Anda di halaman 1dari 20

HASIL WAWANCARA MENGENAI KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA

Makalah

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Komunikasi Lintas Budaya

Disusun Oleh :

Hervan Triansyah

1174050074

ILMU KOMUNIKASI JURNALISTIK

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLMAN NEGERI

SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2020
BAB I
PENDAHULUAN

Masyarakat Indonesia memiliki berbagai macam keberagaman seperti agama, bangsa ras,
bahasa, adat istiadat dan sebagainya. Indonesia terkenal dengan keberagaman budayanya.
Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal budaya didefinisikan
sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna dan diwariskan
dari generasi ke generasi, melalui usaha individu dan kelompok.
Komunikasi diperlukan untuk mengenal budaya yang satu dengan budaya yang lainnya.
Dengan berkomunikasi seseorang dapat memahami perbedaan antar budaya yang satu dengan
yang lainnya. Komunikasi dan budaya mempunyai hubungan timbal balik. Budaya menjadi
bagian dari perilaku komunikasi, dan komunikasi pun selalu menentukan budaya.
Komunikasi antar budaya terjadi jika bagian yang terlibat dalam kegiatan komunikasi
membawa latar belakang budaya pengalaman yang berbeda dan mencerminkan nilai yang
dianut oleh kelompoknya.
Berkomunikasi merupakan kebutuhan yang fundamental bagi seseorang yang hidup
bermasyarakat, tanpa komunikasi tidak mungkin masyarakat terbentuk, sebaliknya tanpa
masyarakat, maka manusia tidak mungkin dapat mengembangkan komunikasi. Manusia
adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam hidup manusia selalu
berinteraksi dengan sesama serta dengan lingkungan. Manusia hidup berkelompok baik
dalam kelompok besar maupun kelompok kecil.
BAB II
PEMBAHASAN & HASIL WAWANCARA

A. Pengertian Komunikasi Lintas Budaya


Komunikasi lintas budaya adalah proses pertukaran pikiran dan makna antara orang-orang
yang berbeda budaya. Ketika komunikasi tersebut terjadi antara orang-orang berbeda
bangsa(international), antaretnik(interethnical), kelompok ras(interracial), atau komunikasi
bahasa(intercommunal), disebut komunikasi lintas budaya.
Menurut Liliweri (2003:9), dalam bukunya yang berjudul Komunikasi Antarbudaya,
memberikan definisi komunikasi antarbudaya atau komunikasi lintas budaya sebagai
pernyataan diri antarpribadi yang paling efektif antar dua orang yang saling berbeda latar
belakang budayanya.
Komunikasi Lintas Budaya dalam pengertian yang lebih luas lagi, merupakan pertukaran
pesan yang disampaikan secara lisan, tertulis, bahkan secara imajiner antara dua orang yang
berbeda latar belakang budaya.

B. Fungsi Komunikasi Lintas Budaya


Komunikasi lintas budaya memiliki fungsi penting, terutama ketika seseorang mulai
menjalin hubungan bilateral, trilateral, atau multilateral. Secara khusus, komunikasi lintas
budaya berfungsi untuk mengurangi ketidakpastian komunikasi antarorang, antarsuku, dan
antarbangsa yang berbeda budayanya. Ketika memasuki wilayah(daerah) orang lain,
seseorang dihadapkan dengan orang-orang yang sedikit atau banyak berbeda, ditinjau dari
aspek sosial, budaya, ekonomi dan status lainnya.

C. Pentingnya Komunikasi Lintas Budaya


Komunikasi lintas budaya sangat penting, terutama untuk mencapai hubungan kerja sama
yang saling menguntungkan. Pentingnya komunikasi lintas budaya untuk membangu
hubungan internasional yang serasi dapat ditemukan contohnya dari hubungan Amerika
Serikat dan Korea Selatan. Hubungan kedua negara tersebut berjalin harmonis sejak 1884,
ketika pemerintah Amerika Serikat mengirim warganya yang menjadi konsumen pertama
produk property buatan korea selatan. Dari fenomena hubungan ekonomi Amerika Serikat-
Korea Selatan, diketahui bahwa produktivitas dan profitabilitas meningkat ketika organisasi
mampu menyerap budaya dan mengomunikasikan harapan secara jelas.
Bagi banyak Negara, proses komunikasi yang ditunjukkan kedua Negara tersebut
dijadikan sebagai replikasi untuk mencapai kemajuan dalam menjalin hubungan
internasional. Replikasi tersebut tidak terbatas hanya dalam hubungan perdagangan saja,
melainkan juga hubungan pertukaran pelajar, kegiatan riset dan kebudayaan, hingga masalah
pertahanan keamanan. Kunci keberhasilan ini terletak pada aspek koorientasi yang
diperlihatkan kedua belah pihak.

Budaya-budaya yang berbeda memiliki sistem-sistem nilai yang berbeda dan karenanya
ikut menentukan tujuan hidup yang berbeda, juga menentukan cara berkomunikasi kita yang
sangat dipengaruhi oleh bahasa, aturan dan norma yang ada pada masing-masing budaya.
Sehingga sebenarnya dalam setiap kegiatan komunikasi kita dengan orang lain selalu
mengandung potensi Komunikasi Lintas Budaya atau antar budaya, karena kita akan selalu
berada pada “budaya” yang berbeda dengan orang lain, seberapa pun kecilnya perbedaan itu.
Perbedaan-perbedaan ekspektasi budaya dapat menimbulkan resiko yang fatal, setidaknya
akan menimbulkan komunikasi yang tidak lancar, timbul perasaan tidak nyaman atau timbul
kesalahpahaman. Akibat dari kesalahpahaman-kesalahpahaman itu banyak kita temui dalam
berbagai kejadian yang mengandung etnosentrisme dewasa ini dalam wujud konflik-konflik
yang berujung pada kerusuhan atau pertentangan antaretnis. Sebagai salah satu jalan keluar
untuk meminimalisir kesalahpahaman-kesalahpahaman akibat perbedaan budaya adalah
dengan mengerti atau paling tidak mengetahui bahasa dan perilaku budaya orang lain,
mengetahui prinsip-prinsip Komunikasi Lintas Budaya dan mempraktikkannya dalam
berkomunikasi dengan orang lain.

