Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mahluk hidup khususnya manusia, untuk memenuhi kebutuhan keperluan
hidupnya, perlu berhubungan dengan mahluk atau manusia lainnya. Untuk
berkomunikasi dengan manusia lainnya maka diperlukan sebuah tanda dan tanda-tanda
itu berupa tanda yang yang dapat di indera oleh manusia, baiktanda berupa bunyi, tanda
visual yang dapat dilihat, tanda yang dapat diraba, dirasakan, atau bahkan dapat discium
baunya. Tanda itu berupa dari hal yang sederhana sampai kepada yang makin lama
makin ruwet. Tentu saja, manusia menciptakan tanda itu dengan system atau aturan-
aturan tertentu yang saling dipahami. Karen manusia itu makhluk social, maka
fenomena social dan kebudayaannya itu merupakan tanda-tanda dengan sistemnya
yang dimengerti bersama.
Untuk memahami system tanda yang ruwet itu, perlu pembelajaran atas tand-
tanda itu. Oleh karena itu terciptalah ilmu tentang tanda-tanda itu. Oleh karena itu,
terciptalah ilmu tentang tanda-tanda itu. Ilmu tentang tanda itu disebut semiotika.
Semiotika itu mempelajari system-sistem, aturan-aturan, dan konvensi-konvensi yang
menungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti (Preminger, dkk., 1974 : 980; van
Zoest, 1993:1)

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini, yaitu:
1. Apa saja dasar-dasar teori semiotika?
2. Bagaimana metode penelitian semiotika?
3. Apa saja jenis-jenis semiotika?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui dasar-dasar teori semiotika
2. Untuk memahami metode penelitian semiotika
3. Untuk mengetahui jenis-jenis semiotika

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Dasar-dasar Teori Semiotika


Ucu dalam History of Semiotik yang disadur dari buku Handbook Of Semiotics
karya Winfried Noth mengatakan semiotika atau semiologi merupakan terminologi
yang merujuk pada ilmu yang sama. Istilah semiologi lebih banyak digunakan di Eropa,
sedangkan semiotik lazim dipakai oleh ilmuwan Amerika. Semiotika berasal dari
bahasa Yunani, yaitu semeion yang mengandung pengertian ‘tanda’ atau dalam bahasa
Inggris sign yang mengandung pengertian ‘sinyal’. Semiotika dikenal sebagai ilmu
yang mempelajari sistem tanda, seperti bahasa, kode, sinyal, dan ujaran manusia.
Semiotika mencakup tanda-tanda visual dan verbal yang dapat diartikan, semua tanda
atau sinyal yang bisa dimengerti oleh semua panca indra kita sebagai penutur maupun
petutur.
Sebagai ilmu, semiotika berfungsi untuk mengungkapkan secara ilmiah
keseluruhan tanda dalam kehidupan manusia, baik tanda verbal maupun nonverbal.
Sebagai pengetahuan praktis, pemahaman terhadap keberadaan tanda-tanda, khususnya
yang dialami dalam kehidupan sehari-hari berfungsi untuk meningkatkan kualitas
kehidupan melalui efektivitas dan efesiensi. Jadi, pemanfaatan sistem tanda secara
benar mempermudah aktivitas kehidupan.
Pertama kali, perlu dimengerti apakah tanda dan jenis tanda itu. Tanda itu
mempunyai dua aspek, yaitu penanda (signifier, significant) dan pentanda (signified,
signifie). Penanda adalah aspek formal tanda, dapat berupa bunyi atau pun huruf
sebagai simbolnya yang tersebut itu adalah tanda verbal (kebahasaan). Disamping itu,
ada juga tanda visual, yaitu tanda yang dapat dilihat misalnya patung, lukisan, ataupun
bangunan. Bahkan ada juga tanda yang berupa gerak misalnya tarian, laku (action) pada
drama dan film. Tanda formal itu menandai suatu konsep atau artinya (signified,
signifie).
Meskipun bentuk formal tanda itu bermacam-macam sesuai dengan
penginderaan panca indera, tetapi yang terpenting adalah tanda verbal dan visual. Tanda
verbal adalah tanda kebahasaan, sedangkan tanda visual adalah tanda yang dapat
dilihat, misalnya lampu lalu lintas, lukisan, dan bangunan.
Berdasarkan hubungan antara penanda (signifier) dan petanda (signified), ada
macam tanda :ikon, indeks, dan symbol. Ikon adalah tanda yang menunjukan adanya

