Anda di halaman 1dari 11

FILSAFAT MANUSIA

Filsafat Manusia adalah cabang filsafat yang hendak secara khusus merefleksikan
hakekat atau esensi dari manusia. Filsafat Manusia sering juga disebut sebagai
Antropologi Filosofis. Filsafat Manusia memiliki kedudukan yang setara dengan
cabang-cabang filsafat lainnya, seperti etika, epistemologi, kosmologi, dll. Akan tetapi
Filsafat Manusia juga memiliki kedudukan yang istimewa, karena semua persoalan
filsafat itu berawal dan berakhir tentang pertanyaan mengenai esensi dari manusia,
yang merupakan tema utama refleksi Filsafat Manusia.
Manusia secara bahasa disebut juga insan, yang dalam bahasa arabnya berasal
dari kata ‘nasiya’ yang berarti lupa. Dan jika dilihat dari kata dasar ‘al-uns’ yang
berarti jinak. Kata insan dipakai untuk menyebut manusia, karena manusia memiliki
sifat lupa dan jinak artinya manusia selalu menyesuaikan diri dengan keadaan yang
baru disekitarnya. Manusia memiliki cara keberadaan yang sekaligus
membedakannya secara nyata dengan mahluk yang lain. Seperti dalam kenyataan
mahluk yang berjalan diatas dua kaki, kemampuan berfikir, dan berfikir tersebut
yang menentukan manusia pada hakekat manusia.

