Anda di halaman 1dari 16

MODUL KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA

(KODE MATA KULIAH)

MODUL 03
KOMUNIKASI dan BUDAYA

DISUSUN OLEH
SUMARTONO, S.Sos., M.Si

UNIVERSITAS ESA UNGGUL


2020
KOMUNIKASI dan BUDAYA

Pendahuluan
Komunikasi merupakan upaya membangun kesamaan makna yang mampu
mendorong berbagai kelompok masyarakat untuk memperoleh kehidupan dan
penghidupan yang lebih baik. (Susanto, 2016: 1). Pada dasarnya kemunculan studi
komunikasi lintas budaya didasari oleh ketidakmampuan individu-individu untuk
saling memahami pihak lain dalam dinamika pergaulan kehidupannya sehari-hari.
Seiring dengan tatanan dunia yang semakin mengglobal, membawa implikasi
kepada interaksi antar manusia yang semakin intensif. Manusia semakin memiliki
banyak kesempatan untuk melakukan hubungan-hubungan dalam kehidupannya
sehari-hari. Fenomena ini bermuara pada perlunya saling mengerti, saling
mengetahui dan saling memahami antar manusia untuk menghindari terjadinya
konflik (chaos) atau kesalahpahaman antar pribadi, antar kelompok, antar
masyarakat, maupun antar bangsa.

Seringkali, prilaku komunikasi antar individu tampak asing, bahkan gagal


untuk memenuhi tujuan komunikasi tertentu, sebab mereka tidak memiliki
pengetahuan yang mendalam mengenai latar belakang budaya pihak lain. Akibat
kegagalan tersebut memaksa ilmuan mengawinkan “budaya” dan “komunikasi”
serta menjadikan komunikasi lintas budaya sebagai suatu bidang studi. Inheren
dalam perpaduan ini adalah gagasan bahwa komunikasi lintas budaya memerlukan
penelitian tentang budaya dan kesulitan-kesulitan komunikasi dengan pihak-pihak
yang berbeda budaya.
Meskipun kesamaan bahasa merupakan komponen penting untuk menjalin
komunikasi yang baik, namun hal itu tidak menjamin komunikasi berjalan lancar.
Melalui pemahaman lintas budaya, serat-serat perbedaan maupun persamaan
budaya masyarakat dapat dilihat, dapat pula diidentifikasi unsur-unsur yang
melanggengkan komunikasi. Untuk dapat memahami budaya orang lain, pelaku
komunikasi harus memahami budayanya sendiri. Tidak ada budaya yang lebih
tinggi dari budaya lainnya. Semua budaya memiliki fungsi dan peran bagi
pengalaman anggota-anggota budaya tersebut meskipun nilainya berbeda. Dengan
kesadaran pemahaman seperti ini, akan muncuk sikap saling menghargai mengenai
kebutuhan, aspirasi, perasaan dan masalah manusia.
Perbedaan kebudayaan dipengaruhi oleh banyak hal termasuk perbedaan
agama. Tidak dapat dipungkiri bahwa agama terbukti mempengaruhi budaya, pola
hidup dan tingkah laku seseorang. Agama merupakan salah satu faktor besar yang
mempengaruhi kebudayaan masyarakat. Dengan demikian, permasalahan
perbedaan agama dalam komunikasi merupakan perbedaan kebudayaan yang
tercakup dalam komunikasi lintas budaya . Komunikasi dalam semua konteks
merupakan persamaan dalam hal unsur-unsur dasar dan proses-proses komunikasi
manusia (transmitting, receiving, processing), tetapi adanya pengaruh kebudayaan
yang tercakup dalam latar belakang pengalaman individu membentuk pola-pola
persepsi, pemikiran, penggunaan pesan-pesan verbal/ nonverbal serta hubungan-
hubungan dasarnya. Maka variasi kontekstual, merupakan dimensi tambahan yang
mempengaruhi proses komunikasi lintas budaya. Komunikasi lintas budaya terjadi
bila pemberi pesan adalah anggota suatu budaya dan penerima pesannya adalah
anggota suatu budaya lainnya. Dengan demikian, penyampaian pesan dari sumber
komunikasi harus diberi sandi sehingga penerima pesan sebagai anggota budaya
yang berbeda tersebut dapat menyandi ulang informasi/pesan yang diterimanya.
Dalam perspektif komunikasi yang integratif, untuk mengikat berbagai
kelompok masyarakat, maka sudah selayaknya jika pemahaman terhadap
komunikasi dan interaksi antar budaya diunggulkan dalam dinamika demokratisasi
(Susanto, 2009). Kebhinekaan menjadi sebuah kekuatan karena sejak dulu telah ada
tradisi ”care and share” yang tidak lain adalah semangat gotong royong, yang
tumbuh diantara rakyat yang berjiwa ramah di alam yang kaya-raya (Shinzo Abe,
2007 dalam susanto, 2012). Oleh sebab itu, seharusnya bangsa Indonesia, terus
menjaga citra keanekaragaman yang sudah dikenal oleh masyarakat di manca
negara tersebut. (Susanto, 2012).

