Anda di halaman 1dari 10

BAB III

METODE PENELITIAN

Analisis Semiotika Roland Barthes mengkaji tanda dan bagaimana tanda

itu bekerja, pemikiran ini didasari oleh pemikiran Saussure mengenai tanda yang

dibaginya menjadi penanda dan petanda, dimana analisis Barthes dibagi menjadi

beberapa tahap analisis yaitu denotasi, konotasi, dan mitos. Sistem denotasi

adalah sistem pertandaan tingkat pertama, yang terdiri dari rantai penanda dan

petanda, yakni hubungan materialitas penanda dan konsep abstrak yang ada di

baliknya. Menurut Barthes, pada tingkat denotasi, bahasa memunculkan kode

kode sosial yang makna tandanya segera tampak ke permukaan berdasarkan

hubungan penanda dan petandanya.Sebaliknya, pada tingkat konotasi, bahasa

menghadirkan kode-kode yang makna tandanya bersifat tersembunyi (implisit).

Makna tersembunyi ini adalah makna yang menurut Barthes merupakan kawasan

ideologi atau mitologi (Sobur 2009:69).

Menurut Barthes semiotik adalah mengenai bentuk (form). Analisis

semiotik yang dikemukakan oleh Roland Barthes tidak hanya terpaku pada

penanda dan petanda, akan tetapi menganalisis makna dengan denotatif dan

konotatif.

Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara

signifier dan signified, atau antara tanda dan rujukannya pada realitas, yang

menghasilkan makna yang eksplisit, langsung, dan pasti. Sedangkan konotasi

adalah tingkat pertandaan yang mejelaskan hubungan antara signifier dan

48
signified, yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak

langsung, dan tidak pasti (artinya terbuka bagi segala kemungkinan). Barthes

menciptakan peta tentang bagaimana tanda bekerja (Cobley & Jansz, 1999 dalam

Sobur, 2009 : 69).

Tabel 1
Peta Tanda Roland Barthes

1.Signifier (Penanda) 2. Signified


(Petanda)

Denotative Sign (Tanda Denotatif)

Conotative Signifier (Penanda konotatif) Conotative Sign (Tanda


Konotatif)

Conotative Signifier (Petanda konotatif)

Sumber : Alex Sobur. 2009:69.

Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas

penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotatif

adalah juga penanda konotatif (4). Jadi, dalam konsep Barthes, tanda konotatif

tidak sekadar memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian

tanda denotatif yang melandasi keberadaannya (Sobur, 2009:69).

Pada dasamya, ada perbedaan antara denotasi dan konotasi dalam

pengertian secara umum serta denotasi dan konotasi yang dipahami oleh Barthes.

Di dalam semiologi Barthes dan para pengikutnya, denotasi merupakan sistem

signifikasi tingkat pertama, sementara konotasi merupakan tingkat kedua. Dalam

hal ini denotasi justru lebih diasosiasikan dengan ketertutupan makna. Sebagai

49

reaksi untuk melawan keharfiahan denotasi yang bersifat opresif ini, Barthes

mencoba menyingkirkan dan menolaknya. Baginya yang ada hanyalah konotasi.

Ia lebih lanjut mengatakan bahwa makna “harfiah” merupakan sesuatu yang

bersifat alamiah (Budiman, 2011:22)

3.1 Jenis dan Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah interpretatif. Penelitian interpretatif

(interpretation), yaitu sebuah metode yang memfokuskan dirinya pada tanda dan

teks sebagai objek kajiannya, serta bagaimana peneliti menafsirkan dan

memahami kode (decoding) dibalik tanda dan teks tersebut (Piliang 2003; 261).

Penelitian dilakukan dengan melihat konteks permasalahan secara utuh,

dengan fokus penelitian pada ‘proses’ bukan pada ‘hasil’. Dalam penelitian

kualitatif, peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat

pengumpul data utama. Artinya, peneliti sendiri secara langsung mengumpulkan

informasi yang didapat dari subjek penelitian

Penelitian interpretatif memiliki fokus pada sifat subjektif dari dunia

sosial dan berusaha memahami kerangka berpikir objek yang sedang

dipelajarinya, (Ghozali dan Chariri, 2007:76). Sedang, teori konstruktivisme

didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yakni tindakan yang

menciptakan atau memberi suatu makna berdasarkan dari yang telah dipelajari

atau bisa juga dengan pengalaman nyata. Perspektif konstruktivis yang digunakan

dalam penelitian ini adalah untuk melihat dan menginterpretasikan bagaimana

sebuah pesan itu disampaikan.

50

Pada penelitian ini, akan digunakan pendekatan penelitian kualitatif.

Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bermaksud untuk memahami dan

menafsirkan fenomena yang terjadi, dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata

pada suatu konteks khusus yang alamiah dan memanfaatkan berbagai metode dan

memfokuskan pada tanda dan memahami kode atau decoding dibalik tanda dari

teks yang ada, (Moleong, 2000:98)

Pendekatan penelitian ini digunakan dalam rangka mengeksplorasi suatu

pesan dan makna tersembunyi dalam film “Lemantun”. Dasar penelitian ini

menggunakan analisis semiotik. Analisis semiotik adalah suatu teknik dalam

memaknai dan menganalisis tentang tanda dan terbentuknya tanda pada berbagai

media. Analisis ini mencermati bagaimana penggunaan makna dan tanda dalam

menyampaikan sebuah pesan atas sebuah realitas yang terjadi

3.2 Tipe Penelitian dan Dasar Penelitian

Tipe penelitian yang peneliti gunakan adalah kualitatif interpretif, yaitu

suatu penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran dan penjelasan

mengenai setiap objek yang diteliti berlandaskan pada paradigma interpretif.

Paradigma ini menyatakan bahwa pengetahuan dan pemikiran awam berisikan

arti atau makna yang diberikan individu terhadap pengalaman dan kehidupanya

sehari hari.

Dengan itu peneliti ingin mengetahui pesan sosial budaya Jawa dalam film

“Lemantun” melalui simbol-simbol di dalamnya. Gambaran sosial budaya Jawa

akan diteliti dalam film ini, yang terbagi menjadi dua pemaknaan. Pemaknaan

pertama berupa makna denotasi atau makna sebenamya yang ada dalam film dan

51

makna konotasi berupa makna yang bersumber pada asumsi-asumsi yang dibuat

oleh publik. Hasil dari penelitian ini berupa deskripsi interpretasi yang mana

peneliti menjelaskan dan mendeskripsikan setiap obyek yang diteliti.

Dasar penelitian untuk mengkaji makna sosial budaya Jawa yang

terkandung pada film Lemantun ini, menggunakan metode analisis semiotik

Roland Barthes yang dalam teori semiotiknya, Roland Barthes menelusuri makna

dengan pendekatan budaya, dimana Barthes memberikan makna pada sebuah

tanda berdasarkan kebudayaan yang melatarbelakangi munculnya makna tersebut.

Dengan demikian makna dalam tataran mitos dapat diungkap.

3.3 Ruang Lingkup dan Unit Analisis Penelitian

Ruang lingkup pada penelitian ini terdiri atas seluruh scene yang

berjumlah 31 scene baik dalam bentuk gambar dan bahasa yang

merepresentasikan pesan budaya Jawa dalam film “Lemantun”. Dalam film

tersebut banyak mencerikan bagaimana kebudayaan jawa khususnya dalam

praktik sosial atau pesan sosial budaya jawa.

Unit analisa pada penelitian ini adalah scene yang mengandung tanda-

tanda pesan sosial budaya jawa dengan jumlah 7 scene dalam film “lemantun”

tersebut. Tanda-tanda tersebut terdiri dari tanda verbal meliputi: Gambar, dialog,

voice over. Semua tanda akan dianalisis sesuai dengan fokus penelitian yakni

representasi pesan sosial budaya jawa dalam film.

52

3.4 Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan selama dua minggu yakni tanggal 5 Maret-

5 April 2018. Alasan waktu tersebut dipilih karena menyesuaikan jadwal kegiatan

peneliti diluar bidang akademik. Dengan waktu 3 minggu dianggap mampu

melaksakan penelitian dengan seksama, sehingga objek penelitian dapat dipahami

secara mendalam

Tempat yang peneliti pilih untuk melakukan penelitian ini:

No Tempat Alasan

1 Jl organ no 83 Lokasi ini dipilih untuk mengumpulkan data

Tunggulwung (artikel dan jumal online) dengan

pertimbangan metode pengumpulan data

yang digunakan yaitu dokumentasi, yang

membutuhkan jaringan intemet dalam setiap

pengerjaanya. Sehingga peneliti dapat

memanfaatkan fasilitas wifi yang ada di

lokasi.

2 Perpustakaan UMM Lokasi ini dipilih peneliti untuk mecari buku-

buku terkait agar melengkapi data yang

sudah ada.

53

3.5 Sumber Data

Sumber data pada objek penelitian yaitu dengan menonton film

“Lemantun”. Melalui pengamatan tersebut peneliti mengidentifikasi sejumlah

adegan dan dialog pada scene yang di dalamnya terdapat tanda yang

menggambarkan sosial budaya Jawa. Setelah itu pemaknaannya akan melalui

proses interpretasi sesuai dengan tanda-tanda yang ditunjukkan dengan

menggunakan analisis semiotika.

Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Data Primer: Pengumpulan data berupa teks film “Lemantun” yang terdiri

dari screen shoot adegan film serta sejumlah data-data yang berkaitan

dengan produksi film ini.

2. Data Sekunder: penelitian pustaka, dengan mempelajari dan mengkaji

literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti untuk

mendukung asumsi sebagai landasan teori bagi permasalahan yang

dibahas..

