Anda di halaman 1dari 7

“KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA”

Dosen Pembimbing : SANTI RIzKI, SE., MM

KELOMPOK 1
Disusun Oleh :
 SITI MAYSARAH (2044000110)
 RATNA NINGSIH ( 2044000108)

Fakultas Ekonomi dan Bisnis


Jurusan Manajemen
Universitas Potensi Utama Medan
Angkatan 2020/2021
PEMBAHASAN

A. Pengertian Komunikasi Lintas Budaya

Komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau
lebih dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka (Hafied Cangara). Kebudayaan adalah
keseluruhan yang kompleks yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
moral, hukum, adat istiadat, kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai
anggota masyarakat.
Adapun komunikasi lintas budaya sendiri didefinisikan sebagai:
1. Komunikasi yang dilakukan oleh dua kebudayaan atau kebih
2. Komunikasi yang dilakukan sebagai akibat dari terjalinnya komunikasi antar unsur kebudayaan itu
sendiri, seperti komunikasi antar masyarakatnya.

Jika kita gabungkan dari kedua pengertian tentang Komunikasi dan Kebudayaan (budaya) maka akan
mendpatkan pengertian sebagai berikut:
“Komunikasi Lintas Budaya adalah proses dimana dialihkan ide atau gagasan suatu budaya
yang satu kepada budaya yang lainnya dan sebaliknya dan hal ini bisa antar dua kebudayaan yang
terkait ataupun lebih, tujuannya untuk saling mempengaruhi satu sama lainnya, baik itu untuk kebaikan
sebuah kebudayaan maupun untuk menghancurkan suatu kebudayaan atau bisa jadi sebagai tahap awal
dari proses akulturasi (penggabungan dua kebudayaan atau lebih yang menghasilkan kebudayaan yang
baru)”

Definisi pertama dikemukakan dalam buku “Interculuture communication: A Reader” dimana


dinyatakan bahwa Komunikasi antar budaya (interculture communication) terjadi apabila sebuah pesan
(message) yang harus dimengerti dihasilkan oleh anggota dari budaya tertentu untuk di konsumsi
anggota dari budaya yang lain.

Definisi lain diberikan oleh Liliweri bahwa proses komunikasi antar budaya merupakan
interaksi antar pribadi dan komunikasi yang dilakukan oleh beberapa orang yang memiliki latar
belakang kebudayaan yang berbeda.

Adapun definisi yang ada mengenai komunikasi anatar budaya (interculture communication)
menyatakan bahwa komunikasi antar budaya terjadi apabila terdapat 2 budaya yang berbeda dan kedua
budaya tersebut sedang melaksanakan proses komunikasi.

Menurut Maletzke, komunikasi lintas budaya adalah proses perubahan mencari dan menentukan
makna antar manusia yang berbeda budaya.
Kim mengatakan bahwa komunikasi lintas budaya adalah suatu fenomena pengiriman
komunikasi dalam diri partisipan kepada pihak lain yang berbeda latar belakang budayanya baik secara
langsung maupun tidak langsung.

Samover, Porter dan jain mengatakan komunikasi lintas budaya adalah terjadinya pengiriman
pesan dari seseorang yang berasal dari satu budaya yang berbeda dengan penerima pesan.
Bila disederhanakan, komunikasi lintas budaya ini memberi penekanan pada aspek perbedaan budaya
sebagai faktor yang menentukan sebagai keberlangsungan proses komunikasi.
B. Sejarah Komunikasi Lintas Budaya

Komunikasi Lintas Budaya (cross cultural communication) bukanlah sebagai barang baru dalam
kehidupan manusia. Ia telah ada sejak manusia melakukan kontak atau berinterkasi dengan latar
kebudayaan yang berbeda. Namun studi tentang Komunikasi Lintas Budaya secara sistematis, ilmiah
dan akademis baru di kaji pada akhir abab 1960-an (awal 1970-an) sebagai bagian tak terpisahkan dari
studi disiplin ilmu komunikasi. Pada intinya kemunculan studi komunikasi lintas budaya ini didasari
oleh ketidakmapuan individu-individu untuk saling memahami pihak lain dalam dinamika pergaulan
kehidupan sehari-hari.