PANDANGAN FILSAFAT MANUSIA MENURUT BEBERAPA AHLI

Manusia juga memiliki karya yang dihasilkan sehingga berbeda dengan


mahluk yang lain. Manusia dalam memiliki karya dapat dilihat dalam seting sejarah
dan seting psikologis situasi emosional an intelektual yang melatarbelakangi
karyanya. Dari karya yang dibuat manusia tersebut menjadikan ia sebagai mahluk
yang menciptakan sejarah. Manusia juga dapat dilihat dari sisi dalam pendekatan
teologis, dalam pandangan ini melengkapi dari pandangan yang sesudahnya dengan
melengkapi sisi trasendensi dikarenakan pemahaman lebih bersifat fundamental.
Pengetahuan pencipta tentang ciptaannya jauh lebih lengkap dari pada pengetahuan
ciptaan tentang dirinya. (Musa Asy’ari, Filsafat Islam, 1999)
Berbicara tentang manusia maka yang tergambar dalam fikiran adalah berbagai
macam perfektif. Ada yang mengatakan manusia adalah hewan rasional (animal
rasional) dan pendapat ini diyakini oleh para filosof. Sedangkan yang lain menilai
manusia sebagai animal simbolik, pernyataan tersebut dikarenakan manusia
mengkomunikasikan bahasa melalui simbol-simbol dan manusia menafsirkan
simbol-simbol tersebut. Ada yang lain menilai tentang manusia adalah sebagai homo
feber dimana manusia adalah hewan yang melakukan pekerjaan dan dapat gila
terhadap kerja. Manusia memang sebagai mahluk yang aneh dikarenakan disatu
pihak ia merupakan “mahluk alami”, seperti binatang ia memerlukan alam untuk
hidup. Dipihak lain ia berhadapan dengan alam sebagai sesuatu yang asing ia harus
menyesuaikan alam sesuai dengan kebutuh-kebutuhannya. Manusia dapat disebut
sebagai homo sapiens, manusia arif memiliki akal budi dan mengungguli makhluk
yang lain. Manusia juga dikatakan sebagai homo faber hal tersebut dikarenakan
manusia tukang yang menggunakan alat-alat dan menciptakannya. Salah satu bagian
yang lain manusia juga disebut sebagai homo ludens (mahluk yang senang bermain).
Dalam bermain manusia memiliki ciri khasnya dalam suatu kebudayaan bersifat fun.
Fun disini merupakan kombinasi lucu dan menyenangkan. Permainan dalam
sejarahnya juga digunakan untuk memikat dewa-dewa dan bahkan ada suatu
kebudayaan yang menganggap permainan sebagai ritual suci. (K. Bertens, Panorama
Filsafat Modern, 2005)
Marx menunjukan perbedaan antara manusia dengan binatang tentang
kebutuhannya. Binatang langsung menyatu dengan kegiatan hidupnya, sedangkan
manusia membuat kerja hidupnya menjadi objek kehendak dan kesadarannya.
Binatang berproduksi hanya apa yang ia butuhkan secara langsung bagi dirinya dan
keturunannya, sedangkan manusia berproduksi secara universal bebas dari
kebutuhan fisik, ia baru produksi dari yang sesungguhnya dalam kebebasan dari
kebutuhannya. Manusia berhadapan bebas dari produknya dan binatang
berproduksi menurut ukuran dan kebutuhan jenis produksinya, manusia
berproduksi menurut berbagai jenis dan ukuran dengan objek yang inheren,
dikarenakan manusia berproduksi menurut hukum-hukum keindahan. Manusia
dalam bekerja secara bebas dan universal, bebas dapat bekerja meskipun tidak
merasakan kebutuhan langsung, universal dikarenakan ia dapat memakai beberapa
