Anda di halaman 1dari 8

ANALISIS SEMIOTIKA

MENURUT ROLAND BARTHES


Mata Kuliah Metode Penelitian Komunikasi

KELOMPOK 4

Ilma Dwi Lestari B50120179


I Wayan Adi B50120049
Andi Mega Buana B50120041
Ayu Anugrahwati B50120047
Raisa Mahaputri B50120072
Rini B50120021
Hardiansyah B50120262
Midian Tudaan B50120046
Faramitha B50120071

ILMU KOMUNIKASI
ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TADULAKO
2022
Model Semiotika Yang Dikemukakan Oleh Barthez
Roland Barthez Lahir pada tanggal 12 November 1915. Wafat pada Tahun
1980 , Merupakan Sosok Penting dalam Perkembangan Ilmu Semiotika
Pengertian Semiotika adalah ilmu yang mempelajari sistem tanda bahasa ,kode, sinyal
dan non verbal dan lain sebagainya.

(Barthes, 1967:125) Di dalam semiotika signifikasi, tanda tidak dapat dilihat hanya
secara individu, akan tetapi dalam relasi dan kombinasinya dengan tanda- tanda lainnya di
dalam sebuah sistem. Menurut Roland Barthes, analisis tanda berdasarkan sistem atau
kombinasi yang lebih besar ini (kalimat, buku, kitab) melibatkan apa yang disebut aturan
pengombinasian (rule of combination), yang terdiri dari dua aksis, yaitu aksis paradigmatik
(paradigmatic), yaitu perbendaharaan tanda atau kata (seperti kamus), serta aksis sintagmatik
(syntagmatic), yaitu cara pemilihan dan pengombinasian tanda-tanda, berdasarkan aturan (rule)
atau kode tertentu, sehinga dapat menghasilkan ekspresi bermakna.

Analisis Semiotika Roland Barthes mengkaji tanda dan bagaimana tanda itu bekerja, pemikiran
ini didasari oleh pemikiran Saussure mengenai tanda yang dibaginya menjadi penanda dan
petanda, dimana analisis Barthes dibagi menjadi beberapa tahap analisis yaitu denotasi,
konotasi, dan mitos.

Dalam pandangan Barthes dengan konsep mitos dalam arti umum. Barthes
mengemukakan mitos adalah Bahasa, maka mitos adalah sebuah sistem komunikasi dan mitos
adalah sebuah pesan. Dalam uraiannya, ia mengemukakan bahwa mitos dalam pengertian
khusus ini merupakan perkembangan dari konotasi. Konotasi yang sudah terbentuk lama
dimasyarakat itulah mitos. Barthes juga mengatakan bahwa mitos merupakan sistem
semiologis, yakni sistem tanda-tanda yang dimakna manusia (Hoed, 2008:59). Mitos barthes
dengan sendirinya berbeda dengan mitos yang kita anggap tahayul, tidak masuk akal, ahistoris
dan lain-lainnya, tetapi mitos menurut Barthes sebagai type of speech (gaya bicara) seseorang
(Nawiroh Vera, 2014 : 26).

Berdasarkan pandangan semiotika signifikasi,bila seluruh praktik sosial dapat dianggap


sebagai fenomena bahasa, maka ia dapat pula dipandang sebagai ‘tanda’. Hal ini
dimungkinkan, oleh karena luasnya pengertian ‘tanda’ itu sendiri. Saussure menjelaskan
‘tanda’ sebagai kesatuan yang takdapat dipisahkan dari dua bidang—seperti halnya selembar
kertas—yaitu bidang penanda (signifier)untuk menjelaskan ‘bentuk’ atau ‘ekspresi’;
danbidang petanda (signified), untuk menjelaskan ‘konsep’ atau ‘makna’.