2
hubungan alamiah antara penanda dan petandanya, berupa hubungan persamaan,
misalnya. Gambar rumah menandai artinya, yaitu rumah. Potret seseorang menandai
orang yang dipotret. Tanda-tanda yang bersifat ikon disebut tanda ikonik.
Indeks adalah tanda yang menunjukan adanya hubungan alamiah, yang
merupakan hubungan kausalitas antara penanda dan petanda. Misalnya, asap menandai
adanya api, awan menandai akan ada hujan, petunjuk arah angina memberi tanda
kemana araha angina bertipu atau dari arah mana angina tertiup.
Symbol adalah tanda yang menunjukan bahwa tidak ada hubungan alamiah
antara penanda dan petandanya. Artinya tanda ditentukan oleh konvensi masyarakat.
Tanda yang berupa symbol ini adalah tanda kebahasaan. Sebagian besar tanda bahasa
adalah symbol. Dalam kesusastraan ada dua macam system tanda, yaitu system tanda
tingkat pertama (first order semiotics) dan system tanda tingkat kedua (second order
semiotics). hal ini disebabkan oleh karya sastra itu mempergunakan bahan (medium)
bahasa yang sudah merupakan tanda yang bersistem. Oleh karena itu, dalam hubungan
ini bahasa adalah system tanda tingkat pertama (first order semiotics). Untuk menjadi
karya sastra, bahasa ini di tingkatkan menjadi system tanda tingkat kedua (second order
semiotics) yaitu kesusastraan itu sendiri arti tanda bahasa itu disebut meaning atau arti
(yang merupakan petanda/signifieldnya) sedang arti sastranya disebut makna atau
significance yaitu arti dari arti (meaning of meaning).
Dengan diketahui system, aturan, ataupun konvensinya, maka tanda-tanda itu
dapat diberi arti ataupun maknanya. Mislanya tanda lalu lintas, aturan, atau
konvensinya adalah bila warna lampu merah berarti warna lampu kuning berarti
berjaga-jaga dan warna lampu hijau berarti berjalan. Dalam hal lampu lalu lintas ini
artinya tetap. Bila lampu merah, kendaraan atau pemakai jalan harus berhenti. Akan
tetapi, tanda lainnya lebih-lebih tanda seni atau tanda sastra, pada umumnya ada arti
tambahan. Sebabnya, tanda itu memberikan sugesti untuk timbul arti yang lain. Jadi,
arti itu berjalan secara dinamis. Bahkan, kesusastraan arti tambahan itulah yang
terpenting. Misalnya dalam kalimat ini :“Serasa apa hidup yang terbaring mati
memandang musim yang mengandung luka”. "Luka" itu bukan berarti luka badan atau
brook, tetapi artinya adalah arti tambahan : kekurangan. pendentaan, keaiban, bahkan
berarti kejahatan : korupsi, manipulasi, ataupun kolusi. Jadi. musim, atau saat, atau
waktu, atau zaman yang di dalamnya mengandung penderitaan, kesusahan, banyak
kejahatan yang merugikan bangsa, dan keaiban lainnya. Semiotika mengkaji tanda.
