Penlitian ini bertujuan untuk menjawab bagaimana pola komunikasi konflik antarbudaya
yang terjadi dalam hubungan antar etnis di Salatiga. Pada penelitian ini penulis
menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis penelitian deskriptif. Pendekatan dan
jenis penelitian ini dianggap relevan oleh penulis untuk menjawab permasalahan dalam
penelitian ini. Unit amatan dari penelitian ini adalah peristiwa kesalahpahaman dan
1
Staf Pengajar Program Studi Public Relation Fakultas Teknologi Informasi Universitas
Kristen Satya Wacana
355
konflik yang terjadi antara dua komunitas etnis yaitu komunitas etnis Timor (IKMASTI)
dan komunitas etnis Ambon (HIPPMA) dan unit analisisnya adalah pola komunikasi
antarbudaya dan memfokuskan pada Noise (Gangguan) dan Destination (Tujuan).
Dari Hasil Penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa tujuan dari proses komunikasi
antarbudaya di Salatiga yang melibatkan dua komunitas etnis ini, adalah menciptakan
konflik. Sehingga penulis mengambil kesimpulan secara keseluruhan dari penilitian ini
adalah Konflik merupakan Tujuan akhir dari proses komunikasi yang dibangun atas
dasar suasana maupun situasi yang harmonis.
1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu syarat untuk terjalinnya hubungan itu tentu saja harus ada saling
pengertian dan pertukaran informasi atau makna antara satu dengan lainnya.
Sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan walaupun masih terlalu dini bahwa
komunikasi dan budaya merupakan satu hal yang tidak dapat dipisahkan.
Komunikasi dan budaya mempunyai hubungan timbal balik, seperti dua sisi
mata uang. Budaya menjadi bagian dari perilaku komunikasi dan pada
gilirannya komunikasi pun turut menentukan memelihara, mengembangkan
atau mewariskan budaya seperti yang dikatakan Edward T. Hall bahwa
komunikasi adalah Budaya dan Budaya adalah komunikasi (Culture is
communication and communication is culture) [1]
kajian antara komunikasi dan budaya, maka bisa ditinjau dari sudut pandang
komunikasi lintas budaya.
B. Rumusan Masalah
A. Kajian Teoritis
B. KOMUNIKASI
Ilmu Komunikasi selalu mengalami perkembangan sejak awal mula ilmu ini
mulai dikembangkan sehingga berpengaruh pada definisi ilmu komunikasi itu
sendiri. Komunikasi merupakan salah satu bagian hidup terpenting dari
aktivitas manusia sehari-hari. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang tidak
pernah melakukan komunikasi atau berkomunikasi. Komunikasi atau
communication dalam bahasa inggris berasal dari kata latin communis yang
berarti sama, communico, communicatio, atau communicare yang berarti
membuat sama (to make common). Definisi ini diungkapkan oleh William I.
Gorden, Colin Cherry, Onong Uchjana, Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson
[3]
Pada tahun 1948, Harrord Lasswell menemukan sebuah konsep teori
komunikasi. Lasswell adalah salah seorang ahli komunikasi yang
mengemukakan teori komunikasi yang cukup terkenal yaitu “who says what to
whom in what channel with what effect” atau “siapa berkata apa kepada siapa
dengan menggunakan saluran serta menimbulkan pengaruh apa”[4]
Komunikasi merupakan proses dimana seseorang menyampaikan pesan
360
kepada orang lain dan ingin mendapatkan efek yang bisa berupa persamaan
terhadap pemaknaan pesan tersebut.
