Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH KOMUNIKASI DALAM KEPERAWATAN I

PENGARUH LATAR BELAKANG SOSIAL BUDAYA DALAM


BERKOMUNIKASI

Disusun oleh:
Nama: Febri Nur Azizah Putri
Kelas: IIA
NIM: 2014201015

Dosen Pembimbing:
Ns. Amelia Susanti, M.Kep, Sp.Kep.J

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKES ALIFAH PADANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “pengaruh latar belakang sosial budaya
dalam berkomunikasi” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen pada mata
kuliah komunikasi dalam keperawatan 2. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang analisis pengaruh latar belakang sosial budaya dalam berkomunikasi bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada ibu Amelia Susanti selaku dosen pada mata kuliah
Komunikasi dalam Keperawatan, yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Padang, 3 Mei 2021

Febri Nur Azizah Putri

 
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................2
C. Tujuan Penulis.............................................................................................2
D. Manfaat Penulis...........................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. DEFENISI KOMUNIKASI DAN BUDAYA..............................................3
B. PERSEPSI DAN BUDAYA.........................................................................4
C. SARANA KOMUNIKASI ANTARBUDAYA...........................................6
D. HAMBATAN-HAMBATAN KOMUKASI ANTAR BUDAYA...............6
E. PENGARUH KEBUDAYAAN TERHADAP KOMUNIKASI..................8
F. FUNGSI FAKTOR BUDAYA DALAM BERKOMUNIKASI.................10

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Komunikasi merupakan hal yang sangat penting bagi masyarakat. Komunikasi


sebagai sebuah proses pertukaran simbol verbal dan nonverbal antara pengirim dan penerima
untuk merubah tingkah laku. Jumlah simbolsimbol yang dipertukarkan tentu tak bisa dihitung
dan dikelompokkan secara spesifik kecuali bentuk simbol yang dikirim, verbal dan non
verbal. Memahami komunikasi pun seolah tidak ada habisnya, mengingat komunikasi sebagai
suatu proses yang tiada henti melingkupi kehidupan manusia, salah satunya mengenai
komunikasi antar budaya. Manusia hidup dalam sebuah komunitas yang mempunyai
kebijakan tentang sesuatu yang mereka miliki bersama, dan komunikasi merupakan satu-
satunya jalan untuk membentuk kebersamaan itu.
Komunikasi antar budaya adalah setiap proses pembagian informasi, gagasan, atau
perasaan diantara mereka yang berbeda latar belakang budayanya. Proses pembagian
informasi itu dilakukan secara lisan dan tertulis, juga melalui bahasa tubuh, gaya atau
tampilan pribadi, atupun bantuan hal lain di sekitarnya yang memperjelas pesan. Kadangkala
adanya perbedaan budaya mampu menimbulkan konflik antara komunikator dengan
komunikan karena makna (meaning) yang diperoleh mengalami ketidakpastian. Seperti yang
di ungkapkan oleh Gudykunst dan Kim dalam Liliweri (2002:19) menunjukkan bahwa orang-
orang yang tidak saling kenal selalu berusaha untuk mengurangi tingkat ketidakpastian
melalui peramalan yang tepat atas relasi antarpribadi. Ketidakpastian tersebut bisa dikurangi
apabila komunikator dengan komunikan mampu melakukan proses komunikasi yang efektif.
Selain itu, Komunikasi antarbudaya terjadi karena adanya pebedaan persepsi dan
kebiasaan antara komunikator dengan komunikan. Menurut Devito dalam buku Mulyana
(2001:168), persepsi adalah proses dimana kita menjadi sadar akan banyaknya stimulus yang
mempengaruhi indera kita. Komunikasi apapun bentuk dan konteksnya, selalu menampilkan
perbedaan iklim antara komunikator dengan komunikan. Karena ada perbedaan iklim budaya
tersebut, maka pada umumnya komunikasi yang terjadi selalu difokuskan pada pesan-pesan
yang menghubungkan individu atau kelompok dari dua situasi budaya yang berbeda.
Dalam perbedaan itu umumnya mengimplikasikan bahwa hambatan komunikasi 3
antar budaya sering tampil dalam bentuk perbedaan persepsi terhadap normanorma budaya,