Mendefinisikan Komunikasi
Seperti halnya budaya, definisi komunikasi juga amat kompleks.
Mendefinisikan karakteristik komunikasi adalah tentang makna, dan kita bisa
mengatakan komunikasi yang terjadi setiap kali seseorang memberi arti kata-kata
atau tindakan orang lain. Komunikasi dapat dipahami sebagai "proses simbolik
dimana realitas diproduksi, dipelihara, diperbaiki dan diubah" (Carey, 1989:23).
Tiga perspektif menekankan aspek yang ber- beda dari proses komunikasi ini.

Perspektif ilmu sosial menekankan berbagai komponen komunikasi: Ada


pengirim/penerima, pesan, saluran, dan conteks. Perspektif ini juga menekankan
bahwa komunikasi cenderung berpola dan karena itu dapat diprediksi. Tradisi ini juga
berfokus pada variabel, atau pengaruh pada komunikasi, seperti jenis kelamin, atau sifat
hubungan. Misalnya, orang-orang dalam hubungan jangka panjang akan
berkomunikasi dengan cara yang berbeda dari orang yang baru-baru ini bertemu, atau
pria dan wanita akan cenderung berkomunikasi dengan cara yang berbeda.

Perspektif interpretatif menekankan, sifat prosesual simbolik komunikasi; sifat


simbolik komunikasi berarti bahwa kata-kata kita berbicara atau gerakan yang kita buat
tidak memiliki makna yang melekat. Sebaliknya, mereka mendapatkan signifikansi
mereka dari makna yang disepakati. Ketika kita menggunakan simbol-simbol untuk
berkomunikasi, kita berasumsi bahwa orang lain berbagi sistem simbol dengan kita.
Makna simbolis disampaikan baik secara verbal dan nonverbal. Ribuan perilaku non-
verbal (gerak tubuh, postur, kontak mata, ekspresi wajah, dan sebagainya) melibatkan
makna bersama

Untuk membuat hal-hal yang lebih rumit, setiap pesan memiliki lebih dari satu
arti; sering, ada banyak lapisan makna. Sebagai contoh, pesan aku cinta kamu mungkin
berarti, "Saya ingin memiliki waktu yang baik dengan Anda malam ini," "Aku merasa
bersalah tentang apa yang saya lakukan tadi malam tanpa Anda," "Aku ingin kau
melakukan sesuatu untukku," "Saya memiliki waktu yang baik ketika Saya dengan
Anda, "atau" Aku ingin menghabiskan sisa hidup saya (atau setidaknya beberapa jam
ke depan) dengan Anda. "Ketika kita berkomunikasi, kita mengasumsikan bahwa orang
lain mengambil makna yang kita inginkan. Hal ini lebih mungkin, ketika individu
berasal dari latar belakang budaya dan pengalaman yang berbeda .

Perspektif interpretif juga menekankan bahwa proses negosiasi makna


bersifat dinamis. Komunikasi bukanlah peristiwa tunggal tetapi sedang dan terus
berlangsung. Hal ini bergantung pada aktivitas komunikasi lainnya masuk akal. Ketika
kita masuk ke dalam komu- nikasi dengan orang lain, kita secara bersamaan mengambil
makna melalui semua indera kita. Pesan tidak bijaksana dan linear tetapi simultan,
dengan batas-batas kabur dari awal dan akhir. Ketika kita bernegosiasi berarti, kita
menciptakan, memelihara, memperbaiki, atau mengubah realitas. Ini berarti bahwa
orang secara aktif terlibat dalam proses komunikasi. Satu orang tidak bisa
berkomunikasi sendiri.