D. Definisi Budaya
Secara etimologj, budaya berasal dari bahasa sanskerta. Buddhayah, yang merupakan
bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal). Selanjutnya, budaya diartikan sebagai hal-hal
yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Berbudaya berarti mempunyai budaya,
mempunyai pikiran dan akal budi untuk memajukan diri. Kebudayaan diartikan sebagai
segala sesuatu yang dilakukan manusia sebagai hasil pemikiran dan akal budi.
Budaya dalam bahasa Inggris disebut culture, yang berasal dari kata latin, colere, yang
berarti mengolah atau mengerjakan, dan bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau
bertani. Kata culture juga merupakan kata lain dari occult yang berarti benak dan pikiran. The
American Herritage Dictionary mengartikan culture sebagai suatu keseluruhan dari pola
perilaku yang ditransmisikan melalui kehidupan sosial, seni, agama, dan kelembagaan.
Budaya dari bahasa latin, yakni dari akar kata cultura. Dalam bahas Perancis, la Culture
berarti esemble des aspects intellectuals d’une civilization (serangkaian bidang intelektual
dalam sebuah peradaban). Budaya adalah suatu konsep yang mencakup berbagai kompenen
yang digunakan manusia untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan hidupnya sehari-hari
(Purwasito, 2003:95).
Edward B. Taylor mendefinisikan budaya sebagai keseluruhan sistem yang kompleks,
yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-
istiadat, dan kemampuan lain serta kebiasaan yang diperoleh dan dipelihara manusia sebagai
anggota masyarakat.
Williams mendefinisikan bahwa budaya mencakup organisasi produksi, struktur lembaga,
yang mengekspresikan atau mengatur hubungan sosial, dan bentuk-bentuk komunikasi khas
antaranggota masyarat.
Trenholm dan Jensen (1992:238) mendefinisikan budaya sebagai seperangkat nilai,
kepercayaan, norma, adat istiadat, aturan, dan kode yang secara sosial mendefinisikan
kelompok orang yang memilikinya, mengikat mereka satu sama lain dan memberi mereka
kesadaran bersama.
Harrison dan Huntington mengemukakan, “Istilah budaya, tentu saja mempunyai arti
banyak dalam disiplin ilmu serta konteks yang berbeda.” Sifat sulit dipahami ini mungkin
dapat di cerminkan dalam fakta bahwa pada awal tahun 1952 ulasan tentang literatur
antropologi mengungkap 164 definisi berbeda dari kata budaya.
Menurut Triandis, “Kebudayaan merupakan elemen subjektif dan objektif yang dibuat
manusia yang di masa lalu meningkatkan kemungkinan untuk bertahan hidup dan berakibat
dalam kepuasan pelaku dalam sudut ekologis, dan demikian tersebar di antara mereka yang
dapat berkomunikasi satu sama lainnya, karena mereka mempunyai kesamaan bahasa dan
mereka hidup dalam waktu dan tempat yang sama.” Pengertian ini menyorot dalam satu
kalimat panjang, fitur penting dari budaya. Dengan menunjuk pada “buatan manusia” yang
membuat jelas bahwa budaya berhubungan dengan bagian non-biologis dari kehidupn
manusia. Hal ini memberikan penjelasan tentang sifat bawaan dan tidak harus dipelajari
(sperti makan, tidur, menangis, mekanisme organ bicara, dan rasa takut). Kedua, definisi ini
meliputi apa yang disebut Harrison dan Huntington sebagai elemen “subjektif” dari bahasa.
Elemen sseperti “nilai, tingkah laku, kepercayaan, orientasi, dan asumsi yang tersirat lazim
dalam suatu masyarakat.
Menurut Koentjaraningrat, budaya adalah keseluruhan sistem gagasan tindakan, dan hasil
karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan
cara belajar. Dengan demikian, dapat dikatakan secara ringkas bahwa budaya adalah
keseluruhan cara hidup (way of life) manusia.
Secara panjang lebar Tubbs (1996: 237) mengartikan budaya dengan segala unsurnya
bahwa budaya merupakan cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh
sekelompok orang serta diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak
unsur yang rumit, termasuk sistem agama, politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian,
bangunan, dan karya seni.
Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan
menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Maka,
komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki
kebudayaan yang berbeda (bisa beda ras, etnik, atau sosio ekonomi, atau gabungan dari
semua perbedaan ini). Seperti kita ketahui bahwa budaya mempengaruhi cara seseorang
berkomunikasi. Budaya bertanggung jawab atas seluruh aspek komunikasi yang dilakukan
oleh seorang individu atau kelompok, baik secara verbal maupun nonverbal.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah
sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan
yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu
bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan
oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang
bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi,
seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam
melangsungkan kehidupan bermasyarakat. Tidak banyak orang menyadari bahwa bentuk-
bentuk interaksi antarbudaya sesungguhnya secara langsung atau tidak melibatkan sebuah
komunikasi. Pentingnya komunikasi antarbudaya mengharuskan semua orang untuk
mengenal dasar-dasar komunikasi antarbudaya itu. Komunikasi itu muncul, karena adanya
kontak, interaksi dan hubungan antar individu atau kelompok yang berbeda kebudayaannya.
Jadi, sebenarnya tidak ada kebudayaan tanpa komunikasi, dan tidak ada komunikasi tanpa
pengaruh budaya. Di sinilah pentingnya kita mengetahui komunikasi antarbudaya itu.