1
pola-pola berpikir, struktur budaya, dan sistem budaya. Semakin besar derajat pebedaan antar
budaya, maka semakin besar kehilangan peluang untuk merumuskan suatu tingkat kepastian
sebuah komunikasi yang efektif.
Berbicara soal perbedaan budaya, Indonesia adalah salah satu negara kepulauan,
dimana dari setiap pulau mempunyai suatu kebudayaan yang menjadi ciri khas dari pulau
tersebut. Oleh karena itu, komunikasi antar budaya sering terjadi pada masyarakat Indonesia.
Berdasarkan hal-hal di atas, penulis tertarik untuk mengkaji hal tersebut dengan judul
makalah “pengaruh latar belakang sosial budaya dalam berkomunikasi”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka permasalahan ini dirumuskan dalam
beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1. Apa defenisi dari komunikasi dan budaya?
2. Apa persepsi dan budaya dalam komunikasi?
3. Apa saja sarana komunikasi antarbudaya?
4. Apa saja hambatan-hambatan komunikasi antar budaya?
5. Bagaimna pengaruh kebudayaan terhadap komunikasi?
6. Apa fungsi faktor budaya dalam berkomunikasi?

1.3 TujuanPenulis
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan pada makalah ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui defenisi dari komunikasi dan budaya.
2. Untuk mengetahui persepsi dan budaya dalam komunikasi.
3. Untuk mengetahui sarana komunikasi antarbudaya.
4. Untuk mengetahui hambatan-hambatan komunikasi antar budaya.
5. Untuk mengetahui pengaruh kebudayaan terhadap komunikasi.
6. Untuk mengetahui fungsi faktor budaya dalam berkomunikasi.

1.4 Manfaat Penulis


Menambah dan memperluas wawasan penulis tentang pengaruh latar belakang sosial
budaya dalam berkomunikasi.

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 DEFENISI KOMUNIKASI DAN BUDAYA


Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari bahasa
Latin communicatio dan bersumber dari kata communis yang berarti sama, sama di sini
maksudnya adalah “sama makna”. Yang dimaksud “sama makna” adalah tujuan inti dari
dibangunnya komunikasi yang baik, yaitu adanya persamaan persepsi (sudut pandang) dan
cara berpikir (pemahaman) dalam setiap interaksi sehingga tidak menimbulkan
kesalahpahaman saat berkomunikasi.
Istilah kebudayaan sendiri berasal dari kata sansekerta buddhatah sebagai bentuk
jamak dari budhi yang berarti “budi” atau “akal”. Maka, kebudayaan dapat diartikan hal-hal
yang bersngkutan dengan budi dan akal.bahasa Inggrisnya adalah culture yang berasal dari
kata latin colore artinya “mengolah, mengerjakan” atau “sebagai segala daya dan usaha
manusia mengubah alam.” Dari pengertian ini dapat ditarik suatu definisi umum yang luas
bahwa kebudayan adalah seluruh cara hidup suatu masyarakat, tidak hanya mengenai cara
hidup yang dianggap lebih tinggi atau diinginkan.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah
kelompok orang yang diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak
unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas,
pakaian, bangunan dan karya seni.Komunikasi antar budaya adalah komunikasi antar orang-
orang berbeda budaya (baik dalam arti ras, etnik, atau perbedaan-perbedaan sosio ekonomi).
Koentjaraningrat menunjukkan tiga wujud kebudayaan.
1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-
nilai, norma-norma, peraturan-peraturan dan sebagainya. Wujud kebudayaan yang pertama
ini berada didalam kepala-keoala atau alam pikiran dari masyarakat dimana kebudayaan
yang bersangkutan ini hidup. Sifatnya abstrak, tak dapat dilihat, diraba atau difoto. Fungsi
kebudayaan ideal ini dalah sebagai tata kelakuan yang mengatur, mengendalikan, dan
memberikan arah kepada kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat.
2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia
dalam masyarakatnya. Sering disebut pula system social. Dalam system social tersebut
terdapat aktivitas-akjtivitas manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu
dengan yang lain, yang dari waktu ke waktu selalu mengikuti pola-pola tertentu yang

