Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH KELOMPOK 3 “Komunikasi Lintas Budaya”

Disusun Oleh:
Andi Bunga Batari Idris (06520200071)
Fidyah Analista Aris (06520200070)
Nurul Adzkia Islami Yusuf (06520200112)
Nurul Hazizah (06520200069)
St. Rulmadani (06520200100)

Dosen Pengampu:
UDDIN MAKBUL, SE.,MM.

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS SASTRA


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MATA KULIAH KOMUNIKASI INDUSTRI
2022/2023

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala Rahmat, sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang mungkin sangat
sederhana.
Makalah ini berisikan tentang komunikasi lintas budaya. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman dan juga berguna untuk
menambah pengetahuan bagi para pembaca.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat
kurang. Oleh karena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-
masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Makassar,1 Maret 2023


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang heterogen dalam berbagai aspek seperti
keberagaman suku, agama, bahasa, adat istiadat dan sebagainya. Sementara itu, perkembangan
dunia yang semakin pesat menuntut manusia harus berinteraksi dengan pihak lain yang menuju
kearah global, sehingga tidak memiliki lagi batas-batas, sebagai akibat dari perkembangan
teknologi. Oleh karena itu, masyarakat harus siap untuk menghadapi situasi-situasi baru dengan
keberagaman kebudayaan atau lainnya. Antara komunikasi dan interaksi harus berjalan antara
satu dengan yang lainnya. Dalam berkomunikasi dengan konteks keberagaman kebudayaan
sering kali menemui masalah atau hambatan-hambatan bahkan dapat memicu terjadnya konflik,
misalnya saja dalam penggunaan bahasa, lambang-lambang, nilai atau norma-norma masyarakat
dan lain sebagainya. Pada hal syarat untuk terjalinya hubungan itu tentu saja harus ada saling
pengertian dan pertukaran informasi atau makna antara satu dengan lainnya.
Komunikasi dan budaya mempunyai hubungan timbal balik. Budaya menjadi bagian dari prilaku
komunikasi dan pada gilirannya komunikasi pun turut menentukan memelihara,
mengembangkan atau mewariskan budaya. Pada satu sisi, komunikasi merupakan suatu
mekanisme untuk mensosialisasikan norma-norma budaya masyarakat, baik secara horizontal
dari suatu masyarakat kepada masyarakat lainnya, ataupun secara vertikal dari suatu generasi ke
generasi berikutnya.