E. Karakteristik Budaya dan Komunikasi


Ada tiga karakteristik penting dari kebudayaan, yaitu kebudayaan itu dapat dipelajari,
kebudayaan itu dapat dipertukarkan, dan kebudayaan itu tumbuh serta berubah (Hebding dan
Glick, 1991, hlm. 45).
1. Kebudayaan itu Dipelajari
Kita sebut kebudayaan itu dapat dipelajari karena interaksi antarmanusia ditentukan oleh
penggunaan simbol, bahasa verbal maupun nonverbal. Tradisi budaya, nilai-nilai,
kepercayaan, dan standar perilaku semuanya diciptakan oleh kreasi manusia dan bukan
sekadar diwarisi secara instink, melainkan melalui proses pendidikan dengan cara-cara
tertentu menurut kebudayaan. Setiap manusia lahir dalam suatu keluarga, kelompok sosial
tertentu yang telah memiliki nilai, kepercayaan, dan standar perilaku yang ditransmisikan
melalui interaksi di antara meraka (sosialisasi).

2. Kebudayaan itu Dipertukarkan


Di samping dipelajari, kebudayaan itu juga dipertukarkan. Istilah pertukaran merujuk pada
kebiasaan individu atau kelompok untuk menunjukkan kualitas kelompok budayanya. Dalam
interaksi atau pergaulan antarmanusia setiap orang mewakili kelompoknya lalu menunjukkan
kelebihan-kelebihan budayanya dan membiarkan orang lain untuk mempelajarinya. Proses
pertukaran budaya dilakukan melalui mekanisme belajar budaya yang mengakibatkan para
ibu yang berasal dari Sunda dan Jawa dapat belajar memasak jagung bose (masakan jagung
yang bercampur santan kelapa) dan sebaliknya para ibu dari Timor dan Flores belajar
membuat oncom dan bajigur dari Sunda.

3. Kebudayaan Tumbuh dan Berkembang


Setiap kebudayaan terus ditumbuhkembangkan oleh para pemilik kebudayaannya, oleh
karena itu ada yang mengatakan bahwa kebudayaan ituterus mengalami perubahan. Oleh
karena itu, kita menyebut kebudayaan itu berbuah semakin rinci (kompleks) dan kemudian
dikomunikasikan dari satu generasi ke generasi lain. Tenun ikat dari Ended an Lio di Flores
mula-mula di tenun dengan benang yang di celupkan ke dalam nila. Akibat perkembangan
teknologi industri maka lama kelamaan nila mulai ditinggalkan dan para penenun memakai
benang sutera sehingga dapat menghasilkan tenun ikat berkualitas ekspor.

F. Dimensi Dan Unsur Budaya

Budaya memiliki dimensi yang sangat luas, bahkan dapat dikatakan seluas dan serumit
kehidupan manusia itu sendiri. Tetapi, untuk kepentingan ilmiah, kebudayaan dikelompokkan
ke dalam beberapa unsur penting, yaitu:
1. Sistem religi (agama) dan upacara keagamaan

Koentjaraningrat menyatakan bahwa asal mula permasalahan fungsi religi dalam


masyarakat adalah adanya pertanyaan mengapa manusia percaya kepada adanya suatu
kekuatan gaib atau supranatural yang dianggap lebih tinggi daripada manusia dan mengapa
manusia itu melakukan berbagai cara untuk berkomunikasi dan mencari hubungan-hubungan
dengan kekuatan-kekuatan supranatural tersebut. Dalam memahami unsur religi sebagai
kebudayaan manusia tidak dapat dipisahkan dari religious emotion atau emosi keagamaan.
Emosi keagamaan adalah perasaan yang ada di dalam diri manusia yang mendorongnya
melakukan tindakan-tindakan yang bersifat religius. Dalam sistem religi terdapat tiga unsur
yang harus dipahami selain emosi keagamaan, yakni sistem keyakinan, sistem upacara
keagamaan, dan umat yang menganut religi itu.

Misalnya, kepercayaan menyembah pada suatu kekuatan gaib di luar diri manusia, berupa
gunung, angin, hutan, dan laut. Kepercayaan tersebut berkembang pada tingkatan yang lebih
tinggi, yakni kepercayaan kepada satu dewa saja (monotheism) dan lahirnya konsepsi agama
wahyu, seperti Islam, Hindu, Buddha, dan Kristen. Sistem religi juga mencakup mengenai
dongeng-dongeng atau cerita yang dianggap suci mengenai sejarah para dewa-dewa
(mitologi). Cerita keagamaan tersebut terhimpun dalam buku-buku yang dianggap sebagai
kesusastraan suci. Salah satu unsur religi adalah aktivitas keagamaan di mana terdapat
beberapa aspek seperti benda-benda dan alat-alat yang digunakan dalam upacara keagamaan,
yaitu patung-patung, alat bunyi-bunyian, maupun sesaji untuk dilakukan dalam aktivitas
tersebut.

2. Sistem pengetahuan

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia tentang benda, sifat, keadaan,
dan harapan-harapan. Pengetahuan dimiliki oleh semua suku bangsa di dunia. Mereka
memperoleh pengetahuan melalui pengalaman, intuisi, wahyu, dan berpikir menurut logika,
atau percobaan yang bersifat empiris.
3. Bahasa