Pola merupakan bentuk atau model (atau, lebih abstrak, suatu set peraturan)
yang bisa dipakai untuk membuat atau untuk menghasilkan suatu atau bagian
dari sesuatu, khususnya jika sesuatu yang ditimbulkan cukup mempunyai
suatu yang sejenis untuk pola dasar yang dapat ditunjukkan atau terlihat, yang
mana sesuatu itu dikatakan memamerkan pola. Oleh sebab itu maka pola
komunikasi antar budaya adalah model komunikasi yang di gunakan oleh dua
atau lebih budaya yang saling berinteraksi. Pola adalah pemikiran sesuatu yg
diterima seseorang dan dipakai sebagai pedoman, sebagaimana diterimanya
dari masyarakat sekelilingnya. Pola juga mampu menjelaskan kepada orang
lain atau masyarakat yang berada disekelilingnya mengenai perilaku
kehidupannya dalam bermasyarakat. Sesuatu bisa dikatakan pola jika
peristiwa yang sama terjadi secara terus menerus baik disengaja maupun tidak
disengaja. Dengan melihat konsep diatas maka penulis mendefinisikan pola
komunikasi adalah “suatu proses komunikasi yang terjadi secara terus-
menerus di dalam suatu komunitas baik secara disengaja ataupun tidak
disengaja sehingga menciptakan suatu tradisi atau ciri khas yang turut
mempengaruhi proses komunikasi di dalam komunitas tersebut maupun
proses komunikasi yang terjadi dengan komunitas yang lain” . Dalam konteks
konflik antar etnis yang terjadi di Salatiga, pola komunikasi ini memberi peranan
penting dan bagi terciptanya hubungan, baik yang harmonis maupun yang
tidak harmonis. Bahkan setiap konflik yang terjadi diantara kedua etnis tersebut
semakin menjelaskan mengenai perbedaan pandangan mengenai hal-hal yang
prinsipil seperti gaya hidup, bahasa, perilaku, hingga pola pikir dari kedua
komunitas tersebut. Proses pembentukan pola komunikasi bisa dimulai dari
terjadinya interaksi yang terjadi didalam komunitas dan akan berlanjut pada
proses interaksi dengan komunitas-komunitas lainnya. Didalam komunitas
Timor maupun komunitas Ambon proses interaksi tersebut sudah terjadi dan
361
hal ini yang menjadi perhatian penulis untuk melakukan riset secara mendalam
agar mengetahui pola komunikasi yang terjadi secara lebih komprehensif.
C. KOMUNITAS
Sebelum membahas lebih jauh mengenai penelitian ini, maka perlu diketahui
mengenai definisi teori maupun konsep-konsep yang akan dipakai. Kata lain
yang mirip dengan komunikasi adalah komunitas (community) yang juga
menekankan kesamaan atau kebersamaan . Komunitas merujuk pada
sekelompok orang yang berkumpul atau hidup bersama untuk mencapai tujuan
tertentu, dan mereka berbagi makna dan sikap. Tanpa komunikasi tidak
mungkin ada komunitas. Komunitas bergantung pada pengalaman dan emosi
bersama, dan komunikasi berperan dan menjelaskan kebersamaan itu. Oleh
karena itu maka komunitas juga berbagai bentuk-bentuk komunikasi yang
berkaitan dengan seni, agama, dan bahasa. Dan masing-masing bentuk
bentuk tersebut mengandung dan menyampaikan gagasan, sikap, perspektif,
pandangan yang mengalir kuat dalam sejarah komunitas tersebut.
D. ETNIS
Indonesia merupakan bangsa yang besar dan majemuk sehingga membuat
bangsa indonesia menjadi sangat kaya akan kebudayaan. Kemajemukan
bangsa ini bisa diamati dari wilayah Sabang sampai Merauke dan bisa diamati
melalui produk-produk budaya yang dihasilkan oleh setiap suku bangsa di
Indonesia. Masyarakat Indonesia juga bisa dikatakan sebagai masyarakat
yang pluralistik yang berasal dari kata “pluralisme ” [5] Sebenarnya istilah ini
pada awalnya lebih digunakan untuk menggambarkan suatu sistem politik
tertentu, yang diperlukan didalam negara yang kompleks untuk menerapkan
demokrasi, sebab dalam sistem demokrasi selalu ditandai dengan pembagian
kekuasaan untuk membuat kebijakan-kebijakan yang efektif antara golongan-
golongan tertentu dalam masyarakat , dengan maksud mengadakan kompetisi
yang sehat. Namun seiring berjalannya waktu, istilah tersebut dipergunakan
dan diterapkan pada masyarakat –masyarakat yang mencakup aneka ragam
362
suku bangsa. Dan aneka ragam suku bangsa inilah yang disebut sebagai
Kelompok/ komunitas etnis (ethnic-group) yang masing masing mempunyai
kebudayaan khusus (sub-culture). Suku bangsa itu sendiri merupakan
kesatuan-kesatuan manusia yang sangat terikat oleh kesadaran dan kesatuan
sistem sosial dan kebudayaan(yang selalu didukung oleh bahasa dan pola
komunikasi tertentu dalam komunitas –komunitas etnis dan suku bangsa
tersebut).
J. Jones (1972 dalam Liliweri 2007)[6] mendefinisikan etnis atau sering disebut
Kelompok/ Komunitas etnis adalah sebuah himpunan manusia (sub kelompok
manusia) yang dipersatukan oleh suatu kesadaran atas kesamaan sebuah
kultur atau subkultur tertentu, atau karena kesamaan ras, agama, asal usul
bangsa, bahkan peran dan fungsi tertentu.
