Oleh :
1. Defias Dwi Rezizita A I (D20191014)
2. Jeng Ayu Atika Fitri (D20191021)
3. Septiawan Dwi Cahyo (D20191040)
4. Nur Ikhsan Adhitama (D20191100)
FAKULTAS DAKWAH
2021
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT. Karena telah memberi kemudahan
penulis untuk membuat makalah ini. Dimana penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Komunikasi Lintas Budaya dalam Kehidupan
Kontemporer” dengan sebaik-baiknya.
Adapun makalah ini penulis telah berusaha semaksimal mungkin, sehingga
makalah ini dapat dibuat sebaik mungkin. Karena tidak lepas dari semua itu,
penulis menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi penyusunan
bahasa maupun segi lainnya. Karena penulis juga baru belajar membuat makalah
dengan cara yang benar. Oleh karena itu penulis menerima dengan lapang dada
kritik dan saran dari pembaca.
Penulis memberikan kesempatan bagi pembaca yang ingin memberi saran dan
kritik kepada penulis sehingga penulis dapat memperbaiki makalah yang berjudul
“Komunikasi Lintas Budaya dalam Kehidupan Kontemporer”
Akhirnya penulis berharap semoga dengan adanya makalah ini, pembaca
dapat mengambil hikmah dan manfaatnya sehingga dapat memberikan inspirasi
terhadap pembaca.
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..........................................................................................................i
Daftar Isi..................................................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................1
C. Tujuan Pembahasan............................................................................................1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Komunikasi Lintas Budaya ..............................................................2
B. Pentingnya Mempelajari Komunikasi Lintas Budaya ........................................8
C. Pengaruh Komunikasi Lintas Budaya terhadap Kehidupan Kontemporer .......10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komunikasi merupakan aktivitas yang sudah melekat pada kehidupan
manusia, karena manusia tidak bisa lepas dari komunikasi, dan dengan
komunikasilah manusia dapat saling berinteraksi atau berhubungan satu sama
lainnya didalam kehidupan sehari-hari. Sudah kita ketahui bahwa komunikasi
yang dilakukan manusia selalu mengandung potensi perbedaan budaya.
Studi Lintas Budaya berasal dari perspektif antropologi sossial budaya
yaitu penggambaran mendalam tentang perilaku komunikasi berdasarkan
kebudayaan tertentu. Sehingga Komunikasi Lintas Budaya diartikan sebagai
proses mempelajari komunikasi diantara individu maupun kelompok suku,
bangsa dan ras yang berbeda negara.
Tentu saja untuk memahami budaya orang lain, setiap perilaku
komunikasi harus terlebih dahulu memahami budayanya sendiri. Dengan
kesadaran lintas budaya, selanjutnya akan muncul sikap saling menghargai
bagi setiap kebutuhan, aspirasi, perasaaan dan masalah manusia. Komunikai
lintas budaya atau sering juga disebut dengan istilah komunikasi antar budaya
bersifat informal, personal dan tidak selalu terikat antar bangsa atau antar
negara.
B. Rumusan Masalah
a) Apa Pengertian Komunikasi Lintas Budaya ?
b) Bagaimana Pentingnya Mempelajari Komunikasi Lintas Budaya ?
c) Bagaimana Pengaruh Komunikasi Lintas Budaya terhadap Kehidupan
Kontemporer ?
C. Tujuan Pembahasan
a) 1.3.1 Untuk mengetahui Pengertian Komunikasi Lintas.
b) Untuk mengetahui Pentingnya Mempelajari Komunikasi Lintas
Budaya
c) Untuk mengetahui Pengaruh Komunikasi Lintas Budaya terhadap
Kehidupan Kontemporer.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Komunikasi Lintas Budaya
2
action adalah sebagian besar masyarakat Indonesia meyakini bahwa
membungkukan badan saat berjalan melintasi orang yang lebih tua adalah sesuatu
yang sopan, dan karena budaya serta adat tersebut diyakini benar dan
menimbulkan perilaku. Penerapan dari sisi teknologi yang menaungi komunikasi
lintas budaya ini adalah dengan penggunaan media sosial yang berbasis internet,
yang seperti contohnya dapat mempengaruhi design dari tata busana kain batik
Indonesia. Peleburan lintas budaya ini membuat corak dari design batik Indonesia
yang lebih berkesan modern dan stylist.
