Komunikasi Antar
Budaya
Komunikasi sebagai ilmu sosial, dapat dilihat dari berbagai sudut pandang.
Salah satunya melahirkan komunikasi antarbudaya. Kajian mengenai komunikasi
antarbudaya ini masih menjadi kajian yang baru, sehingga selalu menarik untuk
ditelaah dari sudut pandang para akademisi. Maka dari itu, komunikasi antarbudaya
menjadi salah satu mata kuliah ―wajib‖ di fakultas ilmu komunikasi.
Pada bagian ini, paling tidak ada tiga bahasan penting, yaitu pengertian,
subjek, wilayah kajian dan fokus komunikasi antarbudaya. Bagian-bagian ini akan
menjadi pilar utama komunikasi antarbudaya sebagai disiplin ilmu tersendiri dan
sekaligus membedakan objek kajiannya dengan ilmu-ilmu lain.
Sebelum memahami pengertian komunikasi antarbudaya, terlebih dahulu ada
beberapa jenis atau model komunikasi yang menjadi bagian dari komunikasi
antarbudaya, sebagai berikut:1
Pertama, komunikasi internasional (International Communications), yaitu
proses komunikasi antara bangsa dan negara. Komunikasi ini tercermin dalam
diplomasi dan propaganda, dan seringkali berhubungan dengan situasi intercultural
(antarbudaya) dan interracial (antarras). Komunikasi internasional lebih menekankan
kepada kebijakan dan kepentingan suatu negara dengan negara lain yang terkait
dengan masalah ekonomi, politik, pertahanan, dan lain-lain. Menurut Maletzke,
komunikasi antarbudaya lebih banyak menyoroti realitas sosiologis dan antropologis,
sementara komunikasi antarbangsa lebih banyak mengkaji realitas politik. Namun
demikian, komunikasi internasional (antarbangsa) pun masih merupakan bagian dari
komunikasi antarbudaya.
Sastropoetro (1991:12) menjelaskan komunikasi internasional ini secara
panjang lebar, demikian: Komuniksi internasional, mempelajari pernyataan
antarnegara/pemerintah/bangsa yang bersifat umum melalui lambang-lambang yang
berarti. Rumusan itu memberikan arti, bahwa pendekatan terhadap subdisiplin
komunikasi internasional, adalah melalui proses komunikasi dengan melihat pada
syarat-syarat dan unsur-unsur serta hukum-hukum yang berlaku di bidang ilmu
komunikasi. Gerhard Maletzke dalam bukunya ―Intercultural and International
Communication‖ menyatakan tentang International Communication sebagai: ―The
1
Rumondor, Alex H., dkk. Komunikasi Antarbudaya. Jakarta: Universitas Terbuka. 2005. Hlm.1.3-1.9
2
Loc.Cit
3
Loc.Cit
4
Alo Liliweri. Gatra-Gatra Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001. Hlm.22
3. Chaley H. Dood
Untuk bekerja sama dengan orang-orang kita tidak harus seperti mereka. Bila
kita melakukan konformitas (keseragaman) sepenuhnya, orang Arab, orang Amerika
Latin, orang Itali dan siapapun akan menganggap prilaku kita membingungkan dan
tidak tulus. Ia mencurigai motif kita. Kita diharapkan untuk berbeda namun kitapun
diharapkan untuk menghormati dan menerima orang lain apa adanya, dan kita dapat
tanpa memaksa kepribadian kita. Untuk belajar kepribadian kita, belajar
berkomunikasi dengan mereka dengan cara mengamati pola tradisi mereka yang
tidak tertulis.
A. Bahasa
Salah satu yang menjadi fokus kajian komunikasi antar budaya adalah dari
segi bahasa, teoretikus kontemporer mengatakan bahwa bahasa adalah eksistensi
perilaku sosial menurut Larry R Barker bahasa memiliki tiga fungsi pertama
penamaan (naming atau pelabelan) interaksi dan transmisi informasi. Penamaan
atau penjulukan merujuk pada usaha identifikasi subjek, tindakan, atau orang
dengan menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam komunikasi.
Fungsi komunikasi menurut Barker menekankan berbagai gagasan dan emosi
yang dapat mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan dan kebingungan.
Melalui bahasa informasi dapat disampaikan kepada orang lain.
Selain itu Book juga mengungkapkan, agar komunikasi kita berhasil,
setidaknnya bahasa harus memenuhi tiga fungsi yaitu untuk mengenal dunia
2013
10 Komunikasi Massa
Christina Arsi Lestari, M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
disekitar kita, berhubungan dengan orang lain, dan untuk menciptakan kohersi
dalam sebuah hubungan.