E. KONFLIK
Mahaguru dari perspektif konflik ini adalah Karl Marx (1818-1883). Dasar
pemikirannya adalah pandangan yang menyatakan bahwa telah terjadi
ekploitasi kelas besar-besaran sebagai penggerak utama dalam kekuatan-
kekuatan sejarah2. Ketika berbicara mengenai konflik, maka akan ada banyak
definisi dan pengertian mengenai konflik misalnya konflik bisa diartikan sebagai
pertentangan, peperangan, perkelahian, kerusuhan, dan masih banyak lagi
definisi mengenai konflik dengan berbagai macam sudut pandang. Merujuk
pada definisi Park dan Burgess mengatakan bahwa secara sederhana konflik
merupakan perjuangan untuk mendapatkan status. Status yang dimaksudkan
disini adalah status sosial yang terdapat dalam klasifikasi masyarakat tertentu.
Status ini tentu saja berkaitan dengan kedudukan dan prestise seseorang
dalam masyarakat. Namun Mack dan Snyder mengambahkan bahwa Ia tidak
hanya memperjuangkan status tetapi juga memperoleh sumber daya yang
langka dan mewujudkan perubahan sosial yang signifikan. Dengan demikian
maka konflik digambarkan disini sebagai situasi di mana para aktor
2
Karya karl Marx yang terkenal ketika ia membuat analisa mengenai pertentangan
kelas borjuis dan proletar
363
menggunakan perilaku konflik melawan pihak lain untuk mencapai tujuan yang
bertentangan dan atau untuk menyatakan permusuhan mereka. Aktor disini
tidak dibatasi pada individual saja, melainkan pada kelompok atau pun dalam
penelitian ini adalah komunitas [7]. Ketika berbicara mengenai konflik, maka
perlu diperhatikan hal-hal yang menyebabkan terjadinya konflik. Pada awal
tulisan ini, sudah dijelaskan secara singkat bahwa persoalan ekonomi sering
menjadi faktor pemicu terjadinya konflik. Widiarto, (2003: 30-
31)[8]mengemukakan bahwa konflik adalah pertentangan dan terdapat empat
faktor penyebab terjadinya konflik yaitu :
1. Perbedaan antar orang per orang. Perbedaan pendirian dan perasaan
mungkin menyebabkan bentrokan antar orang per orang.
F. KEBUDAYAAN
Menurut antropologi, “kebudayaan adalah seluruh sistem gagasan dan rasa,
tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan
bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan belajar”. Dengan demikian,
hampir semua tindakan manusia adalah kebudayaan, karena jumlah tindakan
yang dilakukannya dalam kehidupan bermasyarakat yang tidak dibiasakan
dengan belajar (yaitu tindakan naluri, refleks, atau tindakan-tindakan yang
dilakukan akibat suatu proses yang panjang).
Kata “budaya” berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah yang merupakan
bentuk jamak dari kata buddhi, yang berarti “budi” atau “akal” [9] Kebudayaan
itu sendiri diartikan sebagai “ hal-hal yang berkaitan dengan budi atau
akal”.Istilah culture, yang merupakan istilah bahasa asing yang sama artinya
dengan kebudayaan, berasal dari kata “colere” yang artinya adalah “mengolah
atau mengerjakan”, yaitu dimaksudkan kepada keahlian mengolah dan
mengerjakan tanah atau bertani. Kata colere yang kemudian berubah menjadi
culture diartikan sebagai “segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah
dan mengubah alam”. Seorang Antropolog yang bernama E.B. Taylor (1871),
memberikan definisi mengenai kebudayaan yaitu “kebudayaan adalah
kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral,
hukum, adat istiadat, kemampuan-kemampuan dan kebiasaan-kebiasaan yang
didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat”. Antropolog ini
menyatakan bahwa kebudayaan mencakup semua yang didapatkan dan
dipelajari dari pola-pola perilaku normatif, artinya mencakup segala cara atau
pola berpikir, merasakan dan bertindak. Selanjutnya Soekanto menambahkan
bahwa penelitian-penelitian yang berkaitan dengan kebudayaan tertentu, akan
sangat tertarik dengan objek dan subjek kebudayaan seperti rumah-rumah,
sandang, jembatan, alat-alat komunikasi maupun proses komunikasi itu sendiri
[10] Taylor selanjutnya menjelaskan juga bahwa kebudayaan yang merupakan
kompleks menyeluruh yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni,
moral, hukum, adat istiadat, dan lain kemampuan serta kebiasaan yang
dipunyai manusia sebagai warga negara dari suatu masyarakat , selalu
365
Berikut definisi Kebudayaan dari Larry A. Samovar dan Richard E. Porter [12]
3
Diunduh dari http://library.usu.ac.id/download/fisip/komunikasi-lusiana.pdf pada Tgl
21/07/2010/ 00:16
366
g. Young Yun Kim (1984) : Komunikasi antar budaya adalah suatu peristiwa
yang merujuk dimana orang – orang yang terlibat di dalamnya baik
367
Seluruh definisi diatas dengan jelas menerangkan bahwa ada penekanan pada
perbedaan kebudayaan sebagai faktor yang menentukan dalam
berlangsungnya proses komunikasi antar budaya. Komunikasi antar budaya
memang mengakui dan mengurusi permasalahan mengenai persamaan dan
perbedaan dalam karakteristik kebudayaan antar pelaku-pelaku komunikasi,
tetapi titik perhatian utamanya tetap terhadap proses komunikasi individu-
individu atau kelompok-kelompok yang berbeda kebudayaan dan mencoba
untuk melakukan interaksi. Komunikasi dan budaya yang mempunyai
hubungan timbal balik, seperti dua sisi mata uang. Budaya menjadi bagian dari
perilaku komunikasi, dan pada gilirannya komunikasi pun turut menentukan,
memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya, seperti yang
dikatakan Edward T.Halll, bahwa ‘komunikasi adalah budaya’ dan ‘budaya
adalah komunikasi’. Pada satu sisi, komunikasi merupakan suatu mekanisme
untuk mensosialisasikan norma-norma budaya masyarakat, baik secara
horizontal, dari suatu masyarakat kepada masyarakat lainnya, ataupun secara
vertikal dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Pada sisi lain budaya
menetapkan norma-norma (komunikasi) yang dianggap sesuai untuk kelompok
tertentu.
