Anda di halaman 1dari 14

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bisa dikatakan bahwa komunikasi merupakan hal yang terpenting atau viral bagi
manusia. Tanpa komunikasi maka manusia bisa dikatakan “tersesat” dalam belantara
kehidupan ini. “orang yang tidak pernah berkomunikasi dengan manusia bisa dipastikan
akan “tersesat‟, karena ia tidak bisa menaruh dirinya dalam lingkungan sosial” (Deddy
Mulyana, 2003:5). Komunikasi yang dianggap penting terlihat dari semakin berkembangnya
teknologi komunikasi. Masuknya era digitalisasi informasi ikut mengembangkan komunikasi
diantara pelakunya. Terlihat ketika dahulu komunikasi terjadi ketika seseorang bertemu
dengan orang lain, atau komunikasi jarak jauh tercipta ketika seseorang menulis pada secarik
kertas dan dikirimkan ke alamat si penerima. Akan tetapi dewasa ini orang tanpa perlu lagi
bertatap muka untuk bertemu dengan orang lain jika ingin berkomunikasi, hanya perlu alat
bantu seperti handphone maka komunikasi itu akan terjadi. Lebih berkembang lagi, dewasa
ini masuknya internet membuat komunikasi tidak lagi memiliki batasan waktu dan tempat.
Komunikasi dengan sangat mudahnya terjadi.
Bertambah mudahnya komunikasi secara mengglobal tentu juga berdampak bagaimana
peran komunikasi antar budaya di kalangan masyarakat. Pertukaran kebudayaan adalah hal
yang sangat mungkin terjadi, karena siapapun yang datang dari suatu negara atau daerah atau
bahkan sekedar berkomunikasi via jarak jauh menggunakan alat bantu pasti tidak akan
terlepas dari budaya antara kominikan dengan komunikator. Pertukaran budaya ini, mungkin
saja menimbulkan konflik. Konflik bisa diredam dengan lahirnya sebuah kesadaran bahwa
setiap orang harus bisa memahami budaya orang lain yang berbeda budaya dengan dirinya.
Proses komunikasi yang berlangsung antara orang-orang berbeda budaya tersebut biasanya
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: The Act (Perbuatan), The Scene (Adegan), The
Agent (Pelaku), The Agency (Perantara), dan The Purpose (Tujuan). Faktor-faktor tersebut di
atas juga menjadi salah satu penentu sebuah proses komunikasi itu berjalan efektif.
Berdasarkan hal itu pula, kita bisa menentukan strategi atau metode komunikasi yang
digunakan dalam sebuah proses komunikasi. Komunikasi yang efektif dapat terwujud bila
strategi dan metode komunikasi yang digunakan tepat. Strategi komunikasi yang efektfif
sangat penting diperhatikan dalam sebuah proses komunikasi. Komunikasi antar budaya

1
sebagai bentuk komunikasi antarpribadi dari komunikator dan komunikan yang berbeda
budaya. Efektivitas komunikasi antar pribadi itu sangat ditentukan oleh faktor-faktor:
keterbukaan, empati, perasaan positif, memberikan dukungan, dan memelihara
keseimbangan. Sedangkan prasangka sosial yang menentukan tiga faktor utama yaitu
stereotip, jarak sosial, dan sikap diskriminasi. Hubungan antara prasangka dengan
komunikasi sangat erat karena prasangka-prasangka diasumsikan sebagai dasar pembentukan
perilaku komunikasi.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Apa itu komunikasi Antar Budaya?


2. Bagaimana Karakteristik Komunikasi Antar Budaya
3. Apa Hakikat dan Dimensi Komunikasi Antar Budaya?
4. Apa saja masalah yang terjadi antar masyarakat di daerah Tambora, NTB dalam kontek
Komunikasi Antar Budaya?
5. Bagaimana masyarakat Tambora, NTB menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan
Komunikasi Antar Budaya?

