Anda di halaman 1dari 11

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 REPRESENTASI

Representasi merupakan penghubung antara makna dan bahasa dengan

budaya, dimana yang bisa diartikan sebagai tentang sesuatu yang digunakan

untuk mewakili dunia yang penuh arti kepada orang lain. Pemahaman utama

dari teori respresentasi menurut teori dari Stuart Hall adalah penggunaan

bahasa (language) untuk menyampaikan sesuatu yang berarti (meaningful)

kepada orang lain. Representasi merupakan bagian terpenting dari proses

dimana arti (meaning) diproduksi dan dipertukarkan antara anggota kelompok

dalam sebuah kebudayaan (culture). Representasi adalah mengartikan konsep

(concept) yang ada di pikiran kita dengan menggunakan bahasa. Stuart Hall

secara tegas mengartikan representasi sebagai proses produksi arti dengan

menggunakan bahasa.

Menurut David Croteau dan William Hoynes, representasi adalah sebuah

cara untuk memaknai apa yang diberikan pada benda yang digambarkan,

representasi merupakan kegunaan dari tanda. Selain itu Marcel Danesi

mendifiniskan istilah representasi itu sendiri menunjuk pada bagaimana

seseorang atau kelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan dalam

pemberitaan. Representasi ini penting dalam dua hal. Yang pertama, apakah

seseorang, kelompok atau gagasan tersebut ditampilkan sebagaimana

mestinya. Kata semestinya ini mengacu pada apakah seseorang atau kelompok

itu diberitakan apa adanya, ataukah diburukkan. Kedua, bagaimana

representasi tersebut ditampilkan. Dengan kata, kalimat, dan bantuan foto

13
14

macam apa seseorang, kelompok atau gagasan tersebut ditampilkan dalam

pemberitaan kepada khalayak. Lebih penting lagi, penggambaran itu tidak

hanya berkenaan dengan tampilan fisik (appearance) dan deskripsi, melainkan

juga terkait dengan makna (atau nilai) dibalik tampilan fisik. Tampilan fisik

representasi adalah sebuah jubah yang menyembunyikan bentuk makna

sesungguhnya yang ada dibaliknya.

Representasi menghubungkan antara konsep (concept) dalam benak kita

dengan menggunakan bahasa yang memungkinkan kita untuk mengartikan

benda, orang atau kejadian yang nyata (real), dan dunia imajinasi dari obyek,

orang, benda dan kejadian.Yang tidak nyata (fictional).Berbagai istilah itu

muncul dalam bahasan selanjutnya yaitu sistem representasi (sistem of

representation). Terdapat dua proses dalam sistem representasi yaitu; pertama,

representasi mental ( mental representation) dimana semua obyek, orang dan

kejadian dikorelasikan dengan seperangkat konsep yang dibawa kemana-mana

di dalam kepala kita.

Tanpa konsep, kita sama sekali tidak bisa mengartikan apapun di dunia ini.

Disini, bisa dikatakan bahwa arti (meaning) tergantung pada semua sistem

konsep (the conceptual map) yang terbentuk dalam benak milik kita, yang bisa

kita gunakan untuk merepresentasikan dunia dan memungkinka kita untuk

bisa mengartikan benda baik dalam benak maupun di luar benak kita. Kedua,

bahasa (language) yang melibatkan semua proses dari konstruksi arti

(meaning).

Latar belakang pemahaman terhadap sesuatu yang dimiliki oleh kelompok

masyarakat lainnya terhadap kode-kode budaya tertentu tidak dapat


15

memahami makna yang digunakan oleh kelompok masyarakat lainnya. Makna

tidak lain adalah suatu konstruksi. Makna dikonstruksi melalui sistem

representasi dan difiksasi melalui kode. Kode itulah yang membuat

masyarakat yang berbeda dalam suatu kelompok budaya yang sama mengerti

dan menggunakan nama yang sama, yang telah melewati proses kesepakatan

secara sosial. Oleh sebab itu, pandangan baru yang menghasilkan pemaknaan

baru, juga merupakan hasil pertumbuhan kontruksi pemikiran manusia,

melalui representasi makna diproduksi dan dikonstruksi. Ini menjadi proses

penandaan yang membuat suatu hal bermakna tertentu.