BAB II
PEMBAHASAN
Komunikasi Lintas Budaya
1.Pengertian komunikasi Lintas Budaya
Berbicara mengenai komunikasi antar budaya, maka kita harus melihat dulu beberapa defenisi
yang dikutip oleh Ilya Sunarwinadi (1993:7-8) berdasarkan pendapat para ahli antara lain :
a. Sitaram (1970)
Seni untuk memahami dan saling pengertian antara khalayak yang berbeda kebudayaan.
b. Samovar dan Poter (1972)
Komunikasi antar budaya terjadi manakalah bagian yang terlibat dalam kegiatan komunikasi
tersebut membawa serta latar belakang budaya pengalaman yang berbeda yang mencerminkan
nilai yang dianut oleh kelompoknya berupa pengalaman, pengetahuan, dan nilai.
c. Rich (1974)
Komunikasi lintas budaya terjadi ketika orang-orang berbeda kebudayaan.
d. Stewart(1974)
Komunikasi antara budaya yang mana terjadi dibawah suatu kondisi kebudayaan yang berbeda
bahasa, norma-norma, adat istiada dan kebiasaan
e. Carley H. Dood (1982)
Komunikasi antar budaya adalah pengiriman dan penerimaan pesan-pesan dalam konteks
perbedaan kebudayaan yang menghasilkan efek-efek yang berbeda.
f. Young Yun Kim (1984)
Komunikasi antar budaya adalah suatu peristiwa yang merujuk dimana orang – orang yang
terlibat di dalamnya baik secara langsung maupun tak tidak langsung memiliki latar belakang
budaya yang berbeda.
Seluruh defenisi diatas dengan jelas menerangkan bahwa ada penekanan pada perbedaan
kebudayaan sebagai faktor yang menentukan dalam berlangsungnya proses komunikasi antar
budaya. Komunikasi antar budaya memang mengakui dan mengurusi permasalahan mengenai
persamaan dan perbedaan dalam karakteristik kebudayaan antar pelaku-pelaku komunikasi,
tetapi titik perhatian utamanya tetap terhadap proses komunikasi individu individu atau
kelompokkelompok yang berbeda kebudayaan dan mencoba untuk melakukan interaksi.
Menurut Liliweri (2004:9) Komunikasi antar budaya terjadi bila produsen pesan adalah anggota
suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota dari budaya yang lain. Jadi komunikasi
antar budaya adalah pertukaran makna yang berbentuk simbol yang dilakukan dua orang yang
berbeda latar belakang budayanya. Lain halnya dengan Devito (dalam Maulista, 2013:3)
Komunikasi antarbudaya merupakan komunikasi yang terjadi di antara orang- orang dari kultur
yang berbeda, yakni antara orang-orang yang memiliki kepercayaan, nilai dan cara berperilaku
kultural yang berbeda.
Komunikasi Antarbudaya melibatkan berbagai tingkat perbe-daan keanggotaan kelompok
budaya. Komunikasi Antarbudaya melibatkan penyandian simultan dan menerjemahkan pesan
verbal dan nonverbal dalam proses pertukaran makna. Banyak komunikasi antarbudaya
melibatkan pertemuan makna yang berbeda atau bertolak belakang. Komunikasi Antarbudaya
selalu terjadi dalam konteks. Komunikasi Antarbudaya selalu terjadi dalam sistem yang tertanam
secara dalam.
2. Dimensi Komunikasi Antar Budaya
Ada tiga dimensi yang perlu diperhatikan dalam komunikasi lintas budaya antara lain:
a. Tingkat keorganisasian kelompok budaya
Istilah kebudayaan telah digunakan untuk menunjuk pada macam-macam tingkat lingkungan
dan kompleksitas dari organisasi sosial. Umumnya istilah kebudayaan mencakup :
1) Kawasan – kawasan di dunia, seperti : budaya timur/barat.
2) Sub kawasan-kawasan di dunia, seperti : budaya Amerika Utara/Asia Tenggara.
3) Nasional/Negara, seperti, : Budaya Indonesia/Perancis/Jepang
4) Kelompok-kelompok etnik-ras dalam negara seperti : budaya orang Amerika
Hutam, budaya Amerika Asia, budya Cina Indonesia
5) Macam-macam subkelompok sosiologis berdasarkan kategorisasi jenis kelamin
kelas sosial. Countercultures (budaya Happie, budaya orang dipenjara, budaya
gelandangan, budaya kemiskinan).
b. Konteks Sosil
Macam komunikasi antar budaya dapat lagi diklasifikasi berdasarkan konteks sosial dari
terjadinya. Yang biasanya termasuk dalam studi komunikasi antar budaya:
1) Bisnis
2) Organisasi
3) Pendidikan
4) Akulturasi imigran
5) Politik