III. PEMBAHASAN
Ikatan Keluarga Mahasiswa dan Siswa Asal Timor di Salatiga atau yang lebih
dikenal dengan nama Ikmasti, merupakan suatu perkumpulan etnis yang
368
Dan jika melihat berdirinya suatu perkumpulan maka pentinglah bagi kita untuk
mengetahui sejarah berdirinya suatu perkumpulan. Sejarah awal berdirinya
ikmasti dimulai pada saat terjadinya suatu pertemuan antara beberapa
mahasiswa asal Timor di kediaman Bpk Drs. El Zakharias di Jl. Imam Bonjol
No. 7A, beliau bertindak sebagai orang tua pembimbing dari para mahasiswa
asal Timor di UKSW guna membahas pembentukan perkumpulan ini.
Pembicaraan pada pertemuan tersebut mengarah pada sadarnya rasa saling
membutuhkan akan keinginan bersekutu bersama saudara seiman dan
diharapkan dengan adanya tujuan bersama tersebut dapat membantu
memberikan motivasi untuk berkonsentrasi pada studi, kehidupan
bermasyarakat dengan berlandaskan iman.
Mengapa kesadaran untuk bersekutu dinilai sangat penting oleh para pendiri
Ikmasti pada waktu itu? Hal ini dilakukan berdasarkan kenyataan bahwa
sebagian besar mahasiswa perantauan yang berasal dari Timor di UKSW
mendapat bantuan beasiswa dari Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT).
Sehingga membangkitkan kesadaran mereka untuk membalas budi, bukan
hanya ditunjukan melalui studi, namun juga melalui kebersamaan mereka
lewat persekutuan ( rohani ) yang mereka bangun.
karena rasa itulah maka terbentuklah HIMPAR, seiring dengan tahun berjalan
dan dikarenkan semakin banyaknya mahsiswa Maluku dan Papua yang datang
ke Salatiga, maka HIMPAR kemudian terpecah dan kembali ke etnis masing-
masing, setelah terpecahnya HIMMPAR, maka terbentuklah Himpunan
Mahasiwa Maluku (HIMMA), HIMMA sendiri terbentuk sekitar tahun 1970-an,
seiring waktu berjalan, karena semakin banyak anak-anak Maluku yang datang
untuk berstudi ke Salatiga, dan bukan hanya sebagai mahasiswa saja
melainkan juga terdapat beberapa pelajar (anak-anak Maluku yang lain yang
melanjutkan studinya di bangku SMA).
4
Dibuat oleh : Jessy J. Maitimu ( Ketua HIPMMA periode 2008 – 2010) Tertangal 15 juni 2011
Di Salatiga
370
ingin berdiri sendiri dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
mereka sendiri, maka teman-teman dari Maluku Utara pun membentuk
organisasinya sendiri menjadi KEMAMORA.
