Anda di halaman 1dari 3

SEMIOTIKA

ESSAI
Oleh
Marina Indahningrum (19070835007)
S2 Pendidikan Bahasa dan Sastra 2019-A

Roland Brathes
Pengertian semiotika secara terminologis adalah ilmu yang mempelajari sederetan luas
objek-objek, peristiwa-peristiwa seluruh kebudayaan sebagai tanda. Menurut Eco, semiotik
sebagai “ilmu tanda” (sign) dan segala yang berhubungan dengan fungsinya, hubungan
degan kata lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya.
Semiotika secara epistimologis menurut Roland Barthes adalah berasal dari bahasa
Yunani sēmeîon yang bermakna “tanda‟. Tanda disini didefinisikan sebagai sesuatu atas dasar
konvensional sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain.
Sedangankan terminologis dapat mendefinisikan sebagai ilmu yang memperlajari sederetan
luas obyek-obyek, peristiwa- peristiwa, seluruh kebudaan sebagai tanda. Linguistik
merupakan bagian dari ilmu yang mencakupi semua tanda itu. Kaidah semiotik dapat
diterapkan pada linguistik. Pada tahun 1956, Roland Barthes yang meneruskan karya
Saussure: Cours de linguistique générale, dalam karya tersebut melihat adanya kemungkinan
menerapkan semiotik ke bidang-bidang lain. Ia mempunyai pandangan yang bertolak
belakang dengan Saussure mengenai kedudukan linguistik sebagai bagian dari semiotik.
Menurutnya, sebaliknya, semiotik merupakan bagian dari linguistik karena tandatanda dalam
bidang lain tersebut dapat dipandang sebagai bahasa, yang mengungkapkan gagasan (artinya,
bermakna), merupakan unsur yang terbentuk dari penanda-petanda, dan terdapat di dalam
sebuah struktur.
Roland Barthes adalah penerus pemikiran Saussure. Saussure tertarik pada cara
kompleks pembentukan kalimat dan cara bentuk-bentuk kalimat menentukan makna, tetapi
kurang tertarik pada kenyataan bahwa kalimat yang sama bisa saja menyampaikan makna
yang berbeda pada orang yang berbeda situasinya. Roland Barthes meneruskan pemikiran
tersebut dengan menekankan interaksi antara teks dengan pengalaman personal dan kultural
penggunanya, interaksi antara konvensi dalam teks dengan konvensi yang dialami dan
diharapkan oleh penggunanya. Gagasan Barthes ini dikenal dengan “order of signification”,
mencakup denotasi (makna sebenarnya sesuai kamus) dan konotasi (makna ganda yang lahir
dari pengalaman kultural dan personal). Di sinilah titik perbedaan Saussure dan Barthes
meskipun Barthes tetap mempergunakan istilah signifier-signified yang diusung Saussure.
Barthes mendefinisikan mitos dengan merujuk kepada teori tingkatan kedua sistem tanda.
Mitos ditemukan pada tingkatan kedua tanda atau pada level konotasi. Barthes membuat
perbedaan antara denotasi dan konotasi. Denotasi digambarkan sebagai makna harafiah,
sedangkan konotasi adalah makna parasitis dimana tanda historis berubah menjadi tanda atau
“mitos” yang dinaturalkan. Terdapat kemungkinan untuk membaca tingkatan penandaan,
baik yang muncul dipermukaan maupun yang ada dibalik tanda.
Nilai semiotika dapat dipakai untuk menunjukkan kemampuan suatu mitos
“ditukarkan‟ dengan suatu ide (ideologi) dan “dibandingkan‟ dengan mitos-mitos lain. Suatu
mitos dapat dipakai karena dia punya nilai. Kita bisa membandingkannya dengan berbagai
mitos (serupa atau berlawanan) yang ada dalam masyarakat. Dia mempunyai nilai karena dia
dapat ditukarkan dengan ideologi tertentu.
Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya
sebagai “mitos‟ dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi
nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu. Di dalam mitos juga terdapat
pola tiga dimensi penanda, petanda, dan tanda. Namun sebagai suatu sistem yang unik, mitos
dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya atau dengan kata lain,
mitos adalah juga suatu sistem pemaknaan tataran kedua.
Didalam mitos pula sebuah petanda dapat memiliki beberapa penanda. Pada signifikasi
tahap kedua, tanda bekerja melalui mitos (myth). Mitos adalah cerita yang digunakan suatu
kebudayaan untuk menjelaskan atau memahami beberapa aspek dari realitas atau alam.
Menurut Barthes, mitos merupakan cara berpikir dari suatu kebudayaan tentang sesuatu, cara
untuk mengkonseptualisasikan atau memahami sesuatu. Dengan mitos kita dapat
menemukan ideologi dalam teks dengan jalan meneliti konotasi-konotasi yang terdapat di
dalam mitos itu sendiri (Sobur, 2006). Mitos dari Roland Barthes mempunyai makna berbeda
dengan mitos dalam arti umum ( mitos takhayul ). Mitos dari Roland Barthes memaparkan
fakta.
Bagi Roland Barthes mitos adalah bahasa: le mythe est une parole. Konsep parole yang
di perluas oleh Roland Barthes dapat berbentuk Verbal ( lisan atau tulisan ) atau Non Verbal:
n‟importe quelle matiere peut etre dotee arbitrairement de signification ( materi apa pun
dapat dimaknai secara arbitrer ). Mitos merupakan perkembangan dari konotasi, konotasi
yang menetap pada suatu komunitas berakhir menjadi mitos. Pemaknaan tersebut terbentuk
oleh kekuatan mayoritas yang member konotasi tertentu kepada suatu hal secara tetap
sehingga lama kelamaan menjadi mitos (makna yang membudaya). Roland Barthes
membuktikannya dengan melakukan pembongkaran (demontage semiologique).
Tanda denotatif terdiri atas penanda dan petanda. Akan tetapi pada saat bersamaan,
tanda denotatif adalah juga penanda konotatif. Jadi dalam kosep Roland Barthes tanda
konotatif tidak sekedar memiliki makna tambahan namun juga menggandung kedua bagian
tanda denotative yang melandasi keberadaannya. Pada dasarnya ada perbedaan antara
konotasi dan denotasi dalam pengertian secara umum serta denotasi dan konotasi yang di
pahami oleh Roland Barthes. Di dalam semiologi roland Barthes dan para pengikutnya,
denotasi merupakan sigifikasi tingkat pertama, sementara konotasi merupakan tingkat kedua.
Dalam hal ini denotasi lebih diasosiasikan dengan ketertutupan makna. Sebagai reaksi untuk
melawan keharfiahan denotasi yang bersifat opresif ini, Roland Barthes mencoba
menyingkirkan dan menolaknya. Baginya yang ada hanyalah konotasi. Roland Barthes lebih
lanjut mengatakan bahwa makna “harfiah” merupakan sesuatu yang bersifat alamiah.
Mitologi adalah bagian dari semiologi, yaitu ilmu yang luas tentang tanda dan bentuk.
Mitologi dan semiologi, kedua-duanya berurusan dengan nilai yang tidak hanya puas dengan
fakta. Fakta merupakan tanda yang digunakan untuk mendefinisikan dan menjelajahi hal
lainnya. Menurut Barthes, dalam mitos ditemukan pola tiga dimensi penanda, petanda, dan
tanda.

1. Penanda 2. Penanda Bahasa /Denotasi


3. tanda
Mitos/Konotasi
I. PENANDA II. PETANDA
III. TANDA

Proses signifikasi ini disebutnya denotasi dan konotasi. Makna denotasi bersifat
langsung, artinya makna khusus yang terdapat dalam suatu tanda atau gambaran dari sebuah
petanda. Sedang makna konotasi akan dihubungkan dengan kebudayaan yang tersirat dalam
pembungkusnya, yaitu makna yang terkandung di dalamnya.

. DAFTAR PUSTAKA
Budiman, Kris. 2004. Jejaring Tanda-tanda: Strukturalisme dan Semiotika dalam Kritik
Kebudayaan, Magelang: Indonesiatera.
Khairussibyan, M,dkk.2017. Semiotika : Teori, Metode, dan Penerapannya dalam Penelitian
Sastra. Yogyakarta: Deepublish.
Zaimar, Okke K.S.2008. Semiotik dan Penerapannya dalam Karya Sastra. Jakarta: Pusat
Bahasa.

Anda mungkin juga menyukai