Perspektif kritis menekankan pentingnya kekuatan masyarakat dalam proses


komunikasi. Artinya, bahwa semua suara dan simbol yang tidak sama, tapi disusun
dalam hirarki sosial di mana beberapa karakteristik individu lebih sangat dihargai
daripada yang lain; misalnya, orang lebih cenderung untuk mendengarkan dengan
cermat ke pejabat daripada anak muda.

Kaitan Antara Komunikasi dan Budaya


Unsur pokok yang mendasari proses KAB ialah konsep-konsep tentang
“Kebudayaan” dan “Komunikasi”. Hal ini pun digarisbawahi oleh Sarbaugh
(1979:2) dengan pendapatnya bahwa pengertian tentang komunikasi antar budaya
memerlukan suatu pemahaman tentang konsep-konsep komunikaasi dan
kebudayaan serta saling ketergantungan antara keduanya. Saling ketergantungan ini
terbukti, menurut Serbaugh, apabila disadari bahwa:
1 Pola-pola komunikasi yang khas dapat berkembang atau berubah dalam
suatu kelompok kebudayaan khusus tertentu.
2 Kesamaan tingkah laku antara satu generasi dengan generasi berikutnya
hanya dimungkinkan berkat digunakannya sarana-sarana komunikasi.
Sementara Smith (1966) menerangkan hubungan yang tidak terpisahkan
antara komunikasi dan kebudayaan yang kurang lebih sebagai berikut: Kebudayaan
merupakan suatu kode atau kumpulan peraturan yang dipelajari dan dimiliki
bersama; untuk mempelajari dan memiliki bersama diperlukan komunikasi,
sedangkan komunikasi memerlukan kode-kode dan lambang-lambang yang harus
dipelajari dan dimiliki bersama.
Hubungan antara individu dan kebudayaan saling mempengaruhi dan saling
menentukan. Kebudayaan diciptakan dan dipertahankan melalui aktifitas
komunikasi para individu anggotanya. Secara kolektif prilaku mereka secara
bersama-sama menciptakan realita (kebudayaan) yang mengikat dan harus dipatuhi
oleh individu agar dapat menjadi bagian dari unit. Maka jelas bahwa antara
komunikasi dan kebudayaan terjadi hubungan yang sangat erat:
1. Disatu pihak, jika bukan karena kemampuan manusia untuk menciptakan
bahasa simbolik, tidak dapat dikembangkan pengetahuan, makna, simbol-
simbol, nilai-nilai, aturan-aturan dan tata, yang memberi batasan dan bentuk
pada hubungan-hubungan, organisasi-organisasi dan masyarakat yang terus
berlangsung. Demikian pula, tanpa komunikasi tidak mungkin untuk
mewariskan unsur-unsur kebudayaan dari satu generasi kegenerasi
berikutnya, serta dari satu tempat ke tempat lainnya. Komunikasi juga
merupakan sarana yang dapat menjadikan individu sadar dan menyesuaikan
diri dengan subbudaya-subbudaya dan kebudayaankebudayaan asing yang
dihadapinya. Tepat kiranya jika dikatakan bahwa kebudayaan dirumuskan,
dibentuk, ditransmisikan daan dipelajari melalui komunikasi.
2. Sebaliknya, pola-pola berpikir, berprilaku, kerangka acuan dari individu-
individu sebahagian terbesar merupakan hasil penyesuaina diri dengan cara-
cara khusus yang diatur dan dituntut oleh sistem sosial dimana mereka
berada. Kebudayaan tidak saja menentukan siapa dapat berbicara dengan
siapa, mengenai apa dan bagaimana komunikasi sebagainya berlangsung,
tetapi juga menentukan cara mengkode atau menyandi pesan atau makna
yang dilekatkan pada pesan dan dalam kondisi bagaimana macam-macam
pesan dapat dikirimkan dan ditafsirkan. Singkatnya, keseluruhan prilaku
komunikasi individu terutama tergantung pada kebudayaanya. Dengan kata
lain, kebudayaan merupakan pondasi atau landasan bagi komunikasi.
Kebudayaan yang berbeda akan menghasilkan praktek-praktek komunikasi
yang berbeda pula.