cara untuk tujuan yang sama. Dipihak yang lain ia dapat menghadapi alam tidak
hanya dalam kerangka salah satu kebutuhan. Oleh sebab itu menurut Marx manusia
hanya terbuka pada nilai-nilai estetik dan hakekat perbedaan manusia dengan
binatang adalah menunjukan hakekat bebas dan universal.(Franz Magnis
Suseno, Pemikiran Karl Marx, 1999).
Antropologi adalah merupakan salah satu dari cabang filsafat yang
mempersoalkan tentang hakekat manusia dan sepanjang sejarahnya manusia selalu
mempertanyakan tentang dirinya, apakah ia sedang sendirian, yang kemudian
menjadi perenungan tentang kegelisahan dirinya, ataukah ia sedang dalam dinamika
masyarakat dengan mempertanyakan tentang makna hidupnya ditengan dinamika
perubahan yang kompleks, dan apakah makna keberadaannya ditengah
kompleksitas perubahan itu? Pertanyaan tentang hakekat manusia merupakan
pertanyaan kuno seumur keberadaan manusia dimuka bumi. Dalam jawaban tentang
manusia tidak pernah akan selesai dan dianggap tidak pernah sampai final
dikarenakan realitas dalam keling manusia selalu baru, meskipun dalam subtansinya
tidak berubah. (Musa Asy’ari, Filsafat Islam, 1999)
Manusia menurut Paulo Freire mnusia merupakan satu-satunya mahluk yang
memiliki hubungan dengan dunia. Manusia berbeda dari hewan yang tidak memiliki
sejarah, dan hidup dalam masa kini yang kekal, yang mempunyai kontak tidak kritis
dengan dunia, yang hanya berada dalam dunia. Manusi dibedakan dari hewan
dikarenakan kemampuannya untuk melakukan refleksi (termasuk operasi-operasi
intensionalitas, keterarahan, temporaritas dan trasendensi) yang menjadikan mahluk
berelasi dikarenakan kapasitasnya untuk meyampaikan hubungan dengan dunia.
Tindakan dan kesadaran manusia bersifat historis manusia membuat hubungan
dengan dunianya bersifat epokal, yang menunjukan disini berhubungan disana,
sekarang berhubungan masa lalu dan berhubungan dengan masa depan. manusia
menciptakan sejarah juga sebaliknya manusia diciptakan oleh sejarah. (Denis
Collin, Paulo Freire Kehidupan, Karya dan Pemikirannya, 2002).
Hakekat manusia selalu berkaitan dengan unsur pokok yang membentuknya,
seperti dalam pandangan monoteisme, yang menccari unsur pokok yang
menentujkan yang bersifat tunggal, yakni materi dalam pandangan materialisme,
atau unsur rohani dalam pandangan spritualisme, atau dualisme yang memiliki
pandangan yang menetapkan adanya dua unsur pokok sekaligus yang keduanya
tidak saling menafikan nyaitu materi dan rohani, nyakni pandangan pluralisme yang
menetapkan pandangan pada adanya berbagai unsur pokok yang pada dasarnya
mencerminkan unsur yang ada dalam marco kosmos atau pandangan mono dualis
yang menetapkan manusia pada kesatuannya dua unsur, ataukah mono pluralism
yang meletakkan hakekat pada kesatuannya semua unsur yang membentuknya.
Manusia secara individu tidak pernah menciptakan dirinya , akan tetapi bukan berarti
bahwa ia tidak dapat menentukan jalan hidup setelah kelahirannya dan eksistensinya
dalam kehidupan dunia ini mencapai kedewasaan dan semua kenyataan itu, akan
memberikan andil atas jawaban mengenai pertanyaan hakekat, kedudukan, dan
perannya dalam kehidupan yang ia hadapi. (Musa Asy’ari, Filsafat Islam,1999)