3
Komunikasi nonverbal adalah suatu perilaku yang berkomunikasi tanpa
kata-kata-meskipun sering kali dapat disertai dengan kata-kata. Variasi kecil
dalam bahasa tubuh, ucapan, irama, dan ketepatan waktu sering menyebabkan
ketidak percayaan dan persepsi yang salah dari situasi antara pihak-pihak antar
budaya. Perilaku kinestetik adalah cara komunikasi dengan menggunakan gerakan
tubuh, ekspresi wajah dan kontak mata. Arti dari perilaku tersebut bervariasi di
tiap negara.
Occulesics adalah bentuk dari kinesics yang melibatkan kontak mata dan
penggunaan mata untuk menyampaikan pesan
Proxemics menyangkut kepada kedekatan serta tempat dari proses
komunikasi (misalnya: ruang pribadi atau tata letak kantor ).
Paralanguage mengacu pada bagaimana sesuatu dikatakan bukan isi dari
apa yang dikatakan, misalnya kecepatan nada bicara, perubahan suara,
suara-suara lain, tawa, menguap, dan keheningan
Objek bahasa atau kebudayaan material mengacu pada cara kita
berkomunikasi melalui bahan artefak - misalnya, arsitektur, desain kantor dan
perabotan, pakaian, mobil, kosmetik, dan waktu. Pada monochronicbudaya, waktu
dialami secara linear dan sebagai sesuatu yang harus dihabiskan, disimpan, dibuat,
atau disia-siakan. Orang-orang cenderung untuk berkonsentrasi hanya pada satu
hal dalam suatu waktu. Pada polychronic budaya, orang-orang mentolerir banyak
hal-hal yang terjadi secara bersamaan dan menekankan keterlibatan dengan orang
lain. Dalam budaya ini, orang-orang sangat mudah teralihkan, fokus pada
beberapa hal sekaligus, dan sering mengubah rencana.
4
Teori akomodasi komunikasi
Teori ini berfokus pada strategi linguistik untuk mengurangi atau
menambah jarak komunikatif..
Adaptasi lintas budaya
Teori ini dirancang untuk menjelaskan bagaimana komunikator
beradaptasi satu sama lain di "pertemuan terkait tujuan", di mana faktor-
faktor budaya perlu dimasukkan1. Menurut teori adaptasi lintas budaya,
kompetensi komunikatif adalah ukuran dari adaptasi yang disamakan
dengan asimilasi. Menurut Gudykunst dan Kim (2003), "proses adaptasi
antar budaya melibatkan interaksi terus menerus dari dekulturasi dan
akulturasi budaya yang membawa perubahan pada orang asing [imigran]
ke arah asimilasi, tingkat tertinggi dari adaptasi secara teoretis dapat
dibayangkan".
Pendekatan ini pertama kali diteorikan pada puncak kolonialisme di
Victorian England oleh Herbert Spencer yang menerapkan gagasan
adaptasi yang ia pinjam dari Francis Galton untuk penyesuaian sosial dan
efisien hasil kekayaan produksi. Kompetensi komunikatif didefinisikan
sebagai pemikiran, perasaan, dan perilaku pragmatis dalam cara-cara
yang ditetapkan sesuai dengan budaya mainstream yang dominan.
Kompetensi komunikasi merupakan hasil yang berdasarkan ukuran yang
dikonseptualisasikan sebagai fungsional/operasional yang sesuai dengan
kriteria lingkungan seperti kondisi kerja. Di luar ini, adaptasi berarti
"kebutuhan untuk menyesuaikan diri", pada mainstream "realitas
objektif" dan "mode pengalaman yang diterima”. 2 Teori adaptasi
mendukung "dekulturasi" imigran dan migran, "melupakan" diri mereka
sendiri, serta mencampurkan nilai-nilai, keyakinan, tujuan, dan perilaku
budaya lokal sehingga mereka dapat menjadi "cocok untuk hidup
dengan" budaya tersebut (Gudykunst dan Kim, 2003, hlm. 358).
