BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia, karena manusia tidak bisa lepas dari
komunikasi, karena dengan berkomunikasi manusia dapat saling berinteraksi atau berhubungan
satu sama lainnya baik dalam kehidupan sehari-hari, dirumah, pasar atau dimana tempat
mereka berinteraksi. Disadari sepenuhnya bahwa komunikasi yang dilakukan manusia selalu
mengandung potensi perbedaan budaya, sekecil apa pun perbedaan itu sangat membutuhkan
upaya untuk keberhasilan proses komunikasi secara efektif yakni dengan menggunakan
informasi budaya mengenai pelaku-pelaku komunikasi yang bersangkutan. Tak dapat di elak
lagi komunikasi lintas budaya menjadi kebutuhan bagi semua kalangan untuk menjalin
hubungan yang baik dan memuaskan bagi setiap orang, terutama mereka yang berbeda budaya.
Pada awalnya studi Lintas Budaya berasal dari perspektif antropologi sos-bud yang
bersifat depth description yaitu penggambaran mendalam tentang perilaku komunikasi
berdasarkan kebudayaan tertentu. Sehingga diawalnya Komunikasi Lintas Budaya diartikan
sebagai proses mempelajari komunikasi diantara individu maupun kelompok suku, bangsa dan
ras yang berbeda negara. Alasannya karena beda negara pasti beda kebudayaannya. Sebaliknya
adalah Komunikasi Antar Budaya yang dilakukan oleh pribadi-pribadi dalam suatu bangsa
yang sama.
Studi KLB ini berkembang dari studi-studi mengenai antropologi budaya yang
mempelajari proses-proses komunikasi dalam berbagai ragam budaya yang berbeda (karya
Edward T Hall seperti “The Silent Language”, “The Hiden Dimension” dan “Beyond
Culture”). Sebagian besar penelitian KLB bersifat komparatif yakni membandingkan berbagai
budaya terutama budaya nasional, walaupun banyak juga para peneliti yang mengartikan
budaya sebagai etnis, ras, komunikasi antar generasi, able-bodied/ disabled communication.
Melalui pemahaman lintas budaya, akan ditarik serat-serat perbedaan atau persamaan
lintas budaya secara individu atau masyarakat, selanjutnya dapat pula di identifikasi unsur-
unsur yang dapat melanggengkan komunikasi. Tentu saja untuk memahami budaya orang lain,
setiap perilaku komunikasi harus terlebih dahulu memahami budayanya sendiri. Dengan
kesadaran lintas budaya, selanjutnya akan muncul sikap saling menghargai bagi setiap
kebutuhan, aspirasi, perasaaan dan masalah manusia. Komunikai lintas budaya (cross-cultural
communication) atau sering juga disebut dengan istilah komunikasi antar budaya bersifat
informal, personal dan tidak selalu terikat antar bangsa atau antar negara.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian komunikasi lintas budaya ?
2. Bagaimana Sejarah Komunikasi Lintas Budaya ?
3. Apa karakteristik Komunikasi Lintas Budaya
4. Apa tujuan mempelajari Komunikasi Lintas Budaya ?
5. Apa hambatan yang terjadi dalam komunikasi lintas budaya ?
6. Teori apa saja yang berkaitan dengan komunikasi lintas budaya ?
C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui pengertian komunikasi lintas budaya.
2. Mengetahui sejarah Komunikasi Lintas Budaya.
3. Mengetahui karakteristik Komunikasi Lintas Budaya.
4. Mengetahui tujuan mempelajari komunikasi lintas budaya.
5. Mengetahui hambatan yang terjadi pada komunikasi lintas budaya.
6. Mengetahui teori yang terkait dengan komunikasi lintas budaya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Komunikasi Lintas Budaya
Komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu
penerima atau lebih dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka (Hafied
Cangara)[1]. Kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks yang didalamnya terkandung
ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, kemampuan yang lain
serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat. (E.B Taylor)[2]
Adapun komunikasi lintas budaya sendiri didefinisikan sebagai:
1. Komunikasi yang dilakukan oleh dua kebudayaan atau kebih
2. Komunikasi yang dilakukan sebagai akibat dari terjalinnya komunikasi antar unsur
kebudayaan itu sendiri, seperti komunikasi antar masyarakatnya.