3.6 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan oleh peneliti adalah semiotik Roland

Barthes, karena Roland Barthes membagi semiotik menjadi 2 sistem yang biasa

disebut dengan two order of signification. Two order of signification milik Roland

Barthes ialah denotasi sebagai system analisis pertama dan konotasi sebagai

system analisis kedua. Screen shot gambar pada film yang telah dianggap dapat

menjelaskan bentuk pesan budaya Jawa akan dianalisis dengan menggunakan

54

denotasi, sedangkan penggunaan analisis konotasi akan dilakukan apabila data

pada screen shot gambar memiliki bukti berupa mitos. Mitos yang dimaksud

disini adalah unsur penting yang dapat mengubah sesuatu yang kultural atau

historis menjadi alamiah dan mudah dimengerti. Mitos bermula dari konotasi

yang telah menetap di masyarakat, sehingga pesan yang didapat dari mitos

tersebut sudah tidak lagi dipertanyakan oleh masyarakat. Penjelasan Roland

Barthes mengenai mitos tidak lepas dari penjelasan Saussure

mengenai signifiant dan signifié, bahwa ekspresi dapat berkembang membentuk

tanda baru dan membentuk persamaan makna. Adanya ekspresi, relasi(hubungan),

dan isi yang dimana setiap individu dapat membentuk makna lapis kedua karena

adanya pergeseran makna dari denotasi ke konotasi. Dalam penelitian ini peneliti

menjabarkannya melalui table berikut:

Tabel Kerja Analisis

Setting Visual Audio Angle Wardrode Gesture Keterangan

Keterangan :

1. Setting : Menunjukkan lokasi dan waktu

2. Visual : Gambaran situasi/ suasana dan adegan

3. Audio : Dialog, efeksuara dan suara pendukung

4. Angle : Sudut pengambilan gambar

55

5. Wardrope : Pakaian dan aksesoris yang dikenakan oleh pemain

6. Gesture : Mimik muka serta sikap yang di tunjukkan pemain

7. Keterangan : Menjelaskan hal-hal yang tidak terdug

Tahapan analisis yang akan digunakan peneliti adalah

1. Mengumpulkan screen shot, berupa gambar, teks dan audio (dialog) pada

beberapa shot Film “Lemantun”, yang dapat dianggap memiliki unsur

pesan budaya Jawa.

2. Mendeskripsikan bentuk atau unsure pesan budaya Jawa dalam film,

sesuai dengan two order of signification milik Roland Barthes. Dengan

menggunakan analisis denotasi dan konotasi, serta mitos (jika ada).

3. Menganalisis data menggunakan tahapan pertama, yaitu denotasi. Denotasi

adalah pemaknaan tingkat pertama, merupakan tanda yang sebenamya

tidak memiliki makna, hanya sebagai bentuk objek yang tampak oleh mata

(Noth, 1995: 312). Denotasi akan memunculkan tanda berupa propaganda,

budaya dan gaya (perilaku) yang muncul dalam scene pada film seperti

baju yang digunakan, stiker yang tertempel, penambahan pangkat pada

nama yang kemudian diidentifikasi pada pemaknaan kedua.

4. Menganalisis data dengan konotasi. Konotasi walaupun merupakan sifat

asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar berfungsi (Sobur, 2013:

68). Dalam analisis konotasi pembaca memiliki peran dan pengaruh yang

cukup penting, seperti menurut Danesi (2002: 37). Dalam pemaknaan

tingkat kedua tanda dipengaruhi oleh perasaan dan persepsi pemakna.

56

Peneliti akan memaknai tanda, dan simbol yang muncul pada setiap shot

dalam film. Misalnya, tambahan pangkat pada nama untuk menandai

tingkat sosial yang dimiliki.

5. Apabila analisis pertama dan kedua selesai, peneliti melakukan analisis

pemaknaan berupa mitos. Data yang telah dianalisis sebelumnya akan

diamati, apabila memiliki mitos atau tidak. Mitos di peroleh dari

berkembangnya konotasi dan denotasi yang membentuk tanda baru dan

membentuk persamaan makna, hingga dapat membentuk makna lapis

kedua karena adanya pergeseran makna dari denotasi ke. Mitos itu sendiri

adalah konotasi yang telah berbudaya. Sebagai contoh ketika kita

mendengar pohon beringin, denotasinya adalah pohon besar yang rindang,

tetapi ketika sudah menyentuh makna lapis kedua, pohon beringin dapat

memiliki makna menakutkan dan gelap. Pohon beringin juga dapat

memiliki makna yang lebih dalam lagi seperti lambang pada sila ketiga,

persatuan Indonesia, makna ini sudah sampai hingga ideologi karena

menyentuh kehidupan sosial manusia sehari-hari.

6. Data diinterpretasikan secara menyeluruh, kemudian peneliti menarik

kesimpulan berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dengan

menggunakan semiotik model Roland Barthes mengenai wujud atau

bentuk pesan budaya Jawa dalam film.

57

Anda mungkin juga menyukai