B. Penyandian
Encoding dapat dijelaskan sebagai suatu kegiatan internal seseorang untuk
memilih dan merancang perilaku verbal dan nonverbalnya yang sesuai dengan
aturan-aturan tata bahasa dan sintaksis guna menciptakan suatu pesan.
C. Persepsi
Persepsi adalah proses dimana kita menafsirkan dan mengorganisasikan pola
stimulus dalam lingkungan. Sebagai cara pandang, persepsi timbul karena adanya
respon terhadap stimulus. Stimulus yang diterima seseorang sangat komplek,
stimulus masuk ke dalam otak, kemudian diartikan, ditafsirkan serta diberi makna
melalui proses yang rumit baru kemudian dihasilkanlah persepsi. Persepsi adalah
juga inti komunikasi, karena jika persepsi kita tidak akurat, tidak mungkin kita
berkomunikasi dengan efektif. Persepsilah yang menentukan kita memilih pesan dan
mengabaikan pesan yang lain. Semakin tinggi derajat kesamaan persepsi
individu,semakin mudah dan semakin sering mereka berkomunikasi, dan sebagai
konsekuensinya semakin cenderung membentuk kelompok budaya atau kelompok
identitas. Persepsi meliputi:
a) Penginderaan ( sensasi ), melalui alat – alat indra kita ( indra perasa, indra
peraba, indra pencium, indra pengecap, dan indra pendengar ). Makna pesan
yang dikirimkan ke otak harus dipelajari. Semua indra itu mempunyai andil
bagi berlangsungnya komunikasi manusia.penglihatan menyampaikan pesan
nonverbal ke otak untuk diinterprestasikan. Pendengaran juga menyampaikan
pesan verbal ke otak untuk ditafsirkan. Penciuman, sentuhan dan
pengecapan, terkadang memainkan peranan penting dalam komunikasi,
seperti bau parfum yang menyengat, jabatan tangan yang kuat, dan rasa air
garam dipantai.
b) Atensi atau perhatian adalah, pemrosesan secara sadar sejumlah kecil
informasi dari sejumlah besar informasi yang tersedia. Informasi didapatkan
dari penginderaan, ingatan dan, proses kognitif lainnya. Proses atensi
membantu efisiensi penggunaan sumberdaya mental yang terbatas yang
2013
11 Komunikasi Massa
Christina Arsi Lestari, M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
kemudian akan membantu kecepatan reaksi terhadap rangsang tertentu.
Atensi dapat merupakan proses sadar maupun tidak sadar.
c) Interpretasi adalah, proses komunikasi melalui lisan atau gerakan antara dua
atau lebih pembicara yang tak dapat menggunakan simbol- simbol yang
sama, baik secara simultan (dikenal sebagai interpretasi simultan) atau
berurutan (dikenal sebagai interpretasi berurutan).
Faktor – faktor internal bukan saja mempengaruhi atensi bukan saja
mempengaruhi atensi sebagai salah satu aspek persepsi, tetapi juga mempengaruhi
persepsi kita secara keseluruhan, terutama penafsiran atas suatu rangsangan.
Agama, ideologi, tingkat ekonomi, pekerjaan, dan cita rasa sebagai faktor – faktor
internal jelas mempengaruhi persepsi seseorang terhadap realitas. Denagn
demikian persepsi itu terkait oleh budaya (culture–bound). Kelompok–kelompok
budaya boleh jadi berbeda dalam mempersepsikan sesuatu. Orang Jepang
berpandangan bahwa kegemaran berbicara adalah kedangkalan, sedangkan orang
Amerika berpandangan bahwa mengutarakan pendapat secara terbuka adalah hal
yang baik.
Larry A. Samovar dan Richard E. Porter mengemukakan 6 unsur budaya
yang secara langsung mempegaruhi persepsi kita ketika kita berkomunikasi dengan
orang dari budaya lain, yakni:
2013
12 Komunikasi Massa
Christina Arsi Lestari, M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Seperti mempersepsi benda mempersepsi orang lain juga dapat ditinjau dari 3
unsur yaitu:
1. pengamat
2. objek persepsi
3. konteks yang berkaitan denagn objek yang diamati
Sebagai pengamat anda juga dipengaruhi oleh atribut-atribut anda sendiri.
Misalnya orang cenderung membuat penilaian umum, positif ataupun negatif.
Namun, karena persepsi personal merupakan proses tradisional, maka atribut-atribut
tersebut dapat berubah. Sesekali kesalahan persepsi dapat diperbaiki. Namun,
biasanya suatu kesalahan persepsi diikuti kesalahan persepsi lainnya. Sehingga,
penyimpangan yang terjadi semakin parah.