Bahasa terdiri dari susunan kata-kata. Kata-kata disusun oleh simbol sehingga bahasa
merupakan susunan berlapis-lapis dari simbol yang ditata menurut ilmu bahasa. Karena
simbol-simbol itu berasal dari bunyi, ucapan yang dibentuk oleh sebuah kebudayaan maka
kata-kata maupun bahasa dibentuk pula oleh sebuah kebudayaan. Jadi, bahasa merupakan
komponen budaya yang sangat penting yang mempengaruhi penerimaan dan perilaku
manusia, perasaan dan kecenderungan manusia untuk bertindak mengatasi dunia sekeliling.
Dengan kata lain, bahasa mempengaruhi kesadaran, aktivitas dan gagasan manusia,
menentukan benar atau salah, moral atau tidak bermoral, dan baik atau buruk.
Contoh studi kasus: Ketika Riski lulus sekolah menengah atas (SMA), Riski memutuskan
untuk melanjutkan studi ke Jawa Timur, tujuan Riski datang ke daerah Pasuruan. Awalnya
ketika Riski datang di Pasuruan, Riski merasa asing, terutama dalam pengucapan bahasa yang
mereka pakai sehari-hari. Dari budaya yang Riski anut, Riski memiliki latar belakang budaya
orang Jawa Tengah. Walaupun Riski memiliki latar belakang budaya Jawa Tengah, namun
Riski telah lama dan menetap di Sumatera Selatan, sehingga adat kebudayaan Riski telah
banyak mengikuti orang-orang asli Palembang. Riski mampu berdialog dengan bahasa Jawa,
namun bahasa yang dipakai Riski khas Jawa Tengah. Ketika sampai di daerah Pasuaruan ia
merasa tidak nyaman, karena ia merasa bahwa ia mmerasa dikucilkan oleh rekan satu Kos-
nya. sesuatu ketika ada rekan satu kos Riski yang sakit, dengan dialog khas Jawa Tengah
Riski bilang “nak enek konco seng sakit yo di tilik’i. (kalau ada teman yang sakit ya di
jenguk)”. berhubung yang diajak berdialog orang Jawa Timur mereka semua bingung. Yang
mereka ketahui bahasa “menilik’i”(Jawa Tengah: menjenguk/melihat. Jawa Timur:
mencicipi/mencoba rasa sesuatu).
Dari contoh kasus diatas jelas bahwa dalam sebuah komunikasi antar budaya terjadi
sebuah gangguan (noice), sebenarnya apa yang hendak disampaikan benar namun pada
akhirnya bahasa yang diucapkan memiliki arti yang berbeda dari makna yang diharapkan.
Hal ini tentu sangat dipengaruhi dengan adanya perbedaan antara kultur budaya pada suatu
daerah tertentu. Bila kita kurang mengenal adat dan kebiasaan masyarakat sekitar, maka kita
tidak dapat berkomunikasi secara efektif. Bahasa menentukan berhasil atau tidaknya
komunikasi. Bahasa memiliki sifat unik dan kompleks yang hanya dapat dimengerti oleh
pengguna bahasa tersebut. Jadi, keunikan dan kekompleksan bahasa ini harus dipelajari dan
dipahami agar komunikasi lebih baik dan efektif dengan memperoleh nilai empati dan
simpati dari orang lain.
4. Kesenian
Kesenian mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal dari ekspresi hasrat
manusia terhadap keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun telinga. Sebagai makhluk
yang mempunyai cita rasa tinggi, manusia menghasilkan berbagai corak kesenian mulai dari
yang sederhana hingga perwujudan kesenian yang kompleks.
5. Sistem mata pencarian

Perhatian para antropolog masa awal pada sistem mata pencaharian ini terfokus pada
masalah mata pencaharian tradisional, diantaranya, berburu dan meramu, beternak, bercocok
tanam di ladang, dan menangkap ikan.
6. Sistem teknologi dan peralatan

Teknologi merupakan salah satu komponen kebudayaan. Teknologi menyangkut cara-cara


atau teknik memproduksi, memakai, serta memelihara segala peralatan dan perlengkapan.
Teknologi muncul dalam cara-cara manusia mengorganisasikan masyarakat dan
mengekspresikan rasa keindahan, atau dalam memproduksi hasil-hasil kesenian. Masyarakat
kecil yang berpindah-pindah atau masyarakat perdesaan yang hidup dari pertanian paling
sedikit mengenal delapan macam teknologi tradisional (disebut juga sistem peralatan dan
unsur kebudayaan fisik), yaitu senjata, wadah, alat-alat menyalakan api, makanan, pakaian,
tempat berlindung dan perumahan, alat-alat transportasi.

Pengaruh beberapa unsur kebudayaan tersebut pada makna untuk persepsi terutama pada
aspek individual dan subjektifnya. Dalam pandangan budaya, suatu objek atau peristiwa
sosial yang sama dan memberikan makna objektif yang sama, tetapi makna individualnya
mungkin akan berbeda. Misalnya orang Amerika dengan Arab sepakat menyatakan seseorang
wanita berdasarkan wujud fisiknya. Tetapi kemungkinan besar keduanya akan berbeda
pendapat tentang bagaimana wanita itu dalam makna sosialnya. Orang Amerika memandang
nilai kesetaraan antara pria dengan wanita, sementara orang Arab memendang wanita
cenderung menekankan wanita sebagai ibu rumah tangga.
Contoh Studi Kasus: Pada suatu ketika di jalan raya, terjadi perselisihan antara seseorang
yang suku jawa dengan seorang sopir angkot yang berasal dari daerah tapanuli (batak).
Permasalahan yang terjadi antara keduanya yakni senggol-menyenggol kendaraan di tengah
kemacetan. Karena tidak ada polisi dan kedua belah pihak tetap pada pendiriannya, mereka
sepakat menuju kantor polisi terdekat. Ketika si sopir yang bersuku batak berbicara meledak-
ledak, sang sopir di tegur oleh pak polisi agar berbicara lebih santun dan tenang.
Dengan sekonyong-konyong ia berbicara: “Saya orang Batak, saya tidak bisa berbicara
halus seperti dia (sambil menunjuk ke arah orang yang bersuku jawa). Kami orang batak
kalau bicara lantang dan terus terang tetapi jujur, tidak seperti orang Jawa yang bicara tidak
jujur, berputar-putar dan berbelit-belit”. Untuk orang batak yang baik adalah berbicara
langsung, terbuka dan terus terang karena disitu nilai kejujuran dan keterbukaan dijunjung.
Namun bagi orang jawa, hal itu tidak sopan, kalau berbicara sebaiknya harus santun.
Nilai Kebaikan untukseseorang yang bersuku jawa adalah sopan santun, bicara halus
dengan tutur kata yang baik dianggap keburukan bagi si sopir batak karena dianggap
berputar-putar, berbelit-belit dan tidak jujur. Begitu juga sebaliknya, bagi orang yang bersuku
jawa, sopir bersuku batak tersebut dianggap tidak sopan karena telah berbicara dengan keras
dan dianggap tidak santun. Ini adalah penggambaran yang sangat jelas bagaimana budaya
jawa dan budaya batak berpengaruh pada proses komunikasi mereka. Dengan 2 budaya yang
berbeda disertai juga dengan karakteristik yang berbeda, hal ini akan jelas berpengaruh pada
cara mereka berkomunikasi.
Budaya tidak berhenti pada satu titik, tetapi berproses sepanjang waktu, sebagaimana
progresivitas akal budi (intelektual) manusia. Kajian komunikasi lintas budaya tak dapat
dilepaskan dari kebudayaan sebab dalam komunikasi lintas budaya para peserta komunikasi
dihadapkan dengan masalah perbedaan budaya. Pada umumnya, perbedaan budaya yang
paling menonjol meliputi perbedaan ras, nilai dan norma, sistem religi, serta tradisi. Hal
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Ras