6) Penyesuain perlancong/pendatang sementara
7) Perkembangan aalih teknologi/ pembangunan/ difusi inovasi
8) Konsultasi terapis
Komunikasi dalam semua konteks merupakan persamaa dalam hal unsur-unsur dasar dan proses
komunikasi manusia (transmitting, receiving, processing).Tetapi adanya pengaruh kebudayaan
yang tercakup dalam latar belakang pengalaman individu membentuk pola-pola persepsi
pemikiran. Penggunaan pesan-pesan verbal/nonverbal serta hubungan-hubungan antaranya.
Maka variasi kontekstual, merupakan dimensi tambahan yang mempengaruhi prose-proses
komunikasi antar budaya.
c. Saluran komunikasi
Saluran komunikasi dapat dbagi menjadi:
1) Antar pribadi/interpersonal/person-person
2) Media masa
a. Prinsip-prinsip Komunikasi yang berkaitan dengan kebudayaan
Hampir setiap orang butuh untuk mengadakan kontak sosial dengan orang lain. Kebutuhan ini
dipenuhi melalui saling pertukaran pesan yang dapat menjembatani individu-individu agar tidak
terisolir. Pesan-pesan diwujudkan melalui prilaku manusia. Dalam hal demikian maka ada dua
persyaratan yang harus dipenuhi:
a. Perilaku apapun harus diamati oleh orang lain
b. Perilaku tersebut harus menimbulkan makna bagi orang lain. Implikasi dari
pernyataan ini adalah:
 Kata “apapun” mengandung arti bahwa baik perilaku komunikasi verbal maupun
nonverbal dapat berfungsi sebagai pesan. Pesan-pesan verbal terdiri dari kata-kata
terucapkan maupun tertulis, sedangkan pesan-pesan non verbal merupakan keseluruhan
perilaku-perilaku sisanya,yang tidak termasuk verbal, tetapi juga dapat dilekatkan makna
padanya.
 Perilaku dapat terjadi baik secara sadar maupun tidak sadar. Prilaku tidak sadar terutama
pada non verbal Seringkali prilaku juga terjadi tanpa ada maksud tertentu dari pelakunya,
tetapi dipersepsikan dan diberikan makna oleh orang lain Dengan pengertian lain makna
komunikasi dapat dirumuskan secara umum sebagai : “…sesuatu yang terjadi bilaman
makna dilekatkan pada prilaku atau pada hasil/akibat dari prilaku tersebut”. Ini berarti
bahwa setiap saat seseorang memperhatikan prilaku atau akibat dari prilaku kita serta
memberikan makna padanya, maka komunikasi telah terjadi, tanpa harus dibatasi apakah
prilaku itu dilakukan dengan sengaja atau tidak sengaja, dengan maksud atau tanpa
maksud. Jika hal ini kita renungkan lebih dalam lagi, maka nampaknya tidak mungkin
bagi kita untuk bertingkah laku. Dan jika tingkah laku memiliki kemampuan komunikasi,
tentunya tidak mungkin pula bagi kita untuk berkomunikasi.
b. Dimensi Komunikasi Lintas Budaya
Dalam suatu kebudayaan yang ada, pasti memiliki ciri-ciri kebudayaan yang satu berbeda
dengan ciri-ciri budaya di daerah lain. Ciri-ciri budaya antara lain:
a. budaya bukan bawaan tetapi dapat dipelajari
b. budaya dapat disampaikan dari orang ke orang, kelompok ke kelompok dan dari
generasi ke generasi.
c. budaya berdasarkan symbol
d. budaya bersifat dinamis, suatu system yang terus berubah sepanjang waktu
e. budaya bersifat selektif, mereprentasikan pola-pola perilaku pengalaman manusia yang
jumlahnya terbatas
f. berbagai unsur budaya saling berkaitan
3. Komunikasi Antarbudaya Efektif
Dalam banyak hal, hubungan antara budaya dan komunikasi bersifat timbal balik. Keduanya
saling mempengaruhi. Apa yang kita bicarakan, bagaimana kita membicarakannya, apa yang
kita lihat, kita perhatikan, abaikan, bagaimana kita berfikir, apa yang kita pikirkan
dipengaruhioleh budaya. Budaya takkan hidup tanpa komunikasi, dan komunikasi pun takkan
hidup tanpa budaya. Masing-masing tak dapat berubah tanpa menyebabkan perubahan pada
yang lainnya. Masalah utama dalam komunikasi antarbudaya adalah kesalahan dalam persepsi
sosial yang disebabkan oleh perbedaan-perbedaan budaya yang mempengaruhi proses persepsi.
((Mulyana & Rahmat,2001;34)
Semakin besar pebedaan antarbudaya, maka semakin besar pula kesadaran diri (mindfulness)
para partisipan komunikasi. Hal ini memiliki konnsekuensi positif dan negative. Positifnya
