Anda di halaman 1dari 44

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Representasi

2.1.1 Definisi Representasi

Representasi adalah suatu wujud kata, gambar, sekuen, cerita dan

sebagainya yang mewakili ide, emosi, fakta, dan sebagainya. Representasi

tersebut memiliki ketergantungan pada tanda dan juga citra yang ada dan

dipahami secara kultur.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), representasi dapat

diartikan sebagai perbuatan yang mewakili, ataupun keadaan yang bersifat

mewakili disebut representasi. representasi juga dapat diartikan sebagai suatu

proses yang melibatkan suatu keadaan yang dapat mewakili symbol, gambar,

dan semua hal yang berkaitan dengan yang memiliki makna. Pengambaran

yang dimaksud dalam proses ini dapat berupa deskripsi dari adanya perlawanan

yang berusaha dijabarkan melalui penelitian dan analisis semiotika.

Representasi adalah suatu yang merujuk pada proses yang dengannya

realitas disampaikan dalam komunikasi, via kata – kata bunyi, citra, atau

kombinasinya. Secara ringkas representasi adalah produksi makna – makna

melalui Bahasa lewat Bahasa (symbol – symbol dan tanda tertulis, lisan, atau

gambar) tersebut itulah seseorang yang dapat mengungkapkan pikiran, konsep,

8
dan ide – ide tentang sesuatu Juliastuti, (2000:6). Representasi juga dapat

berarti sebagai suatu tindakan yang menghadirkan atau merepresentasikan

sesuatu lewat yang diluar dirinya biasanya berupa tanda atau symbol (pilang,

2003).

Menurut Stuart Hall (1997:15) representasi adalah sebuah produksi

konsep makna dalam pikiran melalui bahasa. Ini adalah hubungan antara

konsep dan bahasa yang menggambarkan obyek, orang, atau bahkan peristiwa

nyata ke dalam obyek, orang, maupun peristiwa fiksi. Representasi dapat

dikatakan sebagaimana kita menggunakan Bahasa dalam menggunakan atau

menyampaikan sesuatu dangan penuh arti kepada orang lain.

Menurut Stuart Hall (1997:15), makna dikonstruksi oleh sistem

representasi dan maknanya diproduksi melalui sistem bahasa yang

fenomenanya tidak hanya terjadi melalui ungkapan verbal, namun juga visual.

Sistem representasi tidak hanya tersusun bukan seperti konsep individual,

melainkan masuk juga melalui konsep perorganisasian, penyusupan serta

berbagai kompleks hubungan.

Maka representasi dapat dikatakan memiliki dua proses utama, yaitu,

pertama adalah representasi mental, yaitu konsep tentang sesuatu yang ada

dikepala kita masing-masing (peta konseptual). Bentuknya masih berupa

sesuatu yang tidak dapat diberikan pengambaran yang masih berupa sesuatu

yang tidak dapat diberikan pengambaran yang detail, melainkan betuk abstrak,

9
kedua representasi bahasa, proses ini termasuk proses yang sangat penting

karena konsep lanjutan dari adanya peta konseptual yang lahir di masing –

masing diri. Dari abstak yang ada, kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa

yang sering kita gunakan sehari- hari, maka dari situ lahirlah penggambaran

sesuatu yang dimaksud melalui tanda, symbol, ataupun makna gambar. Jalinan

atau dua penjabaran ini dapat dikatakan sebagaimana bentuk sederhana dari

adanya representasi.

2.1.2 Jenis Pendekatan Representasi

Ada tiga pendekatan untuk menerangkan bagaimana mepresentasikan

makna melalui Bahasa, yaitu reflection, intentional, dan constructive (Hall,

1997:13) . pendekatakan reflection, yaitu pendekatan yang menjelaskan tentang

makna yang dipahami dan makna tersebut dapat digunakan untuk mengelabuhi

objek, seseorang, ide – ide, ataupun kejadian dalam kehidupan nyata. Dalam

pandangan ini dapat dipahami juga sebagai sebuah cermin. Cermin yang dapat

merefleksikan makna dari segalanya dari pantulan yang sederhana. Jadi,

pendekatan ini mengatakan bahwa Bahasa bekerja sebagai refleksi sederhana

tentang kebenaran yanag ada pada kehiduapan normal menurt kehidupan

normative (Hall, 1997:13) dalam pendekatan ini juga reflective dapat berarti

seperti, apakah bahasa telah mampu mendefinisikan sesuatu objek yang

bersangkutan.