Jika kita gabungkan dari kedua pengertian tentang Komunikasi dan Kebudayaan
(budaya) maka akan mendpatkan pengertian sebagai berikut:
“Komunikasi Lintas Budaya adalah proses dimana dialihkan ide atau gagasan suatu budaya
yang satu kepada budaya yang lainnya dan sebaliknya dan hal ini bisa antar dua kebudayaan
yang terkait ataupun lebih, tujuannya untuk saling mempengaruhi satu sama lainnya, baik itu
untuk kebaikan sebuah kebudayaan maupun untuk menghancurkan suatu kebudayaan atau bisa
jadi sebagai tahap awal dari proses akulturasi (penggabungan dua kebudayaan atau lebih yang
menghasilkan kebudayaan yang baru)”
e. Aturan (rules)
f. Jaringan (networks)
g. Nilai (values)
F. Teori-teori
Berkenaan dengan pembahasan komunikasi antar budaya, Griffin menyadur beberapa
teori, antara lain:
1. Anxiety / Uncertainty Management Theory (Teori Pengelolaan Kecemasan / Ketidakpastian)
Teori yang di publikasikan William Gudykunst ini mempfokuskan pada perbedaan
budaya pada kelompok dan orang asing. Ia berniat bahwa teorinya dapat digunakan pada segala
situasi dimana terdapat perbedaan diantara keraguan dan ketakutan. Gudykunst meyakini
bahwa kecemasan dan ketidakpastian adalah dasar penyebab dari kegagalan komuniksi pada
situasi antar kelompok. Terdapat dua penyebab dari mis-interpretasi yang berhubungan erat,
kemudian melihat itu sebagai perbedaan pada ketidakpastian yang bersifat kognitif dan
kecemasan yang bersifat afeksi- suatu emosi.
Konsep-konsep dasar Anxiety/Uncertainty Management Theory:
a. Konsep diri dan diri.
Meningkatnya harga diri ketika berinteraksi dengan orang asing akan menghasilkan
peningkatan kemampuan mengelola kecemasan.
b. Motivasi untuk berinteraksi dengan orang asing.
Meningkatnya kebutuhan diri untuk masuk di dalam kelompok ketika kita berinteraksi
dengan orang asing akan menghasilkan sebuah peningkatan kecemasan.
c. Reaksi terhadap orang asing
Sebuah peningkatan dalam kemampuan kita untuk memproses informasi yang kompleks
tentang orang asing akan menghasilkan sebuah peningkatan kemampuan kita untuk
memprediksi secara tepat perilaku mereka.
Sebuah peningkatan untuk mentoleransi ketika kita berinteraksi dengan orang asing
menghasilkan sebuah peningkatan mengelola kecemasan kita dan menghasilkan sebuah
peningkatan kemampuan memprediksi secara akurat perilaku orang asing.
Sebuah peningkatan berempati dengan orang asing akan menghasilkan suatu peningkatan
kemampuan memprediksi perilaku orang asing secara akurat.
d. Kategori sosial dari orang asing.
Sebuah peningkatan kesamaan personal yang kita persepsi antara diri kita dan orang asing
akan menghasilkan peningkatan kemampuan mengelola kecemasan kita dan kemampuan
memprediksi perilaku mereka secara akurat. Pembatas kondisi: pemahaman perbedaan-
perbedaan kelompok kritis hanya ketika orang orang asing mengidentifikasikan secara kuat
dengan kelompok.
Sebuah peningkatan kesadaran terhadap pelanggaran orang asing dari harapan positif kita
dan atau harapan negatif akan menghasilkan peningkatan kecemasan kita dan akan
menghasilkan penurunan di dalam rasa percaya diri dalam memperkrakan perilaku mereka.
e. Proses situasional.
Sebuah peningkatan di dalam situasi informal di mana kita sedang berkomunikasi dengan
orang asing akan menghasilkan sebuah penurunan kecemasan kita dan sebuah peningkatan rasa
percaya diri kita terhadap perilaku mereka.
f. Koneksi dengan orang asing.
Sebuah peningkatan di dalam rasa ketertarikan kita pada orang asing akan menghasilkan
penurunan kecemasan kita dan peningkatan rasa percaya diri dalam memperkirakan perilaku
mereka.
Sebuah peningkatan dalam jaringan kerja yang kita berbagi dengan orang asing akan
menghasilkan penurunan kecemasan kita dan menghasilkan peningkatan rasa percaya diri kita
untuk memprediksi perilaku orang lain.
2. Face-Negotiation Theory.
Teori yang dipublikasikan Stella Ting-Toomey ini membantu menjelaskan perbedaan –
perbedaan budaya dalam merespon konflik. Ting-Toomey berasumsi bahwa orang-orang dalam
setiap budaya akan selalu negotiating face. Istilah itu adalah metaphor citra diri publik kita, cara
kita menginginkan orang lain melihat dan memperlakukan diri kita. Face work merujuk pada pesan
verbal dan non verbal yang membantu menjaga dan menyimpan rasa malu (face loss), dan
menegakkan muka terhormat. Identitas kita dapat selalu dipertanyakan, dan kecemasan dan
ketidakpastian yang digerakkan oleh konflik yang membuat kita tidak berdaya/harus terima.