Sebenarnya penelitian ini lebih mangacu kepada mass Media Research namun
konsep ini juga sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari bahkan dalam
proses komunikasi antarbudaya sendiri. Bahkan dalam proses komunikasi
konflik yang terjadi, opinion leader mampu bertindak sebagai “ujung tombak”
dalam proses pemberian informasi bagi pihak didalam maupun diluar
komunitas. Opnion leader yang penulis temui pada saat melakukan penelitian
adalah :
komunitas etnis Timor maupun Ambon, ada sebuah kesamaan. Yang bertindak
sebagai Opinion Leader aktiv adalah para senior. Senior adalah anggota
komunitas yang sudah berada di Salatiga dan terlibat langsung dalam
keanggotaan komunitas kurang lebih satu tahun sejak kedatangannya. Senior
menjadi pemimpin opini yang sangat efektif ketika konflik tarjadi bahkan hingga
proses resolusi konflik dilakukan oleh kedua pihak. Ketika melakukan
wawancara dengan seorang Informan dari komunitas Ambon, Ia
mengakatakan bahwa
Senior menjadi opinion leader yang ideal dalam komunitas etnis karena secara
tidak langsung memiliki kriteria untuk menjadi pemimpin opini seperti :
o Status sosial yang lebih tinggi sebab sudah lebih lama berada di Salatiga
dan terlibat langsung dalam keanggotaan komunitas
5
Wawancara dilakukan di rumah kontrakan Ain daerah Kauman salatiga Tgl 29 Juli
2011.
373
Metode Sosiometrik
374
Dalam metode ini, masyarakat ditanya kepada siapa mereka meminta nasihat
atau mencari informasi mengenai masalah kemasyarakatan yang dihadapinya.
Teknik ini dipakai penulis ketika melakukan pengamatan dan wawancara
terhadap salah seorang informan Chris Doko (anggota komunitas Timor),
penulis menanyakan siapa orang yang paling berperan dalam proses
pemberian informasi terkait konflik antar etnis yang terjadi ia pun menjawab
“ada senior yang biasa beta tanya dia untuk urus
masalah soalnya dia ni yang punya pengalaman banyak
soal konflik, jadi katong ana-ana kupang rata-rata pi
tanya di dia sa”. (saya biasanya menanyakan dan
meminta bantuan kepada seorang senior yang dinilai
punya banyak pengalaman berkaitan dengan konflik
antar etnis yang sedang terjadi)6.
Informasi Ratting
Metode ini mengajukan pertanyaan tertentu kepada orang /informan yang
dianggap sebagai key informan dalam masyarakat mengenai siapa yang
dianggap masyarakat sebagai pemimpin mereka. Jadi dalam hal ini informan
tersebut haruslah jeli dalam memilih siapa yang benar-benar harus memimpin
dalam masyarakat tersebut. Dari segi kepribadian, pendidikan, serta tindakan
yang dilakukannya terhadap masyarakat tersebut. Yang menjadi informan
kunci berkaitan dengan pengujian ini adalah informan yang pernah terlibat
secara langsung pada saat konflik terjadi.
6
Wawancara dilakukan di Arena Futsal Salatiga di daerah Cemara Raya Tgl 23 Juli 2011
375
Sombong, Sok-sok’an,
Selalu ingin menang sendiri, pemarah,
Pembual, sombong,
Suka minum minuman keras Fashionable (negatif),
(alkohol), suka minum minuman keras (alkohol),
Solider, orang yang mementingkan diri sendiri,
Gengsi dan tidak ingin direndahkan bersifat licik,
Pendendam, pembual,
Terbuka, bersifat memberi,
Suka berpesta pora, bersedia membantu,
Berwatak keras, eksklusif (sulit bergaul dengan etnis
Gampang emosi, lain),
Gemar mengucapkan kata-kata kotor, cerewet,
pembuat gaduh,
pembuat onar
Secara tidak disadari, manusia yang merupakan mahkluk sosial hidup dengan
mengandalkan modal sosial. Hal ini selaras dengan keberadaan komunitas
etnis yang ada di Salatiga yang selalu berusaha untuk mengandalkan modal
sosial untuk bisa Survive.modal sosial dapat didiskusikan dalam konteks
komunitas yang kuat (strong community), masyarakat sipil yang kokoh,
maupun identitas negara-bangsa (nation-state identity). Modal sosial termasuk
elemen-elemen- didalamnya seperti kepercayaan (trust), jaringan (networking)
sering terjadi dikalangan masyarakat luas. Dua tokoh utama yang
mengembangkan konsep modal sosial adalah Putnam dan Fukuyama. Mereka
memberi definisi modal sosial yang penting. Putnam mengartikan modal sosial
sebagai penampilan organisasi sosial seperti jaringan-jaringan dan
kepercayaan yang memfasilitasi adanya koordinasi dan kerjasama bagi
380
Tabel definisi modal sosial dari para ahli (Subejo 2004 : 79)[20]
7
Spellberg dalam makalah modal sosial dan kebijakan publik karya Edi Suharto, PhD
381
dan nilai-nilai dalam proses tersebut, dan hal ini dilakukan dengan kesadaran
yang sungguh-sungguh. Sehingga terdapat empat elemen utama dalam modal
sosial yaitu norms, reciprocity, trust, dan network. Keempat elemen tersebut
berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku kerjasama untuk mencapai
hasil yang diinginkan yang mampu mengakomodasi kepentingan individu yang
melakukan kerjasama maupun kelompok secara kolektif. Dari keempat elemen
diatas, sangat merangsang alur berpikir penulis bahwa untuk menjalankan
modal sosial perlu dipertimbangkan mengenai aspek Sharing. Sebenarnya
istilah ini merupakan istilah lanjutan dari empat elemen diatas yang sudah
masuk pada tataran implementasi.