Pandangan Saussure, Barthes juga meyakini bahwa hubungan antara penanda dan
pertanda tidak terbentuk secara alamiah, melainkan bersifat arbiter. Bila Saussure hanya
menekankan pada penandaan dalam tataran denotatif, maka Roland Barthes menyempurnakan
semiologi Saussure dengan mengembangkan sistem penandaan pada tingkat konotatif. Barthes
juga melihat aspek lain dari penandaan, yaitu “mitos” yang suatu masyarakat.

Peta Tanda Roland Barthes

1. Signifier(Penanda) 2. Signified(Pertanda)

3.Denotative Sign (Tanda Denotatif)


2. Connotative Signifier (Penanda Konotatif)
2. Connotative Signifier (Penanda Konotatif)
3. Connotative Signified
(Pertanda konotatif)
Tabel 2.1 Peta Tanda Roland Barthes

Sumber : Paul cobley & Litzza Jansz. 1999. Introducing Semotics. Ny: Totem Books, Hlm
51. (Dalam, Sobur 2013:69).

Dari peta Barthes diatas terlihat bahwa tanda denotatif terdiri atas penanda dan
pertanda Akan tetapi, pada saat bersamaan tanda denotatif adalah juga tanda konotatif .
Denotasi dalam pandangan Barthes merupakan tataran pertama yang maknanya bersifat
tertutup. Tataran denokasi menghasilkan makna yang eksplisit, langsung dan pasti. Denokasi
merupakan makna yang sebenar-benarnya, yang disepakati bersama secara sosial, yang
rujukannya pada realitas. Tanda konotatif merupakan tanda yang penandanya mempunyai
keterbukaan makna atau makna yang implisit,tidak langsung, dan tidak pasti, artinya terbuka
kemungkinan terhadap penafsiran-penafsiran baru. Dalam semiologi Barthes, denokasi
merupakan sistem signifikasi tingkat kedua. Denokasi dapat dikatakan merupakan makna
objektif yang tetap, sedangkan konotasi merupakan makna subjektif dan berfariasi.

Selain teori signifikansi dua tahap dan mitologi, Barthes mengemukakan lima jenis
kode yang lazim beroperasi dalam suatu teks yaitu :
1. Kode Hermeuneutik ialah dibawah kode hermeuneutik, orang akan mendaftar
beragam istilah (formal) yang berupa sebuah teka-teki (enigma) dapat dibedakan,
diduga, diformulasikan, dipertahankan, dan akhirnya disikapi. Kode ini disebut pula
sebagai suara kebenaran (the voice of truth).

2. Kode Proairetik merupakan tindakan naratif dasar (basic narrative action) yang
tindakan-tindakannya dapat terjadi dalam berbagai sikuen yang mungkin diindikasikan.
Kode ini disebut pula sebagai suara empirik.

3. Kode Budaya sebagai referensi kepada sebuah ilmu atau lembaga ilmu pengetahuan.
Kode ini disebut sebagai suara ilmu.

4. Kode Semik merupakan sebuah kode relasi-penghubung (medium-relatic code) yang


merupakan konotasi dari orang, tempat, obyek yang pertandanya adalah sebuah
karakter (Sifat, atribut, predikat).

5. Kode Simbolik merupakan suatu yang bersifat tidak stabil dan tema ini dapat
ditentukan dengan beragam bentuk sesuai dengan pendekatan sudut pandang
(Prespektif) pendekatan yang digunakan (Kurniawan, 2001:69).

Sebagai sebuah metode penelitian kualitatif, semiologi dapat diaplikasikan ke dalam


berbagai konteks komunikasi oleh para peneliti, seperti misalnya kajian media. Roland Barthes
adalah salah satu ahli semiotika yang menunjukkan sebuah doktrin semiotika baru yang
memungkinkan para peneliti untuk menganalisa sistem tanda guna membuktikan bagaimana
komunikasi nonverbal terbuka terhadap interpretasi melalui makna tambahan atau connotative
(Bouzida, 2014).