3
berdasarkan pada adat istiadat yang berlaku. Misalnya tingkah laku berbicara. Dari saat ke
saat, manusia dari suatu kebudayaan berbicara satu sama lin mengikuti pola-pola yang
ditentukan oleh adat istiadatnya. Seseorang bawahan dari budaya timur lebih banyak
menunduk jika berbicara dengan atasannya. Sedangkan dalam masyarakat barat, hal itu
akan tampak sebagai dua orang yang sedang berpandang-pandangan. Wujud kebudayaan
kedua ini konkret, terjadi disekeliling kita setiap hari, dapat diobservasi dan difoto,
misalnya cara duduk, berdiri, jalan, member hormat, dan aktifitas berpola lainnya.
3. Wujud kebudayaan segai benda-benda hasil karya manusia atau kebudayaan fisik.
Sifatnya paling konkret, tidak hanya dapat dirasakan, diraba, dan dipindah-pindahkan serta
difoto. Kebudayaan fisik merupakan semua hasil karya manusia mulai yang paling
sederhana sampai yang terumit, mulai dalam bentuk tongkat katyu sampai computer, dari
tusuk gigi hngga peluru kendali, dari gubuk hingga gedung mewah.

2.2 PERSEPSI DAN BUDAYA


Faktor-faktor internal bukan saja mempengaruhi atensi sebagai salah satu aspek
persepsi, tetapi juga mempengaruhi persepsi kita secara keseluruhan, terutama penafsiran atas
suatu rangsangan, agama, ideologi, tingkat intelektual, tingkat ekonomi, pekerjaan, dan cita
rasa sebagai faktor-faktor internal jelas mempengaruhi persepsi seseorang terhadap realitas.
Denngan demikian persepsi terikat dengnan budaya.Bagaimana kita memaknai pesan, obyek,
atau lingkungan tergnatung pada sistem nilai yang kita anut.
Oleh karena persepsi berdasarkan budaya yang telah kita pelajari, maka persepsi
seseorang atas lingkungannya bersifat sunyektif. Semakin besar perbedaan budaya antara dua
orang semakin besar pula perbedaan persepsi mereka terhadap realitas. Dan oleh karena tidak
ada dua orang yang mempunyai nilai-nilai budaya yang persis sama, maka tidak pernah ada
dua orang yang mempunyai persepsi yang persis sama pula. Dalam konteks ini, sebenarnya
budaya dapat dianggap sebagai pola persepsi dan perilaku yang dianut sekelompok orang.
Larry A. Samovar dan Richard E. Potter mengemukakan enam unsur budaya secara
langsung mempengaruhi persepsi kita ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain,
yakni :
1. Kepercayaan (beliefs), nilai (value), dan sikap (attitudes)
Kepercayaan adalah anggapan subyektif bahwa suatu obyek atau peristiwa punya ciri
atau nilai tertentu, dengan tanpa bukti. Misalnya Tuhan YME, adam adalah manusia pertama
di bumi, AIDS adalah penyakit berbahaya dll. Nilai adalah komponen evaluatif dari
kepercayaan kita, mencakup : kegunaan, kebaikan, estetika, dan kepuasan. Jadi nilai bersifat