Representasi dalam budaya masyarakat merupakan pemaknaan tentang

berbagai kebiasaan hidup masyarakat yang didalami sebagai pembuktiaan atas

pemaknaan itu sendiri. Maka dalam konsep inilah setiap masyarakat yang

memiliki kebudayaan akan mendapatkan arti tentang representasinya itu

sendiri. Pemaknaan representasi juga diberikan kajian terhadap kehidupan

setiap kelompok masyarakat. Hal ini sesuai dengan kebiasaan setiap manusia

yang berbeda dari jaman satu kepada zaman sebelumnya. Misalnya saja

kebiasaan dalam merepresentasi radio, lalu bernajak pada Koran, film/televisi,

dan sekarang pada youtube atau media sosial.

2.2 KOMUNIKASI MASSA

Definisi Komunikasi Massa Komunikasi Massa dapat didefinisikan

sebagai proses komunikasi yang berlangsung di mana pesannya dikirim dari

sumber yang melembaga kepada khalayak yang sifatnya massal melalui alat-

alat yang bersifat 14 mekanis seperti radio, televisi, surat kabar, dan film
16

(Cangara ; 2011 : 37). Pada dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi

melalui media massa (media cetak dan elektronik). Massa dalam arti

komunikasi massa lebih menunjuk pada penerima pesan yang berkaitan

dengan media massa. Dengan kata lain, massa yang dalam sikap dan

perilakunya berkaitan dengan peran media massa. Oleh karena itu, massa

disini menunjuk pada khalayak, audience, penonton, pemirsa, atau pembaca.

Media massa itu antara lain televisi, radio, internet, majalah, koran, tabloid,

buku, dan film (film bioskop dan bukan negatif film yang dihasilkan kamera)

(Nurudin; 2007 : 4-5). Elemen komunikasi pada komunikasi secara umum

juga berlaku bagi komunikasi massa. Dalam komunikasi massa pengirim

sering disebut sebagai sumber (source) atau komunikator, sedangkan

penerima pesan yang berjumlah banyak disebut audience, komunikan,

pendengar, pemirsa, penonton, atau pembaca. Sementara itu, saluran dalam

komunikasi massa yang dimaksud antara lain televisi, radio, surat kabar,

buku, film, kaset/CD, dan internet yang juga sering disebut media massa.

2.3 TEORI SEMIOTIKA

Semiotika adalah studi tentang tanda dan cara tanda-tanda itu bekerja.

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda.

Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari

jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia.

Semiotika pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan,serta

memaknai hal - hal . Memaknai dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan

dengan mengkomunikasikan. Memaknai berarti bahwa objek- objek tidak


17

hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak

berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda.

(Sobur, 2009: 15).

Secara terminologis semiotik dapat didefinisikan sebagai ilmu yang

mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh

kebudayaan sebagai tanda. Istilah semiotika atau semiotik,yang dimunculkan

pertama kali pada akhir abad ke-19 oleh filsuf aliran pragmatik Amerika,

Charles Sanders Peirce, merujuk kepada “doktrin formal tentang tanda-

tanda”. Dasar dari semiotika adalah konsep tentang tanda; tak hanya bahasa

dan sistem komunikasi yang tersusun oleh tanda-tanda, melainkan dunia itu

sendiri pun, sejauh terkait dengan pikiran manusia, seluruhnya terdiri atas

tanda-tanda karena, jika tidak begitu, manusia tidak akan bisa menjalin

hubungan dengan realitas.

Mengartikan semitik sebagai “ilmu tanda (sign) dan segala yang

berhubungan dengannya: cara berfungsinya, hubungannya dengan kata lain,

pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya”.

Teori tanda pertama yang sebenarnya diperkenalkan oleh Santo Agustinu

(354 – 430 SM) walau ia tidak menggunakan istilah semiotika untuk

mengidentifikasikannya. Ia mendefinisikan tanda alami sebagi tanda yang

ditemukan secara harfiah di alam. Ia membedakan jenis tanda ini dengan

tanda konvensional, yaitu tanda yang dibuat manusia. Kata, isyarat dan

simbol adalah contoh tanda konvensional.

Dalam teori semiotika modern saat ini, tanda konvensional dibagi

menjadi tanda verbal dan nonverbal. Ia juga menekankan bahwa kesuluruhan


18

proses memahami makna sebuah tanda, sebagiannya berdasar pada konvensi

sosial, dan sebagian lainnya pada reaksi individual terhadap konvensi ini.

