PENDAHULUAN
Daripada akar kata inilah terbentuknya istilah semiotik, iaitu kajian sastera
yang bersifat saintifik yang meneliti sistem perlambangan yang berhubung dengan
tanggapan dalam karya. Menurut Mana Sikana (1985: 175), pendekatan semiotik
melihat karya sastera sebagai satu sistem yang mempunyai hubungan dengan teknik
dan mekanisme penciptaan sesebuah karya Ia juga memberi tumpuan kepada penelitian
dari sudut ekspresi dan komunikasi. Untuk mengkaji tanda dan makna pada kemasan
Indomie goreng cabe ijo, model semiotika Charles Sanders Peirce mengemukakan
teori segitiga makna atau triangle meaning yang terdiri dari tiga elemen utama, yakni
tanda ( sign, object, interpretant ).
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud metodologi semiotika dan semiotika model Pierce?
2. Bagaimana menerapkan metodologi semiotika model Pierce untuk menganalisa
suatu kasus?
C. Tujuan
1. Mengetahui metodologi semiotika model Pierce
2. Memberikan gambaran atas contoh masalah yang di pilih dengan di analisa
menggunakan metodologi semiotika model Pierce.
D. Manfaat
1. Manfaat akademis dari makalah ini adalah sebagai dapat menjadi salah satu sumber
pengetahuan tentang metodologi semiotika model Pierce.
2. Manfaat praktis dari makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana tanda
digunakan untuk penelitian.
3. Manfaat sosial dari makalah ini adalah untuk memberikan gambaran dan
pengetahuan kepada khalayak atas penggunaan tanda dan makna tanda.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Semiotika
Semiotika adalah Suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda.1
Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di
dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika, atau dalam
istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana
kemanusiaan (humanity)memaknai hal-hal (things). Memaknai (to signify) dalam hal
ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan. Memaknai berarti
bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu
hendak berkomunikasi,tetapi juga mengkonstitusi system terstruktur dari tanda
(Barthes, 1988:179;Kurniawan.2001:53). Suatu tanda menandakan sesuatu selain
dirinya sendiri, dan makna (meaning) ialah hubungan Antara suatu objek atau idea dan
suatu tanda (Littlejohn, 1996:64) konsep dasar ini mengikat bersama seperangkat teori
yang amat luas berurusan dengan Simbol, Bahasa, wacana dan bentuk-bentuk
nonverbal, teori-teori yang menjelaskan bagaimana tanda berhubungan dengan
maknanya dan bagaimana tanda disusun. Secara umum, studi tentang tanda merujuk
kepada semiotika. Dengan tanda-tanda, kita mencoba keteraturan ditengah-tengah
dunia yang centang perenang ini, setidaknya agar kita sedikit punya pegangan.” Apa
yang dikerjakan oleh semiotika adalah mengajarkan kita bagaimana menguraikan
aturan-aturan tersebut dan ‘membawanya pada sebuah kesadaran’,” ujar Pines (dalam
Berger,2000a:14)
1 Drs. Alex sobur, M,si , Semiotika Komunikasi (Bandung : PT Remaja Rosdakarya , 2013), h.15.
2 Van Zoest, Aart, Semiotika: Tentang Tanda, Cara Kerjanya dan Apa yang kita Lakukan Dengannya (Jakarta:
Yayasan Sumber Agung, 1993)
3 Teew, A., Khasanah Sastra Indonesia (Ja-karta: Balai Pustaka, 1984)
3
tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya dipelajari secara lebih
sistematis pada abad kedua puluh.
B. Macam-macam Semiotika
4 Drs. Alex sobur, M,si , Analisis Teks Media(Bandung : PT Remaja Rosdakarya , 2006), h.87.
4
Pada dasarnya, semiosis (proses interpretasi) dapat dipandang sebagai suatu proses
tanda yang dapat diperikan dalam istilah semiotika sebagai hubungan antara lima
istilah: S (s, i, e, , r, c). S adalah untuk semiotic relation (hubungan semiotik); s untuk
sign (tanda); i untuk interpreter (penafsir); e untuk effect atau pengaruh (misalnya,
suatu disposisi dalam i akan bereaksi dengan cara tertentu terhadap r pada kondisi-
kondisi tertentu e karena s); r untuk reference (rujukan); dan c untuk contexs (konteks)
atau conditions (kondisi).5
Menurut Pierce salah satu bentuk adalah kata, Sedangkan objekadalah tanda
yang ada dalam benak seseorang, maka munculah maknatentang sesuatu yang diwakili
oleh tanda tersebut. (Sobur, 2002:115)”.Pierce juga mengatakan bahwa tanda itu
sendiri merupakan contoh dari kepertamaan, objeknya adalah kedua, dan penafsiran
unsur pengantara adalah contoh dari ketigaan. konteks pembentukan tanda juga
membangkitkan semiotika yang tidak terbatas, selama satu penafsiran (gagasan) yang
membaca tanda sebagai tanda bagi lain (yaitu dari suatu makna dan penanda) bisa
ditangkap oleh penafsiran lainnya.