Terkadang, persepsi yang kita miliki berbeda dengan orang lain. Perbedaan
persepsi bisa mengakibatkan ketidak efektifan komunikasi. Bagaimana mungkin kita
berkomunikasi dengan baik apabila yang kita anggap atau apa yang ada di kepala
kita berbeda dengan apa yang ada di kepala lawan komunikasi kita? Akan sangat
mudah menyebabkan miss communication di sini. Ketika perbedaan persepsi
semakin dalam dan lebar, kita akan sulit mengkomunikasikan pesan yang ingin kita
sampaikan karena yang kita maksudkan tidak akan dterima sama dengan orang lain.
Setiap orang memiliki persepsi yang berbeda-beda. Bahkan tidak selamanya
akan sama. Namun, kesamaan atau kemiripan persepsi akan menyebabkan
munculnya kelompok-kelompok sosial, identitas, dan budaya. Hal ini dikarenakan,
orang cenderung berkomunikasi dengan nyaman dan lancar ketika komunikan
mereka memiliki kesamaan persepsi dengan mereka. Jika mereka saling
berkomunikasi dengan lancar, maka mereka cenderung semakin sering
berkomunikasi satu sama lain.
D. Prasangka
Prasangka atau prejudice berasal dari kata latin prejudicium yaitu keputusan
yang diambil yang tanpa ada penelitian dan pertimbangan cermat, tergesa-gesa,
tidak matang. Prasangka adalah dugaan-dugaan yang memilki nilai kearah negatif.
Namun dapat pula dugaan ini bersifat positif. Jadi, Prasangka sosial adalah suatu
sikap yang diperlihatkan oleh individu atau kelompok terhadap individu lain.
2013
13 Komunikasi Massa
Christina Arsi Lestari, M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Sumber utama yang biasa menghasilkan prasangka adalah perbedaan antar
kelompok, yakni perbedaan etnis atau ras, perbedaan posisi dalam kuantitas
anggota yang menghasilkan kelompok mayoritas dan minoritas, serta perbedaan
ideologi. Sumber lain dari prasangka adalah kejadian histories (Koeswara, 1988).
Prasangka yang bersumber pada perbedaan etnis dapat ditemukan pada
masyarakat heterogen yang merangkum berbagai kelompok etnis yang memiliki
latar kebudayaan yang berbeda, misalnya pada masyarakat Indonesia. Adapun
prasangka yang bersumber pada perbedaan ras (juga agama) sering ditemukan
pada masyarakat yang multirasial, seperti di Amerika Serikat dan negara-negara
Eropa yang secara fisik (warna kulit, bentuk tubuh, fisiogamiras yang berbeda
dengan ras lainnya. Prasangka yang bersumber pada perbedaan dalam posisi
mayoritas dan minoritas.
a. Perspektif Histories
Prespektif ini didasarkan atas teori pertentangan kelas, yakni menyalahkan
kelas rendah yang inferior; sedangkan mereka yang tergolong dalam kelas atas
mempunyai alasan untuk berprasangka terhadap kelas rendah. Misalnya, prasangka
orang kulit putih terhadap negro mempunyai latar belakang sejarah, orang kulit putih
sebagai ―tuan‘ dan orang Negro sebagai ―budak‖, antara penjajah dan yang dijajah,
dan antara pribumi dan nonpribumi.
2013
14 Komunikasi Massa
Christina Arsi Lestari, M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
c. Perspektif kepribadian.
Teori ini menekankan pada faktor kepribadian sebagai penyebab prasangka
yang disebut dengan teori ―frustasi agregasi‖. Menurut teori ini, keadaan frustasi
meruapkan kondisi yang cukup untuk timbulnya tingkah laku agresif.
d. Perspektif Fenomenologis.
Perspektif ini menekankan pada cara individu memandang atau memersepsi
lingkunganya sehingga persepsilah yang menyebabkan prasangka. Sebagai
anggota masyarakat, individu akan menyadari di mana atau termasuk kelompok
etnis mana dia. Namun, menurut ahli psikologi sosial, Milton Rokeach,akan lebih
menyenangkan/tidak berprasangka bila hidup dengan orang-orang yang mempunyai
pikiran sejalan, tidak peduli degan perbedaan fisik. Dari perspektif fenomenologis ini
sulit di buktikan teori yang lebih unggul sebab ada fenomena yang memeng
bertentangan.
e. Perspektif Naive
Perspektif ini menyatakan bahwa prasangka lebih menyoroti objek prasangka,
tidak menyoroti individu yang berprasangka. Misalnya sifat-sifat orang kulit putih
menurut orang Negro atau sebaliknya
F. Hambatan
1) Etnosentrisme
Etnosentrisme didefinisikan sebagai kepercayaan pada superioritas inheren
kelompok atau budayanya sendiri; etnosentrisme mungkin disertai rasa jijik pada
orang-orang lain yang tidak sekelompok; etnosentrisme cenderung memandang
rendah orang-orang lain yang tidak sekelompok dan dianggap asing; etnosentrisme
memandang dan mengukur budaya-budaya asing dengan budayanya sendiri.