Membicarakan masalah ras adalah membicarakan perbedaan warna kulit, bentuk muka,
dan tubuh. Pengetahuan tentang hal ini akan memengaruhi seseorang dalam tindak
komunikasi. Perbedaan rasial merupakan perbedaan keturunan atau ras yang secara fisik
membedakan antara orang yang satu dan orang lain. Dan setiap ras memiliki budayanya
sendiri yang berbeda satu sama lain.

Kita juga mengenal budaya dan ras, bahwa ras-ras tertentu mempunyai sifat yang sama.
Orang hitam umumnya suku bangsa yang selalu riang gembira suka bernyanyi dan terkadang
dikatakan jorok dan kotor. Orang kulit kuning keturunan cina dan jepang dikatakan manusia
pekerja keras terkadang pelit. Perilaku itu dinamakan perilaku ras, meskipun itu hanya
merupakan perilaku rata-rata.

2. Nilai dan Norma

Menurut Peoples dan Biley, nilai merupakan “kritik atas pemeliharaan budaya secara
keseluruhan karena hal ini mewakili kualitas yang dipercayai orang yang penting untuk
kelanjutan hidup meraka.” Hubungan antara nilai dan budaya begitu kuat, sehingga sulit
untuk membahas yang satu tanpa menyinggung yang lain. Seperti yang ditulis oleh Macionis,
nilai adalah “standar keinginan, kebaikan, dan keindahan yang diartikan dari budaya yang
berfungsi sebagai petunjuk dalam kehidupan sosial.” Nilai-nilai berguna untuk menentukan
bagaimana seseorang bertingkah laku. Untuk sejumlah nilai budaya yang berbeda, seseorang
dapat mengharapkan peserta dalam komunikasi antarbudaya ini akan cenderung untuk
memperlihatkan dan mengantisipasi tingkah laku yang berbeda dalam kesempatan yang
sama. Misalnya, semua budaya memberikan penghormatan terhadap yang lebih tua, kekuatan
nilai ini terkadang sangat berbeda dari satu budaya ke budaya yang lain.

Budaya setiap bangsa mempunyai ciri khas tertentu, unik dan lokal. Setiap budaya
mempunyai cara dan kebiasaan, kepercayaan dan keyakinan yang diambil dari norma, serta
nilai yang berkembang di tengah masyarakatnya.

Sesuatu percakapan dapat dianggap kasar, misalkan dengan memanggil seseorang dalam
sebuah nama “si boncel” yang berarti sebuah sarkastik (ejekan). Boleh saja hal itu bermaksud
untuk membangun suasana yang akrab/humoris, tetapi bagi sebagian orang hal itu terlihat
seperti “biadab” atau tidak memiliki tata krama. Bahkan penyebutan “si” pada panggilan “si
Andi” bagi orang Sunda dianggap sebagai panggilan yang kasar atau tidak terhormat. Sesuatu
yang memunculkan sebuah pelanggaran dari kebiasaan yang baik disebut “tabu” dan setiap
budaya memiliki adab-adab yang dilarang untuk diucapkan yang mungkin pada budaya anda
hal itu biasa saja. Orang Batak versus Orang Jawa atau Sunda, nada suara yang tinggi dapat
dianggap sebagai orang yang berbicara kasar dan tidak menghormati.

3. Sistem Religi

Setiap masyarakat mempunyai sistem religi, yakni adanya kepercayaan manusia terhadap
keberadaban kekuatan yang lebih tinggi, mahakuasa, dan gaib kedudukannya.Praktik dalam
ritual keagamaan diwujudkan dalam bentuk yang khas, seperti berdoa, sembahyang,
bersemedi, berpuasa, berzikir dan lain sebagainya.

Sebagai akar kata dari religion, unsur religi merupakan salah satu unsur universal dari
kebudayaan. Karakteristik utama religi adalah kepercayaan pada makhluk dan kekuatan
supranatural. Masyarakat di dunia memiliki beragam konsepsi tentang makhluk supranatural,
tetapi dapat diklasifikasikan atas tiga kategori, yaitu dewa-dewi, arwah leluhur, dan makhluk
supranatural lain/bukan manusia. Makhluk-makhluk supranatural itu dianggap menguasai
dunia atau bagian tertentu dari dunia.

Sebagian kepercayaan tergolong agama samawi. Tiga agama besar, Yahudi, Kristen, dan
Islam, dikelompokkan sebagai agama Samawi atau agama Abrahamik. Ketiga agama tersebut
memiliki sejumlah tradisi yang sama, sekaligus perbedaan mendasar dalam inti ajarannya.
Ketiganya telah memberikan pengaruh yang besar dalam kebudayaan manusia di berbagai
belahan dunia.
4. Tradisi

Tradisi merupakan adat kebiasaan yang diproduksi oleh suatu masyarakat berupa aturan
atau kaidah sosial yang biasanya tidak tertulis, tetapi dipatuhi, berupa petunjuk perilaku yang
dipertahankan secara turun temurun.

Tradisi budaya suku tertentu biasa dikenal juga dengan kepercayaan seperti penyembahan
terhadap barang, pohon, batu, dan sebagainya. Kepercayaan terhadap hal tersebut atau
sesuatu khususnya tentang perbuatan yang tidak boleh dilakukan dalam keadaan tertentu
biasa disebut mitos. Misalkan, ibu hamil tidak boleh makan nenas, pisang atau buah-buahan
lainnya karena akan berbahaya bagi si bayi. Terkadang mitos-mitos atau pantangan seperti itu
bila di tempat lain hal itu malah dianjurkan atau berdasarkan studi kesehatan justru ibu hamil
membutuhkan banyak vitamin dan gizi yang didapat dari makanan-makanan tersebut.
Namun, mitos atau pantangan tersebut sangat dipatuhi oleh masyarakat pada suku atau sub
suku tertentu.