Penafsiran ini adalah unsur yang harus ada untuk mengaitkan tanda dengan
objeknya (induksi, deduksi, penangkap) membentuk tiga jenis penafsiran yang penting.
Agar bisa ada sebagai suatu tanda, makna tersebut harus ditafriskan yang dikupas teori
segitiga makna adalah persoalan bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika
tanda itu digunakan orang pada waktu berkomunikasi. Hubungan segitiga makna
Pierce lazimnya ditampilkan seperti gambar berikut :
Segitiga Semiotik C.S. PEIRCE
SIGN
INTERPRETANT OBJECT
5 Drs. Alex sobur, M,si , Analisis Teks Media(Bandung : PT Remaja Rosdakarya , 2006),h. 100-101
5
Menurut Peirce tanda ialah sesuatu yang dapat mewakili sesuatu yang lain dalam
batas-batas tertentu. Tanda akan selalu mengacu kepada suatu yang lain, oleh Pierce
disebut objek. Mengacu berarti mewakili atau menggantikan, tanda baru dapat berfungsi bila
diinterpretasikan dalam benak penerima tanda melaui interpretant. Jadi interpretant ialah
pemahaman makna yang muncul dalam diri penerima tanda, artinya tanda baru dapat
berfungsi sebagai tanda bila dapat ditangkap dan pemahaman terjadi berkat ground yaitu
pengetahuan tentang system tanda dalam suatu masyarakat. Hubungan ketiga unsur yang
dikemukan oleh Pierce terkenal dengan nama segitiga semiotic.
Bagi Charles Sander Pierce (Pateda, 2001:44 dalam Sobur, 2003:41), tanda ”is
something which stand to somebody for something insome resfect or capacity.” Sesuatu yang
digunakan agar tanda bisa berfungsi, oleh Pierce disebut ground. Konsekuensinya, tanda
(sign atau represntamen) selalu terdapat dalam hubungan triadik, yakni ground, object,
dan interpretant. Atas dasar hubungan ini, Pierce mengadakanklasifikasi tanda. Tanda yang
dikaitkan dengan ground dibaginya menjadi qualisign, sinsign, dan ligisign. Berdasarkan
Objeknya, Pierce membagi tanda atas icon (ikon), index (indeks), dan symbol (simbol). Dan
berdasarkan Interpretantnya dibagi atas rheme, dicent sign atau decisign dan argument
a) Qualisigns, Sinsigns, dan Legisigns
Untuk mempelajari lebih jauh lagi mengenai sign atau tanda, dapat dilihat
pada ground-nya. ”Ground adalah latar belakang tanda. Ground ini dapat berupa
bahasa atau konteks sosial” (Ratmanto, dalam Mediator: Jurnal komunikasi, Vol. 5
No.1, 2004:32). Dalam kaitannya tanda dengan ground-nya, Pierce membaginya
menjadi tiga yaitu:
1. Qualisigns
Tanda yang merupakan tanda atas dasar tampilan dalam kenyataan. Semua pernyataan
individual yang tidak dilembagakan dapat merupakan sinsigns. Misal jerit kesakitan,
heran atau ketawa riang. Kita dapat mengenal orang dan cara jalan, ketawanya, nada
suara yang semuanya itu merupakan sinsigns.
6
3. Legisigns
Tanda-tanda yang merupakan tanda atas dasar suatu aturan yang berlaku umum atau
konvensi. Tanda-tanda lalu-lintas merupakan legisigns. Hal itu juga dapat dikatakan
dari gerakan isyarat tradisional, seperti mengangguk yang berarti ”ya”, mengerutkan
alis, cara berjabatan tangan. Semua tanda bahasa merupakan legisigns karena bahasa
merupakan kode yang aturannya disepakati bersama (Ratmanto, dalam Mediator:
Jurnal komunikasi, Vol. 5 No.1, 2004:32).
Tanda yang ada sedemikian rupa sebagai kemungkinan, tanpa tergantung pada adanya
sebuah denotatum, tetapi dapat dikaitkan dengannya atas dasar suatu persamaan yang
secara potensial dimilikinya. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa ikon adalah
tanda yang keberadaanya tidak bergantung kepada denotatum-nya. Definisi ini
mengimplikasikan bahwa segala sesuatu merupakan ikon, karena semua yang ada
dalam kenyataan dapat dikaitkan dengan sesuatu yang lain. Foto, patung-patung
naturalis, yang mirip seperti aslinya dapat disebut sebagai contoh ikon.
2. Indeks
Sebuah tanda yang dalam hal corak tandanya tergantung dari adanya
sebuah denotatum. Dalam hal ini hubungan antara tanda dan denotatum-nya adalah
bersebelahan. Secara sederhana, dapat disimpulkan bahwa indeks adalah tanda yang
keberadaannya bergantung pada denotatum-nya. Kita dapat mengatakan bahwa tidak
akan ada asap kalau tidak ada api. Asap dapat dianggap sebagai tanda api sehingga
dalam kaitannya dengan api, asap ini dapat merupakan indeks. Segala sesuatu yang
memusatkan perhatiannya pada sesuatu dapat merupakan indeks, berupa jari yang
diacungkan, penunjuk arah angin, dan lain-lain.