(Mulyana:2000;70)
2013
15 Komunikasi Massa
Christina Arsi Lestari, M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Jelas sekali bahwa dengan kita bersikap etnosentrisme kita tidak dapat
memandang perbedaan budaya itu sebagai keunikan dari masing-masing budaya
yang patut kita hargai. Dengan memandang budaya kita sendiri lebih unggul dan
budaya lainnya yang asing sebagai budaya ‘yang salah‘, maka komunikasi lintas
budaya yang efektif hanyalah angan-angan karena kita akan cenderung lebih
mebatasi komunikasi yang kita lakukan dan sebisa mungkin tidak terlibat dengan
budaya asing yang berbeda atau bertentangan dengan budaya kita.
Masing-masing budaya akan saling merendahkan yang lain dan
membenarkan budaya diri sendiri, saling menolak, sehingga sangat potensial
muncul konflik di antaranya. Contoh konflik yang sudah terjadi misalnya suku dayak
dan suku madura yang sejak dulu terus terjadi. Kedua suku pedalaman itu masing-
masing tidak mau saling menerima dan menghormati kebudayaan satu sama lain.
Adanya anggapan bahwa budaya sendiri lah yang paling benar sementra yang
lainnya salah dan tidak bermutu tidak hanya berwujud konfik namun sudah
berbentuk pertikaian yang mengganas, keduanya sudah saling mmbunuh atar
anggota budaya yang lain.
Contoh lainnya, orang Indonesia cenderung menilai budaya barat sebagai
budaya yang ‘vulgar‘ dan tidak tahu sopan santun. Budaya asli-budaya timur dinilai
sebagai budaya yang paling unggul dan paling baik sehingga masyrakat kita
cenderung membatasi pergaulan dengan orang barat. Orang takut jika terlalu
banyak komunikasinya maka budaya asli akan tercemar budaya barat sebagai
polusi pencemar.
2) Rasialisme
Rasialisme adalah suatu penekanan pada ras atau menitikberatkan
pertimbangan rasial. Kadang istilah ini merujuk pada suatu kepercayaan adanya dan
pentingnya kategori rasial. Dalam ideologi separatis rasial, istilah ini digunakan untuk
menekankan perbedaan sosial dan budaya antar ras. Walaupun istilah ini kadang
digunakan sebagai kontras dari rasisme, istilah ini dapat juga digunakan sebagai
sinonim rasisme.
Jika istilah rasisme umumnya merujuk pada sifat individu dan diskriminasi
institusional, rasialisme biasanya merujuk pada suatu gerakan sosial atau politik
yang mendukung teori rasisme. Pendukung rasialisme menyatakan bahwa rasisme
melambangkan supremasi rasial dan karenanya memiliki maksud buruk, sedangkan
2013
16 Komunikasi Massa
Christina Arsi Lestari, M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
rasialisme menunjukkan suatu ketertarikan kuat pada isu-isu ras tanpa konotasi-
konotasi tersebut.
Para rasialis menyatakan bahwa fokus mereka adalah pada kebanggaan ras,
Rasialisme di sini menjadi sangat berbahaya karena selain menghambat keefektifan
komunikasi antar budaya—antar ras yang berbeda, rasialisme dapat menjadi pemicu
pertikaian antar ras, di mana konflik yang terjadi akan sulit sekali untuk didamaikan
dan berlangsung lama.
Contoh konflik akibat rasialisme yang pernah terjadi dan terkenal di Indonesia
adalah konflik- rasialisme anti-Tionghoa, di mana di Indonesia pernah terjadi
pembantaian besar-besaran terhadap ras Tionghoa yang terjadi di berbagai wilayah
Indonesia. Butuh perjuangan yang panjang agar ras Tionghoa diterima dan diakui -
dihargai keberadaannya.
2013
17 Komunikasi Massa
Christina Arsi Lestari, M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
Liliweri, Alo. Gatra-Gatra Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2001
Samovar, larry A., Porter, Richard E. Communication Between Culture. Fifth edition.
Thomson Wadsworth Canada. 2004
2013
18 Komunikasi Massa
Christina Arsi Lestari, M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id