Komunikasi dan budaya merupakan 2 hal yang tidak bisa dipisahkan.


mempunyai hubungan timbal balik, seperti dua sisi mata uang. Budaya menjadi
bagian dari prilaku komunikasi dan pada gilirannya komunikasi pun turut
menentukan memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya seperti yang
dikatakan Edward T. Hall bahwa komunikasi adalah Budaya dan Budaya adalah
komunikasi. Pada satu sisi, komunikasi merupakan suatu mekanisme untuk
mensosialisasikan norma-norma budaya masyarakat, baik secara “horizontal” dari
suatu masyarakat kepada masyarakat lainnya, ataupun secara vertikal dari suatu
generasike generasi berikutnya. Pada sisi lain, budaya merupakan norma-norma
atau nilai-nilai yang dianggap sesuai untuk kelompok tertentu (Mulejana, 2000:6).
Kebanyakan orang pasti sudah sering mendengar kedua istilah ini berikut
dengan pengertiannya. Ada begitu banyak pendapat dan definisi mengenai kedua
hal ini. Kita dapat memahami komunikasi sebagai bentuk hubungan dan
penyampaian informasi baik antar perorangan ataupun kelompok. Komunikasi akan
menghubungkan individu satu dengan lainnya sehingga terjadi perpindahan
informasi. Jika apa yang ingin disampaikan si A dapat dipahami dengan baik oleh
si B maka telah terjadi komunikasi yang baik antara keduanya.
Sementara budaya menunjukkan hasil cipta, pemikiran, perasaan, dan karsa
yang bersifat kompleks dan mencakup berbagai sendi kehidupan seperti keyakinan,
pengetahuan, kebiasaan, dan lain sebagainya.
Apa yang anda yakini, apa yang anda anggap baik atau salah, bagaimana
cara anda menjalankan kehidupan merupakan bentuk kebudayaan. Misalnya
budaya orang minang dimana garis keturunan diambil dari pihak ibu sementara
budaya orang jawa justru mengambil garis keturunan dari pihak ayah.
Lalu apa dan bagaimana kaitan antara komunikasi dan budaya? Berikut 6
kaitan antara komunikasi dan budaya yang perlu anda ketahui:
1. Saling mempengaruhi satu sama lain
Budaya dipengaruhi oleh komunikasi dan sebaliknya komunikasi juga
terpengaruh oleh budaya. Lihat saja bagaimana kita dapat dengan mudah
menebak daerah asal seseorang dari caranya berkomunikasi.
Misalnya logat yang digunakan dimana logat orang minang dapat dengan
mudah dibedakan dengan logat orang batak. Meskipun mereka menggunakan
bahasa Indonesia baku sekalipun kita dapat dengan mudah membedakannya.
2. Komunikasi sarana memperkenalkan budaya ke ranah yang lebih luas
Kaitan antara budaya dan komunikasi selanjutnya adalah peran penting
komunikasi dalam memperkenalkan suatu kebudayaan ke ranah yang lebih luas.
Dengan ini suatu kebudayaan dapat dikenal oleh masyarakat lain yang berbeda
budaya. Tanpa adanya komunikasi bagaimana mungkin kita dapat mengenalkan
budaya kita pada kelompok masyarakat lainnya yang berbeda budaya.
3. Komunikasi akan membantu melestarikan suatu kebudayaan
Dengan diperkenalkannya suatu kebudayaan ke ranah yang lebih luas akan turut
memelihara kelestarian budaya tersebut. Akan lebih banyak orang yang
mengenal dan tertarik mempelajarinya. Tidak jarang suatu budaya harus punah
dan menghilang karena kurang dikenal sehingga ketika warganya tidak sanggup
beradaptasi maka kebudayaan tersebut ikut punah atau hilang.
4. Budaya merupakan sarana orang-orang untuk belajar berkomunikasi
Perbedaan budaya antara seseorang dan yang lainnya mendorong orang-orang
untuk saling berkomunikasi. Bagaimana mereka saling memahami dan
mengenal budaya yang berbeda mulai dari cara hidup, filosofi kehidupan,
bahasa, dan lain sebagainya.
5. Budaya menentukan bagaimana cara dan pola komunikasi
Budaya yang berbeda akan menciptakan pola komunikasi yang berbeda pula
sehingga anda dapat dengan mudah mengetahui budaya seseorang dari cara ia
berkomunikasi. Baik pola komunikasi pribadi maupun pola komunikasi dalam
komunitas. Mulai dari bahasa yang digunakan, logat, dan lain sebagainya.
6. Komunikasi sebagai sarana untuk menyesuaikan diri dengan budaya lain
Komunikasi juga berkaitan erat dengan budaya dimana berperan sebagai sarana
untuk menyesuaikan diri dengan budaya lain. Melalui komunikasilah kita dapat
mengenal dan menyesuaikan diri dengan orang-orang yang berbeda budaya.
Bagaimana cara menyapa, apa yang dianggap sopan dan apa yang tidak, dan
lain sebagainya.
Dapat kita lihat bahwa ada kaitan yang erat antara budaya dan komunikasi
dimana keduanya tidak bisa dipisahkan dan saling mempengaruhi. Budaya
menentukan bagaimana komunikasi sementara komunikasi menjadi sarana untuk
memperkenalkan, mewariskan, dan melestarikan kebudayaan. Selain itu
komunikasi juga menjadi sarana untuk mengenal budaya lain.

