. Biasanya, setelah menuai dan membagi hasil panenan, pada

keesokan harinya terlihat pemandangan padi yang dihamparkan di halaman-halaman

rumah penduduk Depok untuk proses penjemuran. Dimasa itu hampir semua rumah

memiliki lumbung padi sendiri lengkap dengan peralatan tumbuk yang disebut

“lumping”.27

Sistem pengairan yang ada diatur cukup baik, di samping sawah ada juga yang

27
Iskandar. Ciomas 1886: Suatu Pemberontakan Petani di Tanah Partikelir, Depok: Skripsi Sarjana Sejarah FSUI.
1982. hlm 75
37
memiliki kolam ikan tawes, gurame, dan ikan mas hal ini dikarenakan ikan-ikan jenis

ini mudah didapatkan disungai atau hanya merupakan hasil sampingan di kolam

mereka. Kehidupan masyarakat Depok pada saat itu sepenuhnya bergantung pada hasil

pertanian mereka. Ini karena saat itu negorij (negari) Depok masih merupakan daerah

yang terisolasi akibat belum adanya Transportasi modern. Pada saat itu mereka masih

mengandalkan alat transportasi seperti pedati yang ditarik kerbau, sapi atau kuda.28

Depok tercatat pernah berganti presiden sebanyak 4 kali meskipun sebenarnya

bisa lebih yakni: Martinus Laurens, Leonardus Leander, Gerrit Jonathans dan Johannes

Matijs Jonathans, dengan catatan Gerrit Jonathans menjadi presiden pertama yang

memimpin negara Depok pada tahun 1913 dan Johannes Matijs Jonathans sebagai

Presiden terakhir pada 1952.29 Gemeente Depok (pemerintahan Depok) memiliki

wewenang untuk mengurusi pajak, pasar, perkebunan, dan sebagainya.

Mereka menerapkan Tjoeke atau pajak sebesar 1/10 dari hasil panen untuk

membiayai pemerintahan. Pemungutan diambil setalah panen dan dilaksanakan

28
29
Diunduh padal. 28 12 2021. dari www.pikiranrakyat.com
38
dihalaman gedung pemerintahan.30 Sejak pembubaran tanah Depok oleh pemerintah RI

pada tahun 1950, semua bentuk pemerintahan Depok di tanah air termasuk Gemeente

Depok. Dibubarkan dalam arti tanah-tanahnya dikembalikan ke pangkuan Republik

Indonesia. Setelah itu pemerintah menyerahkan sebagian tanah yang dianggap sebagai

(Communal bezit) dan (Eigendom) atau milik bersama masyarakat Depok.31

Gedung Gemeente Depok (kotapraja) dibangun di Jalan Pemuda No. 10

Kelurahan Depok, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok, Provinsi Jawa Barat.

Tempat yang menjadi pusat pemerintahan Kota Depok tersebut sekarang menjadi

Rumah Sakit Harapan Depok. Kawasan ini dulunya dikenal dengan Kerkstraat, lantaran

bangunan pertama yang menghuni jalan tersebut adalah kapel yang di kemudian hari

berubah menjadi GPIB Jemaat Immanuel Depok.

Ketika Indonesia sudah merdeka, pada tahun 1950 dilakukan pembubaran

semua tanah partikelir oleh Pemerintah Republik Indonesia (RI), termasuk Gemeente

Depok. Setelah itu, pemerintah menyerahkan kembali sebagian tanah partikelir yang

dianggap sebagai Kommunal bezit dan Eigendom atau milik bersama, masyarakat

30
Yano Jonathans Op.cit. hlm 64
31
Kep. Pemerintah. Tanggal 8 april 1949
39
Depok. Termasuk di dalamnya tanah yang dimiliki secara pribadi oleh masing-masing

ke-12 kaum keluarga masyarakat Depok.

Masyarakat Depok lama dibagi menjadi 2 golongan yakni tuan tanah

keturunann 12 marga, dan petani penggarap. Namun, hubungan antara keduanya

tergolong baik sehingga banyak tuan tanah yang kemudian sekeluarga dengan petani

penggarap setelah menikahi anak-anak mereka. Selain kelas sosial, perbedaan lokasi

peruntukan pemukimanpun sempat terjadi di Depok Lama. Orang kulon (Barat) yang

bermukim di passer straat (Jalan Kartini) dan Kerk Straat (Jalan Pemuda) tergolong

kaum elit, sedangkan mereka yang hidup di wetan (timur) di sekitar jembatan Panus

adalah masyarakat jelata. Perlakuan berbeda pun diterima seperti pada segi pendidikan.