HAKEKAT MANUSIA
Masalah manusia adalah terpenting dari semua masalah. Peradaban hari ini
didasarkan atas humanisme, martabat manusia serta pemujaan terhadap manusia.
Ada pendapat bahwa agama telah menghancurkan kepribadian manusia serta telah
memaksa mengorbankan dirinya demi tuhan. Agama telah memamaksa ketika
berhadapan dengan kehendak Tuhan maka manusia tidak berkuasa. (Ali
Syariati, Paradigma Kaum Tertindas, 2001). Bagi Iqbal ego adalah bersifat bebas unifed
dan immoratal dengan dapat diketahui secara pasti tidak sekedar pengandaian logis.
Pendapat tersebut adalah membantah tesis yang dikemukanakn oleh Kant yang
mengatakan bahwa diri bebas dan immortal tidak ditemukan dalam pengalaman
konkit namun secara logis harus dapat dijatikan postulas bagi kepentingan moral. Hal
ini dikarenakan moral manusia tidak masuk akal bila kehidupan manusia yang tidak
bebas dan tidak kelanjutan kehidupannya setelah mati. Iqbal memaparkan pemikiran
ego terbagi menjadi tiga macam pantheisme, empirisme dan rasionalisme.
Pantheisme memandang ego manusia sebagai non eksistensi dimana eksistensi
sebenarnya adalah ego absolut. Tetapi bagi Iqabal bahwa ego manusia adalah nyata,
hal tersebut dikarenakan manusia berfikir dan manusia bertindak membuktikan
bahwa aku ada. Empirisme memandang ego sebagai poros pengalaman-pengalaman
yang silih berganti dan sekedar penanaman yang real adalah pengalaman. Benak
manusia dalam pandangan ini adalah bagaikan pangging teater bagai pengalaman
yang silih berganti. Iqbal menolak empirisme orang yang tidak dapat menyangkal
tentang yang menyatukan pengalaman. Iqbal juga menolak rasionalisme ego yang
diperoleh memlalui penalaran dubium methodicum (semuanya bisa diragukan
kecuali aku sedang ragu-ragu karena meragukan berarti mempertegas
keberadaannya). Ego yang bebas, terpusat juga dapat diketahui dengan
menggunakan intuisi. Menurut Iqbal aktivitas ego pada dasarnya adalah berupa
aktivitas kehendak. Baginya hidup adalah kehendak kreatif yang bertujuan yang
bergearak pada satu arah. Kehendak itu harus memiliki tujuan agar dapat makan
kehendak tidak sirna. Tujuan tersebut tidak ditetapakan oleh hukum-hukum sejarah
dan takdir dikarenakan manusia kehendak bebas dan berkreatif. (Donny Grahal
Adian, Matinya Metafisika Barat, 2001)
Hakekat manusia harus dilihat pada tahapannya nafs, keakuan, diri, ego dimana
pada tahap ini semua unsur membentuk keatuan diri yang aktual, kekinian dan
dinamik, dan aktualisasi kekinian yang dinamik yang bearada dalam perbuatan dan
amalnya. Secara subtansial dan moral manusia lebih jelek dari pada iblis, tetapi secara
konseptual manusia lebih baik karena manusia memiliki kemampuan kreatif.
Tahapan nafs hakekat manusia ditentukan oleh amal, karya dan perbuatannya,
sedangkan pada kotauhid hakekat manusai dan fungsinya manusia sebagai ‘adb dan
khalifah dan kekasatuan aktualisasi sebagai kesatuan jasad dan ruh yang membentuk
pada tahapan nafs secara aktual. (Musa Asy’ari, Filsafat Islam, 1999)
Bagi Freire dalam memahami hakekat manusia dan kesadarannya tidak dapat
dilepaskan dengan dunianya. Hubungan manusia harus dan selalu dikaitkan dengan
dunia dimana ia berada. Dunia bagi manusia adalah bersifat tersendiri, dikarenakan
manusia dapat mempersepsinya kenyataan diluar dirinya sekaligus mempersepsikan
keberadaan didalam dirinya sendiri. Manusia dalam kehadirannya tidak pernah
terpisah dari dunidan hungungganya dengan dunia manusia bersifat unik. Status
unik manusia dengan dunia dikarenakan manusia dalam kapasistasnya dapat
mengetahui, mengetahui merupakan tindakan yang mencerminkan orientasi
manusia terhdap dunia. Dari sini memunculkan kesadaran atau tindakan otentik,
dikarenakan kesadaran merupakan penjelasnan eksistensi penjelasan manusia
didunia. Orientasi dunia yang terpuasat oleh releksi kritiuas serta kemapuan
pemikiran adalah proses mengetahui dan memahami. Dari sini manusia sebagaiu
suatu proses dan ia adalah mahluk sejarah yang terikat dalam ruang dan waktu.
Manusia memiliki kemapuan dan harus bangkit dan terlibat dalam proses sejarah
dengan cara untuk menjadi lebih. (Siti Murtiningsih, Pendidikan sebagai Alat
Perlawanan, 2004)
Manusia dalam konsep al Quran mengunakan kensep filosofis, seperti halnya
dalam proses kejadian adam mengunakan bahasa metaforis filosofis yang penuh
makna dan simbol. Kejadian manusia yakni esensi kudrat ruhaniah dan atributnya,
sebagaimana dilukiskan dalam kisah adam dapat diredusir menjadi rumus;
Ruh Tuhan + Lempung Busuk Manusia
