kehidupan social manusia dan atau masyarakat. Sesuai dengan sifat dasarnya,
manusia selalu berusaha berkomunikasi antara satu dengan yang lain. Manusia
bersama-sama.
atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Komunikasi juga
berasal dari akar kata dalam bahasa Latin Communico yang artinya membagi.
Menurut catatan yang dibuat oleh Dance dan Larson dalam Cangara
(1998: 18) bahwa sampai tahun 1976 telah ada 126 definisi yang telah dibuat oleh
pakar dengan latar belakang dan perspektif yang berbeda satu sama lain. Para ahli
membangkitkan makna atau respons dari pikirannya yang serupa dengan yang
dan menerima pesan secaratimbal balik, dan makna yaitu kesamaan pemahaman
pengiriman pesan-pesan antar dua orang atau lebih diantara sekelompok kecil
orang-orang dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika. Pendapat
pribadi sebagai komunikasi yang berlangsung dua arah secara timbal balik dalam
bentuk percakapan antar dua atau tiga , baik secara tatap muka maupun melalui
media.
2.1.2 Konsep Budaya
merupakan bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti “budi” atau “akal”.
Kebudayaan itu sendiri diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi atau
akal.
Istilah culture, yang merupakan istilah bahasa asing yang sama artinya
dengan kebudayaan, berasal dari kata “colere” yang artinya adalah mengolah atau
mengerjakan, keahlian mengolah dan mengerjakan tanah atau bertani. Kata colere
yang kemudian berubah menjadi culture diartikan sebagai segala daya dan
kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam (Daryanto, 2010: 78).
ini diakui, baik secara langsung maupun tidak, seiring dengan waktu yang dilalui
dalam alam bawah sadar individu dan diwariskan pada generasi berikutnya.
Merujuk arti budaya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003: 169).
Budaya bisa diartikan sebagai 1) pikiran, akal budi; 2) adat istiadat; 3) sesuatu
mengartikan kata budaya itu sendiri. Sehingga bisa diartikan budaya sebagai
sebuah nilai atau praktik social yang berlaku dan dipertukarkan dalam hubungan
antarmanusia baik sebagai individu maupun anggota masyarakat. Masih beranjak
Raymond Williams (dalam Sutrisno dan Putranto (eds). 2005:8) dalam melihat
budaya, sebagai :
Tidak dapat dipungkiri, bahwa budaya merupakan nilai-nilai yang muncul akibat
interaksi antarmanusia disuatu wilayah atau negara tertentu. Budaya inilah yang
menjadi acuan dasar bahkan bias menjadi rel bagi proses komunikasi antar
berbagai aspek, seperti adanya keberagaman suku bangsa, agama, bahasa, adat
ketika anggota dari satu budaya tertentu memberikan pesan kepada anggota dari
interaksi.
1. Pengaruh teknologi
seperti media cetak sehingga hingga radio-televisi, yang tidak lagi dibatasi
tidak mau sekarang perusahaan media tradisional pun mulai melirik dunia
teknologi baru pada dasarnya tidak hanya bisa menjadi semacam pintu
2. Keunikan Demografis
Ras, suku, agama, latar belakang social, pendidikan, warna kulit, dan
mereka yang memiliki kesamaan saja. Apalagi di era global saat ini
dimana mulai dari alat transportasi dan alat komunikasi dan informasi
berasal dari sender atau komunikan, yang berupa pesan verbal dan
5. Kepentingan Etika
Prinsip ini pada dasaranya bisa dikatakan sebagai sesuatu yang muncul
tidak beretika yang muncul dari beragam budaya. Kedua, tanggung jawab
6. Pengaruh Media
Kekerasan tidak semata-mata didominasi oleh televise. Media tradisional
lainya seperti buku, komik, radio, bahkan internet sekalipun bisa menjadi
sumber dari gambaran kekerasan. Namun, tetap saja efek dari terapan
2.1.4 Konflik
berbeda atau berlawanan antara satu dengan yang lain, sehingga salah satu atau
1. Win-Win Strategies.
Di dalam menghadapi sebuah konflik, cara penyelesaian konflik yang
dirinya.
seperti menghindari konflik dengan cara pergi dari area berkonflik, pergi
untuk tidur, atau membunyikan suara keras agar tidak mendengar apapun.
menurun.