4
normatif, memberitahu suatu anggota buaday mengenai apa yang baik dan buruk, benar dan
salah, siapa yang harus dibela, apa yang garus diperjuangkan dan lain sebagainya.
2. Pandangan dunia (worldview)
Pandangan dunia adalah orientasi budaya terhadap Tuhan, kehidupan, kematian, alam
semesta, kebenaran, materi (kekayaan), dan isu-isu filosofi lainnya yang berkaitan dengan
kehidupan.
3. Organisasi sosial (social organization)
Kelompok tersebut, apakah sebagai pemimpin atau anggota biasa, norma-norma
kelompok yang kita anut, dan reputasi kelompok tersebut, mempengaruhi persepsi kita
terhadap kelompok lain dan komunikasi kita dengan mereka.Sebagai anggota kelopmpok,
peran kita dalam
4. Tabiat manusia (human nature)
Pandangan kita tentang siapa kita, bagaimana sifat atau watak kita, juga
mempengaruhi cara kita mempersepsikan lingkungan fisik dan sosial kita. Kaum Muslim
misalnya, berpandangan bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia dibandingkan
dengan makhluk-makhluk lainnya sperti jin, malaikat, hewan dan tumbuhan, karena mereka
diberkahi akal. Namun kemulian itu hanya dapat diperoleh bila seseorang beramal soleh
(mempergunakan akalnya dengan cara yang benar).
5. Orientasi kegiatan (activity orientation)
Orientasi ini paling baik dianggap sebagai suatu rentang: dari being (siapa seseorang),
doing (apa yang dilakukan seseorang), dalam suatu budaya mungkin terdapat dua
kecenderungan ini, namun salah satu biasanya lebih dominan. Dalam buadya-budaya tertentu,
di Timur khususnya, siapa seseorang itu (raja, anak presiden, pejabat, keturunan ningrat)
lebih penting daripada apa yang dilakukannya. Sedangkan di Barat, justru apa yang sedang
atau telah dilakukan seseorang (prestasinya) jauh lebih penting daripada siapa dia.
6. Persepsi tentang diri dan orang lain (perception of self and others)
7. Masyarakat Timur pada umunya adalah masyarakat kolektivis. Dalam budaya
kolektivis, diri (self) tidak bersifat unik atau otonom, melainkan lebur dalam kelompok
(keluarga, kelompok kerja, suku, bangsa dan sebagainya). Sementara diri dalam budaya
individualis (Barat) bersifat otonom. Akan tetapi suatu buadaya sebenarnya dapat saja
memiliki kecenderungan individualis dan kolektivis, hanya saja seperti orientasi
kegiatan,salah satu biasanya lebih menonjol.

5
2.3 SARANA KOMUNIKASI ANTARBUDAYA
Peningkatan komunikasi antarbudaya telah berlangsung dengan berkembangnya
jaringan penerbangan dan jaringan komunikasi elektronik.
Perhatikan perkembangan luar biasa dalam penggunaan transportasi
udara.Penerbangan yang dulu merupakan hak istimewa segelintir orang kini dilakukan
berjuta-juta manusia.Kita berlibur di ibukota-ibukota negara asing, menghadiri konferensi
internasional dan pameran dagang, dan kita terbang untuk menghadiri pertemuan
bisnis.Siswa-siswa disekolah menengah dan para mahasiswa mengikuti progam-progam studi
diluar negeri.Para anggota komunitas ilmiyah menghadiri koferensi internasional yang
membicarakan masalah-masalah kesehatan dan lingkungan.Kelompok-kelompok wiraswasta
dari Eropa dan Asia merupakan pemandangan sehari-hari di kota-kota Amerika.
Kita telah mengganggap penggunaan telepon, radio, surat kabar, buku dan televisi
sebagai suatu keniscayaan. Sekarang teknologi satelit mempu membawa peristiwa-peristiwa
politik ke rumah-rumah kita. Perluasan jaringan komunikasi elektronik ini kerapa
menghubungkan orang-orang diseluruh dunia. Dan kita tahu, teknologi kopmputer, surat
elektronik, telekonferensi, dan feks, hanyalah awal dari semua ini.

2.4 HAMBATAN-HAMBATAN KOMUKASI ANTAR BUDAYA


Dalam komunikasi antar budaya, tentu ada berbagai hambatan, diantaranya;
1. Mengabaikan perbedaan antar Anda dan kelompok yang secara kultural berbeda.
Sesungguhnya ada banyak macam hambatan apabila kita membicarakan
tentang komunikasi antarbudaya, akan tetapi hambatan yang paling lazim adalah
bilamana kita menganggap bahwa yang ada hanyalah kesamaan dan bukan perbedaan.
Kita dapat dengan mudah mengakui dan menerima perbedaan gaya rambut, cara
berpakaian, dan makanan. Tetapi dalam hal nilai-nilai dan kepercayaan dasar, kita
menganggap bahwa pada dasrnya manusia itu sama. Ini tidak benar. Bila kita
mengasumsikan kesamaan dan mengabaikan perbedaan, kita secar implisit
mengasumsikan kepada lawan bicara, bahwa kitalah yang benar dan cara mereka tidak
penting bagi kita.
Contoh: seorang Amerika mengundang rekan sekerjanya, seorang Filiphina
untuk makan di rumahnya. Orang Filiphina ini dengan sopan menolaknya.Orang
Amerika tersebut merasa akit hati dan merasabahwa kawannya itu tidak ingin
menjalin hubungan persahabatn akrab.Orang Filiphina sebaliknya, merasa sakit hati
dan menganggap bahwa undangan tadi tidak disampaikan dengan tulus. Disini