Ruh Tuhan dan lempung busuk merupakan dua simbol individu. Secara aktual
manusia tidak diciptakan dari lempung busuk (huma’in masnun) ataupun ruh Tuhan.
Karena kedua istilah itu harus dikasih makna simbolis. “Lempung busuk”
merupakan simbol kerendahan stagnasi dan pasifitas mutlak. Ruh Tuhan merupakan
simbol dari gerak tanpa henti kearah kesempurnaan dan kemuliaan yang tak terbatas.
Pernyataan al Quran manusia merupakan gabungan ruh Tuhan dan lempung busuk.
Manusia adalah suatu kehendak bebas dan bertanggungjawab menempati suatu
stasiun antara dua kutub yang berlawanan yakni Allah dan Syaitan. Gabungan
tersebut menjadikan mansuia bersifat dialektis. Hal ini yang menjadikan manusia
sebagai realitas dialektis. Dari dialektika tersebut menjadikan manusia berkehendak
bebas mampu menentukan nasibnya sendiri dan bertanggung jawab. Manusia yang
ideal menurut ‘Ali Syariati adalah manusia yang telah mendialektikakan ruh tuhan
dengan lempung dan yang dominant dalam dirinya adalah ruh Tuhan.(‘Ali
Syariati, Paradigma Kaum Tertindas, 2001)
Manusia merupakan mahluk yang unik yang menjadi salah satu kajian filsafat,
bahkan dengan mengkaji manusia yang merupakan mikro kosmos. Dalam filsafat
pembagian dalam melihat sesuatu materi yang terbagi menjadi dua macam esensi dan
eksistensi. Begitu pula manusia dilihat sebagai materi yang memiliki dua macam
bagian esensi dan eksistensi. Manusia dalam hadir dalam dunia merupakan bagian
yang berada dalam diri manusia esensi dan eksistensi. Esensi dan eksistensi manusia
ini yang menjadikan manusia ada dalam muka bumi. Esensi dan eksistensi bersifat
berjalan secara bersamaan dan dalam perjalananya dalam diri manusia ada yang
mendahulukan esensi dan juga eksistensi. Manusia yang menjalankan esensi
menjadikan ia bersifat tidak bergerak dan menunjau lebih dalam saja tanpa
melakukan aktualisasi. Begitu pula manusia yang menjalankan eksistensi tanpa
melihat esensi maka yang terjadi ia hanya ada tetapi tidak dapat mengada. Seperti
yang telah dikekmukakan oleh ‘Ali Syariati bahwa esensi manusia merupakan
dialektika antara ruh Tuhan dengan lempung dari dialektika tersebut menjadikan
manusia ada dalam mengada. Proses mengadanya manusia merupakan refleksi kritis
terhadap manusia dan realitas sekitar. Sebagaimana perkataan bijak yang dilontarkan
oleh socrates bahwa hidup yang tak direfleksikan tak pantas untuk dijalanani.
Refleksi tersebut menjadikan manusia dapat memahami diri sendiri, realitas alam dan
Tuhan. Manusia yang memahami tentang dirinya sendiri ma ia akan memahami
Penciptanya. Proses pemahaman diri dengan pencipta menjadikan manusia
berproses menuju kesempurnaan yang berada dalam diri manusia. Proses
pemahaman diri dengan refleksi kristis diri, agama dan realitas, hal tersebut
menjadikan diri manusia menjadi insan kamil atau manusia sempurna.
Bagian Esensi dan Eksistensi Manusia
No Eksistensi Esensi Kesadaran Basic Human Kebutuhan Dasar (Basic
manusia Fitrah (Basic Values (Basic Human Needs)
Human Drives) Islamic
Values)
1 Al Insan Rasa ingin tahu Intelektual Intelektual
2 Al Basyar Rasa lapar, haus, Biologis Biologis
dingin
3 Abdullah Sara ingin Spiritual Spiritual
berterimakasih
dan bersykur
kepada tuhan
4 An-Nas Rasa tahan sendiri Sosial Sosial
dan menderita
dalam kesepian
5 Khalifah Butuh keamanan, Estetika Estetika
fil ardli ketertiban,
kedamaian,
kemakmuran,
keadilan dan
keindahan
lingkungan
Manusia yang melakukan refleksi menyadari bahwa ia mahluk yang
berdimensional dan bersifat unik. Manusia menjadikan ia yang bertanggungjawab
pada eksistensinya yang berbagai macam dimensi tersebut. Manusia dalam
eksistensinya sebagai al insan, al basyar, ‘abdullah, annas, dan khalifah. Manusia
dalam eksistensi tersebut dikarenakan potensi yang berada dalam diri manusia
seperti intelektual, bilogis, spiritual, sosial dan estetika. Sifat dari manusia tersebut
adalah mahluk yang bebas berkreatif dan mahluk bersejarah dengan diliputi oleh
nilai-nilai trasendensi yang selalu menuju kesempurnaan. Hal tersebut menjadikan
manusia yang memiliki sifat dan karaktersistik profetik. Pembebasan yang dilakukan
oleh manusia adalah pembebasan manusia dari korban penindasan sosialnya dan
pembebasan dari alienasi antara eksistensi dan esensinya sehingga manusia menjadi
diri sendiri, tidak menjadi budak orang lain. Manusia yang bereksistensi dalam
kelima tersebut menjadikan ia sebagai mahluk pengganti Tuhan dan menjalankan
tugas Tuhan dalam memakmurkan bumi.