1
Ellingsworth, H.W. (1983). "Adaptive intercultural communication", in: Gudykunst, William B
(ed.), Intercultural communication theory, 195–204, Beverly Hills: Sage.
2
Gudykunst, William B. (2003), "Intercultural Communication Theories", in: Gudykunst, William
B (ed.), Cross-Cultural and Intercultural Communication, 167–189, Thousand Oaks: Sage
5
Adaptasi dengan demikian didalilkan sebagai proses zero-sum di
mana minoritas orang dikonseptualisasikan sebagai sesuatu seperti wadah
terbatas sehingga ketika beberapa tujuan baru atau keyakinan
ditambahkan atau dipelajari, sesuatu yang lama harus "dihilangkan".
Penggerak utama asimilias mengulangi argumen spencer yang
menyatakan bahwa demi keberhasilan budaya mainstream ("efektif
kemajuan") adaptasi/asimilasi harus berada di arah dominan dari
budaya mainstream. Sementara Spencer mendalilkan
budaya mainstream yang dominan dari cara berpikir, merasa, dan
berperilaku, Gudykunst dan Kim (2003) mendefinisikan kelompok
dominan sebagai mayoritas numerik sederhana ("diferensial ukuran
populasi" Gudykunst dan Kim, 2003, hlm. 360). 3 Setiap kecenderungan
oleh pendatang baru untuk mempertahankan identitas asli mereka
(bahasa, agama-agama, etnis asosiasi termasuk perhatian "etnis media",
keyakinan, cara berpikir, dan sebagainya) didefinisikan oleh Gudykunst
dan Kim (2003) sebagai operasional/fungsional ketidaklayakan, penyakit
mental dan ketidakmampuan untuk berkomunikasi, disposisi
dihubungkan oleh Spencer dan Galton dan kemudian Gudykunst dan
Kim (2003), untuk melekat kepada kecenderungan dari kepribadian serta
sifat-sifat lain seperti sikap tertutup terhadap ide baru, emosional yang
belum matang, etnosentris, dan kurang kompleksitas kognitif.
Kesesuaian dari tekanan telah ditetapkan sejak W. E B. Dubois pada
tahun 1902 sebagai simbolik dari kekerasan terutama ketika kaum
minoritas tidak sesuai bahkan karena sifat yang melekat seperti cacat, ras,
gender, etnis, dan sebagainya. Dipaksakannya kepatuhan/asimilasi
berdasarkan kelompok mayoritas merupakan paksaan dari apa yang
ditulis Pierre Bourdieu pada tahun 1960-an dan berkaitan dengan isu-isu
komunikasi lintas budaya dan konflik yang disebut kekerasan simbolik
(dalam bahasa inggris, Bourdieu, P. (1977). Garis besar Teori Praktek.
Cambridge dan New York: Cambridge Univ Press). Sebagai Bourdieu
3
Ibid, hal 360
6
(1977) menyatakan, efek dari kekerasan simbolik seperti pemaksaan
budaya asli, katalis untuk adaptasi antar budaya yang "positif" menurut
Gudykunst dan Kim (2003), hasil minoritas dari kejiwaan orang.
Jika kekuatan koersif cukup besar dan efikasi diri serta harga diri
kaum imigran minoritas hancur, dapat menyebabkan efek seperti adanya
pengakuan hubungan kekuasaan yang terletak di dalam matriks sosial
dari bidang tertentu. Misalnya, dalam proses timbal balik penukaran
hadiah dalam bahasa Kabyle di masyarakat Aljazair, di mana ada
asimetri kekayaan antara dua pihak baik yang diberkahi pemberi "akan
dapat memaksakan hubungan hirarki yang ketat dan utang pada
penerima."
4. Proses Kerja Teori Budaya
Dalam bentuk paling umum, proses kerja teori komunikasi budaya
mengacu pada interaksi antara pihak yang kurag terwakili dengan dominan
anggota kelompok.Proses kerja teori budaya termasuk didalamnya tetapi
tidak membatasi orang-orang dari berbagai warna kulit, wanita, orang-
orang cacat, laki-laki gay dan lesbian, dan orang-orang dalam kelas sosial
bawah. Proses kerja dari teori budaya, seperti yang dikembangkan oleh
Mark P. Orbe, tampak pada cara-cara strategis di mana proses kerja dari
teori budaya ada pada saat anggota kelompok berkomunikasi dengan
orang lain. Selain itu, kerja dari kerangka budaya memberikan penjelasan
untuk bagaimana orang yang berbeda dapat berkomunikasi berdasarkan
enam faktor.
Negosiasi Identitas atau manajemen
Teori manajemen identitas
Negosiasi identitas
Teori identitas budaya
Model ayunan ganda
Jaringan komunikasi
Jaringan dan kompetensi komunikasi grup luar
7
Jaringan intracultural VS jaringan intercultural
Jaringan dan akulturasi
5. Akulturasi dan penyesuaian Akulturasi komunikasi
Teori ini mencoba untuk menggambarkan dimana "adaptasi antar
budaya sebagai upaya kolaboratif orang asing dan penerimaan lingkungan
terlibat dalam upaya bersama."
Kegelisahan / ketidakpastian
Ketika orang asing berkomunikasi dengan orang lokal, mereka
mengalami ketidakpastian dan kecemasan. Orang asing perlu untuk
mengelola ketidakpastian serta kecemasan mereka dalam rangka untuk
dapat secara efektif berkomunikasi dengan orang lokal dan kemudian
mencoba untuk mengembangkan prediksi-prediksi akurat dan penjelasan-
penjelasan untuk perilaku orang-orang lokal.
Asimilasi, penyimpangan, dan kondisi keterasingan
Asimilasi dan adaptasi adalah hasil yang tidak permanen dari
proses adopsi; sebaliknya, mereka adalah hasil sementara dari proses
komunikasi antara orang lokal dan imigran. "Keterasingan atau asimilasi
dalam kelompok atau individu, adalah hasil dari hubungan antara perilaku
menyimpang dan lalai dalam komunikasi."
8
perasaan tidak nyaman atau timbul kesalah pahaman. Akibat dari
kesalahpahaman-kesalahpahaman itu banyak kita temui dalam berbagai
kejadian yang mengandung etnosentrisme dewasa ini dalam wujud konflik-
konflik yang berujung pada kerusuhan atau pertentangan antar etnis.
Sebagai salah satu jalan keluar untuk meminimalisir kesalahpahaman
akibat perbedaan budaya adalah dengan mengerti atau paling tidak mengetahui
bahasa dan perilaku budaya orang lain, mengetahui prinsip-prinsip komunikasi
lintas budaya dan mempraktekkannya dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Kebutuhan untuk mempelajari komunikasi lintas budaya ini semakin
terasakan karena semakin terbukanya pergaulan kita dengan orang-orang dari
berbagai budaya yang berbeda, disamping kondisi bangsa Indonesia yang
sangat majemuk dengan berbagai ras, suku bangsa, agama, latar belakang
daerah (desa/kota),latar belakang pendidikan, dan sebagainya.
Untuk memerinci alasan dan tujuan mempelajari komunikasi lintas budaya
Litvin (1977) menyebutkan beberapa alasan diantaranya sebagai berikut :
a. Dunia sedang menyusut dan kapasitas untuk memahami
keanekaragaman budaya sangat diperlukan.
b. Semua budaya berfungsi dan penting bagi pengalaman anggota-anggota
budaya tersebut meskipun nilai-nilainya berbeda.
c. Nilai-nilai setiap masyarakat se”baik” nilai-nilai masyarakat lainnya.
d. Setiap individu dan/atau budaya berhak menggunakan nilai-nilainya
sendiri.
e. Perbedaan-perbedaan individu itu penting, namun ada asumsi-asumsi
dan pola-pola budaya mendasar yang berlaku.
f. Pemahaman atas nilai-nilai budaya sendiri merupakan prasyarat untuk
mengidentifikasi dan memahami nilai-nilai budaya lain.
g. Dengan mengatasi hambatan-hambatan budaya untuk berhubungan
dengan orang lain kita memperoleh pemahaman dan penghargaan bagi
kebutuhan, aspirasi, perasaan dan masalah manusia.
h. Pemahaman atas orang lain secara lintas budaya dan antar pribadi
adalah suatu usaha yang memerlukan keberanian dan kepekaan.