Orang-orang kulon dapat bersekolah di Europeesche school orang wetan hanya boleh

bersekolah di Depoksche school. Namun, pemberlakuan golongan ini umumnya

dilakukan oleh orang-orang Belanda saja. Sedangkan orang-orang asli Depok semua

dianggap sama.32

Orang Depok lama memiliki beberapa perayaan penting seperti sinterklas yang

32
Yano Jonathans. Op.cit hlm 87
40
sering diadakan setiap tanggal 5 Desember di Europeesche Lagere School dan di ikuti

hari raya natal pada tanggal 25 Desember. Masyarakat Depok Lama juga turut

merayakan perayaan Paskah dengan menyalakan obor sebagai

Menilik dari nilai historis yang dikandungnya, gedung kotapraja Depok sudah

selayaknya menjadi bangunan cagar budaya yang harus dilestarikan di Kota Depok.

Berikut merupakan peranan Presiden di Depok selama masa pemerintahannya;

a. Gerrit Jonathans (1913)

Sebagai presiden pertama, tidak banyak yang bisa dilihat sebagai warisan

peninggalan budaya dari Gerrit Jonathans, serta tidak ditemukan jejak

bagaimana Gerrit Jonathans menjalankam pemerintahan di Depok. Selama

masa pemerintahan Gerrit Jonathans, tercatat bahwa dimulainya beberapa

kegiatan kebaktian.

b. Martinus Laurens (1921)

Sama halnya dengan Gerrit Jonathans, tidak ada bukti tertulis yang dimuat

di surat kabar, arsip tentang kepemimpinannya. Murni dari YLCC yang

bisa memberitahukan bahwa hasil dari pemerintahannya berupa perbaikan

41
beberapa jalan disekitar Rumah Sakit Harapan.

c. Leonardus Leander (1930)

Hampir semua presiden yang menjabat tidak memiliki bukti tertulis

mengenai kepemimpinannya. Hanya bisa dipastikan bahwa Leonardus

Leander pernah menjabat sebagai presiden di Depok serta pernah

mengadakan beberapa kebaktian.

d. Johannes M. Jonathans (1952)

Presiden yang terakhir menjabat, Johannes Jonathans. Johannes Jonathans

juga yang akhirnya menyerahkan tanah partikelir Depok kepada

Pemerintah Republik Indonesia. Kemudian, Johannes mendeklarasikan diri

sebagai bagian dari Indonesia.

Tidak banyak data yang ditemukan mengenai Presiden di Depok. Hal ini terjadi

karena status Presiden di Depok hanya sebagai pengawas daerah partikelir yang dipilih

secara musyawarah dan tidak serta merta melakukan juga kebijakan politik di Depok

itu sendiri.

42
BAB VI

KESIMPULAN

Kehidupan masyarakat Kota Depok memang tidak dipisahkan oleh

kehidupan orang-orang Belanda, mereka bertingkah laku layaknya orang-orang

Eropa. Hal itu dimulai dari pemberian 12 nama marga Depok yang dilakukan

Cornelis Chastelein seorang saudagar Belanda yang membeli Depok. Chastelein

berjanji akan memerdekakan mereka asalkan mereka mau untuk mengikuti

ajaran agama yang dianut olehnya. Depok adalah sebuah saksi bahwa Belanda

datang bukan hanya untuk menjajah tapi untuk menyebarkan agama Kristen yang

mereka anut, bahkan pada saat itu Gerja Pertama dikota itu dibangun pada tahun

1700 (Gereja Immanuel).

Dalam segi pendidikan masyarakat Kota Depok sudah mengenal

pembelajaran sejak tahun 1837, hal ini dilakukan oleh Baprima Lucas salah satu

budak Chastelein yang pada saat itu ditugaskan untuk mengajarkan pendidikan

agama dan budi pekerti pada sekolah minggu (Zondags School). Pada dasarnya

kehidupan sosial masyarakat Depok pada saat itu dibagi 2 yaitu kaum bangsawan

43
yang masih keturunan 12 marga Belanda Depok dan kaum buruh yang bertugas

sebagai petani/penggarap sawah dan pelayan masyarakat Belanda Depok. Dalam

kehidupan ekonomi masyarakat kota Depok memenuhi kebutuhan pokonya

dengan cara Bertani, mereka memiliki tampat penimbunan padi yang biasa

disebut lumping. Mereka juga memproduksi perkakas bangunan seperti genteng,

keramik, dan juga batubata.

Sedangkan dalam hal pemerintahan, Depok memiliki presiden sebagai

pengawas daerah partikelir. Selain tidak memiliki tugas kenegaraan, para

Presiden juga tidak masuk ke dunia politik. Jadi, murni hanya menjabat sebagai

Presiden di tanah partikelir Depok. Meski tidak banyak yang dapat diambil pada

pola pemerintahan para Presiden, banyak hal yang tetap dilestarikan hingga

sekarang. Dan ini adalah bentuk kepedulian dari keturunan Belanda-Depok atau

12 marga yang mendiami Depok Lama. Setelah resmi masuk kedalam

Pemerintah Republik Indonesia, 12 marga atau keturunan ini akan mendirikan

YLCC atau Yayasan-Lembaga Cornelis Chastelein.