Esensi Manusia Menurut Sejumlah Aliran dalam Filsafat


Di dalam filsafat manusia terdapat beberapa aliran. Tiap-tiap aliran memiliki
pandangan tentang hakikat atau esensi manusia yang berbeda-beda. Dari sekian
banyak aliran, terdapat dua aliran tertua dan terbesar, yaitu materialisme dan
idealisme. Sedangkan aliran-aliran lain, pada prinsipnya merupakan reaksi yang
berkembang kemudian terhadap kedua aliran tersebut.

1. Materialisme
Materialisme adalah paham filsafat yang meyakini bahwa esensi kenyataan,
termasuk esensi manusia bersifat material atau fisik. Ciri utama dari kenyataan fisik
atau material adalah bahwa ia menempati ruang dan waktu, memiliki keluasan (res
extansa), dan bersifat objektif. Karena menempati ruang dan waktu serta bersifat
objektif, maka ia bisa diukur, dikuantifikasikan (dihitung), dan diobservasi.
Para materialis mempercayai bahwa tidak ada kekuatan apa pun bersifat spiritual
dibalik suatu gejala atau peristiwa yang bersifat material. Kalau ada suatu gejala yang
masih belum diketahui, atau belum dipecahkan oleh akal manusia, maka hal itu
bukan berarti ada kekuatan yang bersifat spiritual dibelakang peristiwa tersebut,
melainkan karena pengetahuan dan akal fikiran kita saja yang belum dapat
memahaminya. Penjelasan tentang gejala tersebut tidak perlu dicari dalam dunia
spritual, karena tidak ada yang namanya dunia spiritual. Penejalasan tersebut harus
berdasarkan pada data-data yang bersifat inderawi.
Jenis lain dari materialisme adalah naturalisme. Dikatakan naturalisme, karena
isitilah materi diganti dengan istilah alam (nature) atau organisme. Materialisme atau
naturalisme percaya bahwa setiap gejala dan setiap gerak dapat dijelaskan menurut
hukum stimulus-respon. Contoh tindakan agresif yang dilakukan oleh manusia tidak
terjadi begitu saja, melainkan merupakan respons dari bagian-bagian tertentu
didalam syaraf pusat manusia terhadap stimulus tertentu, sehingga tanpa dibendung,
ia mampu melakukan tindakan agresif.
Karena sangat percayapada hukum kausalitas, maka kaum materialis pada
umumnya sangat deterministik. Mereka tidak mengakui adanya kebebasan atau
independensi manusia. Seorang materialis sangat yakin bahwa tidak ada gerak atau
perilaku yang ditimbulkan oleh dirinya sendiri. Gerak selalu bersifat mekanis,
digerakan oleh kekuatan-kekuatan di luar dirinya (eksternal). Oleh sebab itu, metafor
yang digunakan oleh materialisme untuk menjelaskan gerak atau perilaku adalah
mesin, dan benda-benda lain yang bersifat mekanis.
Ilmu-ilmu alam – seperti fisika, biologi, kimia, kedokteran – adalah suatu bentuk
dari materialisme atau naturalisme, jika beransumsi bahwa esensi alam semesta
(termasuk manusia) dan objek kajian ilmu-ilmu alam sepenuhnya bersifat material,
sehingga bisa dijelaskan secara kausal dan mekanis. Akan tetapi, ilmu-ilmu manusia
seperti psikologi dan sosiologi pun adalah materialisme, jika memiliki asumsi bahwa
objek kajianya (yakni, perilaku manusia) adalah materi yang menempati ruang dan
waktu, bisa diukur dan dikuantifikasikan dan bergerak (berperilaku) secara kausal.
2. Idealisme
Kebalikan dari materialisme adalah idealisme. Menurut aliran ini, kenyataan
sejati adalah bersifat spiritual (oleh sebab itu, aliran ini sering disebut juga
spiritualisme). Para idealis percaya bahwa ada kekuatan atau kenyataan spiritual
dibelakang setiap penampakan atau kejadian. Esensi dari kenyataan spiritual
dibelakang setiap penampakan atau kejadian. Esensi dari kenyataan spiritual ini
adalah berpikir (res cogitans). Karena kekuatan atau kenyataan spiritual tidak bisa
diukur atau dijelaskan berdasarkan pada pengamatan empiris, maka kita hanya bisa
menggunakan metafor-metafor kesadaran manusia.
Dengan diakuinya kenyataan sejati sebagai bersifat spiritual, tidak berarti bahwa
idealis menolak kekuatan-kekuatan yang bersifat fisik (material) dan menolak adanya
hukum alam. Sebagaimana dikemukakan oleh Hegel (1770-1831) kekuatan fisik dan
hukum alam itu memang ada, tetapi keberadaanya merupakan manifestasi dari
kekuatan atau kenyataan yang sejati dan lebih tinggi, yakni Roh Absolut. Seperti