G. Fungsi Dasar dari Budaya

Inti penting dari budaya adalah pandangan yang bertujuan untuk mempermudah hidup
dengan “mengajarkan“ orang-orang bagaimana cara beradaptasi dengan lingkungannya.
Budaya berperan untuk memperbaiki cara anggota kelompok suatu budaya beradaptasi
dengan ekologi tertentu dan hal ini melibatkan pengetahuan yang dibutuhkan orang supaya
mereka dapat berperan aktif dalam lingkungan sosialnya.” Sedangkan fungsi budaya menurut
Sowell, yakni budaya ada untuk melayani kebutuhan vital dan praktis manusia, untuk
membentuk masyarakat juga untuk memelihara spesies, menurunkan pengetahuan dan
pengalaman berharga ke generasi berikutnya, untuk menghemat biaya dan bahaya dari proses
pembelajaran semuanya mulai dari kesalahan kecil selama proses coba-coba sampai
kesalahan fatal.

Hal yang juga penting adalah bahwa budaya memenuhi kebutuhan dasar seseorang dengan
menggambarkan dunia yang diramalkan di mana seseorang akan berdiri. Hal ini
memungkinkan seseorang untuk mengerti lingkungan sekitarnya. Seperti yang di tuliskan
Haviland, “Bagi manusia, budayalah yang mengatasi dan mengarahkan perilaku.” Penulis
Inggris mengungkapkan hal yang sama dengan lebih sederhana 200 tahun yang lalu, “Budaya
membuat segala sesuatu jadi mudah”. Mudah, karena budaya melindungi orang dari yang
tidak diketahui dengan menawarkan mereka suatu gambaran tentang semua aktivitas hidup.
Walaupun mungkin orang dengan budaya yang berbeda akan menyimpang dari gambaran ini,
paling tidak mereka tahu apa yang diharapkan budaya pada mereka.

H. Pola Budaya

Pola Budaya (cultural pattern) atau arketipe, dapat dideskripsikan sebagai “gambaran yang
sangat luas dari susunan dunia dan hubungan seseorang dengan susunan tersebut.
Maksudnya, hubungan seseorang dengan kebudayaan yang lebih besar menjadi relevan
ketika menginterprestasikan makna. Tindak tutur, episode hubungan, dan naskah kehidupan
dapat dipahami dalam level budaya. Hal ini menjadi lebih penting ketika dua orang dari dua
budaya yang berbeda berusaha untuk memahami perkataan satu sama lain.
Judith Martin dan Thomas Nakayama (2004) menyatakan bahwa budaya Amerika Serikat
mendorong adanya individualisme atau pandangan dimana kepentingan individu didahulukan
daripada kepentingan kelompok.
Individualism berfokus pada kebebasan dan inisiatif. Budaya yang lain (seperti Kolombia,
Peru, dan Taiwan) menekankan kolektivisme (collectivism), atau pandangan
dimana kepentingan kelompok harus didahulukan daripada kepentingan pribadi. Kesulitan
akan muncul ketika dua orang dari sudut pandangan yang berbeda ini menginterprestasikan
makna dari sudut pandang mereka. Karenanya, budaya membutuhkan kesamaan makna dan
nilai.
I. Hubungan Komunikasi Dengan Budaya

Komunikasi dan budaya tidak dapat dipisahkan, karena komunikasi dan budaya adalah
dua hal yang berbeda. Komunikasi adalah proses penyampaian pesan di antara para pelaku
komunikasi dengan tujuan untuk saling memahami satu sama lain. Sedangkan budaya dapat
dikatakan sebagai cara berperilaku suatu komunitas masyarakat secara berkesinambungan.
Namun demikian komunikasi dan budaya eksistensinya saling berkaitan. Suatu budaya dapat
dilestarikan dan diwariskan kepada generasi penerus melalui proses komunikasi. Disini,
komunikasi berfungsi sebagai alat penyebaran tradisi dan nilai-nilai budaya. Komunikasi dan
budaya adalah dua entitas tak terpisahkan, sebagaimana yang dikatakan Edward T. Hall,
bahwa budaya adalah komunikasi dan komunikasi adalah budaya.
Dalam komunikasi lintas budaya terjadi pertukaran antara satu budaya dan budaya
lainnya. Titik tekan budaya dalam konteks komunikasi lintas budaya lebih banyak berkaitan
dengan aspek-aspek budaya immaterial, seperti bahasa, tradisi, kebiasaan, adat istiadat,
norma, serta nilai moral, etika, gagasan, religi, kesenian, kepercayaan, dan sebagainya.
Dalam hal ini, bisa diperhatikan bagaimana cara orang Jawa, Sunda, Batak, Minang, Bali
berbicara dan berinteraksi. Cara orang Sunda berkomunikasi berbeda dengan orang Batak,
Betawi, Jawa, Bali, dan sebagainya. Perbedaan tersebut terdapat berupa logat, tata cara,
perilaku nonverbal, atau simbol-simbol yang digunakan. Orang jawa yang berada di bandung
akan menemukan banyak halberbeda tentang cara dan kebiasaan berperilaku, logat bicara,
bahasa, sikap, dan nilai-nilai yang dianut orang sunda. Agar komunikasi yang dibangun oleh
orang-orang yang berbeda budaya ingin berjalan dengan baik, pemahaman budaya satu sama
lain adalah sebuah keharusan.

