TINJAUAN PUSTAKA
7
pertandaan) yang terdiri dari first order of signification yaitu denotasi, serta second
orders of signification yaitu konotasi. Tatanan pertama mencakup penanda dan
petanda yang membentuk tanda. Tanda inilah yang disebut makna denotasi.
Denotasi merupakan tingkat petandaan yang menjelaskan hubungan antara tanda
dan rujukannya pada realitas, yang menghasilkan makna yang ekplisit, langsung,
dan pasti. Denotasi adalah makna paling nyata dari tanda, sedangkan konotasi
adalah pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda yang
didalamnya beroperasi makna yang bersifat implisit dan tersembunyi (Christomy,
2004: 94). Konotasi memiliki makna yang subjektif. Dengan kata lain, denotasi
adalah apa yang digambarkan tanda terhadap suatu objek dan makna konotasi
adalah bagaimana cara menggambarkan (Wibowo, 2011: 17).
1. Penanda 2. Petanda
3. Tanda Denotatif
4. Penanda Konotatif 5. Petanda Konotatif
6. Tanda Konotatif
Gambar 3
Peta Tanda Roland Barthes
(Sumber: Sobur, 2003: 69)
Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri dari
penanda (1) dan petanda (2). Tetapi, pada saat yang sama, tanda denotatif juga
penanda konotatif (4). Dengan kata lain, hal tersebut merupakan unsur material:
hanya jika anda mengenal tanda “singa”, barulah konotasi seperti harga diri,
kegarangan, dan keberanian menjadi mungkin (Cobley dan Jansz, 1999: 51) dalam
Sobur (2003: 69). Jadi, dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak hanya
mempunyai makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda
denotatif yang melandasi keberadaannya (Sobur, 2003:69).
Dalam pengertian umum, denotasi biasanya dimengerti sebagai makna
harfiah, makna yang “sesungguhnya.” Akan tetapi dalam semiologi Barthes dan
para pengikutnya, denotasi adalah sistem signifikasi tingkat pertama, sementara
konotasi merupakan tingkat kedua. Dalam hal ini denotasi justru diasosiasikan
8
dengan ketertutupan makna. Sebagai reaksi melawan keharfiahan denotasi yang
bersifat opresif ini, Barthes mencoba menolaknya. Bagi dia hanya ada konotasi.
Lebih lanjut dikatakan bahwa makna “harfiah” merupakan sesuatu yang alamiah
(Budiman, 1999: 22) dalam Sobur (2003: 71). Menurut Lyons, denotasi adalah
hubungan yang digunakan di dalam tingkat pertama pada sebuah kata yang secara
bebas memegang peranan penting di dalam ujaran (Sobur, 2003: 263).
Gambar 4
Signifikasi dua tahap Roland Barthes
(Sumber: John Fiske, Introduction to Communication Studies, 1990, hal 122)
12
merujuk pada usaha mengidentifikasi objek, tindakan atau orang dengan
menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam komunikasi.
b. Interaksi
Menekankan berbagai gagasan dan emosi, yang dapat mengundang simpati dan
pengertian atau kemarahan dan kebingungan.
c. Transmisi informasi
Melalui bahasa, informasi dapat disampaikan kepada orang lain. Informasi dapat
diterima secara langsung atau tidak (melalui media massa misalnya).
Dalam mempelajari inetraksi bahasa dan verbal, ada beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan (Devito, 1997: 117):
1. Kata-kata kurang bisa menggantikan perasaan atau pikiran komplek yang ingin
kita komunikasikan. Oleh karenanya, kata-kata hanya dapat mendeteksi makna
yang kita sampaikan.
2. Kata-kata hanyalah sebagian dari sistem komunikasi. Dalam komunikasi yang
sesungguhnya kata-kata kita selalu disertai oleh perasaan nonverbal. Oleh
karenanya, pesan-pesan merupakan kombinasi isyarat verbal dan nonverbal, dan
efektifitasnya bergantung pada bagaimana kedua macam isyarat ini dipadukan.
3. Bahasa adalah institusi sosial dari budaya kita dan mencerminkan budaya
tersebut. Pandanglah bahasa dalam suatu konteks sosial, selalu
mempertimbangkan implikasi sosial dari penggunaan bahasa.
Hasil Penelitian
Menunjukkan bahwa terdapat makna denotasi, konotasi, serta mitos pada film
“ENIGMA” serial “Kematian Alana”. Dari makna denotasi, konotasi dan mitos tersebut
dapat merepresentasikan citra polisi pada film “ENIGMA” serial “Kematian Alana”.
Dapat disimpulkan bahwa citra Institusi Kepolisian Republik Indonesia dalam film
15
“ENIGMA” serial “Kematian Alana” merupakan citra keinginan. Citra keinginan yang
membuat polisi berkesan positif dipandangan masyarakat.
16
Tujuan Penelitian Metode Penelitian
Memahami gaya komunikasi politik Pendekatan kualitatif
Ganjar Pranowo selaku gubernur
melalui persepsi DPRD Jawa Tengah
dalam hubungan kinerja pemerintahan.
Hasil Penelitian
Gaya komunikasi politik yang Ganjar lakukan memiliki kecendurungan bergaya
konteks rendah. Serta yang menghambat komunikasi ganjar dan DPRD yaitu gaya
agresif dan gaya bombastis.
17
Soeharto di program Mata Najwa episode tersebut. Untuk mengetahui gaya komunikasi
tersebut penulis akan menganalisis tayangan tersebut menggunakan model semiotika
menurut Roland Barthes.
Denotasi
Tataran Pertama
Penanda
Petanda
Bentuk Isi Tataran Kedua
Konotasi Mitos
18