adalah kesadaran diri membuat kita lebih waspada. Ini mencegah kita mengatakan hal-hal yang
mungkin terasa tidak peka atau tidak patut. Adapun negatifnya adalah, hal ini membuat kita
tterlalu behati-hati, tidak spontan, dan tidak percaya diri. Dengan semakin baik kita mengenal,
maka perasaan terlalu berhati-hati akan hilang dan menjadi lebih percaya diri dan spontan. Hal
demikian ini pada gilirannya akan menambah kepuasan dalam komunikasi antarbudaya. Masalah
sebebnnarnya bukan bagaimana menjaga interaksi dan mengupayakan saling pengertian
melainkan, kita ini terlalu mudah menyerah setelah terjadi kesalahpahaman disaat awal.
Perbedaan antarbudaya terutama penting dalam interaksi awal dan secara berangsur bekurang
tingkat kepentingan ketika hubungan menjadi lebih akrab. Dalam komunikasi antarbudaya kita
seharusnya memaksimalkan hasil interaksi. Tiga konsekwensi yang mengisyaratkan implikasi
penting bagi komunikasi antarbudaya.
Sebagai contoh, orang akan berinteraksi dengan orang lain yang mereka perkirakan akan
memberikan hasil yang positif. Karena komunikasi antarbudaya itu sulit, kita mungkin
menghindarinya. Dengan demikian, kita akan memilih berbicara dengan rekan sekelas yang
banyak kemiripannya dengan kitta dibandingkan orang yang sangat berbeda. Tetapi memperluas
pergaulan kita mungkin akan memberikan kepuasan yang ebih besar setelah beberapa waktu.
Kedua, bila kita mendapatkan hasil yang positif , kita terus melibatkan diri dalam komunikasi
dan meningkatkan komunikasi kita. Bila kita memperoleh hasil negative, kita akan menarik diri
dan mengurangi komunikasi. Ketiga, kita membuat prediksi tentang mana perilaku kita yang
akan memberikan hasil positif. Dalam komunikasi, kita berusaha memprediksi hasil, misalnya
dari pilihan topik, posisi yang kita ambil, perilaku nonverbal yang kita tunjukkan, banyak
pembicaraan yang kita lakukan, disbanding dengan tindakan mendengarkann, dan sebgainya.
Namun dalam prosesnya komunikasi antarbudaya terjadi sebuah hambatan dan masalah yang
sama seperti yang dihadapi oleh bentuk-bentuk komunikasi yang lain. Dalam menciptakan
sebuah keefektifan komunikasi antarbudaya, komunikasi akan lengkap bila penerima pesan yang
dimaksud mempersepsi atau menyerap perilaku yang disandi, memberi makna kepadanya dan
terpengaruh olehnya. Dalam transaksi komunikasi harus dimaksukkann semua syimuli sadar-
taksadar, sengaja-tak sengaja, verbal, nonverbal yang kontekstual yang berperan sebagai isyarat-
isyarat kepada sumber dan penerima tentang kualitas dan kredibilitas pesan. Dalam proses
interaksi antarbudaya sama halnya dengan harus memperhatikan delapan unsur komunikasi,
kedelapan unsur tersebut yaitu, sumber (source), penyandian (ecoding), pesan (message), saluran
(chanel), penerima (receiver), penyandian balik (decoding), respon penerima (receiver response)
dan yang terakhir umpan balik(feedback).
Hambatan dalam komunikasi Antar Budaya
Berikut beberapa hal yang menghambat komunikasi antar budaya :
a. Stereotip Kesuliitan komunikasi akan munculdan penstereotipan (stereotyping), yakni
menggeneralisasikan orang – orang berdasarkan sedikit informasi dan membentuk
asumsi orang – orang berdasarkan keanggotaan mereka dalam suatu kelompok. Dengan
kata lain, penstereotipan adalah proses menempatkan orang – orang kedalam kategori –
kategori yang mapan, atau penilaian mengenai orang – orang atau objek – objek
berdasarkan kategori – kategori yang sesuai, ketimbang berdasarkan karateristik
individual mereka. Banyak definisi para ahli, kalau dapat disimpulkan, stereotip adalah
kategorisasi atas suatu kelompok secara serampangan dengan mengabaikan perbedaan –
perbedaan individual. Kelompok – kelompok ini mencakup : kelompok ras, kelompok
etnik, kaum tua, berbagai pekerjaan profesi, atau orang dengan penampilan fisik tertentu.
Stereotip tidak memandang individu – individu dalam kelompok tersebut sebagai orang
atau individu yang unik. (Samovar, 1991:203).