4. Face Detracting
memperlakukan orang lain sebagai orang yang tidak kompeten dan tidak
5. Verbal aggressiveness
istri dalam sebuah perkawinan secara hukum, namun perceraian tidak hanya
berarti putusnya hubungan suami dan istri. Banyak hal yang ditimbulkan dan
harus dihadapi sebagai dampak dari perceraian, baik oleh pasangan yang bercerai
menyangkut aspek emosi, ekonomi, dan social serta pengakuan secara resmi oleh
beragam, seperti tidak ada kecocokan, ketegangan personal, KDRT, poligami atau
selingkuh, masalah keuangan, nikah di bawah tangan, jarak usia yang terlalu jauh
dan kawin usia muda (Fachrina 2005, 2006; Khairuddin 2004; Bakaruddin dkk
1998). Disamping faktor internal dari suami dan istri itu sendiri, diketahui faktor
campur tangan keluarga dan tekanan sosial serta lemahnya control social
pada nilai dan norma tentang perceraian, masyarakat pada umumnya tidak lagi
perceraian sebagai suatu alternatif jalan terbaik bagi pasangan itu. (2) Adanya
lembaga lainnya di luar keluarga dan (5) adanya etos kesamaan derajat dan
tuntutan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan (Karim dalam Ihromi
1999).
2.2 Penelitian Terdahulu
pembanding terhadap penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Anwar
Marriage and Divorce Between Java and Papua Ethnics in The City of Jayapura
berbeda etnis Papua dengan Jawa yang cenderung ingin menampilkan ciri khas
budaya diri masing-masing secara dominan satu sama lain. Salah satu penyebab
pihak yang diakibatkan karena perbedaan etnis dan sulit nya menyesuaikan
pasangan suami istri yang baik belum tentu bisa mengurangi intensitas konflik
pada proses eskalasi hubungan dalam perkawinan. Faktor gaya komunikasi pada
etnis Jawa dengan Papua (mengontrol, agresif, koersif, dominasi dan bersifat
adalah mereka membentuk ikatan komitmen yang kuat dan perlunya pemahaman
kondisi yang ditampung dalam keluarga antar etnis adalah sikap mendidik anak-
anak, kegiatan di luar sekolah, pemilihan sekolah. Namun, untuk pasangan anak-
dari agama yang sama, tidak peduli apa etnis mereka. Hubungan sosial, khususnya
dengan keluarga besar, dianggap sebagai rekreasi keluarga, belajar masakan, dan
adat adalah untuk mendukung posisi suami dan untuk menjaga hubungan dengan
mixed marriage terkait dengan motif, pengalaman, makna atau komunikasi antar
budaya yang beragam yang didasari oleh banyaknya perbedaan budaya, bahasa,
pola pikir, serta ditemukan stereotip terhadap agama tertentu namun para pelaku
pelaku mixed marriage. Motif informan sebagai pelaku mixed marriage karena
mereka merasa cocok atau atas dasar cinta. Terdapat pula motif lain yang melatar
ada kebanggaan tersendiri yang dirasakan oleh para pelaku mixed marriage.
Pengalaman pelaku mixed marriage selama menikah dengan warga negara asing
pengalaman positif diakui oleh informan bahwa mixed marriage adalah proses
masing pasangan, atau perbedaan latar belakang. Toleransi ini dilakukan untuk
pada keluarga mixed marriage, terasa menarik atau menantang untuk dilakukan
karena adanya perbedaan budaya, kebiasaan, pola pikir, serta perbedaan agama.