7
3. Simbol
Tanda yang hubungan antara tanda dan denotatum-nya ditentukan oleh suatu peraturan
yang berlaku secara umum. Secara umum, yang dimaksud dengan simbol adalah
bahasa (Ratmanto, dalam Mediator: Jurnal komunikasi, Vol. 5 No.1, 2004:32-33).
Selain kaitan tanda dengan ground dan denotatum-nya, tanda juga dapat dilihat pada
interpretan-nya. Peirce menyebutkan bahwa: ”Hal ini sangat bersifat subjektif karena
hal ini berkaitan erat dengan pengalaman individu. Pengalaman objektif individu
dengan realitas di sekitarnya sangat bermacam-macam. Hal ini menyebabkan
pengalaman individu pun berbeda-beda, yang pada gilirannya nanti akan menyebabkan
pengalaman subjektif individu pun berbeda” (Ratmanto, dalam Mediator: Jurnal
komunikasi, Vol. 5 No.1, 2004:33).
Terdapat tiga hal, menurut Peirce, dalam kaitan tanda dengan interpretan-nya:
1. Rheme
Bila hubungan interpretatif tanda itu tidak dianggap sebagai bagian dan suatu kelas.
Contohnya adalah silogisme tradisional. Silogisme tradisional selalu terdiri dari tiga
proposisi yang secara bersama-sama membentuk suatu argumen; setiap rangkaian
kalimat dalam kumpulan proposisi ini merupakan argumen dengan tidak melihat
panjang pendeknya kalimat-kalimat tersebut (Ratmanto, dalam Mediator: Jurnal
komunikasi, Vol. 5 No.1, 2004:33).
Tanda dalam pandangan Peirce merupakan sesuatu yang hidup dan dihidupi
(cultivated). Yang mana ia hadir dalam proses interpretasi (semiosis) yang mengalir. Proses
semiosis dapat dilihat dalam kombinasi tanda yang dibagi Peirce menjadi:
8
1. Menunjukan ke sesuatu yang lain, keberadaan dari kemungkinan yang potensial. Contoh:
asap di udara.
2. Actually atau Secondness (ke-dua-an) ditujuknya sebagai pengertian. Seperti konfirmasi
dengan kenyataan yang keras, benturan pada dunia luar, apa yang terjadi. Secondness
merupakan sensasi dari fakta langsung yang muncul atau sensasi seketika. Contoh: asap di
udara terjadi karena api.
3. Regulation atau Thirdness (ke-tiga-an) ditunjuknya sebagai aturan, hukum, kebiasaan,
unsur umun dalam pengalaman kita. Thirdness merupakan keberadaan pada apa yang
terjadi ketika second berhubungan dengan first. Jadi keberadaan pada apa yang berlaku
umum. Contoh asap dan api dapat mengingatkan seseorang pada kebakaran rumah.
4. Potentially atau Firstness (kepertamaan) ditunjuknya sebagai pengertian sifat, watak,
kemungkinan, semacam esensi. Firstness merupakan keberadaan seperti apa adanya
tanpamembutuhkan data-data yang mendukung baik dari buku-buku, majalah, internet,
dan lainnya, yang berkaitan dengan judul yang penulis paparkan
9
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Semiotika adalah Suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda
adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-
tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi,
pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity)memaknai hal-
hal (things). Semiotik adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda (sign), berfungsinya tanda
dan produksi makna tanda-tanda tersebut menyampaikan suatu informasi sehingga bersifat
komunikatif. Ia mampu menggantikan suatu yang lain yang dapat dipikirkan atau
dibayangkan.
Secara umum, studi tentang tanda merujuk kepada semiotika. Dengan tanda-tanda, kita
mencoba keteraturan ditengah-tengah dunia yang centang perenang ini, setidaknya agar kita
sedikit punya pegangan.” Apa yang dikerjakan oleh semiotika adalah mengajarkan kita
bagaimana menguraikan aturan-aturan tersebut dan ‘membawanya pada sebuah kesadaran’,”
ujar Pines (dalam Berger,2000a:14)
10
DAFTAR PUSTAKA
Aart, Van Zoest. 1993. Semiotika: Tentang Tanda, Cara Kerjanya dan Apa yang kita Lakukan
Dengannya Jakarta: Yayasan Sumber Agung.
Drs. Alex sobur, M,si , Analisis Teks Media(Bandung : PT Remaja Rosdakarya , 2006).
Drs. Alex sobur, M,si , Semiotika Komunikasi (Bandung : PT Remaja Rosdakarya , 2013).
Sobur, Alex. 2006. Analisis Teks Media : Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Van Zoest, Aart, Semiotika: Tentang Tanda, Cara Kerjanya dan Apa yang kita Lakukan
Dengannya (Jakarta: Yayasan Sumber Agung, 1993).
11
ANALISA SEMIOTIKA
Dosen Pengampu :
Disususn Oleh :
PROGRAM PASCASARJANA
PONOROGO
2022
12