Bagaimana Budaya mempengaruhi Komunikasi


Hubungan antara budaya dan komunikasi amat kompleks. Sebuah perspektif
dialektis mengasumsikan bahwa budaya dan komunikasi saling terkait dan timbal
balik. Artinya, budaya mempengaruhi komunikasi, dan sebaliknya. Dengan
demikian, kelompok budaya mempengaruh proses dimana persepsi realitas diciptakan
dan dipelihara: "Semua masyarakat di semua tempat setiap saat menampakkan
pandangan mereka sendiri tentang realitas dalam apa yang mereka lakukan. Seluruh
proyek-budaya mengisi realitas model kontemporer "(Burke, 1985, hal. 11). Namun,
kita mungkin juga mengatakan bahwa komunikasi membantu menciptakan realitas
budaya dari masyarakat.
Para ahli komunikasi antarbudaya menggunakan kerangka kerja yang luas dari
anthropology dan psikologi untuk mengidentifikasi dan mempelajari per- bedaan
budaya dalam komunikasi. Dua hal yang paling relevan dikembangkan oleh
antropolog Kluckhohn dan Strodtbeck (1961) dan oleh Hofstede psikolog sosial
(1984). Nilai Orientasi Kluckhohn dan Strodtbeck menekankan pentingnya nilai-nilai
budaya di bawah kelompok budaya. Kesetaraan, misalnya, adalah nilai bersama oleh
banyak orang di Amerika Serikat. Hal ini mengacu pada keyakinan bahwa semua
manusia diciptakan sama, meskipun kita harus mengakui bahwa, pada kenyataannya,
ada banyak perbedaan, seperti bakat, kecerdasan, atau akses ke barang-barang
material.
Konflik antarbudaya sering disebabkan oleh perbedaan orientasi nilai. Sebagai
contoh, beberapa orang merasa penting untuk mempertimbangkan bagaimana hal-hal
yang dilakukan di masa lalu. Bagi mereka, sejarah dan tradisi membantu dan
memberikan bimbingan. Konflik nilai antara peserta dalam proyek-proyek bantuan
internasional di mana individu berorientasi masa depan menunjukkan kurangnya rasa
hormat untuk cara-cara tradisional dalam melakukan sesuatu. Konflik dapat
diperburuk oleh per bedaan kekuasaan, dengan beberapa nilai istimewa atas orang lain.
Ahli komunikasi organisasi telah menunjukkan bahwa banyak tempat kerja AS
menghargai hubungan yang sangat individualistik (Buzzanell, 1994). Kluckhohn dan
Strodtbeck menyarankan bahwa anggota dari semua kelompok budaya harus
menjawab pertanyaan-pertanyaan penting berikut:

- apa sifat manusia


- apa hubungan antara manusia dan alam
- bagaimana hubungan antar manusia
- bagaimana kepribadian yang disukai
- bagaimana orientasi terhadap waktu

Berikut adalah tabel tentang orientasi nilai menurut Kluckhohn dan Strodbeck
Tabel orientasi nilai Kluckhohn dan Strodbeck
Range of Value
Sifat Pada dasarnya Campuran Pada
manusia baik baik dan dasarnya
jahat jahat
Hubungan Manusia Harmoni Mendominasi
antara mendominasi diantara dua alam
manusia
dan alam
Hubungan Individual Berorientasi Jaminan
antar kelompok
Manusia
kepribadian "Melakukan": "Tumbuh": “menjadi”
stress pada stress pada penekanan
tindakan pertumbuhan pada siapa
spiritual anda
Orientasi Orientasi Berorientasi Orientasi pada
waktu masa depan saat ini/ masa lalu
sekarang

Menurut Kluckhohn dan Strodtbeck, ada tiga kemungkinan respon terhadap


setiap pertanyaan yang berkaitan dengan nilai-nilai bersama. Pertanyaan-pertanyaan
dan tanggapan mereka menjadi kerangka kerja untuk memahami perbedaan dalam
nilai-nilai antara variabel kelompok budaya. Meskipun kerangka diterapkan awalnya
kelompok etnis, kita dapat memperpanjang untuk kelompok budaya berdasarkan jenis
kelamin, kelas, kebangsaan, dan sebagainya.