Lintas Budaya Perempuan Indonesia dan Laki-Laki Bule”. Hasil penelitian ini
perkawinan lintas budaya antara perempuan Indonesia dan laki-laki bule, yakni
dan persepsi tentang ruang privasi. Pada akhirnya, pasangan perkawinan lintas
budaya yang muncul dalam kehidupan sehari-hari, baik yang berpotensi konflik
bersama-sama, perempuan Indonesia dan suami bule akan mencapai titik di mana
komunikasi intim harus selalu diciptakan. Kedua faktor tersebut berjalan efektif,
perannya.
pasangan perkawinan campuran antara suku Aceh dengan suku Tionghoa di awali
dengan bermacam-macam hal, ada yang memang sengaja bertemu di tempat kerja,
ada yang didasari oleh cinta yang mempertemukan mereka, dan ada juga yang
pernah menjadi tetangga sejak dulu, serta bisa dibilang bervariasi. Dalam hal
sikap kedewasaannya dalam mengelola emosi. Baik itu emosi amarah, sedih,
mereka menganggap bahwa untuk mencapai ke tahap ini bukanlah yang mudah.
Banyak suka dan duka harus dilewati masing-masing pasangan ini hingga
intensi cerai dapat dijelaskan oleh kuatnya daya Tarik hubungan negatif dalam
lemah dan keyakinan hidup lebih baik setelah bercerai yaitu ada harapan
mendapatkan pasangan baru yang mencintai mereka. Faktor tidak langsung yang
turut berkontribusi pada intensi cerai adalah tingkat pendidikan. Hasil temuan ini
teori perilaku terencana dan model perceraian Amato dan Rogers yang diajukan.
22,22 %
hokum Pengadilan Agama Pekanbaru diawali dengan peran majelis hakim untuk
mendamaikan para pihak yang ingin bercerai melalui mediasi. Berikutnya dari
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pekanbaru memberikan jalan keluar untuk
iman dan perbaikan akhlak agar terhindar dari perselingkuhan, dan meningkatkan
peran BP4 sebagai badan yang salah satunya memberikan pertimbangan dan
Pengadilan Agama.
Harapan Kecamatan Tanah Pinem Kabupaten Dairi antara lain yakni : Fakor usia
muda, faktor ekonomi, faktor belum memiliki keturunan dan faktor suami sering
Kabupaten Dairi adalah hilangnya kasih sayang anak dan renggangnya hubungan
penelitian ini maka akan menjadi fokus penelitian ini adalah Analisis Model
Kendari Barat Kota Kendari). Salah satu faktor yang meningkatkan tingkat
perceraian di karena perbedaan budaya, adanya faktor ekonom, dan adanya faktor
kekerasan dalam rumah tangga, karena itu penelitian ini merujuk pada penelitian
Anwar et al, (2016) yang menemukan bahwa banyak pasangan suami istri berbeda
etnis cenderung ingin menampilkan ciri khas budaya diri masing-masing secara
dominan satu sama lain. Salah satu penyebab terjadinya konflik adalah karena
perbedaan etnis dan sulit nya menyesuaikan kondisi tersebut. Penelitian ini
belum tentu bisa mengurangi intensitas konflik pada proses eskalasi hubungan
dalam perkawinan. Faktor gaya komunikasi pada etnis Jawa dengan Papua
membentuk ikatan komitmen yang kuat dan perlunya pemahaman akan adanya
keberagaman. Thalib et al, (2017) dengan judul “tingginya tingkat gugat cerai di
22,22 %
dan penyebab lainnya dengan persentase 27,7 % dikarenakan adanya campur
hokum Pengadilan Agama Pekanbaru diawali dengan peran majelis hakim untuk
mendamaikan para pihak yang ingin bercerai melalui mediasi. Berikutnya dari
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pekanbaru memberikan jalan keluar untuk
iman dan perbaikan akhlak agar terhindar dari perselingkuhan, dan meningkatkan
peran BP4 sebagai badan yang salah satunya memberikan pertimbangan dan
Pengadilan Agama.
terjadinya perceraian . ada pun kerangka pikir penelitian ini dapat dilihat seperti
Analisi model
komunikasi
Faktor-faktor
Komunikasi
penyebab
antarbudaya
terjadinya