Anda di halaman 1dari 4

Cross Culture Understanding

Menurut Bennet, Bennet & Allen (2003), menyatakan bahwa pemahaman lintas budaya adalah
kemampuan untuk bergerak dari sikap etnosentrik menuju sikap menghargai budaya lain, hingga
akhirnya menimbulkan kemampuan untuk dapat berperilaku secara tepat dalam sebuah budaya
atau budaya-budaya yang berbeda. Pemahaman lintas budaya pada dasarnya ibarat memiliki
sebuah peran ganda. Corbett (2003) menyatakan bahwa pemahaman lintas budaya melebihi
kemampuan untuk meniru penutur asli. Pemahaman lintas budaya merupakan kemampuan yang
memposisikan pembelajar bahasa pada posisi seorang utusan atau diplomat, yang mampu
melihat dan berkomunikasi dengan budaya-budaya yang berbeda melalui sudut pandang orang
yang memiliki kemampuan komunikasi tersebut.

Konsep Budaya :

Menurut Koentjaraningrat (2000) kebudayaan dengan kata dasar budaya berasal dari bahasa
sansakerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau “akal”. Dengan
demikian Koentjaraningrat mendefinisikan budaya sebagai “daya budi” yang berupa cipta, karsa
dan rasa. Selanjutnya kebudayaan itu sendiri adalah hasil dari cipta, karsa, dan rasa itu. Jadi
kebudayaan atau disingkat budaya, menurut Koentjaraningrat merupakan keseluruhan sistem
gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan
milik diri manusia dengan belajar. Selanjutnya Koentjaraningrat membedakan adanya tiga wujud
dari kebudayaan yaitu:
(1) Wujud kebudayaan sebagai sebuah kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai- nilai, norma-norma,
peraturan dan sebagainya.
(2) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia
dalam suatu masyarakat.
(3) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Hawkins (dalam Liliweri,
2004) juga mengatakan bahwa budaya adalah suatu kompleks yang meliputi pengetahuan,
keyakinan, seni, moral, adat-istiadat serta kemampuan dan kebiasaan lain yang dimiliki manusia
sebagai bagian masyarakat
Dalam budaya ada konsep tentang identitas dan etnisitas yang merupakan hasil konstruksi
sosial. Dengan konstruksi sosial tersebut tercipta label atau identitas tertentu, yang
menyimbolkan asal, budaya dan ciri khas kelompok tertentu. Pentingnya identitas ini bagi
sebuah kelompok suku bangsa dan etnik, karena menjadi kesinambungan masa lalu dan masa
depan. Oleh karena itu, hampir semua identitas kultural, dalam kaitan dengan identitas ikatan
persaudaran, ras, ataupun etnik, dibangun dalam konteks yang berhadap-hadapan dengan yang
lain.
Teori relasional mendasarkan pada pandangan bahwa kelompok etnik merupakan
penggabungan dua entitas atau lebih yang memiliki persamaan maupun perbedaan yang telah
dibandingkan dalam menentukan pembentukan etnik dan pemeliharaan batas-batasnya.
Kesamaan-kesamaan yang ada pada dua atau lebih entitas yang disatukan akan menjadi identitas
etnik. Menurut perspektif relasional ini, etnik ada karena adanya hubungan antara entitas yang
berbeda-beda. Etnik tergantung pada pengakuan entitas lain di luar kelompok etnik tersebut.
Pada perkembangan selanjutnya, budaya tidak hanya terfokus pada adat istiadat tradisional.
Namun juga memasuki pada tahap budaya popular. Menurut O’Brien and Szeman (dalam
Danesi, 2004) budaya populer adalah budaya yang ada karena sekelompok orang membuat atau
melakukannya untuk diri mereka sendiri. Karena hal yang baru tersebut banyak diterima
masyarakat maka muncullah budaya populer. Selanjutnya, menurut Kundera (dalam Danesi,
2012) budaya populer adalah sesuatu yang menarik untuk kita secara intuitif, karena tidak
masalah seberapa banyak kita merendahkannya, tapi ini adalah sebuah bagian integral dari
kondisi manusia. Adapun definisi budaya populer menurut Storey (2003) adalah sebagai berikut:
A) Budaya populer merupakan budaya yang menyenangkan dan disukai banyak orang; B)
Budaya populer adalah budaya sub standar yang mengakomodasi praktek budaya yang tidak
memenuhi persyaratan budaya tinggi. Budaya tinggi merupakan kreasi hasil kreativitas individu,
berkualitas, bernilai luhur, terhormat dan dimiliki oleh golongan elit, seperti para seniman, kaum
intelektual dan kritikus yang menilai tinggi rendahnya karya budaya. Sedangkan budaya populer
adalah budaya komersial (memiliki nilai jual) dampak dari produksi massal; C) Budaya populer
merupakan budaya massa, yaitu budaya yang diproduksi oleh massa untuk dikonsumsi massa.
Budaya ini dikonsumsi tanpa pertimbangan apakah budaya tersebut dapat diterima di dalam
masyarakat atau tidak; D) Budaya populer berasal dari pemikiran postmodernisme. Hal ini
berarti pemikiran tersebut tidak lagi mengakui adanya perbedaan antara budaya tinggi dan
budaya populer dan menegaskan bahwa semua budaya adalah budaya komersial.
Peran CCU :
Budaya memiliki peranan penting dalam era globalisasi saat ini, akan tetapi budaya memiliki
hambatan yang dapat mempersulit dalam negosiasi dan berkomunikasi antar budaya. Berikut ini
merupakan hambatan-hambatan dalam memahami budaya lainnya, yakni:
1) Etnosentrisme Northouse, mengemukakan bahwa etnosentrime adalah kecenderungan bagi
individu untuk menempatkan kelompok mereka sendiri di suatu organisasi. Orang cenderung
memberikan prioritas dan kepercayaan yang lebih dibandingkan orang atau kelompok yang
memiliki (etnis, ras, atau budaya) yang berbeda.
2) Prasangka Northouse, mengemukakan bahwa prasangka adalah sikap, keyakinan, atau emosi
yang dimiliki oleh seorang individu tentang individu lain atau kelompok yang didasarkan pada
data yang tidak valid atau tidak berdasar.

