Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

ANALISIS SEMIOTIKA
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Metode Penelitian Komunikasi Kualitatif
Dosen pengampu: Muh. Luthfi Hakim

Disusun oleh:
Muhammad Akmal Muthohhar (20.32.00231)

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
INSTITUT PESANTREN MATHOLI’UL FALAH
PATI

1
2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu bersinggungan dengan berbagai
tanda seperti, tanda rambu-rambu lalu lintas, tanda toilet berdasar gender, ataupun
memahami bahasa isyarat sebagai tanda komunikasi yang dilakukan oleh para manusia
berkebutuhan khusus yang tidak mampu berbicara dengan bahasa verbal. Kehadiran
bahasa melalui tanda-tanda tersebut sangat membantu proses komunikasi, dalam
mempelajari ilmu linguistik tentang tanda tersebut juga kita akan memahami bahwa
tanda tidak hanya terdapat pada teks biasa saja tapi juga terdapat pada teks dalam lagu,
film dll.

Semiotik atau penyelidikan simbol-simbol, membentuk tradisi pemikiran yang


penting dalam teori komunikasi. Tradisi semiotik terdiri atas sekumpulan teori tentang
bagaimana tanda-tanda merepresentasikan benda, ide, keadaan, situasi, perasaan, dan
kondisi di luar tanda-tanda tidak hanya memberikan cara untuk melihat komunikasi,
melainkan memiliki pengaruh yang kuat pada hampir semua perspektif yang diterapkan
pada teori komunikasi.

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana pengertian semiotika?
2. Bagaimana karakteristik semiotika?

2
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Semiotika

Semiotika adalah suatu metode analisis yang digunakan untuk mengkaji


suatu tanda. Seperti tanda-tanda dalam kehidupan sehari-hari. Secara etimologis,
istilah semiotika berasal dari kata Yunani semeion yang berarti “tanda”. Tanda itu
sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun
sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Secara terminologis,
semiotika dapat didefinisikan sebagi ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-
objek, peristiwa- peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. Van Zoest
mengartikan semiotika sebagai “ilmu tanda (sign) dan segala yang berhubungan
dengannya cara berfungsinya. Hubungannya dengan kata lain, pengirimannya, dan
penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya.1

Secara singkat analisis semiotika (semiotical analysis) merupakan cara atau


metode untuk menganalisis dan memberikan makna-makna terhadap lambang-
lambang yang terdapat suatu paket lambang-lambang pesan atau teks. Teks yang
dimaksud dalam hubungan ini adalah segala bentuk serta sistem lambang (sign) baik
yang terdapat pada media massa (seperti berbagai paket tayangan televisi, karikatur
media cetak, film, sandiwara radio, dan berbagai bentuk iklan) maupun yang
terdapat di luar media massa (seperti karya lukis, patung, candi, monumen).

Analisis semiotika dapat digunakan untuk mencari makna-makna dari teks


yang berupa lambang-lambang (sign). Dengan kata lain. Pemaknaan terhadap

1
Alex Sobur, Analisis Teks Media, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 95-96.

3
lambang-lambang dalam tekslah yang menjadi pusat perhatian analisis semiotik. 2
Selain istilah semiotika dalam sejarah linguistik ada pula digunakan istilah lain.
Seperti: semiologi, semasiologi, semanik, dan semik untuk merujuk pada bidang
studi yang mempelajari makna atau arti dari suatu tanda atau lambang.3

Perkembangan ilmu semiotika tidak terlepas dari pengaruh Ferdinand de


Saussure. La merupakan peletak dasar dasar semiologi. Saussure merupakan
seorang ahli linguistik dari Swiss. Saussure memperkenalkan semiotik sebagai ilmu
analisis tanda (sign) atau studi tentang bagaimana sistem pertandaan (signification)
berfungsi, dan bagaimana cara kerjanya.4

Sebagaimana tradisi lainnya dalam ilmu komunikasi, Semiotika memiliki


pendahulu, tokoh-tokoh penting yang pertama kali mengenalkan Semiotika di
antaranya, Augustine, Albertus Magnus, Hobbes, dan John Locke. Adapun dua
tokoh sentral yang berjasa dalam pengembangan kajian Semiotika kontemporer
adalah Ferdinand De Saussure (1857-1913), seorang ahli bahasa berkebangsaan
Swiss dan Charles Sanders Peirce (1839-1914), seorang filsuf berkebangsaan
Amerika Serikat. Keduanya berjasa dalam memberikan landasan paradigmatik
Semiotika dari dua disiplin berbeda (linguistik dan filsafat) yang dalam
perkembangannya mengilhami teori-teori komunikasi, bahasa, wacana, interpretasi,
budaya dan media.5