1.3 Tujuan Penulisan Makalah


Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini antara lain adalah:

1. Untuk mengetahui definisi komunikasi antar budaya


2. Untuk mengetahui karakteristik komunikasi antar budaya
3. Untuk memahami hakikat dan dimensi komunikasi antar budaya
4. Untuk mengetahui dan menganalisa komunikasi antar budaya perkotaan dengan
perdesaan
5. Sebagai nilai UTS mata kuliah Komunikasi Antar Budaya

2
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Komunikasi Antar Budaya

Secara estimologi (bahasa), kata “komunikasi” berasal dari bahasa Inggris


“Communication” yang mempunyai akar kata dari bahasa latin “Comunicare”. Kata
“Comunicare” sendiri memiliki tiga arti yaitu: “to make common” atau membuat sesuatu
jadi umum, kemudian “cum dan munus” berarti saling memberi sesuatu sebagai hadiah, dan
yang terakhir yaitu membangun pertahanan bersama. Sedangkan secara epistemologi
(istilah) menurut Veithzal Rivai dan Deddy Mulyadi dalam Bukunya yang berjudul
“Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi” mendifinisikan komunikasi adalah sebagai
berikut: “Komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang
atau lebih sehingga pesan tersebut dapat dipahami. Onong Uchyana mengatakan komunikasi
sebagai proses komunikasi pada hakekatnya adalah proses penyampaian pikiran, atau
perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa
merupakan gagasan informasi, opini, dan lain-lain yang muncul dari benaknya. Perasaan
bisa berupa keyakinan, kegairahan, dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati.

Dari definisi tersebut terkandung dua pengertian, yaitu Proses dan Informasi. Proses
merupakan suatu rangkaian daripada langkah-langkah atau tahap-tahap yang harus dilalui
dalam usaha pencapaian suatu tujuan. Sedangkan yang dimaksud dengan informasi atau
keterangan ialah segenap rangkaian perkataan, kalimat, gambar, kode atau tanda tertulis
lainnya yang mengandung pengertian, buah pikiran atau pengetahuan apapun yang dapat
dipergunakan oleh setiap orang yang mempergunakannya untuk melakukan tindakan-
tindakan yang benar, baik dan tepat. Dari beberapa definisi tersebut diatas dapat diambil
kesimpulan bahwa komunikasi adalah setiap proses pembagian informasi, gagasan atau
perasaan yang tidak saja dilakukan secara lisan dan tertulis melainkan melalui bahasa tubuh,
gaya, tampilan pribadi atau hal lain disekelilingnya yang memperjelas makna.

Secara etimologi (bahasa), budaya atau kebudayaan berasal dari bahsa sansekerta yaitu
buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal). kebudayaan

3
diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Berbudaya berarti
mempunyai budaya, mempunyai pikiran dan akal budi untuk memajukan diri. Kebudayaan
diartikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan manusia sebagai hasil pemikiran dan akal
budi. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut “culture” yang berasal dari kata latin,
colere, yang berarti mengolah atau mengerjakan, dan bisa diartikan juga sebagai mengolah
tanah atau petani. Kata culture juga merupakan kata lain dari Occult yang berarti benak atau
pikiran. The American Herritage Dictionary mengartikan cultur sebagai suatu keseluruhan
dari pola perilaku yang ditransmisikan melalui kehidupan sosial, seni, agama, kelembagaan,
dan semua hasil kerja serta pemikiran manusia dari satu kelompok manusia. Spencer
mendefinisikan budaya sebagai bagian dari cara manusia berpikir bertindak, merasakan, dan
apa yag kita percayai. Dalam istilah sederhana, budaya dimaknai sebagai cara hidup manusia
termasuk didalamnya meliputi sistem ide, nilai, kepercayaan, adat istiadat, bahasa, yang
diturunkan dari satu generasi kegenerasi yang lain dan yang menopang cara hidup tertentu.
Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal budaya
didefinisikan sebagai tatanan pengetauan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna,
hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam semesta, objek-objek materi,
dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang dari generasi kegenerasi melalui usaha
individu dan kelompok. Dari beberapa pengertian yang telah dipaparkan diatas maka dapat
diambil sebuah kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan komunikasi antarbudaya adalah
proses penyampain pesan, informasi, gagasan atau perasaan antara orang-orang yang
berbeda latar belakang budayanya.