Postulat teori ini adalah face work orang-orang dari budaya individu akan berbeda dengan budaya
kolektivis. Ketika face work adalah berbeda, gaya penangan konflik juga beragam.
Terdapat tiga perbedaan penting diantara budaya individulis dan budaya kolektivis. Perbedaan-
perbedaan itu adalah dalam cara mendefinisikan: diri; tujuan-tujuan; dan kewajiban.
konsep Budaya individualis Budaya kolektivis
Diri Sebagai dirinya sendiri Sebagai bagian kelompok
Tujuan Tujuan diperuntukan Tujuan diperuntukan kepada
kepada pencapaian pencapaian kebutuhan kelompok
kebutuhan diri.
Kewajiban Melayani diri sendiri Melayani kelompok/orang lain.
Teori ini menawarkan model pengelolaan konflik sebagai berikut:
a. Avoiding (penghindaran) – saya akan menghindari diskusi perbedaan-perbedaan saya dengan
anggota kelompok.
b. Obliging (keharusan) – saya akan menyerahkan pada ke kebijakan anggota kelompok.
c. Compromising – saya akan menggunakan memberi dan menerima sedemikian sehingga suatu
kompromi bisa dibuat.
d. Dominating – saya akan memastikan penanganan isu sesuai kehendak-ku.
e. Integrating – saya akan menukar informasi akurat dengan anggota kelompok untuk memecahkan
masalah bersama-sama.
Face-negotiation teory menyatakan bahwa avoiding, obliging, compromising, dominating,
dan integrating bertukar-tukar menurut campuran perhatian mereka untuk self-face dan other –
face
3. Speech Codes Theory.
Teori yang dipublikaskan Gerry Philipsen ini berusaha menjawab tentang keberadaan speech
code dalam suatu budaya, bagaimana substansi dan kekuatannya dalam sebuah budaya. Ia
menyampaikan proposisi-proposisi sebagai berikut:
a. Dimanapun ada sebuah budaya, disitu diketemukan speech code yang khas.
b. Sebuah speech code mencakup retorikal, psikologi, dan sosiologi budaya.
c. Pembicaraan yang signifikan bergantung speech code yang digunakan pembicara dan pendengar
untuk memkreasi dan menginterpretasi komunikasi mereka.
d. Istilah, aturan, dan premis terkait ke dalam pembicaraan itu sendiri.
e. Kegunaan suatu speech code bersama adalah menciptakan kondisi memadai untuk memprediksi,
menjelaskan, dan mengontrol formula wacana tentang intelijenitas, prudens (bijaksana, hati-hati)
dan moralitas dari perilaku komunikasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima
atau lebih dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka (Hafied
Cangara). Kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks yang didalamnya terkandung ilmu
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, kemampuan yang lain serta
kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat. (E.B Taylor)
“Komunikasi Lintas Budaya adalah proses dimana dialihkan ide atau gagasan suatu
budaya yang satu kepada budaya yang lainnya dan sebaliknya dan hal ini bisa antar dua
kebudayaan yang terkait ataupun lebih, tujuannya untuk saling mempengaruhi satu sma
lainnya, baik itu untuk kebaikan sebuah kebudayaan maupun untuk menghancurkan suatu
kebudayaan atau bisa jadi sebagai tahap awal dari proses akulturasi (penggabungan dua
kebudayaan atau lebih yang menghasilkan kebudayaan yang baru)”
Ada beberapa macam karaketeristik Komunikasi Lintas Budaya, antara lain :
1. Ada dua atau lebih kebudayaan yang terlibat dalam komunikasi
2. Ada jalan atau tujuan yang sama yang akhirnya menciptakan komunikasi itu
3. Komunikasi Lintas Budaya menghasilkan keuntungan dan kerugian diantara dua budaya atau
lebih yang terlibat
4. Komunikasi lintas budaya dijalin baik secara individu anggota masyarakat maupun dijallin
secara berkelompok atau dewasa ini dapat dilakukan melalui media
5. Tidak semua komunikasi lintas budaya menghasilkan fedback yang dimaksud, hal ini
tergantung kepada penafsiran dan penerimaan dari sebuah kebudayaan yang terlibat, mau atau
tidaknya dipengaruhi
6. Bila dua kebudayaan melebur karena pengaruh komunikasi yang dijalin maka akan
menghasilkan kebudayaan baru, dan inilah yang disebut akulturasi.
Daftar Pustaka