Istilah antar budaya pertama kali diperkenalkan oleh Edward T.Hall pada tahun 1959 dalam
bukunya The Silent Language. Perbedaan antarbudaya dalam berkomunikasi baru dijelaskan oleh
David K. Berlo (1960) melalui bukunya The Process of Communication (an introduction to theory and
practice). Barlo (1960) menggambarkan proses komunikasi dalam model yang diciptakannya.
Menurutnya, komunikasi akan tercapai jika kita memperhatikan faktor-faktor SMCR (Sources,
Message, Channel, and Receiver). Antara sources dengan receiver yang diperhatikan adalah
kemampuan berkomunikasi, sikap, pengetahuan sistem sosial, dan kebudaayaan. Namun, dalam hal ini,
komunikasi antarbudaya yang dijelaskan melalui teori etnosentrisme ini berbasis pada konteks
komunikasi kelompok (etnik).

Rumusan objek formal komunikasi antarbudaya baru dipikirkan pada 1970-1980-an. Pada saat
yang sama, para ahli ilmu sosial sedang sibuk membahas komunikasi internasional yang disponsori
oleh Speech Communication Associaton, sebuah komisi yang merupakan bagian Asosiasi Komunikasi
Internasional dan Antarbudaya yang berpusat di Amerika Serikat.

“Annual” tentang komunikasi antarbudaya yang disponsori oleh badan itu terbit pertama kali
pada 1974 oleh Fred Casmir dalam The International and Intercultural Communication Annual.
Kemudian Dan Landis menguatkan konsep komunikasi antarbudaya dalam Internaional Journal of
Intercultural Relations pada 1977. Pada tahun 1979 Molefi Asante, Cecil Blake dan Eileen Newmark
menerbitkan sebuah buku yang membicarakan komunikasi antarbudaya, yakni The Handbook of
Intercultural Communication. Sejak itu banyak ahli mulai melakukan studi tentang komunikasi
antarbudaya, misalnya penelitian Asante dan kawan-kawan pada 1980-an.

Akhir tahun 1983, terbitlah International dan Intercultural Communication Annual yang dalam
setiap volumenya mulai menempatkan rubrik khusus untuk menampung tulisan tentang komunikasi
antarbudaya. Tema pertama tentang “Teori Komunikasi Antarbudaya” diluncurkan tahun 1983 oleh
Gundykunst disusul tahun 1988 oleh Kim dan Gundykunst, sedangkan tema metode penelitian ditulis
oleh Gundykunst dan Kim tahun 1984. Edisi lain tentang komunikasi, kebudayaan, proses kerjasama
antarbudaya ditulis pula oleh Gundykunst, Stewart, dan Tim Toomey tahun 1985, komunikasi
antaretnik oleh Kim tahun 1986, adaptasi lintas budaya oleh Kim dan Gundykust tahun 1988, dan
terakhir komunikasi / bahasa dan kebudayaan oleh Ting Toomey dan Korzenny tahun 1988.

Pada tahun 1990-an, studi-studi komunikasi antarbudaya diperluas meliputi pula studi
komunikasi antarbangsa, misalnya Penelitian Komunikasi Kemanusiaan, Monograf Komunikasi, Jurnal
Komunikasi, Jurnal Komunikasi Internasional dan Relasi Antarbudaya, Jurnal Studi tentang Orang
Kulit Hitam, dan Jurnal Bahasa dan Psikologi Sosial.

Mc Luhan merupakan orang pertama yang memberikan tekanan ulasan pada hubungan
komunikasi antarbangsa karena melihat adanya gejala ketergantungan antarbangsa. Dari gagasannya,
muncullah konsep “Tatanan Komunikasi dan Informasi Dunia baru” yang mempengaruhi
perkembangan sejumlah penelitian tentang perbedaan budaya antar etnik, rasial, dan golongan di semua
bangsa. Faktor-faktor tersebut memantik pesatnya perkembangan teori dan penelitian yang berkaitan
dengan komunikasi antarbudaya.