6
tampaknya, baik orang Amerika maupun Filiphina tersebut beranggapan bahwa adat
kebiasaan mereka dalam mengundang seseorang makan malam adalah sama, padahal
sebenarnya berbeda. Orang Filiphina mengharapkan diundang beberapa kali sebelum
ia menerimanya. Bila undangannya hanya dikemukakan sekali, ini dipandang sebagai
undangan yang tidak tulus.
2. Mengabaikan perbedaan antara kelompok kultural yang berbeda.
Dalam setiap kelompok kultural terdapat perbedaan yang besar dan penting.
Seperti halnya orang Amerika tidak sama satu dengan lainnya, demikian pula orang
Indonesia, Yunani, meksiko dan seterusnya. Bila kita mengabaikan perbedaan ini kita
terjebak dalam stereotipe. Kita mengasumsikan bahwa semua orang yang menjadi
anggota kelompok yang sama (dalam hal ini kelompok bangsa atau ras). Contoh: pria-
pria Arab digambarkan sebagai teroris (meskipun hanya sedikit orang Arab yang sesuai
dengan kategori ini).
3. Melanggar adat kebiasaan cultural.
Pada beberap kultur, orang menunjukkan rasa hormat dengan menghindari
kontak mata langsung dengan lawan bicaranya. Dalam kultur lain, penghindaran kontak
mata seperti ini dianggap mengisyaratkan tidak adanya minat. Jika seorang gadis
Amerika berbicara dengan pria Indonesia yang jauh lebih tua, ia diharapkan
menghindari kontak mata langsung. Bagi orang Indonesia, kontak mata langsung dalam
situasi ini akan dianggap tidak sopan.
4. Menilai perbedaan secara negative.
Dalam kebanyakan kultur barat, meludah dianggap sebagai tanda penghinaan
dan ketidak senangan (begitu pula di Indonesia) yang tidak boleh dilakukan di muka
umum. Tetapi, bagi suku Masai di afrika ini merupakan tanda afeksi, dan bagi suku
Indian di Amerika ini dianggap sebagai isyarat keramahtamahan atau
kebaikan.menjulurkan lidah merupakn contoh lain, bagi orang barat ini merupakan
penghinaan. Bagi orang Cina di zaman dinasti Sung, ini merupakan isyarat
mempermainkan orang lain yang sedang marah. Sementara bagi orang Cina Selatan,
menjulurkan lidah merupakan ungkapan rasa malu karena telah membuat kesalahan
sosial.
Secara obyektif, meludah dan menjulurkan lidah bukanlah merupakan tindakan
yang negatif ataupun positif.Bila kita melihatnya sebagai hal yang negatif (jika kita
orang barat) atau hal positif (jika kita orang Masai atau Indian) kita terperangkap dalam
pikiran etnosentris.Bila kita berfikir seperti itu, kita menempatkan lawan bicara pada

7
posisi defensif. Kita menciptakan hubungan dimana kita berada di pihak yang unggul
dan orang lain dipihak yang rendah.
5. Kejutan Budaya.
Kejutan budaya mengacu pada reaksi psikologis yang dialami seseorang karena
berada di tengah suatu kultur yang sangat berbeda dengan ku;turnya sendiri. Kejutan
budaya ini sebenarnya normal. Sebagian dari kejutan budaya ini timbul karena perasaan
terasing menonjol dan berbeda dari yang lain. Bila kita kurang mengenal adat kebiasaan
masyarakat yang baru ini, kita tidak dapat berkomunikasi secara efektif.