Contohnya yakni misalnya tentang pernikahan beda budaya. Pernikahan antara orang
Batak dengan orang Sunda, dimana orang Batak itu terkenal dengan bahasa dan intonasi
nadanya yang keras, tegas, dan lantang, sedangkan orang Sunda, terkenal dengan bahasa dan
intonasi nadanya yang halus, lemah lembut. Seharusnya sebelum menikah mereka terlebih
dahulu mengetahui seperti apa adat, kebiasaan dan komunikasi jika kita sedang
berkomunikasi dengan orang yang berbeda budaya dengan kita. Di dalam keluarga yang
terbentuk dengan kebudayaan yang berbeda haruslah terjalin komunikasi yang baik, dan
harus bias memahami kebudayaan masing-massing pasangannya. Contohnya jika suami
(orang Batak) berbicara kepada istrinya (orang sunda) dengan nada tegas dan lantang, maka
istri harus bias memahami bahwa suami bukan sedang marah kepadanya, melainkan memang
khas orang Batak bersuara seperti itu. Harus bersikap mengayomi pasangan dengan antar
kebudayaan yang mereka anut, memahami karakter pasangannya yang berbeda budaya, baik
pasangan maupun keluarganya. Terbentuknya sebuah kebudayaan baru di dalam keluarga
tersebut sehingga terjadi komunikasi yang efektif dan mendukung satu sama lain antara
pasangan yang berbeda budaya itu, sehingga tidak diragukan lagi bagaimana mereka
berkomunikasi satu dengan yang lainnya.

J. Problematika Kebudayaan Indonesia

Menelusuri permasalahan kebudayaan di Indonesia, akan ditemukan sebuah fenomena


yang biasa dihadapi, yaitu kerendahan diri masyarakat Indonesia terhadap kebudayaannya
sendiri. Kerendahan diri ini muncul dari hubungan antara kebudayaan barat dengan
kebudayaan daerah di Indonesia. Barat yang sering diposisikan sebagai pihak superior dan
kebudayaan daerah di Indonesia sebagai pihak inferior.
Problem kebudayaan saat ini antara lain, terjadinya pemahaman budaya yang cenderung
keliru. Hal tersebut akibat miskomunikasi budaya antargenerasi yang terus menerus terjadi.
Padahal, sebagai sistem gagasan yang terdiri dari nilai-nilai, norma dan aturan, kebudayaan
harus dilihat dalam tiga aspek sekaligus, masing-masing proses pembelajaran, konteks, dan
pelaku pendukung kebudayaan. Ketiga aspek tersebut dapat menentukan seberapa besar dan
kuat peran kebudayaan dalam membangun kehidupan lebih baik.

K. Memahami Perbedaan-Perbedaan Budaya

Budaya adalah gaya hidup unik suatu kelompok manusia tertentu. Budaya bukanlah
sesuatu yang dimiliki oleh sebagian orang dan tidak dimiliki oleh sebagian orang yang
lainnya, budaya dimiliki oleh seluruh manusia dan dengan demikian seharusnya budaya
menjadi salah satu faktor pemersatu. Pada dasarnya manusia-manusia menciptakan budaya
atau lingkungan sosial mereka sebagai suatu adaptasi terhadap lingkungan fisik dan biologis
mereka. Individu-individu sangat cenderung menerima dan mempercayai apa yang dikatakan
budaya mereka. Mereka dipengaruhi oleh adat dan pengetahuan masyarakat dimana mereka
tinggal dan dibesarkan, terlepas dari bagaimana validitas objektif masukan dan penanaman
budaya ini pada dirinya. Individu-individu itu cenderung mengabaikan atau menolak apa
yang bertentangan dengan “kebenaran” kultural atau bertentangan dengan kepercayaan-
kepercayaannya. Inilah yang seringkali merupakan landasan bagi prasangka yang tumbuh
diantara anggota-anggota kelompok lain, bagi penolakan untuk berubah ketika gagasan-
gagasan yang sudah mapan menghadapi tantangan.

Setiap budaya memberi identitas kepada sekolompok orang tertentu sehingga jika kita
ingin lebih mudah memahami perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam msaing-masing
budaya tersebut paling tidak kita harus mampu untuk mengidentifikasi identitas dari masing-
masing budaya tersebut yang antara lain terlihat pada:

1. Komunikasi dan Bahasa Sistem komunikasi

Verbal maupun Nonverbal, membedakan suatu kelompok dari kelompok lainnya.


Terdapat banyak sekali bahasa verbal diseluruh dunia ini demikian pula bahasa nonverbal,
meskipun bahasa tubuh (nonverbal) sering dianggap bersifat universal namun perwujudannya
sering berbeda secara lokal.

2. Pakaian dan Penampilan

Pakaian dan penampilan ini meliputi pakaian dan dandanan luar juga dekorasi tubuh yang
cenderung berbeda secara kultural.
3. Makanan dan Kebiasaan Makan

Cara memilih, menyiapkan, menyajikan dan memakan makanan sering berbeda antara
budaya yang satu dengan budaya yang lainnya. Subkultur-subkultur juga dapat dianalisis dari
perspektif ini, seperti ruang makan eksekutif, asrama tentara, ruang minum teh wanita, dan
restoran vegetarian.

4. Penghargaan dan Pengakuan

Cara untuk mengamati suatu budaya adalah dengan memperhatikan cara dan metode
memberikan pujian bagi perbuatan-perbuatan baik dan berani, lama pengabdian atau bentuk-
bentuk lain penyelesaian tugas.

5. Nilai dan Norma

Berdasarkan sistem nilai yang dianutnya, suatu budaya menentukan norma-norma perilaku
bagi masyarakat yang bersangkutan. Aturan ini bisa berkenaan dengan berbagai hal, mulai
dari etika kerja atau kesenangan hingga kepatuhan mutlak atau kebolehan bagi anak-anak.

tempat seseorang secara persis, sementara budaya-budaya lain lebih terbuka dan berubah.

6. Proses mental dan Belajar

Beberapa budaya menekankan aspek perkembangan otak ketimbang aspek lainnya


sehingga orang dapat mengamati perbedaan-perbedaan yang mencolok dalam cara orang-
orang berpikir dan belajar.

7. Kepercayaan dan Sikap

Semua budaya tampaknya mempunyai perhatian terhadap hal-hal supernatural yang jelas
dalam agama-agama dan praktek keagaman atau kepercayaan mereka.