C. Karakteristik Komunikasi Lintas Budaya

Ada beberapa macam karaketeristik Komunikasi Lintas Budaya, antara lain :


1. Ada dua atau lebih kebudayaan yang terlibat dalam komunikasi
2. Ada jalan atau tujuan yang sama yang akhirnya menciptakan komunikasi itu
3. Komunikasi Lintas Budaya menghasilkan keuntungan dan kerugian diantara dua budaya atau lebih
yang terlibat
4. Komunikasi lintas budaya dijalin baik secara individu anggota masyarakat maupun dijallin secara
berkelompok atau dewasa ini dapat dilakukan melalui media
5. Tidak semua komunikasi lintas budaya menghasilkan feedback yang dimaksud, hal ini tergantung
kepada penafsiran dan penerimaan dari sebuah kebudayaan yang terlibat, mau atau tidaknya
dipengaruhi
6. Bila dua kebudayaan melebur karena pengaruh komunikasi yang dijalin maka akan menghasilkan
kebudayaan baru, dan inilah yang disebut akulturasi.

Karakter budaya sendiri yaitu:


1. Komunikasi dan bahasa
2. Pakaian dan penampilan
3. Makanan dan kebiasaan makanan
4. Waktu dan kesadaran akan waktu
5. Hubungan-hubungan
6. Nilai dan norma
7. Rasa diri dan ruang
8. Proses mental dan belajar
9. Kepercayaan dan sikap

D. Tujuan mempelajari Komunikasi Lintas Budaya

Kebutuhan untuk mempelajari komunikasi lintas budaya ini semakin terasakan karena semakin
terbukanya pergaulan kita dengan orang-orang dari berbagai budaya yang berbeda, disamping juga
karena kondisi bangsa Indonesia yang sangat majemuk dengan berbagai ras, suku bangsa, agama, latar
belakang daerah, latar belakang pendidikan dan yang lainnya.

Litvin menyebutkan beberapa alasan, tujuan kita mempelajari komunikasi lintas budaya. Yang antara
lain:
1. Dunia sedang menyusut, kapasitas untuk memahami keanekaragaman budaya sangat diperlukan
2. Semua budaya berfungsi dan penting bagi pengalaman anggota-anggota budaya tersebut meskipun
nilai-nilainya berbeda.
3. Nilai-nilai setiap masyarakat sebaik nilai-nilai masyarakat lainnya.
4. Setiap individu dan atau budaya berhak menggunakan nilai-nilainya sendiri.
5. Perbedaan-perbedaan individu itu penting, namun ada asumsi-asumsi dan pola-pola budaya
mendasar yang berlaku.
6. Pemahaman atas nilai-nilai budaya sendiri merupakan prasyarat untuk mengidentifikasi dan
memahami nilai-niai budaya lain.
7. Dengan mengatasi hambatan-hambatan budaya untuk berhubungan dengan orang lain kita
mmeperoleh pemahaman dan penghargaan bagi kebutuhan, aspirasi, perasaan dan masalah manusia.
8. Pemahaman atas orang lain secara lintas budaya dan antar pribadi adalah suatu usaha yang
memerlukan keberanian dan kepekaan. Semakin mengancam pandangan dunia orang itu bagi
pandangan dunia kita, semakin banyak yang harus kita pelajari dari dia, tetapi semakin berbahaya
untuk memahaminya.
9. Pengalaman-pengalaman antar budaya sangat menyenangkan dan menumbuhkan kepribadian.
10. Ketrampilan-ketrampilan komunikasi yang diperoleh memudahkan perpindahan seseorang dari
pandangan yang monokultural terhadap interaksi manusia ke pandangan multikultural.
11. Perbedaan-perbedaan budaya menandakan kebutuhan akan penerimaan dalam komunikasi, namun
perbedaan-perbedaan tersebut secara arbitrer tidaklah menyusahkan atau memudahkan.
12. Situasi-situasi komunikasi antar budaya tidaklah statik dan bukan pula stereotip. Karena itu
seorang komunikator tidak dapat dilatih untuk mengatasi situasi. Dalam konteks ini kepekaan,
pengetahuan dan ketrampilannya bisa membuatnya siap untuk berperan serta dalam menciptakan
lingkungan komunikasi yang efektif dan saling memuaskan.
Sedangkan menurut Litvin, bila kita mempelajari komunikasi lintas budaya mengenai tujuan
itu, dia menguraikan tujuannya yang bersifat kognitif dan afektif, yaitu untuk:
1. Menyadari bias budaya sendiri
2. Lebih peka secara budaya
3. Memperoleh kapasitas untuk benar-benar terlibat dengan anggota dari budaya lain untuk
menciptakan hubungan yang langgeng dan memuaskan orang tersebut.
4. Merangsang pemahaman yang lebih besar atas budaya sendiri
5. Memperluas dan memperdalam pengalaman seseorang
6. Mempelajari ketrampilan komunikasi yang membuat seseorang mampu menerima gaya dan isi
komunikasinya sendiri.
7. Membantu memahami budaya sebagai hal yang menghasilkan dan memlihara semesta wacana dan
makna bagi para anggotanya.
8. Membantu memahami kontak antar budaya sebagai suatu cara memperoleh pandangan ke dalam
budaya sendiri, baik asumsi-asumsi, nilai-nilai, kebebasan-kebebasan dan keterbatasan-
keterbatasannya.
9. Membantu memahami model-model, konsep-konsep dan aplikasi-aplikasi bidang komunikasi antar
budaya.
10. Membantu menyadari bahwa sistem-sistem nilai yang berbeda dapat dipelajari secara sistematis,
dibandingkan dan difahami
Kami menyimpulkan bahwa tujuan kita mempelajari komunikasi lintas budaya yaitu:
1. untuk menghindari gegar budaya
2. untuk menghindari kesalahpahaman
3. untuk menghindari pertentangan