2.5 PENGARUH KEBUDAYAAN TERHADAP KOMUNIKASI


Keberhasilan komunikasi banyak ditentukan oleh kemampuan comunikan member
makna terhadap pesan yang diterimanya. Semakin besar kemampuan komunikan member
makna pada pesan yang diterimanya, semakin besar pula kemungkinan komunikan
memahami pesan tersebut. Sebaliknya, boleh jadi seorang komunikan menerima banyak
pesan, tetapi tidak memahami makna yang dikandungnya karena kurangnya kemampuan dia
menafsirkan pesan.
Komunikasi pada prinsipnya memang merupakan proses penafsiran atau pemberian
makna terhadap pesan-pesan dan menafsirkannya apakah makna yang dikandung pesan
tersebut telah memenuhi tujuan komunikator dalam menyampaikan maksudnya. Demikian
pula, komunikan akan menafsirkan pesan yang diterimanya, apakah makna yang
dikandungnya? Jika makna yang dimmaksud komunikatormelalui pesan itu sama persis
dengan maksud komunikan maka komunikasidapat dikatan berhasil, yakni tercapainya
persamaan makna.
Untuk mencapai keberhasilan komunikasi, dibutuhkan sejumlah persyaratan.Pakar
komunikasi biasanya mengelompokkansyarat-syarat itu ke dalam dua kelompok, yaitu
kerangka acuan (term of reference) danlatar belakang pengalaman (field of experience).
Kerangka acuan adalah objek-objek yang dirujuk sewaktu orang berkomunikasi. Misalnya,
ketika si A mengatakan “pesawat” kepada si B, yang dimaksudkan tentu saja adalah “mesin
terbang”. Apabila si b juga member makna pada kata pesawat itu sama persis dengan yang
dimaksudkan si A, tercapailah tujuan komunikasi. Seandainya si B mengartikan pesawt
dengan “alat yang memudahkan bekerja”, apa jadinya komunikasi antara si A dan si B?
Kerangka acuan tersebut berkaitan erat dengan latar belakang pengalaman.Hal yang
disebut terakhir ini justru yang menyebabkan timbulnya makna suatu objek (pesan) yang
dijadikan acuan. Pengalaman seseorang mengenai pesawat terbang yang menyebabkan orang

8
itu menyebut pesawat kepada setiap benda yang bias terbang dengan mesin. Atau sebaliknya,
setiap kali orang itu melihat benda yang terbangdengan mesin, ia akan menyebutnya pesawat.
Latar belakang pengalaman ini dapat berbeda dari orang yang satu ke lain orang.
Pengalaman yang dimaksudkan bisa jadi sebagai pengalaman pribadi saja. Bagi Ita kata cinta
itu indah karena ia selalu mempunyai pengalaman yang selalu menyenangkan, tetapi bagi Ati
kata itu justru jelek karena ia selalu kecewa dalam membina hubungan cinta.
Seperti halnya pada pemakaian kerangka acuan maka latar belakang pengalaman juga
dapat mempengaruhi keberhasilan komunikasi. Latar belakang pengalaman yang sama
cenderung membuat komunikasi berhasil. Sebab, jika pengalaman telah sama maka kerangka
rujukannya pun cenderung sama. Bila petani membahas soal ganasnya serangan hama wereng
dengan petani pula maka cenderung membuahkan hasil, dibandingkan jika mereka
berkomunikasi dengan montir atau kuli bangunan.[7]
Selain menjadi tingkah laku yang diajarkan, komunikasi berfungsi sebagai alat untuk
menyosialisasikan nilai-nilai budaya kepada masyarakat. Melalui komunikasilah, baik secara
lisan, tertulis, maupun pesan nonverbal, masyarakat menstransmisikan warisan social (nilai-
nilai budaya, norma-norma social, adat kebiasaan, kepercayaan) satu generasi ke generasi
selanjutnya, dari satu kelompok ke kelomponk yang lainnya, dari satu anggota lama ke
anggota baru. Secara lisan, misalnya para orang tua memberikan petuah dan nasihat melalui
cerita dan dongeng. Secara tertulis, masyarakat menyusun buku, menerbitkan Koran atau
majalah, untuk mewariskan nilai-nilai budaya. Sedangkan perilaku tertentu dalam suatu
kebudayaan mengajarkan apa yang boleh atau tidak boleh, yang baik atau yang jelek, yang
pantas atau tidak pantas menurut kebudayaan bersangkutan kepaada masyarakatnya.
Meskipun komunikasi antarbudaya semakin mempengaruhi dunia tempat kita tinggal,
kebanyakan ahli setuju bahwa hambatan-hambatan terhadap komunikasi dan pemahaman
antarbudaya mungkin akan merupakan fakta bahwa sedikit komunikasi akan terjadi pada
tingkat personal. Bebergian ke luar negeri lebih mudah sekarang dan lebih ekonomis untuk
dilakukan dibandingkan dengan pada zaman orangtua dan kakek nenek kita, misalnya, namun
sedikit orang yang bepergian secara ekstensif untuk benar-benar mengenal orang-orang dari
budaya lain.
Penelitian Carlson dan Widaman, 1988 membandingkan 450 mahasisiwa dari
university of californis yang menghabiskan tahun pelajaran ke 3 di sebuah universitas eropa
(Swedia, Spanyol, Perancis, Jerman , Italia dan Inggris) dengan mahasiswa-mahasiswa yang
tetap belajar di kampus mereka di Amerika pada tahun ketiga. Pada akhir tahun pellajaran,
kelompok yang belajar di luar negeri memperlihatkan minat lintas-budaya, kepedulian politik