44
Yayasan ini secara de facto didirikan pada tanggal 4 Agustus 1952 dengan

terbitnya akta no.10 di notaris Raden mas SOEROJO dan de yure pada tanggal

5 April 1993 dengan akta no.1 di notaris SOEKAIMI, SH. Di Jakarta. Yayasan

berkedudukan dan berkantor pusat di jalan Pemuda no.72 RT 02/RW 08

Kelurahan Depok Kecamatan Pancoran Mas 16431 JAWA BARAT.

KAOEM DEPOK terdiri dari 12 marga menurut testamen/surat wasiat

Cornelis Chastelein terdiri dari BACAS, ISAKH, JONATHANS, JACOB,

JOSEPH, LOEN, LEANDER, LAURENS, SOEDIRA, SAMUEL, THOLENSE

dan Yang selanjutnya dalam Anggaran Rumah Tangga ini disebut KAOEM

DEPOK.

Sifat Yayasan adalah badan hukum non profit yang bergerak di bidang

sosial, kemanusian dan keagamaan, meliputi mencerdaskan, memberdayakan

dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam rangka

menumbuhkembangkan dan menguatkan nilai-nilai dasar kemanusiaan, tata

pembangunan moral, etika dan budaya masyarakat KAOEM DEPOK dalam

berbangsa dan bernegara.

45
DAFTAR PUSTAKA

Aditiya, Wisnu Rega. Revolusi Sosial Kota Depok 1945-1955. Semarang. 2017.

Basundoro, Purnawan. Pengantar Sejarah Kota. Yogyakarta : Ombak. 2012.

Blackburn, Susan. Jakarta : Sejarah 400 tahun. Depok : Komunitas Bambu. 2011.

Hanna, Willard A. Hikayat Jakarta. Jakata : Yayasan Obor Indonesia. 1988.

Horikoshi, Hiroko. Kyai dan Perubahan Sosial. Jakarta : P3M. 1987.

Hurgronje, C. Snouck. Kumpulan karangan-karangan Christiaan Snouck Hurgronje. Jakarta :

INIS. 1993.

Jonathans, Yano. Potret Kehidupan Sosial dan Budaya Masyarakat Depok tempo doeloe.

Jakarta : Libri. 2011.

Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah Kabupaten Bogor. Penelusuran arsip statis sejarah

pembangunan kabupaten Bogor. Bogor : 2015.

Karsito. Bunga Rampai Kota Depok. Depok : Pandu Karya. 2002.

KBRI Den Haag. VOC di Kepulauan Indonesia : Berdagang dan Menjajah. Jakarta : Balai

Pustaka. 2002.
46
Kwisthout, Jan Karel. “Jejak-jejak Masa Lalu Depok : Warisan Cornelis Chastelein (1656-

1714)”. Jakarta : BPK Gunung Mulia. 2015

Raap, Oliver Johannes. Kota di Djawa tempo doeloe. Jakarta : Gramedia. 2017.

Wahyuning, Tri, dkk. Berkembang dalam bayang-bayang Jakarta : sejarah Depok 1950-1990-

an. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia. 2017.

Wanhar, Wenri. Gedoran Depok : Revolusi Sosial di tepi Jakarta 1945-1955. Depok : Usaha

Penerbitan Telah Sadar. 2011

47
LAMPIRAN

48
RIWAYAT HIDUP

Ummi Kalsum Lubis. Lahir pada tanggal 7 Juli 1996 di

Kuningan, Jawa Barat. Penulis meruapakn anak pertama dari dua

bersaudara pasangan Zulkarnain dan Iyah Herlina.

Pendidikan penulis diawali dari Sekolah Dasar Negeri Beji 5 Depok

yang selesai di tahun 2008. Pada tahun 2008, melanjutkan pendidikan di Sekolah

Menengah Pertama Negeri 2 Depok dan menyelesaikan pendidikan pada tahun 2011.

Kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 5 Depok jurusan

Ilmu Pengetahuan Alam dan diselesaikan pada tahun 2014.

Setelah lulus dari SMA, penulis mengambil les Bahasa Inggris di LBPP LIA

hingga level Intermediate pada kelas English for Adults. Lalu di 2015, penulis

melanjutkan studinya di Universitas Negeri Jakarta, program studi Pendidikan Sejarah.

Semasa kuliah, peneliti sempat aktif dalam beberapa kegiatan di lingkungan kampus,

seperti Badan Eksekutif Mahasiswa Prodi Sejarah sebagai anggota Kestari. Di luar

kegiatan kampus, peneliti aktif sebagai Ketua Divisi Pendidikan dan Pelatihan di

Karang Taruna RW 12 Beji, Depok.

49

Anda mungkin juga menyukai