Sifat Human Nature seperti yang ditunjukkan tabel, ada tiga kemungkinan
respon, atau solusi, pertanyaan dasar tentang sifat manusia. Salah satu solusi adalah
keyakinan akan kebaikan mendasar dari sifat manusia. Praktek hukum dalam
masyarakat yang memegang orientasi ini akan menekankan rehabilitasi pelanggar
hukum; penjara dan penjara akan dilihat sebagai tempat untuk melatih pelanggar
untuk bergabung kembali masyarakat sebagai warga negara yang berkontribusi. Agama
seperti Buddha dan Konghucu cenderung ke arah orientasi ini, dengan fokus pada
peningkatan kebaikan alam manusia.
Solusi kedua merupakan proyek-persepsi dari kombinasi kebaikan dan
kejahatan di alam manusia. Banyak kelompok di Amerika Serikat terus orientasi nilai
ini, walaupun sudah ada pergeseran pandangan bagi banyak orang Amerika Serikat
dalam 50 tahun terakhir. Berkenaan dengan keyakinan agama, ada sedikit penekanan
pada kejahatan dasar kemanusiaan, yang banyak pemukim Eropa dari tradisi Puritan
(Kohls, 1996).

Menurut orientasi ketiga, sifat manusia pada dasar nya jahat. Masyarakat yang
memegang keyakinan ini akan kurang tertarik rehabilitasi kriminal dari hukuman. Kita
sering mengalami kesulitan memahami penyiksaan atau praktek memotong tangan dan
kaki-praktek lainnya yang lazim di banyak masyarakat di masa lalu-tanpa memahami
orientasi mereka dengan alam manusia.

Beberapa kelompok budaya menghargai individualisme, sedangkan yang lain


lebih berorientasi kelompok. Perbedaan budaya yang berkaitan dengan nilai-nilai ini
membedakan dua jenis masyarakat. Individualisme, sering disebut sebagai nilai yang
dimiliki oleh Eropa Amerika, tempat penting pada individu bukan pada keluarga, tim
kerja, atau kelompok lain (Bellah, Madsen, Sullivan, Swidler, & Tipton, 1985)

Geert Hofstede (Hofstede & Hofstede, 2005) menglompokkan nilai-nilai


budaya manusia menjadi be- berapa kategori, yaitu :1) Penghindaran ketidakpastian
(uncertainty avoidance), 2) Individualis vs kolektivis (in- dividualism-collectivism),
3) Maskulinitas vs feminitas (masculinity versus femininity), 4) Orientasi jangka
panjang vs orientasi jangka pendek (long versus short term orien-tation), 5) Jarak
Kekuasaan (power distance)
Penghindaran ketidakpastian menyangkut sejauh mana orang-orang yang
merasa terancam oleh situasi yang ambigu merespon dengan menghindari mereka atau
mencoba untuk bertahan dan mengimbangi ketidakpastian. Masyarakat yang memiliki
orientasi penghindaran ke- tidakpastian yang lemah (Inggris, Swedia, Hong Kong, dan
Amerika Serikat) lebih memilih untuk membatasi aturan, menerima perbedaan
pendapat, dan mengambil risiko. Sebaliknya, orang-orang dengan orientasi
penghindaran ketidakpastian yang kuat (Yunani, Portugal, dan Jepang) biasanya lebih
suka aturan dan peraturan dalam pengaturan organisasi yang lebih luas dan mencari
konsensus tentang tujuan.
Komunikasi sebagai Resistance ke Sistem Budaya Dominan
Kekuasaan meresap dalam interaksi komunikasi, meskipun tidak selalu terbukti
atau jelas bagaimana kekuasaan mempengaruhi komunikasi atau bagaimana jenis
makna dibangun. Kita sering berpikir komunikasi antara individu adalah
komunikasi yang sederajat, tapi ini jarang terjadi (Allen, 2004). Seorang ahli
komunikasi Mark Orbe (1998) menjelaskan hal itu,
Dalam setiap masyarakat hirarki sosial ada yang istimewa beberapa kelompok atas orang lain.
Kelompok-kelompok yang berfungsi di bagian atas hirarki sosial menentukan untuk sebagian besar
sistem komunikasi dari seluruh masyarakat.