(Danesi, 2010:11)

Semiotika dan semiologi, mengandung pengertian yang persis sama,

walaupun penggunaan salah satu dari kedua istilah tersebut biasanya

menunjukkan pemikiran pemakainya mereka yang bergabung dengan Pierce

menggunkan kata semiotika, dan mereka yang bergabung dengan Saussure

menggunakan kata semiologi, Namun yag terakhir, jika dibandingkan dengan

yang pertama, kian jarang dipakai (Zoest,Van 1993:2).

Ada kecenderungan, istilah semiotika lebih populer dari pada istilah

semiologi sehingga para penganut Saussure pun sering menggunakannya.

”Baik semiotika maupun semiologi keduanya kurang lebih dapat saling

menggantikan karena sama-sama digunakan untuk mengacu kepada ilmu

tentang tanda. Para ahli umumnya cenderung tidak begitu mau dipusingkan

oleh kedua istilah tersebut. (Tommy Christomy, 2001 : 7).

Satu - satunya perbedaan antara keduanya, menurut Hawke adalah bahwa

istilah semiologi biasanya digunakan di Eropa, sementara semiotika

cenderung dipakai oleh mereka yang berbahasa inggris Amerika. Dengan kata

lain, seperti sudah disinggung, penggunaan kata semiologi menunjukan

pengaruh kubu saussure, sedangkan semiotika lebih tertuju kepada kubu

peirce, perbedaan istilah itulah yang menunjukan perbedaan orientasi.

(Zoest,Van 1996 : 2)
19

2.4 SEMIOTIKA JOHN FISKE

John Fiske (dalam Nawiroh Vera, 2015:34) menjelaskan bahwa

semiotika merupakan studi mengenai pertandaan dan makna dari sistem

tanda, bagaimana suatu tanda dan makna dibangun pada sebuah “Teks” media

ataupun studi terhadap bagaimana tanda dari suatu karya apapun yang

mengkomunikasikan makna dalam masyarakat. Fiske tidak setuju mengenai

teori yang berpendapat khalayak massa menggunakan produk yang

ditawarkan ke mereka tanpa berpikir. Fiske menolak gagasan “penonton”

yang memperkirakan massa yang tidak kritis. Fiske menyarakan “audiensi”

dengan beragam latar belakang dan identitas sosial yang mengizinkan mereka

untuk menerima teks-teks yang berbeda.

Dalam pandangan Fiske, sebuah peristiwa dalam tayangan televisi akan

menjadi peristiwa televisi apabila telah dienkode oleh kode-kode sosial yang

dikonstruksi dalam tiga tahapan, yaitu realitas, representasi dan ideologi.

Kode-kode televisi (the codes of television) merupakan teori yang

dikemukakan oleh John Fiske atau yang biasa disebut dengan kode-kode yang

digunakan dalam dunia pertelevisian yang saling berhubungan sehingga

terbentuk suatu makna. Menurut teori ini juga, suatu relitas tidak muncul

begitu saja dengan kode-kode yang timbul, akan tetapi diolah lewat

penginderaan sesuai referensi yang dimiliki oleh pemirsa televisi, sehingga

suatu kode dapat dipersepsi secara berbeda oleh orang yang berbeda pula.

Seiring perkembangannya, model John Fiske tidak hanya digunakan

dalam menganalisis acara telivisi saja, namun dapat digunakan pula untuk

menganalisis teks media berupa film, iklan, dan lain-lain. Dalam kode-kode
20

televisi yang dikemukakan dalam teori John Fiske, bahwa peristiwa yang

ditayangkan dalam dunia televisi telah dienkode oleh kode-kode sosial yang

terbagi dalam tiga level berikut:

a. Level Realitas (reality)

Realitas merupakan peristiwa yang ditandakan (encoded) sebagai

realitas tampilan, yang telah terkode secara sosial yang dapat meliputi

tampilan visual semacam pakaian, lingkungan, perilaku, percakapan,

gesture, ekspresi, suara, dan sebagainya.

b. Level Representasi (representation)

Realita yang terenkode dalam encoded electronically harus

ditampakkan pada technical codes, seperti kamera, pencahayaan,

editing, musik, suara. Level realitas dan representasi merupakan hasil

dari analisis sintagmatik,yaitu uraian yang berisi tanda-tanda dalam

potongan-potongan shot dan adegan.

c. Level Ideologi (ideology)