Kami mendiskusikan hasil penelitian Asnat Riwu dan Tri Pujiati yang berjudul
“ANALISIS SEMIOTIKA ROLAND BARTHES PADA FILM 3 DARA” Film 3 DARA ini adalah
film drama komedi yang tayang pada tahun 2015. Film ini menceritakan tentang tiga orang
mata keranjang yang egois dipaksa menemukan sisi sensitif mereka saat kepribadian mereka
berubah akibat kutukan sihir dari seorang pramutama yang terhina.

Hasil Diskusi

Berdasarkan diskusi yang kami lakukan penelitian ini membahas mengenai makna yang
ada di dalam film 3 dara berdasarkan yang dikemukakan Roland Barthes,seperti
signifier,signified,makna konotatif,dan makna denotaf. Film biasanya mempunyai makna
seperti yang dikemukakan Roland Barthes, yaitu penanda (signifier) dan pertanda (signified).
Biasanya penonton hanya mengetahui makna dari film secara menyeluruh, tetapi ketika film
tersebut dianalisis, banyak sekali makna denotasi, konotasi, dan mitos, (Wirianto, 2016:27).

Dalam penelitian tersebut penulis mengatakan bahwa dia mencoba meneliti semiotika
anatilik,semiotika normatif,dan simiotik sosial yang terdapat pada film 3 Dara. contoh data
yang terkait dengan analisis semiotika yang terdapat pada judul film ini sendiri yaitu kata Dara.
Kata ini memiliki makna denotasi yang merupakan makna awal dari sebuah tanda, teks, dan
sebagainya. Dengan kata lain, denotasi ini merujuk pada apa yang diyakini akal sehat/orang
banyak. Jadi, menurut pemahaman orang pada umumnya ketika mendengar kata “Dara” yang
muncul dibenak kita adalah seekor burung dara, yaitu nama lain burung merpati yang tergolong
Familia Sternidae. Pada pemaknaan konotasi yang merupakan istilah yang digunakan Barthes
untuk menjelaskan salah satu dari tiga cara kerja tanda ditahapan kedua signifikansi tanda,
menjelaskan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari
pengguna dan nilai-nilai dalam kebudayaan mereka. Ketika masuk ke dalam makna konotasi,
kata “Dara” merupakan sebutan lain untuk kata “perempuan”. Barthes berpendapat bahwa
faktor utama dalam konotasi adalah penanda dari tanda konotasi. Selanjutnya, pada tahapan
mitos sebagaimana dijelaskan oleh Barthes bahwa mitos merupakan cara yang kedua dalam
cara kerja tanda di tatanan kedua. Penggunaan lazimnya adalah kata-kata yang menunjukkan
ketidakpercayaan penggunanya. Mitos sebagai orang yang memercayainya dalam pengertian
sebenarnya. Mitos adalah sebuah cerita di dalam suatu kebudayaan menjelaskan atau
memahami beberapa aspek dari realitas atau alam. Jadi, mitos dari kata “Dara” sendiri adalah
anak perempuan yang belum menikah dan masih perawan. Sedangkan kata “Dara” pada film
ini bercerita tentang pria-pria yang dikutuk oleh seorang perempuan dikarenakan mereka
menggoda perempuan tersebut.

Dalam penelitian tersebut penulis mengatakan bahwa metode yang meereka gunakan
dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif deskriptif dengan menggunakan
metode simak sebagai alat penelitiannya. Menurut Mahsun (2007: 93) dinamakan metode
simak karena cara yang digunakan untuk memperoleh data dilakukan dengan menyimak
penggunaan bahasa. Istilah menyimak di sini tidak hanya berkaitan dengan penggunaan bahasa
secara lisan, tetapi juga penggunaan bahasa secara tertulis.
Sign Signifier Signified
Dua orang Dalam ruangan Terdapat dua orang sedang
Terdapat seorang laki-laki dan
Lampu kerlap kerlip Pakaian berintera ksi di sebuah
seorang perempuan sedang berdiri
berwarna merah dan biru. ruangan dengan lampu
sangat dekat dalam sebuah ruangan
kerlap kerlip
dengan lampu kerlap kerlip. Laki-
laki tersebut mengenak an jaket
berwarna merah hitam, sedangkan
perempuan mengenak an baju
berwarna biru.
Berikut adalah makna Denotasi dan Konotasi pada salah satu scene yang ada pada Film 3 Dara