Sedangkan menurut para ahli, komunikasi antar budaya diartikan sebagai berikut: Stewart L.
Tubis mengatakan bahwa komunikasi antar budaya adalah komunikasi antara orang-orang
yang berbeda budaya. Pernyataan ini beranggapan bahwa perbedaan cara hidup yang
berkembang dan dianut oleh sekelompok orang serta berlangsung dari generasi ke generasi.

Selain Stewart, Hamid Mowland juga berpendapat bahwa komunikasi antar budaya


sebagai human flow across national boundaries. Asumsi tersebut merupakan sekelompok
manusia yang menyebrangi lintas budaya. Seperti adanya keterlibatan suatu konferensi
internasional di mana bangsa-bangsa dari berbagai negara berkumpul dan berkomunikasi
satu sama lain. Dengan kata lain, komunikasi antarbudaya ini akan terjadi ketika adanya

4
komunikasi antara orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda demi
mencapainya suatu tujuan komunikasi yang sama serta terjalin interaksi yang lancar pada
hakekatnya.

Sedangkan menurut para ahli yang lain ada yang berpendapat seperti Sitaram (1970) yang
mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya merupakan seni untuk memahami dan saling
pengertian antara khalayak yang berbeda kebudayaan. Berbeda halnya
dengan Srnover dan Porter (1972) yang berpendapat bahwa komunikasi antarbudaya terjadi
manakala bagian yang terlibat dalam kegiatan komunikasi tersebut mempunyai latar
belakang budaya dan pengalaman yang berbeda. Latar belakang tersebut mencerminkan
nilai yang dianut oleh kelompoknya berupa pengalaman, pengetahuan, dan nilai.

Kemudian, Rich (1974) menyimpulkan bahwa komunikasi antarbudaya terjadi ketika orang-


orang yang berbeda kebudayaan dipertemukan. Sehingga, dapat ditarik kesimpulan, bahwa
komunikasi antar budaya ini merupakan komunikasi yang terjadi ketika kedua orang atau
lebih sedang proses berkomunikasi, untuk mencapai pemahaman, maupun pengertian yang
terjadi di antara khalayak yang berbeda kebudayaan. Oleh karena itu, kegiatan inilah yang
membawa keselarasan dalam berkomunikasi.

2.2 KARAKTERISTIK KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA

A. Komunikasi dan bahasa


Sistem komunikasi, verbal dan non- verbal, satu unsur yang membedakan satu kelompok
dengan kelompok lainnya. Ada sekitar 15 bahasa utama atau lebih dan tiap –tiapnya
terdapat dialek, logat, jargon dan ragam lainnya. Belum lagi gerak gerik bahasa tubuh
yang mingkin universal namun beda makna secara lokal atau kultural.

Sebagai contoh: - Ini teh dalam bahasa sunda mempersilakan orang yang lebih tua,
sedangkan bahasa indonesia ini teh berarti ini adalah minuman teh.

B. Pakaian dan penampilan


Meliputi pakaian, perhiasan dan dandanan. Pakaian ini akan menjadi ciri yang
menandakan seseorang berasal dari daerah mana.

5
Sebagai contoh: - ciri lukisan pada muka dan badan orang Papua atau orang Indian yang
ada saat akan berperang menandakan keberanian. Contoh lain di daerah dayak,
melubangkan telinga agar masuk anting semakin besar akan menandakan wanita itu
semakin cantik.