10
Pendekatan kedua adalah pendekatan intentional. Pendekatan ini

memberikan definisi tentang bagaimana bahasa dan fenomenanya dapat dipakai

untuk mengatakan maksud dan memiliki pemaknaan tersendiri atas apa yang

tersirat dalam pribadinya. Intentional tidak merefleksikan, tetapi berdiri diatas

pemaknaannya. Kata – kata diartikan sebagai pemilik atas apa yang ia maksud

( Hall, 1997:24), telah mampu mengekspresikan apa yang komunikator

maksudkan.

Pendekatan yang ketiga adalah pendekatan constructionist. Pendekatan

ini lebih menekankan pada proses konstruksi makna melalui bahasa yang

digunakan. Dalam pendekatan ini, bahasa dan pengunaan bahasa tidak dapat

memberikan makna masing – masing, melainkan harus dihadapkan dengan hal

lain hingga memunculkan suatu interpretasi. Konstruksi sosial dibangun

melalui aktor- aktor sosial yang memakai system konsep kultur bahasa dan

dikombinasikan dengan sistem representasi yang lain( Hall, 1997:35).

Dalam konstruksionis ini, terdapat dua pendekatan menurut Stuart Hall,

yaitu pendekatakan diskursif dan pendekatan simiotika. Dalam pendekatan

diskursif, makna dibentuk tidak melalui bahasa, melainkan wacana. Kedudukan

sebuah wacana, jauh dianggap lebih besar dari pada bahasa, yang biasa disebut

dengan istilah topik, jadi produksi mana yang ada pada suatu kultur dihasilkan

oleh wacana yang diangkat oleh individu - individu yang berinteraksi dalam

masyarakat dan diindentifikasikan atas kultur yang ditentukan oleh wacana -

11
wacana yang diangkat. Sedangkan pada pendekataan simiotik, akan dijabarkan

tentang pembentukan tanda dan makna melalui medium bahasa (Hall, 1997:26).

Representasi budaya dalam konteks media massa berkaitan dengan

industri budaya yang dikonsumsi secara masal oleh penikmat budaya tersebut.

Representasi budaya berkaitan dengan bagaimana seseorang memaknai atau

mengkontruksi budaya yang diproduksi dan dikosumsi secara masal oleh media

massa. Dalam industry budaya, hal – hal yang direpresentasikan adalah artefak-

artefak budaya visual seperti, film, iklan dan video clip.

Dalam hal ini mengenai analisis semiotik iklan, peneliti berusaha

melihat tanda – tanda yang mengambarkan pria metroseksual.

2.1.3 Representasi Konstruksionis dalam Realitas Sosial

Menurut Chris Baker, salah satu pendiri culture studies menyebutkan

bahwa representasi merupakan kajian utama dalam cultre studies. Menurut

Stuart Hall, budaya adalah tentang makna-makna yang dibagi. Bahasa dalam

konsep budaya menjadi penting, karena Bahasa lah budaya menjadi lebih

bermakna (make sense of things). Melalui Bahasa juga, makna dapat

dipertukarkan dari agen masyarakat satu, ke masyarakat lain, Bahasa bersifat

representasional, karena itu mampu mengkonstruksi makna.

Representasi adalah salah satu praktik penting dalam memproduksi

budaya. Konsep kebudayaan bersifat luas, didalamnya juga menyangkut

12
mengenai pengalaman pribadi. Seseorang merasa menjadi bagian dari sebuah

kebudayaan yang sama dengan orang lain. Tidak hanya melalui tempat

tinggalnya yang sama juga. Seseorang dikatakan berasal dari kebudayaan yang

sama jika manusia tersebut yang didalamnya membagi pengalaman yang sama,

kode-kode yang sama berbicara dengan Bahasa yang sama dan saling membagi

konsep yang sama.

Makna menjadi bagian dari konstruksi. Makna yang dikonstruksi

melalui sistem representasi melalui kode. Kode inilah yang menepatkan

manusia dalam kelompok budaya yang sama, menggunakan nama yang sama

dan telah melalui aturan perilaku yang telah ditentukan bersama-sama.

Seseorang memikirkan sebuah “pensil” untuk disampaikan kepada orang lain,

maka akan mengucapkan “pensil” untuk dikomunikasikan kepada lawan

bicaranya. Dalam hal ini “pensil merupakan kode yang telah disepakati bersama

untuk memaknai konsep “pensil” yang ada dipikiran seseorang. Dengan

demikian, kode tersebut telah membangun sistem konseptual yang ada

dipikiran seseorang dengan sistem Bahasa yang bisa digunakan.