9
internasional dan kosmopolitanisme yang lebih tinggi.Dibandingkan dengan kalompok
mahasiswa yang tetap belajar di dalam negeri, mereka yang belajar diluar negeri juga
menunjukkan sikap-sikap yang lebih positif dan lebih kritis terhadap Negara mereka, suatu
penelitian yang konsisten dengan penelitian terdahulu.Jadi belajar cukup lama diluar negeri
dapat member andil terhadap sikap-sikap yang lebih positif dan meeningkatkan pengertian
antarbudaya, namun masih banyak yang harus dipelajari bagaimana sikap-sikap tersebut
berkembang.

2.6 FUNGSI FAKTOR BUDAYA DALAM BERKOMUNIKASI

1. Fungsi pribadi

Fungsi pribadi adalah fungsi-fungsi komunikasi yang ditunjukkan melalui komunikasi


yang bersumber dari seorang individu, antara lain untuk :
a. Menyatakan identitas social
Dalam komunikasi,budaya dapat menunjukkan beberapa perilaku komunikan yang
digunakan untuk menyatakan identitas diri maupun identitas sosial.
b. Menyatakan integrasi social
Inti konsep integrasi sosial adalah menerima kesatuan dan persatuan antar pribadi dan,
antar kelompok namun tetap menghargai perbedaanperbedaan yang dimiliki oleh
setiap unsur. perlu dipahami bahwa salah satu tujuan komunikasi adalah memberikan
makna yang sama atas pesan yang dibagi antara komunikator dan komunikan.
c. Menambah pengetahuan
Sering kali komunikasia antar bribadi maupun antar budaya dapat menambah
pengetahuan bersama ,dan adanya saling mempelajari kubudayaan masing masing
antara komunikator dan komunikan.
d. Melepaskan diri/jalan keluar
Hal yang sering kita lakukan dalam berkomunikasi dengan orang lain adalah untuk
melepaskan diri atau mencari jalan keluar atas masalah yang sedang kita hadapi.
2. Fungsi sosial
Fungsi sosial adalah fungsi-fungsi komunikasi yang bersumber dari faktor budaya
yang ditunjukkan melalui prilaku komunikasi yang bersumber dari interaksi sosial,
diantaranya berfunsi sebagai berikut:
a. Pengawasan