C. Makanan dan kebiasaan makan


Ciri ini menyangkut hal dalam pemilihan, penyajian, dan cara makan. Dilarangnya
seorang muslim untuk mengkonsumsi daging babi, tidak berlaku bagi mereka orang Cina.
Orang Sunda terkesan senang makan tanpa alat sendok (tangan saja) akan terlihat kurang
sopan bagi mereka orang – orang barat.

D. Waktu dan kesadaran akan waktu


Hal ini menyangkut pandangan orang akan waktu. Sebagian orang tepat waktu dan
sebagian lain berpandangan merelatifkan waktu. Ada orang yang tidak mempedulikan
jam atau menit tapi hanya menandai waktunya dengan saat matahari terbit atau saat
matahari terbenam saja..

E. Penghargaan dan Pengakuan


Suatu cara untuk mengamati suatu budaya adalah dengan memperhatikan cara dan
metode memberikan pujian bagi perbuatan-perbuatan baik dan berani, lama pengabdian
atau bentuk-bentuk lain penyelesaian tugas.

F. Hubungan-Hubungan
Budaya juga mengatur hubungan-hubungan manusia dan hubungan-hubungan organisasi
berdasarkan usia, jenis kelamin, status, kekeluargaan, kekayaan, kekuasaan, dan
kebijaksanaan.

G. Nilai dan Norma


Berdasarkan sistem nilai yang dianutnya, suatu budaya menentukan norma-norma
perilaku bagi masyarakat yang bersangkutan. Aturan ini bisa berkenaan dengan berbagai
hal, mulai dari etika kerja atau kesenangan hingga kepatuhan mutlak atau kebolehan bagi
anak-anak; dari penyerahan istri secara kaku kepada suaminya hingga kebebasan wanita
secara total.

6
H. Rasa Diri dan Ruang

Kenyamanan yang dimiliki seseorang atas dirinya bisa diekspresikan secara berbeda oleh
masing-masing budaya. Beberapa budaya sangat terstruktur dan formal, sementara
budaya lainnya lebih lentur dan informal. Beberapa budaya sangat tertutup dan
menentukan tempat seseorang secara persis, sementara budaya - budaya lain lebih terbuka
dan berubah.

I. Proses mental dan belajar


Beberapa budaya menekankan aspek perkembangan otak ketimbang aspek lainnya
sehingga  orang dapat mengamati perbedaan-perbedaan yang mencolok dalam cara
orang-orang  berpikir dan belajar.

J. Kepercayaan dan sikap


Semua budaya tampaknya mempunyai perhatian terhadap hal-hal supernatural yang jelas
dalam agama-agama dan praktik keagamaan atau kepercayaan mereka. Budaya akan
memiliki keterkaitan erat dengan kepercayaan lokal, seperti kebudayaan tionghoa masih
mempercayai sebuah keyakinan ying dan yang. Sedangkan budaya jawa masih memiliki
kepercayaan lokal kejawen.

2.3 HAKIKAT DAN DIMENSI KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA

Ketika membahas mengenai komunikasi antar budaya, sudah jelas akan membahas
mengenai keterlibatan unsur budaya dikedua belah pihak. Kebudayaan adalah cara hidup
yang berkembang dan dianut oleh sekelompok orang serta berlangsung dari generasi ke
generasi. Maka, hakikat dari komunikasi antar budaya yaitu terjadinya Transmisi budaya.

Transmisi budaya merupakan suatu upaya atau proses dalam menyampaikan sikap,
keyakinan, nilai-nilai, pengetahuan dan juga ketrampilan dari suatu generasi kepada generasi
selanjutnya, atau kepada mereka yang membuat sebuah kontak/komunikasi dengan budaya
orang lain sehingga budaya tersebut dapat tetap dipertahankan nilai-nilainya dan dapat
dianut oleh masyarakat luas.