Pentingnya pembelajaran Cross Cultural Understanding karena mempelajari bahasa asing


bukanlah bagian dari pembelajaran budaya pengguna bahasa tersebut. Ini untuk membantu
mereka menghindari kesalahan non-bahasa, dan untuk membantu dengan pengetahuan untuk
memahami mereka penutur asli bahasa tersebut, lebih jauh lagi jika mereka memiliki kesempatan
untuk pergi ke luar negeri, mereka dapat bertahan dari kejutan budaya.

Sebenarnya Cross Cultural Understanding adalah dasar dari belajar bahasa asing (bukan
menyusun atau memilih kata). Bagaimana berkomunikasi dengan pemilik bahasa ibu, karena
ekspresi yang berbeda-beda, kita tidak bisa menerjemahkan satu persatu atau leksikal, karena
sangat erat kaitannya dengan adat dan budaya serta situasi dan kondisi. Pengertian Lintas Budaya
adalah untuk memahami hubungan antar negara yang berbeda. Artinya Cross Cultural
Understanding adalah cara untuk memahami perbedaan budaya di berbagai negara agar tidak
terjadi kesalahpahaman.

Pemahaman lintas budaya memainkan peran penting dalam berkomunikasi dengan orang-orang
dari berbagai negara. Bahasa dan budaya tidak bisa dipisahkan.

Oleh karena itu, ketika peserta didik mempelajari suatu bahasa, pada saat yang sama mereka
harus mempelajari budaya negara dan masyarakat dari mana bahasa tersebut berasal, untuk
menghindari miskomunikasi dan kesalahpahaman. Pemahaman lintas budaya hanya mengacu
pada kemampuan dasar orang untuk mengenali, menafsirkan, dan bereaksi dengan benar
terhadap orang, kejadian atau situasi yang terbuka untuk kesalahpahaman karena perbedaan
budaya.

Kerugian tidak mempelajari CCU :

Kerugian tidak mempelajari cross cultural understanding salah satunya adalah kita akan
mengalami banyak misunderstanding dan peristiwa bahasa akan menjadi masalah serius karena
bahasa adalah alat transmisi budaya, bahasa adalah apa yang digunakan orang untuk berbicara
tentang hal-hal yang penting bagi mereka, bahasa adalah alat interaksi antar dan di antara orang-
orang.

Peristiwa budaya yang merupakan masalah perspektif yang berbeda seringkali membuat
seseorang merasa tersinggung, jengkel, jengkel atau bingung, atau bahkan putus hubungan. Agar
benar-benar efektif, kemitraan lintas budaya harus bebas dari insiden budaya dari kedua jenis
tersebut. Pentingnya mempelajari cross cultural understanding di jenjang pendidikan tinggi tentu
akan membuka perspektif mahasiswa yang lebih luas terhadap budaya dan Bahasa.

Anda mungkin juga menyukai