E. Hambatan Komunikasi Lintas Budaya

Hambatan komunikasi atau yang juga dikenal sebagai communication barrier adalah segala
sesuatu yang menjadi penghalang untuk terjadinya komunikasi yang efektif.
Contoh kasus:
Kasus anggukan kepala, dimana di Amerika Serikat anggukan kepala mempunyai arti bahwa
orang tersebut mengerti. Sedangkan di Jepang anggukan kepala tidak bearti seseorang setuju melainkan
hanya berarti bahwa orang tersebut mendengarkan.
Contoh lain adalah bahasa, di daerah sebut saja Medan, untuk memanggil kamu dengan panggilan kau
sudah menjadi biasa, di Cilacap kowe sudah menjadi kebiasaan untuk memanggil sebagai ganti kamu,
di Jakarta kadang menggunakan kata loe sebagai sebutan kamu.
Dengan memahami mengenai komunikasi antar budaya maka hambatan komunikasi semacam ini dapat
kita lalui.

Jenis-jenis hambatan dalam komunikasi antar budaya antara lain:


Ada dua hambatan komunikasi antar budaya yang kita sebut above waterline dan below waterline
1. Above waterline
Ada 9 jenis hambatan komunikasi antar buadaya yang berada diatas air, hambatan komunikasi
semacam ini lebih mudah untuk dilihat karena hambatan-hambatan ini banyak yang berbentuk fisik.
Hambatan-hambatan tersebut antara lain adalah :

a. Fisik (Physical)
Hambatan komunikasi semacam ini berasal dari hambatan waktu, lingkungan, kebutuhan diri,
dan juga media fisik.

b. Budaya (Cultural)
Hambatan ini berasal dari etnik yang berbeda, agama, dan juga perbedaan sosial yang ada antara
budaya yang satu dan yang lain.
c. Persepsi (Perceptual)
Jenis hambatan ini muncul dikarenakan setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda
mengenai suatu hal. Sehingga untuk mengartikan setiap sutu budaya akan mempunyai pemikiran yang
berbeda-beda.

d. Motivasi (Motivational)
Hambatan semacam ini berkaitan dengan tingkat motivasi dari pendengar, maksudnya adalah
apakah pendengar yang menerima pesan ingin menerima pesan tersebut atau apakah pendengar tersebut
sedang malas dan tidak punya motivasi sehingga dapat menjadi hambatan komunikasi.