7
Transmisi budaya memiliki 3 fokus pada sebuah misi luhur budaya yaitu:

 Menanamkan (juga menggagas, mengkreasi, apabila publik belum memiliki bibit dan
potensi keunggulan);
 Mengembangkan (dengan inovasi dan adaptasi, apabila masyarakat telah memiliki benih-
benih keunggulan yang kemudian diperluas dan ditingkatkan); dan
 Memantapkan (juga melestarikan dan konservasi, apabila masyarakat telah
mengembangkan tradisi keunggulan secara padu dan bersama).
Transmisi kebudayaan memiliki 3 proses atau bentuk yang terjadi ketika satu budaya
bersentuhan dengan budaya atau menanamkan nilai-nilai budaya kepada generasi
selanjutnya, yaitu:

1. Enkulturasi

Enkulturasi mengacu pada proses dimana suatu budaya ditransmisikan dari satu generasi
ke generasi berikutnya atau proses pembelajaran kebudayaan (Soekanto, 1993). Budaya
ditransmisikan melalui proses belajar, bukan melalui gen.

Budaya tersebut dipelajari, bukan diwarisi. Orang tua, kelompok, teman, sekolah,
lembaga keagamaan, dan lembaga pemerintahan merupakan guru-guru utama dalam
proses ini

Enkulturasi mempengaruhi perkembangan psikologi individu melalui proses belajar dan


penyesuaian alam pikiran dan sikap individu dengan sistem norma, adat, dan peraturan-
peraturan yang hidup dalam kebudayaannya seperti motivasi, sikapnya terhadap dirinya
sendiri maupun terhadap orang terdekatnya, proses perolehan keterampilan bertingkah
laku, serta proses penyesuain dan penerimaan diri berdasarkan latar belakang budayanya.

2. Akulturasi

8
Akulturasi mengacu pada proses dimana budaya seseorang dimodifikasi melalui kontak
atau pemaparan langsung dengan budaya lain. Misalnya, budaya pendatang yang
dipengaruhi oleh budaya tuan rumah. Secara berangsur-angsur; nilai, cara berperilaku,
serta kepercayaan dari budaya tuan rumah akan menjadi bagian dari kultur kelompok
pendatang. Pada waktu yang sama, budaya tuan rumah pun ikut berubah.

Akulturasi mempengaruhi perkembangan psikologi individu melalui suatu proses sosial


yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu
dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Akulturasi terjadi karena
sekelompok orang asing yang berangsur-angsur mengikuti cara atau peraturan di dalam
lingkup budaya tuan rumah. Contoh: Seseorang yang baru pindah ke tempat baru, maka
ia akan mempelajari bahasa, budaya, dan kebiasaan dari masyarakat ditempat baru
tersebut, lalu ia akan berbahasa dan berbudaya, serta melakukan kebiasaan sebagaimana
masyarakat.

3. Sosialisasi

Sosialisai adalah sebuah proses penanaman kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu
generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat.

Dalam sosialisasi terdapat proses belajar dan menginternalisasi aturan-aturan dan pola-


pola yang ada di masyarakat dimana kita tinggal. Proses ini terjadi sepanjang waktu
meliputi pembelajaran norma-norma sosial, sikap-sikap, nilai-nilai, dan sistem
kepercayaan. Proses sosialisasi dimulai lebih awal, kemungkinan dari hari pertama
kehidupan manusia (Matsumoto dan Juang, 2008).

Kehidupan anak dalam menelusuri perkembangnya itu pada dasarnya merupakan


kemampuan mereka berinteraksi dengan lingkungan. Pada proses integrasi dan interaksi
ini faktor intelektual dan emosional mengambil peranan penting. Proses tersebut
merupakan proses sosialisasi yang mendudukkan anak-anak sebagai insan yang yang
secara aktif melakukan proses sosialisasi.

Terdapat sedikit perbedaan antara pengertian enkulturasi dan sosialisasi


menurut Matsumoto dan Juang. Sosialisasi lebih kepada proses dan mekanisme dimana
orang-orang mempelajari aturan-aturan masyarakat. Sedangkan enkulturasi lebih kepada

9
produk/hasil dari proses sosialisasi tersebut, yang bersifat subjektif, pokok yang
mendasari, dan aspek-aspek psikologis dari budaya yang kemudian terinternalisasi seiring
dengan perkembangan (Matsumoto dan Juang, 2008).