Masih teringat ketika terjadi perkelahian massa antara Komunitas etnis Ambon
(Hipma) dan Komunitas etnis Timor (Ikmasti) pada bulan September tahun
2008 dimana menyebabkan kerusakan fasilitas umum (jalan), fasilitas pribadi
(pengrusakan mobil) dan korban luka-luka (Ambon 1 orang & Timor 1 orang).
Pertikaian ini terjadi di sekitar Jl. Turen kelurahan Sidorejo Lor Kecamatan
Salatiga kota Salatiga. Aparat keamanan dalam hal ini kepolisian bertindak
sebagai penegak hukum turut berusaha dalam proses penyelesaian konflik
8
Olahan penulis berdasarkan pengamatan lapangan
383
3. Sharing : adanya rasa untuk saling berbagi antara etnis tersebut. Yang
di bagi adalah komunikasi dan informasi sehingga menimbulkan
adanya rasa saling terbuka bagi kedua pihak. Hal ini merupakan faktor
yang sangat vital dalam proses rekonsiliasi dan pembenahan kedua
komunitas etnis tersebut.
Secara inheren modal sosial mengandung social sense. Hampir semua bentuk
social capital terbentuk dan tumbuh melalui gabungan atau kombinasi tindakan
dari beberapa orang. Keputusan masing-masing pemain atau pelaku memiliki
384
Modal sosial tidak dapat diwariskan sepenuhnya secara otomatis dari generasi
ke generasi seperti pewarisan genetik dalam pengertian biologi. Pewarisan
modal sosial dan nilai-nilai yang menjadi atributnya memerlukan suatu proses
adaptasi, pembelajaran serta pengalaman dalam praktek nyata. Proses ini
akan tumbuh dan berkembang dalam waktu yang panjang melalui interaksi
yang berulang-ulang yang memungkinkan suasana untuk saling membangun
kesepahaman, kepercayaan serta nilai dan aturan main yang disepakati
bersama antar pelaku kerjasama. Proses yang panjang ini pun sudah dialami
oleh komunitas etnis yang telah berdiri sekitar tahun 1970an. Konflik menjadi
tujuan utama dan umpan balik dari proses komunikasi yang terjadi antar
komunitas etnis sehingga hal inilah yang membuat penulis merasa perlu
dilakukan suatu penelitian mendalam. Dan ketika melakukan beberapa
wawancara dan observasi seperti yang disajikan. Perkelahian menjadi tujuan
pokok dan umpan balik yang diharapkan bahkan di impi-impikan dan dibangun
diatas landasan strategi komunikasi yang harmonis.
Komunitas etnis yang sudah lama berdiri ini pun secara alamiah telah
mengalami berbagai macam persoalan baik internal maupun eksternal dan
mengalami proses evolusi yang cukup bervariasi dalam rentan waktu tersebut.
Proses komunikasi antar budaya yang telah terjadi selalu didasari dan
dibangun diatas kokohnya modal sosial sehingga menimbulkan situasi
transaksi sosial di kalangan tersebut.
385
Agar lebih memahami peran modal sosial dalam komunikasi antar budaya
maka berikut adalah gambar atau bahan yang coba di buat oleh penulis
berdasarkan hasil pengamatan di lapangan.
Nilai-Nilai Agama
Nilai-Nilai UKSW
Modal Sosial
Trust
Network
Proses Komunikasi
Antarbudaya
Resolusi konflik
Diagram 8
Proses Komunikasi Antarbudaya di Salatiga
Sumber : Richard G. Mayopu
9
Wawancara dilakukan dengan Sdr Michael di Delik cafe
388
Inilah sumber modal sosial yang dimaksudkan dalam penelitian ini dimana
kasih yang menjadi nilai kristiani menjadi landasan secara spiritual untuk
diwujudkan dalam interaksi dan komunikasi dengan sesama anggota
komunitas maupun orang-orang diluar komunitas etnis tersebut. Dengan m
elihat kutipan wawancara dengan Michael diatas maka penulis ingin
menjelaskan bahwa tidak semua persoalan tindak pidana diselesaikan di
depan hukum, namun juga bisa diselesaikan oleh pelaku dan korban itu sendiri
dalam suatu forum yang informal dan fleksibel.
