Anda di halaman 1dari 4

ROLAND BARTHES

Roland Barthes adalah penerus pemikiran Saussure. Saussure tertarik pada cara kompleks
pembentukan kalimat dan cara bentuk-bentuk kalimat menentukan makna, tetapi kurang tertarik
pada kenyataan bahwa kalimat yang sama bisa saja menyampaikan makna yang berbeda pada
orang yang berbeda situasinya.

Roland Barthes meneruskan pemikiran tersebut dengan menekankan interaksi antara teks
dengan pengalaman personal dan kultural penggunanya, interaksi antara konvensi dalam teks
dengan konvensi yang dialami dan diharapkan oleh penggunanya. Gagasan Barthes ini dikenal
dengan “order of signification”, mencakup denotasi (makna sebenarnya sesuai kamus) dan
konotasi (makna ganda yang lahir dari pengalaman kultural dan personal). Di sinilah titik
perbedaan Saussure dan Barthes meskipun Barthes tetap mempergunakan istilah signifier-
signified yang diusung Saussure.1

Istilah signifer dan signifed yang digunakan oleh Saussure dikembangkan oleh Barthes
untuk tidak berkutat terhadap penulusuran struktur dalam memaknai teks. Barthes melihat aspek

1
https://www.academia.edu › Skripsi_semiotika_roland_barthes diakses pada 2 Desember 2019 pukul 22.12 WIB
pembacaan dan interaksi kultural yang dapat mempengaruhi sebuah pemaknaan. Makna teks
akan muncul tidak hanya pada persoalan kode saja namun dipengaruhi dari peran pembaca (the
reader) yang memiliki kedudukan penting dalam pemaknaan teks.2

Menurut Roland Barthes, semiotika memiliki beberapa konsep inti, yaitu signification,
denotation dan connotation, dan metalanguage atau myth.3

1. Signification

Menurut Barthes, signification dapat dipahami sebagai sebuah proses yang berupa
tindakan, yang mengikat signifier dan signified, dan yang menghasilkan sebuah tanda. Dalam
proses tersebut, dua bagian dari sebuah tanda tergantung satu sama lain dalam arti bahwa
signified diungkapkan melalui signifier, dan signifier diungkapkan dengan signified. Misalnya,
kata “kucing”. Ketika kita mengintegrasikan signifier “kucing” dengan signified “hewan berkaki
empat yang mengeong”, maka bahasa tanda “kucing” pun muncul. Proses ini disebut sebagai
signification atau sebuah sistem signifikasi.

2. Denotation (arti penunjukan) dan Connotation (makna tambahan)

Dalam semiotika, denotation dan connotation adalah dua istilah yang menggambarkan
hubungan antara signifier dan signified. Selain itu, denotation dan connotation juga
menggambarkan sebuah perbedaan analitis yang dibuat antara dua jenis signified yaitu
denotative signified dan connotative signified. Denotation dan connotation selalu digambarkan
dalam istilah level of representation atau level of meaning.

Denotation adalah order of signification yang pertama. Pada tingkatan ini terdapat sebuah
tanda yang terdiri atas sebuah signifier dan sebuah signified. Dalam artian, denotation

2
sc.syekhnurjati.ac.id › esscamp › risetmhs › BAB314105110015 diakses pada 2 Desember 2019 pukul 20.00 WIB

3
https://pakarkomunikasi.com › Teori Komunikasi diakses pada 2 Desember 2019 22. 03 WIB
merupakan makna sesungguhnya, atau sebuah fenomena yang tampak dengan panca indera, atau
bisa juga disebut deskripsi dasar. Contohnya adalah Coca-Cola merupakan minuman soda yang
diproduksi oleh PT. Coca-Cola Company, dengan warna kecoklatan dan kaleng berwarna merah.

Sedangkan, connotation adalah order of signification yang kedua yang berisi perubahan
makna kata secara asosiatif. Konotasi merupakan makna-makna kultural yang muncul atau bisa
juga disebut makna yang muncul karena adanya konstruksi budaya sehingga ada sebuah
pergeseran, tetapi tetap melekat pada simbol atau tanda tersebut. Contoh adalah Coca-Cola
merupakan minuman yang identik dengan budaya modern, di mana Coca-Cola menjadi salah
satu produk modern dan cenderung kapitalis. Dengan mengkonsumsi Coca-Cola, seorang
individu akan tampak modern dan bisa dikatakan memiliki pemikiran budaya populer.4

3. Metalanguage atau Myth atau Mitos

Barthes menyebut mitos adalah suatu sistem komunikasi atau sesuatu pesan. Mitos
merupakan suatu sistem komunikasi, bahwa mitos adalah suatu pesan. Mungkin mitos tidak
dipahami sebagai suatu objek, konsep atau gagasan; mitos merupakan mode pertandaan (a mode
of signification), suatu bentuk (a form).

Mitos berada pada penandaan tingkat kedua dalam menghasilkan makna konotasi yang
kemudian berkembang menjadi denotasi, pada perubahan menjadi denotasi ini, disebut dengan
mitos. Barthes mengartikan mitos tidak sebagai objek pesannya tetapi cara menyatakan pesan.5

Menurut Barthes, mitos adalah signification dalam tingkatan connotation. Jika sebuah
tanda diadopsi secara berulang dalam dimensi syntagmatic maka bagian adopsi akan terlihat
lebih sesuai dibandingkan dengan penerapan lainnya dalam paradigmatic. Kemudian
connotation tanda menjadi dinaturalisasi dan dinormalisasi. Naturalisasi mitos adalah sebuah
bentukan budaya.

4
https://www.academia.edu › Skripsi_semiotika_roland_barthes diakses pada 2 Desember 2019 pukul 22.12 WIB
5
sc.syekhnurjati.ac.id › esscamp › risetmhs › BAB314105110015 diakses pada 2 Desember 2019 pukul 20.00 WIB
Mitos merupakan a second-order semiological system. Sebuah tanda dalam sistem
pertama menjadi signifier pada sistem kedua. Menurut Barthes, tanda adalah sistem pertama,
atau bahasa, sebagai bahasa obyek, dan mitos sebagai metalanguage. Signification mitos
menghapus sejarah atau narasi tanda dan mengisi ruang kososng tersebut dengan makna yang
baru.6

Misalnya: Pohon beringin yang rindang dan lebat menimbulkan konotasi “keramat”
karena dianggap sebagai hunian para makhluk halus. Konotasi “keramat” ini kemudian
berkembang menjadi asumsi umum yang melekat pada simbol pohon beringin, sehingga pohon
beringin yang keramat bukan lagi menjadi sebuah konotasi tapi berubah menjadi denotasi pada
pemaknaan tingkat kedua.

6
https://pakarkomunikasi.com › Teori Komunikasi diakses pada 2 Desember 2019 22. 03 WIB

Anda mungkin juga menyukai