10
BAB III STUDY KASUS

3. 1 INKLUSI DI TANAH TAMBORA

3.1.1 Pengaruh Budaya pada Perilaku Masyarakat di Tambora

Pengaruh budaya pada masyarakat di Tambora ditinjau dari aspek agama, pada tahun 2008
semua informan menyatakan bahwa agama menjadi penghambat dalam berinteraksi
maupun berkomunikasi. Hal ini dikarenakan tambora memiliki 3 keagamaan yang dianut
oleh masyarakatnya, yaitu: Islam 70%, Hindu 25% dan Kristen 5%. Perbedaan dalam Field
of Experience dalam hidup yang sejenis membuat ketika berhubungan dengan mereka yang
berbeda agama menjadi canggung dan kaku. Selain unsur agama, logat dari masing-masing
kebudayaan menyebabkan timbulnya rasa semakin berbeda yang disebabkan mayoritas
masyarakat di sana adalah pendatang atau perpindahan penduduk dari bagian tertentu.
Perpindahan tersebut menyebabkan terbentuknya beberapa kampung sesuai dengan aliran
keagamaannya dan asal muasalnya, seperti kampung muslim, kampung bali, kampung
timor. Salah satu informan menyatakan bahwa ketika pertama kali pindah dan
berkomunikasi dengan seseorang yang berasal dari kampung lain hanya sekedar gerakan
tubuh tanpa berkata-kata dan tidak mengetahui siapa namanya. Alhasil munculah praduga
dan prasaka yang menakutkan timbul di antra masyarakat terhadap kepercayaan lain. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat De Vito (1997) berikut: “Perbedaan bahasa terlihat paling
besar pada awal interaksi, dan perbedaan bahasa tersebut membuat KAB efektif menjadi
tidak mungkin terjadi. Semakin besar perbedaan budaya semakin besar pula perbedaan
persepsi yang dapat menimbulkan semakin banyak kesalah pahaman dan semakin banyak
potong kompas”.

3.1.2 Pengaruh Sosiobudaya pada Perilaku Masyarakat di Tambora

Pengaruh sosiobudaya pada perilaku masyarakat di Tambora dipandu oleh aturan-aturan


kebudayaan yang berbeda. Perbedaan ini sangat terasa dari berdirinya kampung-kampung
tertentu yang harus sesuai dengan kebudayaan dan agamanya. Hal ini dicerminkan dari
kampung bali yang harus menetap di dekat mata air dan mendirikan Pure disana.
Sedangkan masyarakat yang menganut agara kristen harus bertempatan di dataran yang
lebih tinggi, dan masyarakat muslim yang berada di tengah-tengah daerah Tambora.

11
Sosiobudaya ini mematik suatu ketegangan diantara masyarakat di Tambora. Hal ini dipicu
ketika kampung bali mendirikan Pure di dekat sumber air yang mana, sumber air itu adalah
kepemilikan bersama dan digunakan oleh seluruh masyarakat di Tambora. Munculah
sebuah isu-isu di antara masyarakat kampung bali bahwa mereka akan diserang dan akan
ada pembongkaran pangsa pure oleh masyarakat lain. Pada tahun 2009-2014 terjadi sebuah
konflik antar budaya dan keagamaan yang berulang terjadi antar masyarakat di Tamboro. 5
tahun mereka hidup dalam ketegangan berkomunikasi dan hidup bermasyarakat. Pada
akhir 2014, masyarakat kampung bali memilih untuk membongkar pure secara mandiri
untuk menghindari ketegangan yang berlangsung.

3.1.3 Peran Sekolah Kepemimpinan di daerah Tambora

Pada tahun 2015 awal, oleh pemimpin setempat dibangunlah Sekolah Kepemimpinan.
Sekolah ini dibangun guna memberikan pemahaman dan menjalin komunikasi antar
budaya yang berbeda di tanah Tambora. Hal ini bertujuan guan terjadinya Transmisi
budaya secara internal dan eksternal dibudaya lain.