halnya kebudayaan dan kesenian merupakan manifestasi lahiriah dari jiwa manusia,
alam fisik pun adalah manifestasi lahiriah dari kenyataan yang sejati yakni Roh
Absolut atau Tuhan. Para idealis percaya adanya gerak pada setiap planet dan adanya
hukum alam, tetapi baik gerak planet-planet maupun hukum alam, sudah didesain
terlebih dahulu oleh kekutan spiritual.
Jika kenyataan pada dasarnya bersifat spiritual atau nonfisik, maka hal-hal yang
bersifat ideal dan normatif, seperti agama, hukum, nilai, cita-cita atau ide, memegang
peran penting dalam kehidupan. Hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara, serta agama dan nilai dalam kehidupan sosial dan pribadi, merupakan
norma-norma yang menggerakkan perilaku manusia dan masyarakat manusia.
Norma-norma atau nilai-nilai tersebut adalah panduan dan sekaligus sasaran kearah
mana manusia hendak menuju atau kearah mana perilaku manusia diarahkan untuk
mewujudkannya.
Jika perilaku manusia diarahkan pada nilai-nilai atau norma-norma, maka hidup
manusia adalah bertujuan (teleologis), yakni hendak menggapai dan sekaligus
mengaktualisasikan nilai, norma, atau hukum. Perilaku manusia mengandung
maksud dan tujuan, bukan semata-mata bergerak secara mekanis. Penggerak utama
perilaku bukan kekuatan eksternal, melainkan internal, yakni jiwa, yang hendak
mewujudkan dirinya dalam menggapai nilai-nilai pribadinya dan norma-norma atau
hukum-hukum masyarakat dan agamanya.
3. Dualisme
Menurut aliran dualisme, kenyataan sejati pada dasarnya adalah baik bersifat
fisik maupun spiritual. Semua hal dan kejadian di alam semesta ini pada dasarnya
tidak bisa diasalkan hanya pada satu substansi atau esensi saja. Esensi kenyataan
tidak bersifat fisik material, karena pada dasarnya kejadian didunia ini yang tidak
bisa dijelaskan dengan ilmu alam atau pancaindra. Esensi kenyataan juga bukan
berarti roh atau jiwa, karena siapapun tidak bisa menyangkal keberadaan dan
kekuatan yang nyata dari materi. Yang benar adalah bahwa kenyataan sejati
merupakan perpaduan antara materi dan roh.
Manusia terdiri dari dua substansi, yakni materi dan roh, atau tubuh dan jiwa.
Menurut Descartes (1596-1650), tubuh adalah substansi yang cirinya adalah
berkeluasan (res extensa), menempati ruang dan waktu. Karena ciri dari tubuh
adalah res extensa, maka siapapun bisa mengamati, menyentuh dan mengukur. Ini
berarti bahwa materi atau tubuh itu ada dan tidak bisa ditolak. Akan tetapi, dengan
diakuinya keberadaan tubuh bukan berarti menolak keberadaan jiwa. Keberadaan
jiwa, meski tidak bisa diamati secara inderawi, tetapi bisa dibuktikan secara rasio
(pikiran). Menurut Descartes, keberadaan jiwa karakteristiknya adalah res
cogitans (berfikir) justru lebih jelas dan tegas dibandingkan dengan keberadaan tubuh.
Untuk membuktikannya maka perlu berfikir secara skeptis, misalnya meragukan
keberadaan apa saja yang bersifat fisik (computer, kekasih yang berada disamping
kita dan keberadaan tubuh kita sendiri). Semua itu bisa diragukan keberadaannya
atau hanya halusinasi kita, hanya dalam mimpi dan bukan kenyataan yang
sebenarnya. Akan tetapi, ada satu hal yang tidak bisa diragukan keberadaannya, yaitu
“aku” yang sedang meragukan atau sedang berfikir. Descartes menyebutnya “Cogito
ergo sum”- “aku berfikir (meragukan), maka aku ada.”
4. Vitalisme
Vitalisme adalah paham didalam filsafat yang beranggapan bahwa kenyataan
sejati pada dasarnya adalah energi, daya, kekuatan atau nafsu yang bersifat irrasional
(tidak rasional). Vitalisme percaya bahwa seluruh aktivitas atau perilaku manusia
pada dasarnya merupakan perwujudan dari energy-energi atau kekuatan yang tidak
rasional atau instingtif. Acuan utama vitalisme adalah ilmu biologi dan sejarah.
Biologi mengajarkan bagaimana kehidupan ditentukan bukan oleh rasio, melainkan
oleh kekuatan untuk bertahan hidup (survive) yang sifatnya tidak rasional dan
instingtif. Agar organisme tetap bisa bertahan hidup, maka tidak ada dan tidak
diperlukan pertimbangan rasional, melainkan naluri untuk mempertahankan hidup.