Dengan melihat peristiwa ini bisa ditarik suatu pemahaman dimana modal
sosial sangat memberikan kontribusi positif dalam upaya resolusi konflik.
Modal sosial yang dimaksud adalah Trust. Adanya suatu kepercayaan dalam
diri pelaku konflik memberikan “angin segar” disaat yang tepat dan disaat yang
dibutuhkan sehingga proses penyelesaian konflik pun datang tanpa diduga
yaitu di lokasi yang tidak ditentukan, waktu yang tidak ditentukan dan tanpa
peran khusus dari perantara atau mediator. Dan harus diingat juga bahwa
dalam situasi ini, kerelaan untuk saling memaafkan merupakan dasar dari rasa
saling percaya tersebut. Rela unuk mengakui kesalahan dan rela untuk
memaafkan dengan segala kerugian baik materil maupun non materil yang
sudah di terima oleh kedua belah pihak. Selanjutnya modal sosial yang
terdapat dalam penelitian ini adalah Networking. Jaringan juga memiliki
peranan penting dalam dalam upaya resolusi konflik. Dalam kasus Sandro dan
Michael yang sudah dijelaskan sebelumnya, sebenarnya kedua orang ini
sudah menjalin suatu hubungan pertemanan yang cukup lama sejak Tahun
2005 dimana saat itu adalah saat awal mereka bertemu dalam ruang kuliah
dan jaringan hubungan pertemanan sudah dimulai. Sehingga rasa saling
mengerti, saling percaya dan saling memaafkan pun dengan mudah bisa
dilakukan (perdamaian).
Dalam konteks komunikasi antar budaya yang terjadi pada komunitas etnis di
Salatiga jaringan ini sebenarnya mampu dibangun dengan baik khususnya
bagi komunitas etnis yang beranggotakan anggota yang berasal dari luar Jawa.
389
Disadari atau tidak namun hal ini menjadi suatu perekat hubungan antar etnis
di Salatiga. Sebagian besar anggota komunitas yang berasal dari luar Jawa
secara tidak langsung secara dominan akan mencari teman ataupun sahabat
yang berasal dari daerah asal yang sama. Misalnya orang Timor akan mencari
teman atau sahabat yang berasal dari Timor baru setelah itu ia mencari
sahabat dari daerah lain seperti Papua, Sumba, Sulawesi, Kalimantan,
Sumatra. Orang Jawa akan menjadi “pilihan terakhir” bagi orang Timor untuk
di jadikan Sahabat atau teman. Oleh karena itu dalam kaitan dengan resolusi
konflik antar etnis, jaringan sudah dibangun dan dibentuk sedemikian rupa
sehingga menjadi “senjata” untuk meredam konflik.
Peran nilai-nilai dalam komunikasi antar budaya di Salatiga ini menjadi penting
dan harus diketahui pula dalam kondisi apa nilai-nilai tersebut bisa digunakan
secara efektif untuk membuahkan situasi yang damai dan dalam kondisi apa
nilai-nilai tersebut menjadi tidak berfungsi. Jawaban yang tepat menurut
penulis berdasarkan hasil temuan lapangan dan proses analisis, nilai-nilai
tersebut akan berfungsi ketika mampu dikomunikasikan dengan baik.
Komunikasi menjadi suatu tool yang digunakan untuk resolusi konflik. Dilain
sisi jika nilai-nilai tersebut tidak ditransfer melalui proses komunikasi dengan
baik maka nilai-nilai tersebut tidak akan berguna dan berfungsi. Proses
komunikasi didalam komunitas etnis bisa dilakukan dengan cara-cara yang
sederhana seperti memanfaatkan Moment. Moment yang ada misalnya Natal
Bersama Komunitas etnis, Malam keakraban atau yang sering di sebut Makrab
etnis, Paskah etnis, Ekspo Budaya UKSW, adalah kesempatan untuk
melakukan proses komunikasi antar etnis tersebut dengan cara mengundang
komunitas etnis yang lain untuk turut berpartisipasi secara aktif (bukan
formalitas) sehingga seluruh rangkaian kegiatan yang mempunyai makna-
makna kebersamaan dapat tersampaikan secara efektif kepada komunitas
lainnya. Proses komunikasi yang baik dan efektif diharapkan mampu
membuahkan hasil yang positif.