9
Semakin mengancam pandangan dunia orang itu bagi pandangan dunia
kita, semakin banyak yang harus kita pelajari dari dia, tetapi semakin
berbahaya untuk memahaminya.
i. Pengalaman-pengalaman antar budaya dapat menyenangkan dan
menumbuhkan kepribadian.
j. Keterampilan-keterampilan komunikasi yang diperoleh memudahkan
perpindahan seseorang dari pandangan yang monokultural terhadap
interaksi manusia ke pandangan multikultural.
k. Perbedaan-perbedaan budaya menandakan kebutuhan akan penerimaan
dalam komunikasi, namun perbedaan-perbedaan tersebut secara arbitrer
tidaklah menyusahkan atau memudahkan.
l. Situasi-situasi komunikasi antar budaya tidaklah statik dan bukan pula
stereotip. Karena itu seorang komunikator tidak dapat dilatih untuk
mengatasi situasi. Dalam konteks ini kepekaan, pengetahuan dan
keterampilannya bisa membuatnya siap untuk berperan serta dalam
menciptakan lingkungan komunikasi yang efektif dan saling
memuaskan.
Itulah mengapa komunikasi lintas budaya sangat penting bagi seseorang
untuk membantu mengetahui apa yang tidak pernah mereka ketahui. karena, tanpa
adanya pengetahuan tentang komunikasi lintas budaya seseorang sangat sulit
berinteraksi dan bekerjasama memahami apa keinginan dan maksud tujuan orang
lain.
10
Bentuk akomodasi sebagai bentuk kedua dari asosiatif terlihat bahwa
antarkelompok berbeda budaya berusaha untuk memberikan pengertian dan
pemahaman kepada generasi mudanya sejak dini melalui pendidikan budaya
untuk mencegah terjadinya konflik. Bentuk ketiga dari asosiatif, yaitu
asimilasi kedua kelompok berbeda budaya ini menjadi satu. Komunikasi
lintas budaya menciptakan kedamaian dan kerukunan antar masyarakat yang
tinggal di suatu daerah tetapi memiliki budaya yang berbeda. Berikut ini
adalah beberapa pengaruh komunikasi antar budaya dalam bermasyarakat
berdasaran teori komunikasi antar budaya :
1. Simpati
Komunikasi antar budaya bisa melahirkan sebuah sikap simpati antar
kelompok budaya yang hadir di tengah masyarakat. Sikap simpati berarti
memahami alasan mengapa kelompok lain memiliki budaya seperti itu,
sehingga biasanya akan melahirkan sikap-sikap lain seperti toleransi dan
lain sebagainya. Akan tetapi, simpati dipengaruhi terhadap karakteristik
individu dari suatu kelompok yang berinteraksi itu sendiri. Artinya, bisa jadi
efek atau sikap simpati ini tidak muncul pada seluruh anggota kelompok
sosial.
2. Menambah pengetahuan masyarakat
Selain menghasilkan sifat simpati, komunikasi antar budaya juga bisa
berpengaruh terhadap pengetahuan kebudayaan yang dimiliki oleh suatu
masyarakat. Pengetahuan budaya ini biasanya akan membantu untuk
bertoleransi, ataupun akan menjadi bahan untuk menilai apakah
kebudayaan masyarakat tertentu sesuai dengan kelompok yang mereka
miliki atau tidak, dan lain sebagainya.
3. Toleransi
Salah satu pengaruh yang mungkin diharapkan dari komunikasi antar
budaya dalam kehidupan bermasyarakat adalah munculnya sikap toleransi
antar kelompok sosial yang ada di masyarakat, khususnya dari berbagai
kelompok yang memiliki kebudayaan yang berbeda. Dengan adanya
11
toleransi, maka kehidupan sosial di masyarakat akan cenderung lebih
mendukung bagi masing-masing kelompok sosial yang ada di masyarakat.
Dengan etika komunikasi antar budaya yang baik, tentunya hal ini bisa
mendukung tercapainya toleransi.