Roland Barthes memiliki konsep semiotika yang tidak jauh dari kedua
pendahulunya, yakni Saussure dan Pierce. Dalam hal ini Barthes lebih mengacu

2
Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, (Yogyakarta; PT LkiS Pelangi Aksara Yogyakarta,
2007), hlm. 155- 156.
3
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 11.

4
All Romdhoni, Ushul al-Fiqh dan Semiotika Post-Strukturalis. hlm. 20.

5
Rusyad, Daniel. Landasan Teoritis Tradisi Semiotika Di Dalam Al-Qur'an Paradigma Ilmu
Komunikasi Dalam Perspektif Islam.

4
pada Ferdinand De Saussure yang menyelidiki hubungan penanda dan petanda
dalam sebuah tanda.

2. Karakteristik Semiotika

Pada dasarnya, semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang makna dari
tanda, dengan menyertakan adanya mitos dan metafora yang bersangkutan dengan
tanda tersebut. Konsep-konsep dasar dari semiotika yang dicetuskan oleh Ferdinand
de Saussure ini meliputi tanda/simbol, kode, maka, mitos, dan metafora.

a. Tanda
Menurut Saussure, tanda (sign) ini terbagi menjadi tiga komponen, yakni:
Tanda (sign), mencangkup aspek material berupa suara, huruf, gambar, gerak,
dan bentuk.
Penanda (signifier), mencangkup aspek material bahasa, yakni apa yang
dikatakan atau didengarkan; dan apa yang ditulis atau dibaca.
Petanda (signified), mencakup aspek mental bahasa, yakni gambaran mental,
pikiran, dan konsep.
Ketiga komponen tersebut harus memiliki eksistensi yang secara utuh.
Apabila salah satu komponennya tidak ada, maka tandanya tidak dapat
dibicarakan atau bahkan dibayangkan di benak manusia. Jadi, petanda
(signified) adalah konsep yang nantinya akan dipresentasikan oleh penanda
(signifier). Hubungan antara petanda dan penanda ini harus berkaitan satu sama
lain supaya dapat menghasilkan makna atas tanda tersebut.
Contohnya adalah kata “Gorden” itu juga merupakan sebuah tanda
karena memiliki Signifier yang berupa kata itu sendiri; dan Signified berupa
kain untuk menutup jendela. Adanya kesatuan antara kata dengan kenyataan
itulah yang membuat “Gorden” menjadi sebuah tanda (Sign).
Dalam kehidupan ini, terdapat banyak sekali tanda yang rata-rata
“diproduksi” oleh manusia, antara lain tanda gerak atau isyarat, tanda verbal
berupa ucapan kata, dan tanda non verbal berupa bahasa tubuh. Tanda isyarat

5
misalnya lambaian tangan yang berarti memanggil dan anggukan kepala yang
berarti pernyataan setuju. Kemudian, tanda verbal yang berupa ucapan biasanya
akan diimplementasikan melalui huruf dan angka.
Selain tiga tanda tersebut, ada juga tanda-tanda yang berupa gambar,
misalnya ikon, indeks, dan simbol. Berikut penjabaran hubungannya.
Tanda (Sign) yaitu ikon, indeks, dan simbol.
Ikon = tanda yang mirip dengan objek yang diwakilinya. Keberadaan ikon
biasanya mirip dengan sesuatu hal yang dimaksudkan. Misalnya: gambar toilet
di suatu gedung atau pom bensin berarti disitu adalah tempat toilet.
Indeks = tanda yang memiliki sebab akibat dengan apa yang diwakilinya.
Misalnya, di stiker paket kardus terdapat gambar gelas pecah, itu berarti apabila
paket tersebut dibanting maka akan pecah sama halnya dengan gelas tersebut.
Contoh lain adalah di sebuah tempat wisata, terdapat tanda berupa jejak kaki
yang berarti disitulah tempat titik fotonya.
Simbol = tanda yang didasarkan pada konvensi, peraturan, atau perjanjian atas
kesepakatan bersama. Keberadaan simbol ini hanya dapat dipahami artinya
apabila seseorang tersebut memang sudah mengerti kesepakatan bersama yang
ada. Misalnya tanda hati berwarna merah muda itu diartikan sebagai cinta, yang
mana semua orang tanpa sadar telah menyepakati simbol dan arti dari hal
tersebut.
b. Kode
Kode adalah cara pengkombinasian tanda yang memang telah disepakati
secara sosial, untuk memungkinan pesan tersebut tersampaikan kepada orang
tertentu. Menurut Barthes, kode dalam semiotika ini memiliki lima macam,
yakni:
Kode Hermeneutik
Yaitu kode yang berupa menyodorkan berbagai pertanyaan, teka-teki,
respons, enigma (ucapan misterius), penangguhan jawab, yang pada akhirnya
akan menuju pada jawaban pasti. Kode ini berhubungan dengan teka-teki yang
timbul dalam sebuah wacana.