2.2 Pria Metroseksual

2.2.1 Definisi Pria Metroseksual

Konsep maskulinitas baru ini pada dasarnya merupakan upaya untuk

meninggalkan budaya patriarki yang dominan dan sekaligus beranjak ke

13
kerangka kerja sosial yang lebih inklusif. Iklan saat ini memposisikan pria

sebagai obyek seksual. Iklan menciptakan standar baru masyarakat untuk pria,

yakni sebagai sosok yang agresif sekaligus sensitive, memadukan antara unsur

kekuatan dan kepekaan sekaligus. Pria macho sudah teregantikan oleh sesosok

pria yang kuat dan tegar di dalam tetapi lembut dipermukaan. Ungkapan ini

untuk karakter pria metroseksual. Konsep maskulin baru yang mendobrak

konsep maskulinitas lama. seperti di citrakan atau di ikon kan pada sepakbola

ganteng seperti David bechkam, yang dimana dirinya mempunyai daya tarik

yang baru dari sesosok pria, dengan kepadaianya bermain bola dilapangan

nampak kekuatan dan kejantanannya pria yang di gabungkan dengan

penampilannnya yang dandy berhias anting, wajah, kuku yang bersih dan rapi

karena perawatan yang rutin. Sosok ini yang menyajikan paduan yang unik

membuka mata dunia atas stereotype imaji maskulin yang selama ini terbentuk.

Secara terminologis, metroseksual terdiri dari dua kata: ”metro” artinya

kota, yakni tempat tren ini terpusat, sedang ”seksual” berkonotasi preferensi

jenis kelamin, maksudnya pria yang asertif menonjolkan sisi feminimnya.

Istilah metroseksual dikemukakan oleh artikel yang ditulis oleh seorang

wartawan Mark Simpson. Artikel ini diterbitkan pada tanggal 15 November

1994, Simpson dalam tulisannya “pria metroseksual adalah pria lajang, belia

dengan pendapatan berlebih, hidup dan bekerja di kawasan perkotaan (karena

disitulah toko-toko terbaik tersedia) mungkin adalah pasar produk konsumen

14
yang paling menjanjikan pada dekade ini. Pada dekade 80-an pria seperti ini

hanya dapat ditemukan di dalam majalah fashion seperti GQ, dalam iklan

televisi Levis, pada dekade 90-an ia ada di mana-mana dan gemar berbelanja”.

Menurut Simpson, ciri khas metroseksual adalah pria muda yang memiliki uang

untuk diberbelanjakan, hidup di metropolis karena disanalah terletak toko,

pusat kebugaran, dan penata rambut terbaik. Ia bisa saja adalah seorang gay,

heteroseksual, atau biseksual. Akan tetapi, ini hanyalah imaterial belaka karena

nyatanya ia lebih mencintai dirinya sebagai objek cinta, kenikmatan, dan

pilihan seksualnya. Profesi tertentu seperti model, pelayan restoran, media,

industry musik, dan olahraga tampaknya menarik bagi kaum ini.

2.2.2 Ciri dan Gaya Hidup Pria Metroseksual

Kertajaya dkk (2004) menguraikan beberapa ciri – ciri pria

metroseksual sebagai berikut :

1. Pada umumnya tinggal di kota besar, dimana hal ini tentu saja

berkaitan dengan kesempatan akses informasi, pergaulan, dan gaya

hidup yang dijalani

2. Berasal dari kalangan berada dan memiliki banyak uang karena

banyaknya materi yang dibutukan sebagai penunjang gaya hidup

yang dijalani.

3. Memilih gaya hidup yang urban dan hedonis.

15
4. Secara intens mengikuti perkembangan fashion di majalah-majalah

mode pria agar dapat mengetahui perkembangan fashion terakhir

yang mudah diikuti

5. Umunya memiliki penampilan yang klimis, dandy dan sangat

memperhatikan penampilan serta perawatan tubuh.

Menurut Jake Brennan seorang lifestyle commentator dalam (Coda, P.

2004, A New Style for Man : metrosexual) dalam Jurnal Prayogo W. Waluyo.

2014 “metroseksual sebagai komunikasi fahsion pria urban” menguraikan ada

6 ciri dari pria – pria metroseksual sebagi berikut :

1. Moderen dan umumnya single yang sangat penduli terhadap diri

sendiri dan juga sisi feminimnya

2. Berdandan sebelum pergi ketempat – tempat hang out atau

menghadiri suatu acara tertentu

3. Mempunyai pendapatan yang cukup untuk selalu tampil up to date,

baik urusan gaya rambut, parfum, sampai trend busana terbaru.