Orbe melanjutkan dengan menggambarkan bagaimana orang-orang yang


berkuasa, secara sadar atau tidak sadar, menciptakan dan mempertahankan sistem
komuni- kasi yang memperkuat, dan mempromosikan pola pikir mereka. Ada dua
levels kekuasaan-kelompok terkait: (1) dimensi primer seperti usia, etnis, gender,
kemampuan fisik, ras, dan orientasi-yang seksual lebih bersifat per- manen, dan (2)
dimensi sekunder seperti latar belakang pendidikan, lokasi geografis, status perkawinan,
dan status sosial ekonomi (Loden & Rosener, 1991)..

Kelompok budaya dominan berusaha mengabadikan posisi dan hak istimewa/


privilege mereka dalam banyak cara. Namun, kelompok tertindas bisa menahan
dominasi ini dalam banyak cara juga. Kelompok budaya dapat menggunakan cara-cara
politik dan hukum untuk mempertahankan atau menolak dominasi, tetapi ini bukan
satu-satunya cara menerapkan hubungan kekuasaan.

Kelompok tertindas dapat menegosiasikan berbagai hubungan mereka dengan


budaya melalui pemogokan, dan pendudukan asset kelompok dominan. Mereka
dapat menentukan pilihan dengan berlangganan (atau tidak berlangganan) majalah
atau koran, mengubah saluran TV, menulis surat kepada pejabat pemerintah - pejabat,
atau mengambil tindakan dengan cara lain untuk mengubah/ mempengaruhi kekuasaan.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
0 / 16
Daftar Pustaka
Hanafi Abdillah, 1984, Memahami Komunikasi Antar Manusia (Surabaya: Usaha
Nasional).

Kitley Philip, Konstruksi Budaya Bangsa di Layar Kaca (Jakarta: Institutv Studi
Arus Informasi).

Liliweri Alo, 2001. Gatra-Gatra Komunikasi Antar Budaya. (Yogyakarta: Pustaka


Pelajar).

Larry A. Samovar, dkk., 1981, Understanding Intercultural Communication


(Belmont, California: Wadsworth Publishing Company).

Leach Edmund. Culture and Communication, The Logic by which symbols are
connected. (Cambridge, University Press).

Maletzke Gerhard, 1978, “Intercultural and Internation Communication”, dalam


Heinz-Dietrich Fischer dab John C. Merril (eds), Intercultural and International
Communication (New York: Hastings House Publisher).

Porter dan Larry A Richard E.. Samovar, 2003, “Suatu Pendekatan terhadap
Komunikasi Lintas Budaya”, dalam Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat
(eds.), Komunikasi Lintas Budaya, Panduan Berkomunikasi dengan Orang-Orang
Berbeda Budaya (Bandung: Rosdakarya)

Sunarwinadi Ilya, Komunikasi Antar Budaya (Jakarta: Pusat Antar Universitas


Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia, tt.).

Susanto, Eko Harry, 2016, Komunikasi & Gerakan Perubahan: Kemajemukan dan
Kontelasi Sosial, Ekonomi, Politik, Mitra Wacana Media, Jakarta.

……….., 2009, Etnosentrime, Pemekaran Wilayah dan Komunikasi Antarbudaya,


Jurnal Online Dinamika Fisip UNBARA Volume 2, No. 4, p. 15-21, 21Desember
2009 ISSN: 1979–0899X

Tulsi B. Saral, 1979, “Intercultural Communication Theory and Research: An


Overview of Challengnes and Opportunities”, dalam Dan Nimmo (ed.),
Communication Yearbook 3 (New Brunswick, New Jersey: Transaction Book).

……….., 1979, “Intercultural Communication Theory and Research: An


Overview of Challengnes and Opportunities”, dalam Dan Nimmo (ed.),
Communication Yearbook 3 (New Brunswick, New Jersey: Transaction Book).

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
1 / 16
Universitas Esa Unggul
http://esaunggul.ac.id
2 / 16

Anda mungkin juga menyukai