6
Misalnya pertanyaan-pertanyaan seperti:
“Siapakah mereka?”
“Mengapa kamu tidak datang?”
“Bagaimana dengan tujuan kita?”
Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut akan menunda jawaban yang satu
dengan jawaban lain.
Kode Semantik
Yakni kode yang mengandung adanya konotasi (nilai rasa) pada level
penanda. Konotasi atau nilai rasa yang terdapat dalam kode ini misalnya berupa
maskulinitas, feminim, kebangsaan, dan lain-lain.
Kode Simbolik
Yakni kode yang berkaitan dengan psikoanalisis hingga adanya
pertentangan dua unsur.
Kode Narasi (Proairetik)
Yakni kode yang memuat adanya cerita, urutan, dan narasi. Setiap karya
fiksi pasti memiliki kode ini.
Kode Kebudayaan (Kultural)
Yaitu kode yang bersifat anonim, bawah sadar, mitos, sejarah, moral, dan
legenda.
c. Makna
Makna terdiri dari dua macam yakni makna denotatif dan makna
konotatif. Makna denotatif adalah makna sebenarnya, mencangkup hal-hal yang
ditunjuk oleh kata-kata atau hubungan secara eksplisit antara tanda dengan
referensi yang ada. Misalnya, terdapat gambar manusia itu berarti maknanya
memang berhubungan dengan manusia selaku makhluk hidup.
Kemudian pada makna konotatif adalah makna yang tidak sebenarnya,
meliputi perasaan, emosi, nilai-nilai kebudayaan, hingga sudut pandang dari
suatu kelompok. Misalnya: gambar wajah tersenyum dapat diartikan menjadi
dua makna yaitu suatu kebahagiaan atau ekspresi penghinaan.

7
Menurut Barthes, untuk memahami makna konotatif yang terdapat dalam
semiotika, terdapat dua konsep yakni Mitos dan Metafora.
Menurut Barthes, semiologi ingin mempelajari bagaimana manusia
menginterpretasikan sesuatu. Artinya dalam hal ini tidak bisa disamakan dengan
komunikasi. Makna berarti bahwa objek tidak hanya membawa informasi ketika
objek ingin berkomunikasi, tetapi juga membentuk struktur tanda. Dengan
demikian Barthes melihat makna sebagai proses umum dari pengaturan
terstruktur. Makna tidak hanya terbatas pada bahasa, tetapi juga pada hal-hal lain
di luar bahasa. Barthes menganggap kehidupan sosial, apapun bentuknya,
sebagai sistem tandanya.6
Dalam ilmu komunikasi manusia dikenal dengan penanda (signifier) dan
petanda (signified). Signifier adalah apa yang dikatakan, ditulis, atau dibaca.
Sedangkan Signified merupakan pikiran atau konsep (gambaran) dari signifier.
Barthes mencontohkan dengan seikat mawar. Seikat mawar dapat ditafsirkan
untuk menandai gairah (passion), maka seikat kembang itu menjadi penanda dan
gairah adalah petanda. Hubungan keduanya menghasilkan istilah ketiga: seikat
kembang sebagai sebuah tanda. Sebagai sebuah tanda, adalah penting dipahami
bahwa seikat kembang sebagai penanda adalah entitas tanaman biasa. Sebagai
penanda, seikat kembang adalah kosong, sedang sebagai tanda seikat kembang
itu penuh.
Terdapat dua cara dalam peta analisis Roland Barthes. Tahap pertama
atau signifikasi pertama adalah tataran denotatif. Tanda denotative disebut juga
signifier konotatif yang sudah masuk pada tataran kedua.
Dari peta Roland Barthes terlihat bahwa tanda denotatif terdiri atas
penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotatif
adalah juga penanda konotatif (4). Jadi, dalam konsep Barthes, tanda konotatif
tidak sekedar memiliki makna tambahan. Namun juga mengandung kedua
bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya. Hal inilah yang menjadi