10
Praktek komunikasi antar budaya di antara komunikator dan komunikan yang berbeda
kebudayaan berfungsi saling mengawasi. Dalam setiap proses komunikasi antar
budaya fungsi ini bermanfaat untuk menginformasikan “perkembangan“ tentang
lingkungan. Fungsi ini lebih banyak dilakukan oleh media massa yang
menyebarluaskan secara rutin perkembangan peristiwa yang terjadi di sekitar kita
meskipun peristiwa itu terjadi dalam sebuah konteks kebudayaan yang berbeda.
Akibatnya adalah kita turut mengawasi perkembangan sebuah peristiwa dan berusaha
mawas diri seandainya peristiwa itu terjadi pula dalam lingkungan kita.
b. Menjembatani
Dalam proses komunikasi antar pribadi, termasuk komunikasi antar budaya ,maka
fungsi komunikasi yang dilakukan antar dua orang yang berbeda budaya itu
merupakan jembatan atas perbedaan diantara mereka. Fungsi menjembatani itu dapat
terkontrol melalui pesan-pesan yang mereka pertukarkan.,keduanya saling
menjelaskan perbedaan tafsir atas sebuah pesan sehingga menghasilkan makna yang
sama.
c. Sosialisasi nilai
Fungsi sosialisasi merupkan fungsi untuk mengajarkan dan memperkenalkan nilai
nilai kebudayaan suatu masyarakat ke masyarakat lain . Dalam komunikasi antar
budaya seringkali tampil perilaku non verbal yang kurang dipahami namun yang lebih
penting daripadanya adalah bagaimana kita menangkap nilai yang terkandung dalam
gerakan tubuh, gerakan imaginer dari tarian tarian tersebut.
d. Menghibur
Fungsi menghibur juga sering tampil dalam proses komunikasi antar budaya.
American fun yang sering ditampilkan TVRI memberikan gambaran tentang
bagaimana orang orang sibuk memanfaatkan waktu luang untuk mengunjungi teater
dan menikmati suatu pertunjukan humor. Menonton Qosidah yang ditampilkan oleh
anak anak sebuah pesantren mungkin kurang disukai oleh mereka yang suka music
klasik , namun kalau anda menonton dengan mental menikmati maka tampilan
qosidah tidak mengganggu anda.

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Komunikasi adalah hubungan timbal balik antarkomunikan yang dilakukan
untuk bertukar informasi melalui media tertentu yang diharapakan dapat memberi
pengaruh yang diinginkan kepada komunikator partisipan. Budaya adalah tata cara
(kebiasaan) yang sudah ada sejak lama yang kemudian diwariskan dari generasi ke
generasi.
Budaya dan komunikasi tidak dapat dipisahkan. Budaya mengiringi setiap
kebiasaan seseorang dalam berkomunikasi karena budaya menjadi latar belakang
yang melekat pada setiap individu yang berbeda. Sedangkan, komunikasi bisa
efektif dan berhasil apabila komunikator dapat menyampaikan pesan ataupun
informasi dengan baik.
Komunikasi antar budaya sendiri merupakan subilmu dari ilmu sosial-
komunikasi yang membedakan komunikasi antar budaya dengan subilmu
komunikasi lainnya adalah adanya perbedaan latar belakang (budaya) yang relatif
besar mempengaruhi komunikasi para komunikator. Dengan adanya perbedaan
yang relatif besar inilah yang dapat menjadi faktor penghalang keberhasilan
komunikasi yang berusaha dibangun oleh komunikator apabila komunikator tidak
dapat memahami kebudayaan komunikator lain. Jadi, komunikasi antar budaya
adalah komunikasi yang dilakukan oleh komunikator yang memiliki perbedaan
latar belakang kebudayaan, tetapi masih memiliki kesamaan latar belakang negara
(bangsa).
Dengan keberagaman budaya dan bahasa di Indonesia menjadi kekayaan yang
tak ternilai yang menambah nilai dari bangsa Indonesia. Tidak hanya dalam nilai
non materiil, tetapi juga menambah nilai materiil suatu bangsa karena mengundang
keingintahuan orang asing untuk melihat keberagaman dari budaya dan bahasa di
Indonesia.

12
DAFTAR PUSTAKA

Fajar, Marheni. 2009. Ilmu Komunikasi Teori Dan Praktek , Yogyakarta: Graham Ilmu
Mulyana, Deddy. 2001. Human Communication Konteks-Konteks Komunikasi, Bandung:
Remaja Rosdakarya
Mulyana, Deddy. 2010. Ilmu Komunikasi suatu Pengantar, Bandung: Remaja Rosdakarya
Sendjaja, S. djuarsa, dkk. 2010. Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: Penerbit Universitas
Terbuka Kementrian Pendidikan Nasional
Windarti, Nila K. 2010. Materi Pokok pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: Penerbit
Universitas Terbuka

13

Anda mungkin juga menyukai