Tingkah laku hewan dan semua jenis organism termasuk manusia, menunjukkan
bagaimana energy yang bersifat instingtif tersebut sangat menentukan tingkah
lakunya. Hewan dan manusia melalui kehendaknya yang tidak rasional dan liar ,
justru lebih bisa mempertahankan hidupnya daripada menggunakan pikiran yang
rasional.
5. Eksistensialisme
Eksistensialisme ini tidak membahas esensi manusia secara abstrak, melainkan
secara spesifik meneliti kenyataan kongkret manusia sebagaimana manusia itu
sendiri berada dalam dunianya. Eksistensialisme tidak mencari esensi atau substansi
yang ada dibalik penampakan manusia, melainkan hendak mengungkap eksistensi
manusia sebagaimana yang dialami oleh manusia itu sendiri.
Istilah eksistensi berasal dari kata existere (eks = keluar, sister = ada atau
berada). Dengan demikian, eksistensi memiliki arti sebagai “sesuatu yang sanggup
keluar dari keberadaannya” atau “sesuatu yang melampaui dirinya sendiri”. Dalam
kenyataan hidu sehari-hari tidak ada sesuatupun yang mempunyai ciri existere selain
manusia. hanya manusia yang bereksistensi. Hanya manausia yang sanggup keluar
dari dirinya, melampaui keterbatasan biologis dan lingkungan fisiknya. Oleh karena
itu, para eksistensialis menyebut manusia sebagai suatu proses, “menjadi”, gerak
yang aktif dan dinamis.
6. Strukturalisme
Strukturalisme dapat diartikan sebagai aliran dalam filsafat yang menempatkan
struktur (sistem) bahasa dan nudaya sebagai kekuatan-kekuatan yang menetukan
perilaku dan bahkan kesadaran manusia. Berbeda dengan pandangan
eksistensialisme, para strukturalis meyakini bahwa manusia pada dasarnya
merupakan makhluk yang tidak bebas, yang terstruktur oleh sistem bahasa dan
budayanya. Tidak ada perilaku, pola piker dan kesadaran manusia yang bersifat
individual dan unik yang bebas dari sistem bahasa dan budaya yang
mengungkapkannya.
Artinya aliran ini secara tegas menolak humanisme, menolak pandangan tentang
kebebasan dan keluhuran (keagungan) manusia. strukturalisme juga tidak mengakui
adanya “ego”, “aku” atau “kesadaran”. Aliran ini berpendapat bahwa “aku” atau
manusia bukanlah pusat realitas. Makna dan keberadaaan manusia pada dasarnya
tidak tergantung pada diri manusia itu sendiri, melainkan pada kedudukan dan
fungsinya dalam sistem.
7. Posmodernisme
Aliran posmodernisme ini hampir sama dengan strukturalisme. Kedua ailiran ini
bolrh disebut anti humanism, jika humanisme dipahami sebagai pengakuan atas
keberadaan dan didominasi “aku” yang terlepas dari sistem atau kondisi yang
mengitari hidupnya. Akan tetapi berbeda dengan posmodernisme yang membahas
tentang aspek kehidupan manusia yang lebih beragam dan actual. Posmodernisme
menentang bukan hanya “aku” yang seolah-olah bebas dan mampu melepaskan diri
dari sistem sosial budayanya, tetapi juga menafikkan dominasi sitem sosial, budaya,
politik, kesenian, ekonomi bahkan arsitektur. Menurut pandangan posmodernisme,
telah terjadi dominasi atau “kolonilisasi yang halus dan diam-diam” dalam semua
aspek kehidupan manusia. misalnya : dominasi nilai kesenian barat yang dianggap
adi luhung terhadap kesenian yang berasal dari bangsa timur atau Negara
berkembang. The one identik dengan kebudayaan barat dan the plural dengan
kebudayaan timur. Akibat dari pandangan yang demikian maka ada penghargaan
terhadap budaya-budaya lokal atau terhadap sistem budaya yang dianggap penting.
Menurut para posmodernisme, the plural harus diperhatikan, di ungkap ke
permukaan karena memiliki nilai yang penting yang tidak bisa diukur oleh nilai-nilai
yang terkandung dalam the One. (Filsafat Manusia, Zainal Abidin, Rosda Bandung 2011
hal. 25-36)

TUGAS

Jelaskan !

1. Esensi hidup manusia menurut pandangan filsafat


2. Tujuan hidup manusia menurut pandangan filsafat
3. Hubungan manusia dengan tuhan menurut pandangan filsafat
4. Hubungan manusia dengan manusia menurut pandangan filsafat
5. Hubungan manusia dengan alam menurut pandangan filsafat
6. Hubungan manusia dengan ilmu menurut pandangan filsafat
7. Jelaskan objek material dan formal filsafat tentang manusia

Tulis tangan dikumpulkan setelah UAS

Anda mungkin juga menyukai