Sebelum adanya sekolah kepemimpinan ini, masyarakat hanya berinteraksi kepada mereka
yang sesamanya. Tetapi ketika ada sekolah kepemimpinan ini, masyarakat diajak untuk
duduk bersama dan mempelajari keagamaan dan kebudayaan lainnya. Kegiatan-kegiatan
transmisi yang dilakukan yaitu:

1. Enkulturasi
Setiap keluarga wajib hadir di sekolah kepemimpinan dan satu anak tertua, mereka
diajarkan mengenai keagamaan masing-masing dan kebudayaannya, seperti budaya
sembhayang umat muslim, hindu dan kristen.
2. Akulturasi
Masyarakat diajak untuk melakukan kebudayaan agama lainnya seperti buka puasa
bersama, berarakan ke mati air bersama, mengucapkan selamat hari raya ke agama
lainnya.

3. Sosialisasi
Menghentikan seluruh aktifitas kemasyarakatan pada pukul 18.00, serta pada hari raya
nyepi dan jumat agung.

12
BAB IV KESIMPULAN

4. 1 KESIMPULAN

Jadi, komunikasi antar budaya adalah proses penyampain pesan, informasi, gagasan atau
perasaan antara orang-orang yang berbeda latar belakang budayanya. Komunikasi antar
budaya memiliki karakterstik yang mengikat diantaranya adalah komunikasi dan bahasa itu
sendiri, pakaian, penampilan, makanan, kebiasaan makan, waktu, penghargaa, hubungan-
hungan, nilai, norma,rasa diri, ruang, proses mentar, belajar, kepercayaan dan sikap.

Dalam berjalananya komunikasi antar budaya, komunikasi tersebut memiliki sebuah hakikat
di mana akan terciptanya sebuah transmisi yaitu pertukaran sebuah kebudayaan antara
mereka yang berkomunikasi.

Dalam sebuah study kasus komunikasi antar budaya di Tambora, mereka yang awalnya
tidak saling mengenal dan menciptakan sebuah prasangka dan praduga terhadap sesamanya
yang berbeda budaya dan agama, akhirnya bisa menjadi satu ketika suatu kesadaran dari
pemerintah daerah untuk membangun sekolah kepemimpinan guna menyamakan persepsi,
pemahaman serta toleransi antar umant berbuday dan keagamaan.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Matsumoto, David dan Linda Juang. 2008. Culture and Psychology. USA: Wadsworth

2. Manan, Imran, Ph. D. 1989. Antropologi Pendidikan: Suatu Pengantar. Jakarta: Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi

3. Soekanto, Soerjono. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada

4. https://www.academia.edu/9738980/KOMUNIKASI_ANTAR_BUDAYA_Sebuah_Pengantar

5. https://pakarkomunikasi.com/komunikasi-antar-budaya

6. Mulyana Deddy dan Jalaluddin Rakhmat [Ed]. 2006. Komunikasi Antarbudaya: Panduan

Berkomunikasi dengan Orang-Orang Berbeda Budaya. Remaja Rosdakarya: Bandung.

7. Mulyana, Dedy. 2009. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Remaja Rosdakarya: Bandung

8. Lagu, M. 2010. Komunikasi Antarbudaya di Kalangan Mahasiswa. (Online,

http://media.neliti.com,pdf, Diakses 2 Januari 2019).

9. Sihabuddin, Ahmas. 2011. Komunikasi Antarbudaya satu perspektif multidimensi: Arti Budaya

dan komunikasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

10. Suryani, W. 2013. Komunikasi Antarbudaya Yang Efektif. (Online,

http://jornal.uinalauddin.ac.id,pdf, Diakses 2 Januari 2019).

11. Situs: http://programpeduli.org

14

Anda mungkin juga menyukai