(CONFLICT TRANSFORMATION)
MAKALAH
Disusun Oleh :
Tini
Riki
Karmin
Nurhayati
Imron Maulana
Oleh
Karmin, Imron Mulana, Tini, Riki, dan Nurhayati
Mahasiswa STAI Muhammadiyah Garut
A. Pendahuluan
Naskah makalah yang akan disusun sesuai dengan tema yang diberikan
oleh Dosen pengampu mata kuliah yaitu tentang transformasi konflik, yang
merupakan bagian subtema dari mata kuliah manajemen konflik. Manajemen
Konflik dapat dianggap sebagai suatu pendekatan terhadap pengelolaan
konflik yang menyediakan kerangka kerja strategis untuk mendukung tujuan
dan hasil bisnis jangka pendek hingga jangka panjang. Pendekatan ini
berkaitan dengan konsep konflik dan strategi untuk mengelola konflik secara
dalam.
Transformasi konflik mencakup berbagai proses dan pendekatan yang
diperlukan untuk membawa konflik secara konstruktif dalam konteks dan
tingkatan yang berbeda, dalam jangka waktu panjang ataupun pendek.
Transformasi konflik juga bergerak bersama dengan perjanjian yang terjadi dalam
sebuah konflik, sama seperti pengelolaan dan resolusi konflik.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk agar seluruh mahasiswa
mampu memahami materi sesuai tema yang diberikan oleh dosen, diantaranya
; 1) Memahami dan terampil dalam teori utama konflik dan resolusi dalam
konteks global. Mahasiswa akan dapat belajar bagaimana kritis menilai peran
faktor material, irasionalitas, identitas, dan keadilan subjektif. Mahasiswa juga
akan belajar untuk membedakan antara sumber struktural dan relasional dari
konflik dan efektif membahas dinamika situasi konflik dan teori-teori yang
mendasari perubahan mengenai intervensi potensial. Mereka akan memahami
hubungan dari teori ke praktek dan sebaliknya. 2) Mengembangkan
keterampilan praktis dalam analisis konflik, negosiasi, komunikasi, interaksi
lintas budaya, dan akan memperkuat kemampuan mereka untuk bekerja secara
efektif dengan kelompok-kelompok dalam konteks yang beragam. Mereka
juga akan belajar keterampilan dasar utama dalam mediasi, dialog, fasilitasi,
dan proses inti lainnya di lapangan. 3) Memahami bidang penyelesaian
konflik, sejarah, institusi (termasuk donor, lembaga kebijakan, dan pelaksana),
dan perdebatan etis dan praktis saat ini. 4) Mampu melakukan analisis konflik
dalam masyarakat dan untuk menerapkan teori praktis. Mahasiswa akan
mengembangkan pemahaman tentang peran pihak ketiga, kompleksitas
intervensi dalam situasi konflik, dan etika inti, seperti tidak membahayakan
dan kepekaan budaya. 5) Mampu mengeksplorasi bagaimana
mengintegrasikan keterampilan resolusi konflik dan prinsip-prinsip di
berbagai sektor. Mereka juga akan mendapatkan kemampuan untuk
membahas tantangan dan peluang dalam membangun perdamaian integratif.
6) Mampu mengasah kemampuan membaca, menulis, penelitian, dan
komunikasi lisan mereka. Mereka akan mulai berpikir secara holistik tentang
konflik dan tahu bagaimana untuk mengumpulkan data dari sumber-sumber
primer dan sekunder. 7) Mengenal aspek-aspek dasar dari konflik penelitian
terkait seperti penilaian konflik, pemetaan masyarakat, menjelajahi peran dan
kebutuhan beberapa pihak, dan memeriksa peran intervensi potensial.
B. Metode
Penyususnan makalah ini dikerjakan secara bersama sesuai kelompok
tugas dengan menggunakan pendekatan kualitatif. melalui metode library
research. Pada penyusunan makalah ini yang akan dilakukan dengan
menggunakan teknik pengumpulan dan pengambilan data melalui buku- buku, e-
book, jurnal ilmiah, hasil penelitian, artikel dan opini media cetak, website dan
sumber dokumen tertulis lain yang bisa dijadikan sebagai sumber informasi dan
data untuk bisa dianalisis.
Data yang sudah dikumpulkan dari berbagai sumber berupa buku-buku
teks, e-book, jurnal ilmiah, hasil penelitian, artikel dan opini di media cetak,
website dan sumber dokumen tertulis lain dipisahkan dalam dua klasifikasi, yaitu
kelompok data primer dan kelompok data sekunder. Yang masuk dalam kategori
data primer yaitu data yang bersumber dari buku-buku teks, e-book, jurnal ilmiah
dan artikel ilmiah. Sedangkan data sekunder terdiri dari data yang diperoleh dari
artikel dan opini media cetak, dokumentasi organisasi, dan website.
Analisis data dilakukan melalui tiga prosedur yang biasa dilakukan dalam
penelitian kualitatif, yaitu: reduksi data, penyajian data, dan verifikasi yang
berakhir pada penarikan kesimpulan. Setelah rangkaian data terkumpul, reduksi
data dilakukan melalui pemilahan dan pengklasifikasian data, klasifikasi data
dilakukan didasarkan jenis data yang terkumpul dari catatan-catatan yang ada
tentang obyek dan materi makalah, selanjutnya data yang sudah dipilah akan
dirangkum dan difokuskan pada persoalan yang akan dianalisis, data yang tidak
terpakai akan disingkirkan agar tidak mempengaruhi data pokok yang akan
diuraikan dalam analisis.
Selanjutnya dilakukan konfirmasi data yang merupakan verifikasi data dan
pendalaman data untuk selanjutnya dilakukan analisis data sesuai dengan
konstruksi pembahasan hasil penyusunan makalah yang diinginkan agar berhasil
ditarik kesimpulan yaang tepat dan mampu menampilakan isi pembahasan sesuai
dengan tema yang diajukan. Pada tahap ini, pengolahan data dianggap optimal
apabila data yang diperoleh sudah layak dianggap lengkap dan dapat
merepresentasikan tema makalah yang disusun.
C. Pembahasan
Makalah ini akan membahas beberapa tema yang berkaitan dengan
keadaan konflik yang biasa terjadi disekitar organisasi mahasiswa, mulai dari
hakikat sampai dengan kejadian konflik secara objektif. Berikut pembahasannya
akan disajikan dalam masing-masing bagian tema yang di kutif dari jurnal
penelitian (Abdul Aziz SR, 2019).
1. Hakikat Konflik
Konflik (conflict) – dari bahasa Latin configere yang berarti saling
memukul – dalam literatur Ilmu-ilmu sosial dan Ilmu Politik secara umum
dipahami sebagai pertentangan atau perselisihan antarkelompok dan
antarwarga dalam kehidupan sosial dan politik karena berbagai sebab dan
kepentingan-kepentingan.
Konflik biasanya melibatkan pertentangan antara dua pihak atau lebih
mengenai nilai, atau anggapan yang dipandang tinggi. Konflik bisa saja
berawal dari perbedaan nilai susila, misalnya. Lalu, konflik sesungguhnya
dapat melibatkan tiga hal yaikni status, kekuasaan, dan sumber daya yang
langka. Akan tetapi, tiga sumber atau akar konflik itu terkadang muncul secara
samar. Karena itu, penjelasaan akar konflik lebih cenderung multiargumen
ketimbang satu argumen saja.
Sosiolog Ted Gurr menyebutkan sedikitnya empat ciri konflik, yaitu:
[1] dua atau lebih pihak yang terlibat; [2] mereka terlibat dalam tindakan yang
saling memusuhi; [3] mereka menggunakan tindakan kekerasan yang
bertujuan untuk menghancurkan, melukai, dan menghalang-halangi lawannya;
dan [4] interaksi yang bertentangan ini bersifat terbuka sehingga bisa dideteksi
dengan mudah oleh para pengamat independent.
Konflik melibatkan berbagai aktor, seperti: para protagonis yang
tercipta dalam konflik; mereka yang memiliki pengaruh besar, termasuk para
pendukung dari berbagai sikap, proses, dan hasil yang terjadi dari konflik;
para penghubung dan mediator (juga termasuk para pedagang senjata, pelaku
pasar gelap dan pemeras, para provokator dan penghasut yang memanipulasi
konflik demi kepentingan pribadi). Sistem nilai budaya yang acapkali
mengelompokkan masyarakat dalam hubungan yang cenderung kompetitif dan
dominatif ketimbang hubungan yang bersifat koperatif; makan atau dimakan,
kalah atau mengalahkan. Proses ini pada akhirnya menumbuhkembangkan
kembali hukum purba, yakni siapa yang kuat dialah yang membuat hukum.
Dasar asumsi ini selanjutnya menggiring pikiran kita pada pengesahan praktik
pembantaian, teror nuklir, perang bintang, dan sebagainya. Ketika kita
berpikir tentang konflik, ingatan kebanyakan tertuju pada bayangan rasa
sakit, penderitaan, dan kematian yang muncul sebagai dampak dari
kekerasan atau peperangan.
Sesungguhnya asumsi ini tidak sepenuhnya benar. Sebab, tidak
selamanya konflik memiliki kaitan erat dengan kekerasan dan penderitaan.
Hingga tingkatan tertentu konflik diperlukan dalam masyarakat, misalnya
untuk menciptakan perubahan-perubahan. Konflik membawa kita pada
klasifikasi pilihan-pilihan dan kekuatan untuk mencari penyelesaiannya.
Konflik selalu memiliki dua sisi. Secara inheren konflik membawa potensi
risiko dan peluang. Konflik juga menciptakan energi. Energi dapat bersifat
destruktif atau kreatif, atau gabungan keduanya.
Konflik mengandung makna “kaleodoskop”. Konflik merupakan
drama yang dapat dianalisis sebagian dengan memahami siapa, apa, di mana,
kapan, dan mengapanya. Kebanyakan konflik itu seperti rashomon. Tidak ada
kebenaran utuh yang berdiri sendiri, melainkan berbagai konstruksi dari realita
satu titik tolak yang sama adalah untuk memahami berbagai makna yang
dikandung oleh sebuah konflik.
Bagi Coser, konflik adalah perselisihan mengenai nilai-nilai atau
tuntutan-tuntutan yang berkenaan dengan status, kuasa, dan sumber-sumber
kekayaan yang persediaannya tidak mencukupi, di mana pihak-pihak yang
berselisih tidak hanya bermaksud untuk memperoleh barang yang diinginkan,
melainkan juga memojokkan, merugikan, atau menghancurkan lawan mereka.
Konflik dapat berlangsung antara individu-individu, kelompok- kelompok,
atau individu dengan kelompok.
Dalam konteks ini, konflik memiliki tujuan tertentu yakni untuk
mempertahankan yang selama ini sudah dimiliki sekaligus merupakan
kecenderungan hidup manusia. Manusia ingin memelihara sumber-sumber yang
menjadi miliknya, dan berupaya mempertahankan dari usaha pihak lain untuk
merebut atau mengurangi sumber-sumber tersebut. Yang ingin dipertahankan
bukan hanya harga diri, keselamatan hidup, dan keluarganya, melainkan juga
wilayah/daerah tempat tinggal, kekayaan, dan kekuasaan yang dimiliki. Selain
ingin mempertahankan, juga ingin mendapatkan sumber-sumber itu. Jadi,
dapat disederhanakan bahwa konflik memiliki dua tujuan yakni mendapatkan
dan mempertahankan sumber-sumber yang dimiliki.
2. Teori Konflik
Tokoh-tokoh Darwinisme Sosial menggunakan konsep-konsep
struggle dan survival of the fittest dalam melukiskan kehidupan bersama.
Vilfredo Pareto telah menerangkan pergolakan dunia menjelaskan pergolakan
dunia politik sebagai akibat mekanis pertentangan antara dua tipe individu,
yakni the lions dan the foxes yang keduanya secara bergilir menunggu
kesempatan untuk berkuasa. Lalu, Sumner memunculkan konsep “kerjasama
yang antagonistis” yang diandaikan mewakili inti hakikat masyarakat.
Sementara itu, Marx mencoba memahami seluruh kehidupan sosial-budaya
menjadi ditentukan oleh pertentangan antarkelas yang terlibat dalam proses
produksi yakni kelas kapitalis (yang mengontrol alat-alat produksi) dan kelas
proletariat (yang diandaikan hanya berhak melahirkan keturunan). Tetapi,
Simmel dan juga Weber memandang konflik sebagai sesuatu yang tak
terhindarkan dan turut memainkan peran positif dalam mempertahankan
masyarakat serta memupuk rasa persatuan.
Dalam konteks teori-teori konflik mikro, terdapat asumsi-asumsi kaum
behavioris, misalnya, yang meyakini bahwa akar penyebab perang itu terletak
pada sifat dan perilaku manusia dan keyakinan bahwa ada hubungan yang erat
antara konflik intrapersonal dan konflik yang merambah tata-sosial eksternal.
Kaum behavioris meyakini peran sentral hipotesa stimulus-respons. Penganut
aliran ini berusaha mengukuhkan apakah manusia memiliki karakteristik
biologis atau psikologis yang akan membuat kita cenderung kearah agresi atau
konflik.
Teori pembelajaran sosial (social learning theory) berdasar hipotesa
bahwa agregasi bukanlah sifat dasar bawaan (innate) atau naluri/instink
(instinctual) melainkan hasil pembelajaran melalui proses sosialisasi. Hipotesis
ini adalah pendirian/ pendapat, seseorang memperoleh sifat agresi dengan cara
mempelajari dari rumah, sekolah, dan dari interaksinya dengan lingkungan pada
umumnya. Interaksi dalam masyarakat itu membantu memusatkan dan memicu
sifat agresi yang terpendam terhadap musuh. Konsep ini penting terutama ketika
konflik itu bersifat etno-nasional atau sektarian.
Sementara teori-teori konflik makro, di mana para ahli sependapat
bahwa kekuasaan itu datang dalam berbagai bentuk: ekonomi, politik, militer,
bahkan budaya. Asumsi umum makro atau teori klasik adalah bahwa akar
konflik berasal dari persaingan kelompok dalam pengejaran kekuasaan dan
sumber-sumber. Asumsi-asumsi ini beroperasi pada faktor-faktor motivasi sadar
dalam lingkungan yang berorientasi material. Dalam teori makro terdapat
seperangkat konsep yang dapat diambil dari studi konflik etnis. Di sinilah
letak pentingnya pemahaman konflik etnonasional karena konsep yang sama
dapat diterapkan pada konflik sektarian. Dalam masyarakat yang sangat
terpecah-pecah, persoalan etnis merasuk ke dalam banyak sekali masalah
rencana pembangunan,kontroversi pendidikan, masalah perdagangan,
kebijakan pertanahan, kebijakan ekonomi, dan perpajakan.
Meskipun agama dan kehilangan ekonomi mungkin merupakan faktor
penunjang terhadap timbulnya konflik etnis, maka oposisi terhadap identitas
nasionallah yang menentukan konflik. lnilah yang merupakan pedoman yang
buruk bagi perilaku yang diilhami oleh etnonasional. Salah satu konsep kunci
dan berlawanan untuk perilaku etnonasional adalah tidak digerakkan oleh elit,
sebagaimana fenomena politik lainnya, tetapi hal ini digerakkan oleh massa.
Teori kebutuhan manusia, yang mengacu pada hipotesis bahwa
manusia mempunyai kebutuhan- kebutuhan dasar yang harus dipenuhi untuk
memelihara masyarakat yang stabil. Keterlibatan manusia dalam situasi
konflik mendorongnya berjuang di dalam lingkungan kelembagaannya pada
setiap tataran sosial untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan primordial dan
universal, seperti keamanan, identitas, pengakuan, dan pembangunan. Mereka
terus berusaha menguasai lingkungannya yang diperlukan untuk menjamin
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut. Perjuangan ini tidak bisa dikekang,
dan perjuangan ini sifatnya primordial.
Di dalam Sosiologi Konflik, dibedakan dengan tegas antara perasaan-
perasaan subyektif (amarah, kebencian, antipati, keinginan balas dendam, dan
sebagainya) dan relasi-relasi pertentangan yang objektif dan struktural.
Analisis konflik lebih memberi perhatian terhadap relasi-relasi
pertentangan yang objektif dan struktural.
D. Kesimpulan
Konflik terkadang tak terhindarkan, dan ia menjadi bagian dari realitas
sosial dan politik. Konflik, jika kemudian terjadi, tidak kemudian lari darinya
dan membiarkannya menyelesaikan dirinya sediri, melainkan untuk dihadapi,
ditangani, dan ditransformasikan. Menangani dan mentransformasikan konflik
memang tidak semata-mata urusan dan tanggung jawab negara, melainkan juga
tanggung jawab masyarakat. Hanya saja, negara dan/atau pemerintah mesti berdiri
paling depan serta aktif memberikan fasilitasi dalam proses transformasi konflik.
Organisasi merupakan wadah bagi mahasiswa untuk mengaktualisasikan
dirinya. Sebagai aktivis mahasiswa, mereka dituntut untuk peka terhadap kondisi
lingkungan sekitar. Fenomena keorganisasian yang banyak terjadi ialah
bagaimana keterlibatan organisasi dalam mengelola konflik yang terjadi di tengah
masyarakat, atau yang sering dikenal dengan istilah transformasi konflik sosial.
Karena tidak bisa dipungkiri bahwa fungsi dari adanya organisasi dibentuk ialah
memberikan manfaat bagi lingkungan sekitarnya. Secara tanggung jawab moral
selaku anggota organisasi mahasiswa atau sebagai aktivis organisasi mahasiswa
hendaknya memiliki peran, yaitu sebagai Agent of Change, Social Control, dan
Iron Stock.
E. Daftar Pustaka