Semua elemen diorganisasikan dan dikategorikan dalam kode-kode

ideologis atau tersirat seperti individualisme, patriarki, ras, kelas,

materialisme, kapitalisme ini telah dianalisis secara paradigmatik

2.5 FILM

Film adalah media komunikasi yang bersifat audio visual untuk

menyampaikan suatu pesan kepada sekelompok orang yang berkumpul di

suatu tempat tertentu. Pesan film pada komunikasi massa dapat berbentuk apa

saja tergantung dari misi film tersebut. Akan tetapi, umumnya sebuah film
21

dapat mencakup berbagai pesan, baik itu pesan pendidikan, hiburan dan

informasi. Pesan dalam film adalah menggunakan mekanisme lambang-

lambang yang ada pada pikiran manusia berupa isi pesan, suara, perkataan,

percakapan, dan sebagainya. Film dapat menjadi sebuah sarana penyampaian

pesan yang sangat mudah dicerna oleh masyarakat. Pada dasarnya, film

termasuk dalam komunikasi massa. Menurut Bitner, komunikasi massa harus

menggunakan media dalam menyampaikan pesannya. Jika tidak

menggunakan media, maka tidak bisa disebut komunikasi massa (Rakhmat,

1994:188). Oleh karena itu, film termasuk komunikasi massa karena film

merupakan sebuah media penyampaian pesan yang digunakan lembaga

komunikator untuk penyampaian pesan kepada komunikan.

Film memiliki nilai seni tersendiri, karena film tercipta sebagai sebuah

karya dari tenaga kreatif yang profesional dibidangnya. Film sebagai seni

sebaiknya dinilai secara artistik, bukan rasional. Film merupakan fenomena

sosial, psikologi, dan estetika yang komplesk yang merupakan dokumen yang

terdiri dari cerita dan gambar yang diiringi kata-kata dan musik. Sehingga film

merupakan produksi yang multi dimensional dan kompleks (Effendy, 2000:

211-216). Film bukan hanya seni yang menyajikan pengalaman yang

mengasyikan, namun juga dapat menjadi media sebuah cerita dalam

berkehidupan sehari-hari yang dapat dikemas lebih menarik dan memasukkan

nilai-nilai yang dapat memperkaya batin untuk disuguhkan kepada masyarakat

sebagai cerminan kepada hal-hal didunia ini dengan pemahaman baru.

Adanya film ini seperti tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan manusia

modern hal ini membuat kedudukan film sama pentingnya dengan media
22

lainnya. Film dianggap sebagai media komunikasi yang ampuh terhadap

massa yang menjadi sasarannya, karena sifatnya yang audio visual, yaitu

gambar dan suara yang hidup. Hal ini lah yang membawa penonton dapat

menembus ruang dan waktu yang dapat menceritakan kehidupan dan bahkan

dapat mempengaruhi audiens. Semua film dapat dikatakan mempunyai satu

sasaran, yaitu menarik perhatian orang terhadap muatan-muatan masalah yang

dikandung.

. Pengaruh film dalam kehidupan sangatlah besar, hal itu dikarenakan

film direncanakan khusus untuk mempengaruhi jiwa, pemikiran, gaya hidup,

tingkah laku, hingga perkataan, dengan cara memainkan emosi seseorang

yang menontonnya. Film berperan sangat besar dalam kehidupan terutama

dalam merubah pemikiran seseorang serta tingkah lakunya. Hal penting dalam

film adalah gambar dan suara; kata yang diucapkan (ditambah dengan suara

lain yang serentak mengiringi gambar) dan musik film. Tanda-tanda ikonis

yang digunakan dalam film film dapat mengisyaratkan pesan kepada

penonton, bahkan juga dapat menjadi ciri khas dalam film itu sendiri, dan

setiap isyarat yang diterima penonton akan berbeda-beda.


23

2.6 KERANGKA BERPIKIR

FILM PENDEK “TILIK”

SEMIOTIKA JOHN FISKE

LEVEL REALITAS LEVEL REPRESENTASI LEVEL IDEOLOGI

REPRESENTASI KARAKTER BU TEJO

Pada penelitian film pendek TILIK, peneliti menggunakan rangkuman data

yang sudah di peroleh dalam film tersebut dengan melakukan pengamatan yang

lebih signifikan pada model komunikasi verbal ataupun non verbal dari tokoh Bu

Tejo itu sendiri. Setelah mendapat data yang di peroleh peneliti menggunakan

metode penelitian teori John Fiske dengan menganalisa bagaimana karakter yang

ditampilkan Bu Tejo melalui komunikasi verbal atau non-verbal yang muncul

dalam film tersebut.

Anda mungkin juga menyukai