4. Integrasi
Pengaruh lain yang akan muncul dari adanya komunikasi antara
budaya, dan juga mungkin menjadi harapan bagi sebagian besar adalah
menguatnya integrasi sosial di masyarakat. Integrasi yang dimaksud di sini
bukan sekedar toleransi, akan tetapi lebih pada perasaan terhubung dan
saling mendukung sebagai bagian dari masyarakat tempat mereka berada.
Dengan kata lain, integrasi sosial akan melahirkan gotong royong, saling
membantu dan rasa percaya yang tinggi pada masyarakat tersebut.
5. Konflik
Walaupun tidak diharapkan, akan tetapi komunikasi antar budaya bisa
melahirkan konflik apabila tidak dilakukan dengan cara yang baik,
ataupun apabila nilai-nilai yang dimiliki oleh suatu masyarakat tertentu
jelas berbeda dan tidak bisa dimengerti oleh kelompok sosial yang lainnya.
Akibatnya, konflik antar budaya bisa saja terjadi untuk membuat salah
satu kelompok untuk berhenti melakukan kebudayaan yang mereka miliki,
ataupun agar salah satu kelompok pergi dari daerah tersebut.
6. Polarisasi
Salah satu pengaruh komunikasi antar budaya dalam kehidupan
bermasyarakat adalah munculnya polarisasi kelompok sosial. Polarisasi di
sini berarti adanya satu golongan yang memiliki sikap tertentu, dan
berbeda dengan kelompok lain yang juga membentuk golongan tersendiri.
Perlu diperhatikan bahwa bisa saja terdapat beberapa golongan dengan
pendapat yang berbeda di tengah masyarakat.
7. Enkulturasi
Salah satu pengaruh dari adanya komunikasi antar budaya dalam
kehidupan bermasyarakat adalah enkulturasi atau meleburnya kebudayaan
yang satu dengan kebudayaan yang lain di tengah masyarakat. Enkulturasi
12
bisa terjadi apabila nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh dua atau beberapa
budaya yang ad di tengah masyarakat tersebut tidak terlalu berbeda, atau
karena salah satu kelompok memiliki posisi yang lebih kuat dibandingkan
dengan kelompok lain akan tetapi memilih untuk menggabungkan nilai-
nilai kebudayaan yang mereka miliki karena tidak terlalu berbeda.
8. Akulturasi
Selain peleburan, bisa pula terjadi akulturasi komunikasi antar budaya.
Akulturasi biasanya hanya mempertahankan salah satu fitur nilai
kebudayaan dari kelompok tertentu, tetapi mengalami perubahan tertentu
daripada kebudayaan yang lama. Akulturasi menyebabkan salah satu
kebudayaan menjadi hilang dan tergantikan dengan budaya baru yang
diakui di tengah masyarakat.
9. Interaksi Sosial
Komunikasi antar budaya akan memberikan pengaruh pada pola
interaksi sosial yang dilakukan oleh kelompok sosial yang ada pada
masyarakat tertentu. Salah satu bentuk interaksi sosial yang mungkin
muncul adalah dengan membiarkan salah satu kelompok kebudayaan
untuk menjalankan budaya yang mereka miliki, tidak mengganggu mereka
dan lain sebagainya, misalnya penggunaan salam, kata sapaan untuk orang
yang lebih tua dan lain sebagainya.
10. Meningatkan Keterbukaan
Komunikasi antar budaya juga bisa mempengaruhi tingkat
keterbukaan yang ada di dalam masyarakat. Semakin sering komunikasi
antar budaya dilakukan, maka tingkat keterbukaan antar kelompok sosial
juga akan semakin besar. Hal ini wajar mengingat semakin banyak aspek-
aspek kebudayaan yang diketahui oleh masing-masing kelompok,
walaupun hal ini juga masih berpotensi untuk mendatangkan masalah
seperti konflik, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, walaupun
komunikasi antar budaya terus berjalan dan berhasil dilakukan, akan tetapi
dampak dari komunikasi antar budaya tersebut harus terus diperhatikan
sebagai bentuk preventif agar tidak terjadi masalah ke depannya.
13
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
15
DAFTAR PUSTAKA
16