390
Berangkat dari hal tersebut maka sudah bisa dipastikan bahwa penanaman
nilai-nilai kristiani sangatlah kental dan ditanamkan pada setiap civitas
akademika termasuk mahasiswa. Proses penanaman nilai-nilai kristiani ini
secara tidak diduga kemudian merasuk hingga kedalam tubuh komunitas etnis
seperti Ambon dan Timor sehingga untuk mewujudkan dan menampakkan
nilai-nilai kristiani tersebut maka kedua komunitas etnis ini menggelar kegiatan
kebaktian persekutuan (Ibadah) yang dilaksanakan setiap minggu atau setiap
bulan. Kebaktian persekutuan ini memang hanyalah suatu ritus yang sudah
menjadi tradisi dalam komunitas etnis namun dengan adanya kegiatan ini
10
Kreatifitas Yang Bertanggung Jawab Kumpulan Pidato dan Karangan Dr. Notohamidjodjo
S.H. Bagian pertama Lembaga Penelitian Ilmu-ilmu Sosial Universitas-ikip kristen Satya
Wacana 1973 hal : Xii
391
Sedikit beralih dari ciri fisik ke sifat dan karakter, maka akan ditemui juga
keberagaman karakter yang sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa
setiap derah kesukuan dan etnis terdapat karakter yang berfariasi seperti orang
dari kawasan Indonesia Timur berkarakter tegas dan pemberani, hal ini juga
ditemukan pada orang-orang dari kawasan Indonesia bagian barat seperti
orang Batak yang juga pemberani dan berkarakter tegas tidak pandang bulu.
Jika ditarik benang merahnya kedalam kehidupan ke-Satya Wacanaan, semua
karakter yang sudah dijelaskan pada bagian-bagian sebelumnya sering ditemui
di dalam kampus tersebut.
392
Salah satu bentuk pananaman nilai keberagaman yang sangat baik yang
sudah dilakukan oleh kampus tersebut jika ditinjau dari perspektif komunikasi
antar budaya adalah diadakannya kegiatan ekspo budaya atau pentas seni dan
budaya mahasiswa 11 yang diikuti oleh seluruh komunitas etnis yang ada di
Salatiga dengan cara menampilkan keragaman budaya dari daerah masing
masing seperti tari-tarian, musik dan lagu daerah, cerita rakyat derah, kuliner
daerah, bahkan tidak menutup kemungkinan dari para peserta untuk
berkolaborasi dengan komunitas etnis yang lain. Tarian kolaborasi menjadi
salah satu icon untuk melunturkan stereotip dan etnosentrisme dari masing-
masing etnis terhadap yang lainnya sebab di dalam proses ini kedua anggota
etnis dikondisikan untuk lebih saling mengenal dan mengtahui tradisi dan
budaya dari masing-masing daerah. Nilai-nilai inilah yang menjadi landasan
modal sosial diantara komunitas etnis sehingga proses resolusi konflik menjadi
terbantukan dan mampu dilaksanakan dengan sangat baik.
11
Expo Budaya/pentas seni dan budaya Universitas Kristen Satya Wacana sudah ada sejak
Universitas ini didirikan. Tujuan dari program kegiatan ini adalah untuk menanamkan nilai-nilai
nasionalisme dan pluralisme dan memberikan pesan kepada bangsa ini mengenai pentingnya arti
kebinekaan, hal ini disampaikan langsung oleh Pdt. Prof John A. Titaley Th.D selaku Rektor
Universitas Kristen Satya Wacana periode 2010-2014 pada acara Sarasehan pada Tgl 18 Mei
2011.
12
Kutipan Wawancara yang dilakukan oleh Trifosa W & Izak Lattu terhadap Bpk Usadi
Wiryatnaya seorang kerabat dari Bpk O. Notohamidjodjo yang menyaksikan secara langsung
mengenai pikiran-pikiran Beliau. Kutipan wawancara ini dibuat dalam rangka untuk menerbitkan
buku peringatan 50 tahun (30 November 2006) berdirinya UKSW dengan mengambil Tema
MEMPERTEGAS IDENTITAS CREATIFE MINORITY.
393
VI. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
[1] Rogers Everett M, William B. Hart Yoshitaka Mike, Edward T. Hall and The
Rosdakarya 2003
[4] Mufid Muhamad, Etika dan Filsafat Komunikasi, Jakarta Kencana 2009
[6] Liliweri Alo, Makna Budaya Dalam Komunikasi Antar Budaya, Yogyakarta
[8] Widiarto Tri, Pengantar Sosiologi, Salatiga Widya Sari Press, 2003
2003
[12] Samovar Larry A. (San Diego Stare University) & Porter Richard E.
[13], [14] Rogers Everet M., Difusion Inovation, Rev. ed. of: Communication of
innovations. 2nd ed.. The Free Press A Division of Macmillan Publishing Co.,
[15] John F. Dovidio, Peter Glick, and Laurie A. Rudman, On the Nature of
[17] Sarwono W. Sarlito & Meinarno A. Eko, Psikologi Sosial, Jakarta Penerbit
2006
[19], [20], [21] Subejo, The Role Of Social Capital In Economic Development: