BAB I
PENDAHULUAN
Masyarakat Indonesia memiliki berbagai macam keberagaman seperti agama, bangsa ras,
bahasa, adat istiadat dan sebagainya. Indonesia terkenal dengan keberagaman budayanya.
Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal budaya didefinisikan
sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna dan diwariskan
dari generasi ke generasi, melalui usaha individu dan kelompok.
Komunikasi diperlukan untuk mengenal budaya yang satu dengan budaya yang lainnya.
Dengan berkomunikasi seseorang dapat memahami perbedaan antar budaya yang satu dengan
yang lainnya. Komunikasi dan budaya mempunyai hubungan timbal balik. Budaya menjadi
bagian dari perilaku komunikasi, dan komunikasi pun selalu menentukan budaya.
Komunikasi antar budaya terjadi jika bagian yang terlibat dalam kegiatan komunikasi
membawa latar belakang budaya pengalaman yang berbeda dan mencerminkan nilai yang
dianut oleh kelompoknya.
Berkomunikasi merupakan kebutuhan yang fundamental bagi seseorang yang hidup
bermasyarakat, tanpa komunikasi tidak mungkin masyarakat terbentuk, sebaliknya tanpa
masyarakat, maka manusia tidak mungkin dapat mengembangkan komunikasi. Manusia
adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam hidup manusia selalu
berinteraksi dengan sesama serta dengan lingkungan. Manusia hidup berkelompok baik
dalam kelompok besar maupun kelompok kecil.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Komunikasi Lintas Budaya
Komunikasi lintas budaya adalah proses pertukaran pikiran dan makna antara orang-orang
yang berbeda budaya. Ketika komunikasi tersebut terjadi antara orang-orang berbeda
bangsa(international), antaretnik(interethnical), kelompok ras(interracial), atau komunikasi
bahasa(intercommunal), disebut komunikasi lintas budaya.
Menurut Liliweri (2003:9), dalam bukunya yang berjudul Komunikasi Antarbudaya,
memberikan definisi komunikasi antarbudaya atau komunikasi lintas budaya sebagai
pernyataan diri antarpribadi yang paling efektif antar dua orang yang saling berbeda latar
belakang budayanya.
Komunikasi Lintas Budaya dalam pengertian yang lebih luas lagi, merupakan pertukaran
pesan yang disampaikan secara lisan, tertulis, bahkan secara imajiner antara dua orang yang
berbeda latar belakang budaya.[1]
D. Definisi Budaya
Secara etimologj, budaya berasal dari bahasa sanskerta. Buddhayah, yang merupakan
bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal). Selanjutnya, budaya diartikan sebagai hal-hal
yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Berbudaya berarti mempunyai budaya,
mempunyai pikiran dan akal budi untuk memajukan diri. Kebudayaan diartikan sebagai
segala sesuatu yang dilakukan manusia sebagai hasil pemikiran dan akal budi.
Budaya dalam bahasa Inggris disebut culture, yang berasal dari kata latin, colere, yang
berarti mengolah atau mengerjakan, dan bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau
bertani. Kata culture juga merupakan kata lain dari occult yang berarti benak dan pikiran. The
American Herritage Dictionary mengartikan culture sebagai suatu keseluruhan dari pola
perilaku yang ditransmisikan melalui kehidupan sosial, seni, agama, dan kelembagaan.
Budaya dari bahasa latin, yakni dari akar kata cultura. Dalam bahas Perancis, la Culture
berarti esemble des aspects intellectuals d’une civilization (serangkaian bidang intelektual
dalam sebuah peradaban). Budaya adalah suatu konsep yang mencakup berbagai kompenen
yang digunakan manusia untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan hidupnya sehari-hari
(Purwasito, 2003:95).[4]
Edward B. Taylor mendefinisikan budaya sebagai keseluruhan sistem yang kompleks,
yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-
istiadat, dan kemampuan lain serta kebiasaan yang diperoleh dan dipelihara manusia sebagai
anggota masyarakat.[5]
Williams mendefinisikan bahwa budaya mencakup organisasi produksi, struktur lembaga,
yang mengekspresikan atau mengatur hubungan sosial, dan bentuk-bentuk komunikasi khas
antaranggota masyarat.
Trenholm dan Jensen (1992:238) mendefinisikan budaya sebagai seperangkat nilai,
kepercayaan, norma, adat istiadat, aturan, dan kode yang secara sosial mendefinisikan
kelompok orang yang memilikinya, mengikat mereka satu sama lain dan memberi mereka
kesadaran bersama. [6]
Harrison dan Huntington mengemukakan, “Istilah budaya, tentu saja mempunyai arti
banyak dalam disiplin ilmu serta konteks yang berbeda.” Sifat sulit dipahami ini mungkin
dapat di cerminkan dalam fakta bahwa pada awal tahun 1952 ulasan tentang literatur
antropologi mengungkap 164 definisi berbeda dari kata budaya.
Menurut Triandis, “Kebudayaan merupakan elemen subjektif dan objektif yang dibuat
manusia yang di masa lalu meningkatkan kemungkinan untuk bertahan hidup dan berakibat
dalam kepuasan pelaku dalam sudut ekologis, dan demikian tersebar di antara mereka yang
dapat berkomunikasi satu sama lainnya, karena mereka mempunyai kesamaan bahasa dan
mereka hidup dalam waktu dan tempat yang sama.” Pengertian ini menyorot dalam satu
kalimat panjang, fitur penting dari budaya. Dengan menunjuk pada “buatan manusia” yang
membuat jelas bahwa budaya berhubungan dengan bagian non-biologis dari kehidupn
manusia. Hal ini memberikan penjelasan tentang sifat bawaan dan tidak harus dipelajari
(sperti makan, tidur, menangis, mekanisme organ bicara, dan rasa takut). Kedua, definisi ini
meliputi apa yang disebut Harrison dan Huntington sebagai elemen “subjektif” dari bahasa.
Elemen sseperti “nilai, tingkah laku, kepercayaan, orientasi, dan asumsi yang tersirat lazim
dalam suatu masyarakat. [7]
Menurut Koentjaraningrat, budaya adalah keseluruhan sistem gagasan tindakan, dan hasil
karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan
cara belajar. Dengan demikian, dapat dikatakan secara ringkas bahwa budaya adalah
keseluruhan cara hidup (way of life) manusia.
Secara panjang lebar Tubbs (1996: 237) mengartikan budaya dengan segala unsurnya
bahwa budaya merupakan cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh
sekelompok orang serta diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak
unsur yang rumit, termasuk sistem agama, politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian,
bangunan, dan karya seni.[8]
Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan
menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Maka,
komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki
kebudayaan yang berbeda (bisa beda ras, etnik, atau sosio ekonomi, atau gabungan dari
semua perbedaan ini). Seperti kita ketahui bahwa budaya mempengaruhi cara seseorang
berkomunikasi. Budaya bertanggung jawab atas seluruh aspek komunikasi yang dilakukan
oleh seorang individu atau kelompok, baik secara verbal maupun nonverbal.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah
sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan
yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu
bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan
oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang
bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi,
seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam
melangsungkan kehidupan bermasyarakat. Tidak banyak orang menyadari bahwa bentuk-
bentuk interaksi antarbudaya sesungguhnya secara langsung atau tidak melibatkan sebuah
komunikasi. Pentingnya komunikasi antarbudaya mengharuskan semua orang untuk
mengenal dasar-dasar komunikasi antarbudaya itu. Komunikasi itu muncul, karena adanya
kontak, interaksi dan hubungan antar individu atau kelompok yang berbeda kebudayaannya.
Jadi, sebenarnya tidak ada kebudayaan tanpa komunikasi, dan tidak ada komunikasi tanpa
pengaruh budaya. Di sinilah pentingnya kita mengetahui komunikasi antarbudaya itu.[9]
H. Pola Budaya
Pola Budaya (cultural pattern) atau arketipe, dapat dideskripsikan sebagai “gambaran yang
sangat luas dari susunan dunia dan hubungan seseorang dengan susunan tersebut.
Maksudnya, hubungan seseorang dengan kebudayaan yang lebih besar menjadi relevan
ketika menginterprestasikan makna. Tindak tutur, episode hubungan, dan naskah kehidupan
dapat dipahami dalam level budaya. Hal ini menjadi lebih penting ketika dua orang dari dua
budaya yang berbeda berusaha untuk memahami perkataan satu sama lain.
Judith Martin dan Thomas Nakayama (2004) menyatakan bahwa budaya Amerika Serikat
mendorong adanya individualisme atau pandangan dimana kepentingan individu didahulukan
daripada kepentingan kelompok.
Individualism berfokus pada kebebasan dan inisiatif. Budaya yang lain (seperti Kolombia,
Peru, dan Taiwan) menekankan kolektivisme (collectivism), atau pandangan
dimana kepentingan kelompok harus didahulukan daripada kepentingan pribadi. Kesulitan
akan muncul ketika dua orang dari sudut pandangan yang berbeda ini menginterprestasikan
makna dari sudut pandang mereka. Karenanya, budaya membutuhkan kesamaan makna dan
nilai.[19]
I. Hubungan Komunikasi Dengan Budaya
Komunikasi dan budaya tidak dapat dipisahkan, karena komunikasi dan budaya adalah
dua hal yang berbeda. Komunikasi adalah proses penyampaian pesan di antara para pelaku
komunikasi dengan tujuan untuk saling memahami satu sama lain. Sedangkan budaya dapat
dikatakan sebagai cara berperilaku suatu komunitas masyarakat secara berkesinambungan.
Namun demikian komunikasi dan budaya eksistensinya saling berkaitan. Suatu budaya dapat
dilestarikan dan diwariskan kepada generasi penerus melalui proses komunikasi. Disini,
komunikasi berfungsi sebagai alat penyebaran tradisi dan nilai-nilai budaya. Komunikasi dan
budaya adalah dua entitas tak terpisahkan, sebagaimana yang dikatakan Edward T. Hall,
bahwa budaya adalah komunikasi dan komunikasi adalah budaya.
Dalam komunikasi lintas budaya terjadi pertukaran antara satu budaya dan budaya
lainnya. Titik tekan budaya dalam konteks komunikasi lintas budaya lebih banyak berkaitan
dengan aspek-aspek budaya immaterial, seperti bahasa, tradisi, kebiasaan, adat istiadat,
norma, serta nilai moral, etika, gagasan, religi, kesenian, kepercayaan, dan sebagainya.
Dalam hal ini, bisa diperhatikan bagaimana cara orang Jawa, Sunda, Batak, Minang, Bali
berbicara dan berinteraksi. Cara orang Sunda berkomunikasi berbeda dengan orang Batak,
Betawi, Jawa, Bali, dan sebagainya. Perbedaan tersebut terdapat berupa logat, tata cara,
perilaku nonverbal, atau simbol-simbol yang digunakan. Orang jawa yang berada di bandung
akan menemukan banyak halberbeda tentang cara dan kebiasaan berperilaku, logat bicara,
bahasa, sikap, dan nilai-nilai yang dianut orang sunda. Agar komunikasi yang dibangun oleh
orang-orang yang berbeda budaya ingin berjalan dengan baik, pemahaman budaya satu sama
lain adalah sebuah keharusan.
Contohnya yakni misalnya tentang pernikahan beda budaya. Pernikahan antara orang
Batak dengan orang Sunda, dimana orang Batak itu terkenal dengan bahasa dan intonasi
nadanya yang keras, tegas, dan lantang, sedangkan orang Sunda, terkenal dengan bahasa dan
intonasi nadanya yang halus, lemah lembut. Seharusnya sebelum menikah mereka terlebih
dahulu mengetahui seperti apa adat, kebiasaan dan komunikasi jika kita sedang
berkomunikasi dengan orang yang berbeda budaya dengan kita. Di dalam keluarga yang
terbentuk dengan kebudayaan yang berbeda haruslah terjalin komunikasi yang baik, dan
harus bias memahami kebudayaan masing-massing pasangannya. Contohnya jika suami
(orang Batak) berbicara kepada istrinya (orang sunda) dengan nada tegas dan lantang, maka
istri harus bias memahami bahwa suami bukan sedang marah kepadanya, melainkan memang
khas orang Batak bersuara seperti itu. Harus bersikap mengayomi pasangan dengan antar
kebudayaan yang mereka anut, memahami karakter pasangannya yang berbeda budaya, baik
pasangan maupun keluarganya. Terbentuknya sebuah kebudayaan baru di dalam keluarga
tersebut sehingga terjadi komunikasi yang efektif dan mendukung satu sama lain antara
pasangan yang berbeda budaya itu, sehingga tidak diragukan lagi bagaimana mereka
berkomunikasi satu dengan yang lainnya. [20]
[1]Mohammad Shoelhi,Komunikasi Lintas Budaya, (Bandung: Simbiosa Rektama Media, 2015), hlm.2.
[2]Ibid, hlm. 3-8.
[3]Ibid, hlm. 8-11.
[4]Ibid, hlm. 34-35.
[5] Ibid, hlm. 35.
[6] Ibid, hlm. 35-36.
[7]Larry A. Samovar, Richard E. Porter. dan Edwin R. McDaniel, Communication Between Cultures, (Jakarta: Penerbit
Salemba Humanika, 2010), hlm. 27.
[8]Mohammad Shoelhi,Komunikasi Lintas Budaya, (Bandung: Simbiosa Rektama Media, 2015), hlm.37.
[9]Ibid, hlm. 38.
[10]Alo liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya, (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2007), hlm. 57-58.
[11]Mohammad Shoelhi, Komunikasi Lintas Budaya, (Bandung: Simbiosa Rektama Media, 2015), hlm.38.
[12]Alo liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya, (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2007), hlm. 57.
[13] Ibid, hlm. 58.
[14] Ibid, hlm. 59.
[15] Ibid, hlm. 60.
[16]Larry A. Samovar, Richard E. Porter. dan Edwin R. McDaniel, Communication Between Cultures, (Jakarta: Penerbit
Salemba Humanika, 2010), hlm. 30.
[17]Mohammad Shoelhi,Komunikasi Lintas Budaya, (Bandung: Simbiosa Rektama Media, 2015), hlm.39.
[18] Ibid, hlm. 40.
[19] Richard West, Lynn H.Turner,Pengantar Teori Komunikasi, (Jakarta: Penerbit Salemba Humanika, 2013), hlm.121-
122.
[20] Ibid,hlm.34-40.
[21]Rusmin Tumanggor, Kholis Ridho, dan Nurochim, Ilmu sosial dan Budaya dasar,(Jakarta; Kencana, 2010), hlm.47-
48.
[22] Ahmad Albastin, Ruang lingkup komunikasi lintas budaya, pada tanggal 08 Juli 2017
[23] Sutama Arybowo, Kajian Budaya Dalam Perspektif Filosofi, Hlm.212-213
[24] Erik Pandapotan Simalungun, Kajian Budaya dan Interaksi Simbolik,27 November 2015
Komunikasi Lintas Budaya yang Efektif – Hambatan dan Cara Mengatasinya
Komunikasi lintas budaya atau cross cultural communication adalah bidang studi
komunikasi yang memandang bagaimana manusia yang berbeda latar belakang budaya
berkomunikasi. Komunikasi lintas budaya adalah studi yang berakar dari studi antropologi
budaya. Titik berat komunikasi lintas budaya adalah proses komunikasi yang terjadi dalam
berbagai macam budaya yang berbeda. Komunikasi lintas budaya merupakan “pintu
gerbang” agar dapat memahami komunikasi antar budaya atau intercultural communication.
Hafied Cangara – Komunikasi lintas budaya adalah proses dimana suatu ide diberikan dari
sumber kepada suatu penerima atau lebih. Maksud dan tujan dari pemberian tersebut untuk
mengubah tingkah laku mereka.
P. Clint Rogers (2009) – Komunikasi lintas budaya adalah suatu bidang studi yang meneliti
beberapa cara yang dilakukan oleh manusia. Cara – cara tersebut datang dari beberapa
manusia yang memiliki latar belakang budaya berbeda untuk berkomunikasi dengan manusia
yang lainnya (Cross-Cultural Issues in Online Learning dalam IGI Global Disseminator of
Knowledge)
Doris E. Cross (2016) – Komunikasi lintas budaya tidak hanya terbatas pada mempelajari
bahasa asing. Namun juga termasuk memahami bagaimana pola-pola budaya dan nilai-nilai
inti. Kemudian pemahaman tersebut berdampak pada proses komunikasi – bahkan ketika
semua orang berbahasa Inggris (Globalization and Media’s Impact on Cross Cultural
Communication: Managing Organizational Change dalam IGI Global Disseminator of
Knowledge )
Tatjana Takševa Chorney (2009) – Komunikasi yang terjadi di antara anggota yang berbeda
budaya yang mana setiap nilai, pola berpikir, komunikasi dan perilakunya seringkali
berlawanan dengan nilai-nilai, pola berpikir, komunikasi dan perilaku yang lain. (The World
Wide Web and Cross-Cultural Teaching in Online Education dalam IGI Global Disseminator
of Knowledge )
Untuk menyampaikan makna tertentu, manusia menggunakan pesan verbal dan non verbal.
Salah satu pesan non verbal yang digunakan adalah pesan fasial atau air
muka. Leathers dalam Rakhmat (2001 : 289 – 290) menyatakan bahwa wajah dapat
menyampaikan minimal 10 makna yaitu:
Kebahagiaan.
Rasa terkejut.
Ketakutan.
Kemarahan.
Kesedihan.
Kemuakan.
Pengecaman.
Minat
Ketakjuban.
Tekad.
Dari teropong komunikasi lintas budaya, manusia dengan berbagai latar belakang budaya
yang berbeda tentu tidak bisa menghindari kodratnya untuk berhubungan atau berinteraksi
dengan manusia yang lainnya. Dalam membangun hubungan antar manusia tidak jarang
sering menemui konflik.
Expectancy violations theory juga bergantung pada jarak dan ruang. Manusia
cenderung mengatur jarak dan ruang sebagai cara untuk mengungkapkan tingkat kedekatan
antara manusia yang satu dengan yang lainnya. Dalam teori ini jelaskan bahwa manusia
cenderung untuk melindungi jarak dan ruang mereka saat harapan mereka mengalami
pelanggaran.
Kemudian, alasan di balik perilaku ini dijelaskan sebagai bentuk untuk mengontrol
perbedaan sosial yang ada. Orang mengakomodasi kegiatan komunikasi mereka untuk
mendapatkan persetujuan dan menetapkan citra positif di depan orang lain. Lingkungan di
mana mereka berinteraksi juga mempengaruhi perilaku komunikasi.
Ada dua jenis proses akomodasi yang dijelaskan dalam teori ini, yaitu :
• konvergen – adalah proses di mana orang cenderung untuk beradaptasi dengan karakteristik
komunikasi orang lain untuk mengurangi perbedaan sosial.
• divergen – adalah proses dimana individu menekankan pada perbedaan sosial dan
perbedaan nonverbal yang ada.
Adapun faktor hambatan komunikasi antar budaya yang sering terjadi antara lain:
fisik, budaya, persepsi, motivasi, pengalaman, emosi, bahasa (verbal), nonverbal, kompetisi.
Fisik – Hambatan komunikasi yang berasal dari waktu, lingkungan, kebutuhan diri, dan
media.
Budaya – Hambatan komunikasi yang berasal dari etnis, agama, dan sosial yang bebeda
antara budaya yang satu dengan budaya yang lainnya.
Persepsi – Hambatan komunikasi yang timbul karena perbedaan persepsi yang dimiliki oleh
individu mengenai sesuatu. Perbedaan persepsi menyebabkan perbedan dalam mengartikan
atau memaknakan sesuatu.
Motivasi – Hambatan komunikasi yang berkaitan dengan tingkat motivasi penerima pesan.
Rendahnya tingkat motivasi penerima pesan mengakibatkan komunikasi menjadi terhambat.
Pengalaman – Hambatan komunikasi yang disebabkan oleh pengalaman masa lalu yang
dimiliki individu. Perbedaan pengalaman yang dimiliki oleh masing-masing individu dapat
menyebabkan perbedaan dalam konsep serta persepsi terhadap sesuatu.
Emosi – Hambatan komunikasi yang berkaitan dengan emosi atau perasaan pribadi dari
pendengar. Apabila emosi pendengar sedang buruk maka hambatan komunikasi yang terjadi
akan semakin besar dan sulit untuk dilalui.
Bahasa – Hambatan komunikasi yang terjadi ketika pengirim pesan (sender) dan penerima
pesan (receiver) menggunakan bahasa atau kata-kata yang tidak dimengerti oleh penerima
pesan sehingga menimbulkan ketidaksamaan makna.
Nonverbal – Hambatan komunikasi yang berupa isyarat atau gesture. (Prinsip – prinsip
Komunikasi)
Kompetisi – Hambatan komunikasi yang timbul ketika penerima pesan sedang melakukan
kegiatan lain di saat menerima pesan. (Komunikasi Persuasif)
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, bahwa komunikasi lintas budaya merupakan pintu
gerbang untuk bisa memahami komunikasi antar budaya. Seringkali komunikasi lintas
budaya merujuk pada komunikasi antar budaya. Padahal keduanya memiliki cakupan yang
berbeda.
Demikian ulasan singkat mengenai komunikasi lintas budaya dan perbedaannya dengan
komunikasi antar budaya. Semoga menambah pengetahuan kita mengenai komunikasi lintas
budaya pada khususnya dan