yaitu suatu yang mewakili sesuatu". Proses mewakili itu terjadi pada saat tanda Itu
3
ditafsirkan hubungannya dengan yang dlwakilinya. Proses itu disebut semiosis.
Semiosis ini adalah suatu proses ketika suatu tanda berfungsi sebagai tanda, yaitu
mewakili yang ditandainya (Hoed,1992:3) Oikemukakan Hoed selanjutnya bahwa
sebenarnya yang menjadi fokus dalam kajian semiotika adalah semiosis itu dan bukan
hanya kajian terhadap tanda saja. Dikemukakan Peirce (Via Hoed, 1992:3) bahwa
proses semiosis adalah proses 'triadik" karena mencakup tiga unsur secara bersama,
yaitu tanda (T), hal yang diwakilinya (yang ditunjuk) (yang disebut objek, disingkat O),
dan kognłsj yang terjadi pada pikiran seseorang ketika menangkap tanda itu (dłsebut
interpretan, disingkat l). Jadi, sebetulnya proses kognisi itu merupakan dasar semiosis
karena tanpa proses kognisi itu, semiosis tidak terjadi. Dikemukakan Hoed (1992:4)
proses semiosis itu tidakada hentinya selama sebuah tanda ditangkap dan diperhatikan.
Suatu tanda dapat menjadi tanda baru berdasarkan interpretasinya. Sesuatu itu
mengingatkan sesuatu yang lain menurut Eco (via Hoed, 1992:4). Misalnya, dalam
televisi diiklankan sabun Lux, sabun Lux itu dipergunakan untuk mandi seorang
bintang film wanita yang terkenal. Lux yang menandai sabun mandi itu bergeser
artinya: kalau memakai Lux, si pemakai akan seperti si aktris itu, cantik dan bergengsi.
Jadi, Lux itu menandai kecantikan dan gengsi. Akan tetapi, arti Lux itu dapat berhenti
menjadi tanda kecantikan dan gengsi, misalnya, kalau diiklankan sabun Lux itu untuk
menggosok dan menyabun mayat yang sedang dimandikan Begitulah proses semiosis
itu.
Pendekatan semiotika untuk penelitian membedakan dua jenis semiotika, yaitu
semiotika komunikasi dan semiotika signifikasi (Eco via Hoed, 1992:2). Semiotika
komunikasi menekankan pendekatan pada teori produksi tanda yang salah satu di
antaranya mengasumsikan adanya enam faktor dalam komunikasi, yaitu pengirim,
penerima, kode, pesan, saluran komunikasi, dan acuan (hal yang dibicarakan).
Semiotika signifikasi memberikan tekanan pada teori tanda dan pemahamannya dalam
konteks tenentu. Pendekatan ini tidak mempersoalkan adanya tujuan berkomunikasi,
yang diutamakan adalah segi pemahaman suatu tanda. Dengan demikian, proses
kognisinya lebih diperhatikan daripada komunikasinya. Semiotika signifikasi ini terjadi
pada penelitian karya sastra ataupun teks yang memerlukan pemaknaan lainnya.
Semiotika komunikasi terjadi pada iklan, surat kabar, televisi, radio, atau sarana
komunikasi media massa lain. Perbedaan keduanya harus selalu diperhatikan, tetapi
tidak pertu dipertentangkan, bahkan harus saling melengkapi (Hoed, 1992:2).