e. Pengalaman (Experiential)
Experiental adalah jenis hambatan yang terjadi karena setiap individu tidak memiliki pengalaman
hidup yang sama sehingga setiap indibidu mempunyai ersepsi dan juga konsen yang berbeda dalam
melihat sesuatu.

f. Emosi (Emotional)
Hal ini berkaitan dengan emosi atau perasaan pribadi dari pendengar. Apabila emosi pendengar
sedang buruk maka hambatan komunikasi yang terjadi akan semakin besar dan sulit untuk dilalui.

g. Bahasa (Linguistic)
Hambatan komunikasi berikut ini terjadi apabila pengirim pesan (sender) dan penerima pesan
(reciever) menggunakan bahasa yang berbeda atau penggunaan kata-kata yang tidak dimengerti oleh
penerima pesan.

h. Nonverbal
Hambatan nonverbal adalah hambatan komunikasi yang tidak berbentuk kata-kata tetapi dapat
menjadi hamabatan komunikasi. Contoh: wajah marah yang dibuat oleh penerima pesan (receiver) ketika
pengirim pesan (sender) melakukan komunikasi. Wajah marah tersebut dapat menjadi penghambat
komunikasi karena mungkin saja pengirim pesan akan merasa tidak maksimal atau takut untuk
mengirimkan pesan kepada penerima pesan.

i. Kompetisi (Competition)
Hambatan semacam ini muncul apabila penerima pesan sedang melakukan kegiatan lain sambil
mendengarkan. Contoh: menerima telepone seluler sambil menyetir, karena melakukan 2 kegiatan
sekaligus maka penerima pesan tidak akan mendengarkan pesan yang disampaikan melalui telepone
selulernya secara maksimal.

2. Below waterline
Faktor-faktor hambatan komunikasi antar budaya yang berada dibawah air adlah faktor-faktor
yang membentuk perilaku atau sikap seseorang. Hambatan semacam ini cukup sulit untuk dilihat atau
diperhatikan. Jenis-jenis hambatan semacam ini adalah:
a. Persepsi (perception)
b. Norma (norms)
c. Stereotip (stereotyps)
d. Filosofi bisnis (business philosophy)

e. Aturan (rules)

f. Jaringan (networks)

g. Nilai (values)

h. Grup cabang (subcultures group)


PENUTUP

A. Kesimpulan

Komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau
lebih dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka (Hafied Cangara). Kebudayaan adalah
keseluruhan yang kompleks yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
moral, hukum, adat istiadat, kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai
anggota masyarakat. (E.B Taylor)
“Komunikasi Lintas Budaya adalah proses dimana dialihkan ide atau gagasan suatu budaya yang
satu kepada budaya yang lainnya dan sebaliknya dan hal ini bisa antar dua kebudayaan yang terkait
ataupun lebih, tujuannya untuk saling mempengaruhi satu sma lainnya, baik itu untuk kebaikan sebuah
kebudayaan maupun untuk menghancurkan suatu kebudayaan atau bisa jadi sebagai tahap awal dari
proses akulturasi (penggabungan dua kebudayaan atau lebih yang menghasilkan kebudayaan yang baru)”
Ada beberapa macam karaketeristik Komunikasi Lintas Budaya, antara lain :
1. Ada dua atau lebih kebudayaan yang terlibat dalam komunikasi
2. Ada jalan atau tujuan yang sama yang akhirnya menciptakan komunikasi itu
3. Komunikasi Lintas Budaya menghasilkan keuntungan dan kerugian diantara dua budaya atau lebih
yang terlibat
4. Komunikasi lintas budaya dijalin baik secara individu anggota masyarakat maupun dijallin secara
berkelompok atau dewasa ini dapat dilakukan melalui media
5. Tidak semua komunikasi lintas budaya menghasilkan fedback yang dimaksud, hal ini tergantung
kepada penafsiran dan penerimaan dari sebuah kebudayaan yang terlibat, mau atau tidaknya dipengaruhi
6. Bila dua kebudayaan melebur karena pengaruh komunikasi yang dijalin maka akan menghasilkan
kebudayaan baru, dan inilah yang disebut akulturasi.

Anda mungkin juga menyukai