Makna Denotasi

Pengambilan gambar pada adegan tersebut menggunakan teknik Medium Close-Up. Dari
penggambaran di atas dapat dijelaskan bahwa terdapat seorang laki-laki dan seorang
perempuan dalam suatu ruangan dengan lampu kerlap kerlip. Tampak mereka sedang
berkomunikasi. Laki-laki tersebut mengenakan baju berwarna abu-abu dan jaket berwarna
merah hitam, sedangkan sang perempuan mengenakan baju berwarna biru.

Makna Konotasi

Teknik pengambilan gambar yang digunakan dalam adegan ini adalah medium close up (MCU)
yaitu gambar yang diambil sebatas dari ujung kepala hingga dada. Fungsinya untuk
mempertegas profil seseorang sehingga penonton jelas. Pada scene terdapat percakapan antara
perempuan dan laki-laki tersebut. Richard: “Nomor telpon kamu deh.” Pelayan: “Heh sorry
gak bisa, Mel udah tunangan.” Berdasarkan dialog tersebut makna konotasi yang ingin
ditonjolkan oleh pembuat film adalah bahwa pria yang meminta nomor telepon wanita itu
tertarik kepadanya. Namun, karena wanita tersebut sudah bertunangan, dia tidak bisa
memberikan nomor teleponnya kepada pria itu. Wanita tersebut membatasi diri dalam
pergaulan supaya tetap menjaga hubungan baik dengan pasangannya.

Dalam film 3 dara ini juga terdapat beberapa mitos seperti,terdapat tiga orang pria
mengalami hal-hal aneh dalam diri mereka. Mereka lalu memutuskan untuk datang ke
psikolog. Psikolog tersebut mengklaim bahwa mereka mengalami Gender Diasyphora
Syndrome yaitu sebuah gejala di mana seorang pria secara perlahan memiliki perubahan sikap
dan perilaku sebagai seorang wanita. Pasien ini merasa bahwa identitas gender mereka tidak
sesuai dengan seks biologis mereka yang sebenarnya. Hal ini dapat mengakibatkan kecemasan
atau depresi.

Kesimpulan

Penelitian mencakup tiga pembahasan yaitu makna denotasi dan makna konotasi serta mitos.
Berdasarkan rumusan masalah pada penelitian ini, maka dapat dibuat simpulan sebagai berikut.
Pertama, makna denotasi bersifat langsung, yaitu makna khusus yang terdapat dalam suatu
tanda dan pada intinya dapat disebut juga sebagai gambaran sebuah petanda. Makna denotasi
dan makna konotasi dalam penelitian ini memberikan pemahaman kepada kita bahwa
pentingnya bersikap sopan dan menghargai seorang perempuan dan kepada siapa pun. Karena
apa pun yang kita tabur di dunia ini, baik itu perkataan, sikap baik dan buruk kepada sesama,
kita akan menuainya suatu hari nanti. Kedua, Mitos dalam penelitian ini adalah di saat Affandy,
Jay, dan Richard mendatangi seorang psikolog dan psikolog tersebut mengklaim bahwa mereka
mengalami Gender Diasyphora Syndrome yaitu sebuah gejala di mana seorang pria secara
perlahan memiliki perubahan sikap dan perilaku sebagai seorang wanita.
REFERENSI

Lustyantie Ninuk “ Pendekatan Semiotik Model Roland Barthes Dalam Karya Sastra
Prancis” Jurnal (2019): 2-5

https://journal.lppmunindra.ac.id/index.php/Deiksis/article/view/2809

Anda mungkin juga menyukai