4
B. Metode Penelitian Semiotika
Karena tanda itu menandai sesuatu (yang penting), dalam penelitian semiotika
itu yang dicari adalah tanda tanda yang penting, bemakna. Oleh karena itu,
dikemukakan oleh Culler (1978) meneliti sesuatu (misalnya karya sastra) adalah
memburu tanda-tanda (the pursuit ofsigns). Tanda-tanda yang bermakna itu dapat
berupa ikon, indeks, atau simbol. Tanda-tanda itu mempunyai makna berdasarkan
sistem, aturan, atau konvensi.
Dalam semiotika komunikasi, pastilah dicari tanda-tanda yang penting untuk
berkomunikasi, yaitu tanda-tanda untuk menyampaikan pesan dan pengirim kepada
penerima. Tiap-tiap jenis komunikasi ada atau mempunyai aturan, sistem, atau
konvensi-konvensi yang sesuai dengan jenisnya. Misalnya (semiotika) iklan
mempunyai konvensi tanda untuk persuasi, terutama tanda-tanda ikonik dalam televisi
atau surat kabar, disamping juga tanda-tanda verbal untuk menarik perhatian massa.
Tanda-tanda ikonik itu misalnya berupa benda-benda yang menarik, bahkan juga
wajah-wajah atau orang-orang yang menarik, atau tokoh-tokoh yang sudah terkenal.
Hal ini disebabkan oleh iklan Itu mempunyai tujuan tertentu, yaitu tujuan menarik
massa untuk membeli sesuatu.
Surat kabar mempunyai konvensi tanda-tanda tertentu untuk memahami teks
ataupun menarik massa atau benta yang disajikan. Tanda-tanda itu dapat berupa tanda
verbal atau nonverbal (misalnya visual). Misalnya, surat kabar mempunyai misi untuk
menyampaikan pesan berupa berita dan iklan. Akan tetapi, tidak semua berita dapat
disampaikan seperti adanya, atau dengan tanda-tanda verbal biasa karena tanda-tanda
yang realistis itu "keras" atau “kasar”. Oleh karena itu, dipergunakan tanda verbal yang
halus berupa eufemisme: "diamankan". "bisa diatur", "wanita tuna susila",
"pramunikmat", dan sebagainya. Makin banyak dipergunakan tanda berupa eufemisme,
hal ini menunjukkan adanya ketidakberesan yang akut.
Jadi, tanda-tanda itu dapat menandai ideologi tertentu. Ideologi ini dalam artnya
yang luas dapat bearti gagasan, paham, keadaan tenentu, masalah, situasi. dan
sebagainya.
Dalam surat kabar, di samping tanda berupa eufemisme yang merupakan
konvensi untuk "meredamkan" sesuatu, di pergunakan konvensi hiperbola, yaitu
melebih-lebihkan sesuatu untuk menarik perhatian penerima berita. Lebih-lebih dalam
tulisan tentang Olah raga dan iklan. Misalnya, PSIS menghancur luluhkan Arema
dengan angka 7-2: Susi Susanti menggebuk Bang Soo Yoon dengan 11-4 dan 11-3 (atau
5
sebaliknya). Surat kabar di samping menyampaikan berita kepada penerima (pembaca),
juga "mengiklankan" dirinya. Iklan itu berwujud tanda-tanda yang mempunyai arti
tertentu. Tanda-tanda tersebut dapat berupa rubrik-rubrik, cara penyajiannya,
pewajahannya, bahasanya, potret-potretnya, cerita. dan bentuk-bentuk lainnya yang
menank perhatian massa (pembaca).
Semiotika signifikasi juga mempunyai konvensi-konvensi tertentu yang
membuat tanda-tanda mempunyai makna. Untuk memberi makna kepada karya sastra,
pertama kali dipergunakan metode pencarian tanda-tanda, yaitu mencan tanda-tanda
tertentu dapat membenkan makna suatu hal atau keadaan. Misalnya, dałam hal
penokohan, di dałam Belenggu disebutkan bahwa Tini iłu "ratu pesta". Untuk memberi
makna ratu pesta itu dicari tanda-tanda yang pada umumnya berupa indeks (indeksika).
Sebagai ratu pesta itu ia ramah. suka dan mudah bergaul, menarik para pemuda,
dandanannya serba modern dan mewah. la memakai rouge bibir (apakah dulu belum
ada kata lipstick?. la memakai pakaian longgar untuk menarik para pemuda (pria). Di
samping iłu, ia pandai main piano untuk menghibur hadirin. Semuanya itu adalah
tanda-tanda berupa indeks yang menandai bahwa Tini itu ratu pesta. Tono itu dokter.
Indeksnya adalah ia selalu berpikir tentang penyakit dan pasien. la menggunakan
istilah-istilah kedokteran untuk menerangkan sesuatu hal. Di ruang tamunya ada lemari
buku yang berIsi buku-buku kedokteran. la membawa valis tempat alat-alat kedokteran,
memakai jubah dokter, mobilnya memiliki logo gelas yang dililit ular. Semua itu adalah
tanda berupa indeks bahwa ia adalah seorang dokter. Disamping dokter, Tono juga ahli
seni (musik). Indeksnya adalah di ruang praktiknya ada radio yang menghibur pasien-
atau menghibur dirinya sendiri. la suka pada lagu, terutama keroncong yang menjadi
hit pada masanya; ia mempunyai penyanyi pujaan : Siti Hayati. Di samping iłu. ia
pandai main biola dan menyimpan biola, dan ia menjadi juri lomba keroncong. Semua
iłu adalah tanda-tanda yang harus dicari untuk mencari makna pada penokohannya, dan
makna novel Belenggu itu sendiri.