L. Sejarah Munculnya Kajian Budaya

Kajian budaya pertama kali muncul di Inggris, pada tahun 1990-an, Universitas tua di
Inggris, telah melakukan penelitian di bawah Birmingham Centre for Contemperary Culture
studies. Konstribusinya antara lain membuat studi untuk mencari makna ideologis dari bentuk
kebudayaan yang ada. Melalui Birmingham Centre ini beberapa ilmuan telah mempelopori
pemakaian semiotika dalam cultutal studies.
Di Eropa ada usaha untuk membangun kajian budaya sebagai disiplin ilmu tersendiri.
Kajian budaya berusaha mengeksplori hubungan antara bentuk-bentuk kekuasaan ini dan
berusaha mengembangkannya cara berfikir tentang kebudayaan dan kekuasaan yang dapat
dimanfaatkan oleh sejumlah agen dalam usaha melakukan perubahan. Di Amerika
berkembang kajian budaya dengan tema untuk mengkaji mass culture(budaya massa) dan
budaya pop. Dalam perkembangnya di Amerika Serikat, Australia, Afrika dan Amerika
Latin, kajian budaya mencari bentuknya sendiri.

Dalam perkembangannya, kajian budaya juga muncul di Indonesia walaupun belum


meluas seperti di Eropa dan Amerika. Saat ini kajian budaya di Indonesia telahdikembangkan
di Universitas Udayana Denpasar, Universitas Indonesia Jakarta dan di buka di Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta. Hingga kina para penggagas kajian budaya di Indonesia ingin agar
pendekatan yang dipakai untuk mendiagnosa fenomena budaya benar-benar menggunakan
metode kritis.

M. Kaitan Budaya Dan Simbol

Hubungan antara budaya dan simbol menjadi jelas ketika Ferraro menuliskan, “simbol
mengikat orang yang mungkin saja bukanlah bagian dari suatu kelompok yang bersatu”.
Portabilitas (sifat mudah dibawa) simbol memungkinkan orang untuk membungkus,
menyimpan, dan menyebarkannya. Pikiran, buku, gambar, film, tulisan tentang agama, video,
aksesori komputer dan sebagainya memungkinkan suatu budaya melestarikan apa yang
dianggap penting dan berharga untuk diturunkan. Hal ini membuat setiap individu tanpa
memandang generasinya mewarisi sejumlah informasi yang sudah dikumpulkan dan
dipertahankan sebagai antisipasi ketika ia masuk dalam suatu budaya.
Simbol merupakan segala sesuatu yang mengandung makna khusus yang diketahui oleh
orang-orang yang menyebarkan budaya. Simbol budaya dapat dalam bentuk, gerakan,
pakaian, objek, bendera, ikon keagamaan, dan sebagainya.

N. Hasil Wawancara
Komunikasi lintas budaya menjadi salah satu hal yang menarik untuk dikaji dan
diperbincangkan, pasalnya setiap budaya memiliki berbagai komunikasi verbal maupun
nonverbal yang berbeda antara budaya yang satu dengan yang lain. Perbedaan tersebut yang
tidak jarang dapat membuat persepsi atau pemaknaan yang berbeda antar berbeda budaya saat
mereka berkomunikasi satu sama lain. Oleh karena itu, untuk mengetahui hal-hal yang
berbeda dalam komunikasi antar budaya tersebut. Saya tertarik mewawancara dua orang
Mahasiswa UIN Bandung yang berasal dari Somalia dan Thailand yang bernama Rulyabi
Soelaeman berasal dari Somalia dan Sannhy Hawa berasal dari Patani Thailand.
 Apa kepercayaan/agama yang dianut di Thailand?
Jawab : Budha, Konghucu, Tao, Islam, Hindu, Protestan namun mayoritas Budha
 Adakah aspek komunikasi nonverbal yang biasa digunakan dalam orang-orang
budaya Thailand saat berkomunikasi?
Jawab : kami menganut konsep waktu monokronik yang menghargai waktu,
berusaha untuk tepat menepati janji. Selain itu, komunikasi nonverbal juga
dilakukan saat gerakan tubuh saat gongshou untuk memberikan penghormatan
kepada orang lain, tidak jauh beda dengan warga Indonesia orang Thailand pun
kebanyakan adalah orang-orang yang suka bercanda dan lain-lain.
 Menurutmu, bagaimana persepsi kamu mengenai orang-orang Indonesia? terutama
saat mereka berkomunikasi satu sama lain?
Jawab : first impression saya ketika pertama kali berkomunikasi dengan orang
Indonesia adalah sikap mereka yang ramah terhadap saya.
 Budaya Thailand termasuk ke dalam high context atau low context communication?
Jawab : termasuk ke dalam low context communication
 Apakah kamu merasa kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang Indonesia?
Jika iya, bagaimana cara kamu mengatasi kesulitan-kesulitan itu?
Jawab : awalnya memang merasa sulit, namun seiring berjalannya waktu saya
dapat beradaptasi terutama dalam berkomunikasi dengan teman-teman saya dari
Indonesia terutama di Mahad Aljamiah.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dunia yang luas terdiri dari berbagai negara tentu saja memiliki beraneka ragam corak
budaya. Indonesia termasuk di dalamnya yang memberikan corak budya tersendiri. Faktor
geografis merupakan salah satu faktor mengapa Indonesia memiliki beranekaragam budaya.
Luas Indonesia yang sebagian besar adalah luas lautan menjadikan wilayah Indonesia secara
topografi terpisah menjadikan ciri khas atau perbedaan budaya dari masing- masing daerah.
Budaya antar wilayah Indonesia berbeda melainkan tetap dalam satuan wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

Tidak ada batasan antara budaya dan komunikasi, seperti yang dinyatakan Hall, “Budaya
adalah komunikasi,dan komunikasi adalah budaya”. Dengan kata lain ketika membahas
budaya dan komunikasi sulit untuk memutuskan mana yang menjadi suara dan mana yang
menjadi gemanya. Alasannya adalah karena anda “mempelajari” budaya anda melalui
komunikasi dan pada saat yang sama komunikasi merupakan refleksi budaya anda. Ketika
seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan
menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.

Anda mungkin juga menyukai