6
Rifda Arum, Pengertian Semiotika: Konsep Dasar, Macam, dan Tokoh Pencetusnya,
https://www.gramedia.com/literasi/semotika/, diakses tanggal 28 Mei, 18.30.

8
sumbangan Barthes yang sangat berarti bagi penyempurnaan semiologi
Saussure, yang berhenti pada padanan dalam denotatif. Pada dasarnya ada
perbedaan antara denotasi dan konotasi dalam pengertian secara umum.
Denotasi dimengerti sebagai makna harfiah, makna yang sesungguhnya.
Sedangkan konotasi, identik dengan operasi ideologi. Makna yang berada diluar
kata sebenarnya atau makna kiasan, yang disebutnya juga sebagai mitos, dan
berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai
yang dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu.
Mitos dalam pandangan Barthes merupakan bahasa. Dari pandangan
tersebut mitos berarti suatu sistem komunikasi dan sebuah pesan. Mitos dalam
metode semiotika Barthes tersebut merupakan pengembangan dari konotasi.
Singkatnya, konotasi yang sudah terbentuk lama dan menjadi pandangan
masyarakat merupakan mitos.
Bagi Barthes mitos adalah sistem semiologis berupa sistem tanda-tanda
yang dimaknai manusia. Contoh mitos yang dikemukakan Barthes, anggur
(wine) dalam tatanan signifikasi pertama (denotasi) bermakna sebagai minuman
beralkohol dari fragmentasi anggur. Pada signifikasi kedua (konotasi) anggur
dimaknai sebagai suatu ciri ke-Prancis-an” yang diberikan masyarakat dunia
pada minuman ini. Ketika berbicara wine, maka fikiran masyarakat dunia
penikmatnya akan tertuju pada negara Prancis, padahal banyak negara lain yang
memproduksi minuman tersebut. Contoh Barthes ini melihatkan bahwa suatu
gejala budaya dapat memperoleh konotasi sesuai dengan sudut pandang
masyarakat. Jika konotasi telah mantap maka akan menjadi mitos dan lain-lain.7

7
Herwedo, Rionaldo, Analisis Semiotik Represenatsi Perilaku Masyarakat Jawa Dalam Film
Kala. Wacana Volume XIII No.3, 2014, hlm. 234.

9
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Semiotika terdiri atas sekumpulan teori tentang bagaimana tanda-tanda


merepresentasikan benda, ide, keadaan, situasi, perasaan, dan kondisi di luar tanda-
tanda itu sendiri. Penelitian tanda-tanta tidak hanya memberikan cara untuk melihat
komnikasi, tetapi memiliki pengaruh yang kuat hampir pada semua perspektif teori
komunikasi.

DAFTAR PUSTAKA

Alex Sobur, Analisis Teks Media, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004).

Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, (Yogyakarta; PT LkiS Pelangi Aksara


Yogyakarta, 2007).

All Romdhoni, Ushul al-Fiqh dan Semiotika Post-Strukturalis.

Rusyad, Daniel. Landasan Teoritis Tradisi Semiotika Di Dalam Al-Qur’an Paradigma


Ilmu Komunikasi Dalam Perspektif Islam.

Rifda Arum, Pengertian Semiotika: Konsep Dasar, Macam, dan Tokoh Pencetusnya,
https://www.gramedia.com/literasi/semotika/, diakses tanggal 28 Mei, 18.30.

Herwedo, Rionaldo, Analisis Semiotik Represenatsi Perilaku Masyarakat Jawa Dalam


Film Kala. Wacana Volume XIII No.3, 2014.

10
11

Anda mungkin juga menyukai