C. Jenis-jenis Semiotika
Menurut Hoed (dalam Sobur, 2006:15), terdapat dua jenis kajian semiotika, yaitu
sebagai berikut:
a. Semiotika Komunikasi
6
Semiotika komunikasi menekankan pada teori tentang produksi tanda yang salah
satu diantara nya mengasumsikan adanya enam faktor dalam komunikasi yaitu
pengirim, penerima kode (sistem tanda), pesan, saluran komunikasi, dan acuan (hal
yang dibicarakan).
b. Semiotika Signifikasi

Semiotika signifikasi menekankan pada teori tanda dan pemahamannya dalam suatu
konteks tertentu. Pada jenis yang kedua ini tidak dipersoalkan adanya tujuan
berkomunikasi sebaliknya yang di utamakan adalah segi pemahaman suatu tanda
sehingga proses kognisinya pada penerima tanda lebih di perhatikan daripada proses
komunikasinya.

Sedangkan menurut Pateda (2001:29), terdapat sembilan macam semiotik yaitu


sebagai berikut:

 Semiotik analitik, yaitu semiotik yang menganalisis sistem tanda. Semiotik


berobjekan tanda dan penganalisisnya menjadi ide, objek, dan makna. Ide dapat
dikaitkan sebagai lambang, sedangkan makna adalah beban yang terdapat dalam
lambang yang mengacu kepada objek tertentu.
 Semiotik deskriptif, yaitu semiotik yang memperhatikan sistem tanda yang dapat
kita alami sekarang, meskipun ada tanda yang sejak dahulu tetap seperti yang
disaksikan sekarang. Misalnya, langit yang mendung menandakan bahwa hujan
tidak lama lagi akan turun, dari dahulu hingga sekarang tetap saja seperti itu.
Demikian pula jika ombak memutih di tengah laut, itu menandakan bahwa laut
berombak besar. Namun, dengan majunya ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni,
telah banyak tanda yang diciptakan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhannya.
 Semiotik faunal (Zoo Semiotik), yaitu semiotik yang khusus memperhatikan sistem
tanda yang dihasilkan oleh hewan. Hewan biasanya menghasilkan tanda untuk
berkomunikasi antara sesamanya, tetapi juga sering menghasilkan tanda yang dapat
ditafsirkan oleh manusia. Misalnya, seekor ayam betina yang berkotek-kotek
menandakan ayam itu telah bertelur atau ada sesuatu yang ia takuti. Tanda-tanda
yang dihasilkan oleh hewan seperti ini, menjadi perhatian orang yang bergerak
dalam bidang semiotik faunal.
 Semiotik kultural, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang berlaku
dalam kebudayaan tertentu. Telah diketahui bahwa masyarakat sebagai makhluk

7
sosial memiliki sistem budaya tertentu yang telah turun temurun dipertahankan dan
dihormati. Budaya yang terdapat dalam masyarakat yang juga merupakan sistem
itu, menggunakan tanda-tanda tertentu yang membedakannya dengan masyarakat
yang lain.
 Semiotik naratif, yaitu semiotik yang menelaah sistem tanda dalam narasi yang
berwujud mitos dan cerita lisan (Folklore). Telah diketahui bahwa mitos dan cerita
lisan, ada diantaranya memiliki nilai kultural tinggi.
 Semiotik natural, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang
dihasilkan oleh alam. Air sungai keruh menandakan di hulu telah turun hujan, dan
daun pohon-pohonan yang menguning lalu gugur. Alam yang tidak bersahabat
dengan manusia, misalnya banjir atau tanah longsor, sebenarnya memberikan tanda
kepada manusia bahwa manusia telah merusak alam.
 Semiotik normatif, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dibuat
oleh manusia yang berwujud norma-norma, misalnya rambu-rambu lalu lintas. Di
ruang kereta api sering dijumpai tanda yang bermakna dilarang merokok.
 Semiotik sosial, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan
oleh manusia yang berwujud lambang, baik lambang berwujud kata maupun
lambang berwujud kata dalam satuan yang disebut kalimat. Dengan kata lain,
semiotik sosial menelaah sistem tanda yang terdapat dalam bahasa.
 Semiotik struktural, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang
dimanifestasikan melalui struktur bahasa.

Anda mungkin juga menyukai