b. Etnosentrisme
Etnosentrisme didefinisikan sebagai kepercayaan pada superioritas inherenkelompok
atau budayanya sendiri; etnosentrisme mungkin disertai rasa jijik pada orang lain yang
tidak sekelompok; etnosentrisme cenderung memandang rendah orang – orang lain yang
tidak sekelompok dan dianggap asing; etnosentrisme memandang dan mengukur budaya
– budaya asing dengan budayanya sendiri, (Dedy Mulyana, 2005:70).
Jelas sekali bahwa dengan kita bersikap etnosentrisme kita tidak dapat memandang
perbedaan budaya itu sebagai keunikan masing – masing budaya yang patut kita hargai.
Dengan memandang budaya kita sendiri lebih unggul dan budaya lainnya yang asing lain
sebagai budaya “yang salah”, maka komunikasi lintas budaya yang efektif hanyalah
angan – angan kita akan cenderung lebih membatasi komunikasi yang kita lakukan dan
sebisa mungkin tidak terlibat dengan budaya asing yang berbeda atau bertentangan
dengan budaya kita.masing – masing budaya akan saling merendahkan yang lain dan
membenarkan budaya diri sendiri, saling menolak, sehingga sangat potensial muncul
konflik diantaranya. Contohnya, orang Indonesia cenderung menilai budaya barat
sebagai budaya yang “vulgar” dan tidak tahu sopan santun. Budaya asli – budaya timur
dinilai sebagai budaya yang paling unggul dan paling baik sebagai masyarakat kita
cenderung membatasi pergaulan dengan orang barat. Orang takut jika terlalu banyak
komunikasinya maka budaya asli akan tercemar oleh budaya barat.
c. Prasangka
Suatu kekeliruan persepsi terhadap orang yang berbeda adalah prasangka, suatu konsep
yang sangat dekat dengan stereotip. Prasangka adalah sikap yang tidak adil terhadap
seseorang atau suatu kelompok. Dapat dikatakan bahwa stereotip merupakan komponen
kognitif (kepercayaan) dari prasangka sedangkan prasangka juga berdimensi perilaku.
Jadi prasangka ini kensekuensi dari stereotip, dan lebih teramati dari pada stereotip.
Prasangka ini bermacam –macam yang popular adalah prasangka rasial, prasangka
kesukuan, prasangka gender dan prasangka agama. Prasangka mungkin dirasakan atau
dinyatakan. Prasangka mungkin diarahkan pada suatu kelompok secara keseluruhan,
atau seseorang karena ia anggota kelompok tersebut. Prasangka membatasi orang – orang
pada peran –peran stereopik. Misalnya pada prasangka rasial – rasialisme semata –
mata didasarkan pada ras dan pada prasangka gender – seksisme pada gendernya.
d. Keterasingan
Keterasingan berasal dari kata terasing, dan kata itu adalah kata dari dasar asing, kata
asing berarti sendiri, tidak dikenal orang, sehingga kata terasing berarti, tersisih dari
pergaulan, terpindahkan dari yang lain, atau terpencil. Terasing atau keterasingan
adalah bagian hidup manusia, (Dedy Mulyana, 2005:67). Sebentar atau lama orang
pernah mengalami hidup dalam keterasingan, sudah tentu dengan sebab dan kadar yang
berbeda satu sama lain. Keterasingan merupakan bentuk pengalaman ketika orang
mengalami degradasi mental, yang mana menganggap bahwa dirinya sendiri sebagai
orang asing. Orang yang merasa asing dengan dirinya sendiri, (Alo Liliweri, 2004:77).

BAB III
KESIMPULAN
Komunikasi merupakan aktifitas yang selalu dilakukan oleh manusia selama masih hidup dan
berhubungan dengan manusia lainnya. Dalam proses komunikasi tersebut manusia sangat
mendambakan komunikasi yang lancar dan efektif, agar tidak terjadi kesalahpahaman yang
menjurus pada konflik. Dan pada hakekatnya seluruh keberhasilan proses komunikasi pada
akhirnya tergantung pada efektifitas komunikasi. Yakni sejauh mana para partisipan nya
memberi makna yang sama atas pesan yang dipertukarkan. Pada gilirannya latar belakang
budaya partisipan senantiasa berbeda walau sekecil apapun perbedaan itu akan sangat
menentukan efektivitas itu. Oleh karenanya memahami makna budaya dan segala yang terakit
dengan itu merupakan sesuatu yang mutlak dilakukan demi tercapainya komunikasi yang efektif.

Anda mungkin juga menyukai