4. Senang menjadi pusat perhatian wanita, sehingga banyak membuat

pria lain cemburu

5. Berusaha memikat perempuan yang menikmati kehadirannya

dengan sejumlah pengetahuan yang dimilikinya, seperti film, musik,

dan bidang seni lainya

16
6. Tinggal di daerah perkotaan sehingga dapat melakukan aktifitas

merawat dirinya dengan mudah.

Dapat ditarik kesimpulan pria metroseksual adalah pria yang hidup di

kota metropolis dengan gaya hidup yang urban, dan menaruh perhatian lebih

pada penampilan, seorang krateristik pria yang unik dan merawat diri melebihi

apa yang dilakukan oleh seorang wanita.

Faktor yang mempengaruhi status metroseksual seorang pria adalah

sebuah perilaku atau gaya hidup yang mengambil bagian paling besar. Gaya

hidup menjadi salah satu factor penentu status metroseksual. Pria metroseksual

memiliki gaya hidup yang mengarah pada Berpergian ketempat mall atau butik

bukan untuk purpose shopping tetapi pleasure shopping, Menghabiskan banyak

waktu dikafe, Memilih untuk melajang sampai usia tertentu.

Ciri dari gaya hidup pria metroseksual adalah mereka sosok yang berani

bereksperimen dengan fashion, misalnya gaya rambut, memakai pemoles kuku,

anting, kalung dan menggunakan berbagai produk kosmetik (Kartajaya,

2014:290). Ada lagi sejumlah karakter lainnya (Kartajaya, 2004:290):

1. Metroseksual lebih menikmati suasana belanja sebagai rekreasi

(pleasure shopping) dari pada belanja karena memang ingin ada yang

dibeli (purpose shopping).

17
2. Metrsoseksual memiliki kemampuan dalam hal komunikasi dan

interpersonal yang baik dengan orang lain.

3. Metroseksual lebih senang ngobrol dari pada rata-rata pria.

4. Metroseksual dikelilingi oleh banyak teman wanita.

5. Metroseksual adalah seseorang yang introspektif, mau dan mampu

“berkomunikasi” dengan dirinya sendiri.

6. Metroseksual memancarkan sosok sensualitas yang lembut, baik

terhadap wanita maupun pria lain.

Dari banyak definisi dan ciri perilaku pria metroseksual terdapat

kesamaan dasar, semuanya membahas penciptaan imaji atas pria baru yang

dimana karakter masklulinnya tak lagi segarang dulu. Mereka lebih lembut dan

trendy. Pemunculan femininitas pada metroseksual lebih diletakkan pada

penampilan fisik yang memperindah penampilan pria.

2.3 Maskulinitas

2.3.1 Gender Dan Maskulinitas

Berbicara tentang maskulin tentu saja tidak bisa lepas pembicaraan

tentang gender. Kata “gender” berasal dari Bahasa inggris. Jika dilihat dari

kamus bahasa inggris, tidak secara jelas dibedakan pergertian antara sex dan

gender. Secara umum gender berbeda dengan jenis kelamin. Jenis kelamin

18
adalah konstruksi biologis yang dibawa oleh individu sejak lahir, sedangkan

gender adalah hasil konstruksi sosial yang diciptakan oleh manusia, yang

sifatnya tidak tetap, berubah-ubah, serta dapat diahlihkan dan dipertukarkan

menurut waktu, tempat dan budaya setempat dari satu jenis kelamin dan kepada

jenis kelamin lainya. Gender kerapkali disamakan dengan seks (jenis kelamin),

gender dan seks suatu hal yang tidak dapat dipisahkan. Yang artinya,

membicarakan tentang gender tidak terlepas dari jenis kelamin (seks), namun

antara gender dan seks memiliki perbedaan makna. Kata “gender” dapat

diartikan sebagai perbedaan peran, fungsi, status dan tanggung jawab pada laki

– laki ataupun perempuan sebagai hasil dari bentukan konstruksi sosial budaya

yang tertanam lewat proses sosialisasi dari satu generasi ke genarasi berikutnya.

Dengan demikian gender adalah hasil kesepakatan antar manusia yang tidak

bersifat kodrati. Konstruksi sosial membedakan bagaimana laki- laki dan

perempuan dikonsepsikan/dipersepsikan melalui konsep diri yang bersifat

maskulin dan feminim.

Menurut Kimmell (2005) dalam jurnal Desi Oktafia fribadi yang

berjudul “representasi maskulinitas dalam drama TV korea Youre Beautiful”

maskulinitas adalah sekumpulan makna yang selalu berubah tentang hal – hal

yang berhubungan dengan laki – laki sehingga memiliki definisi yang berbeda

pada setiap individu dan waktu yang berbeda. Menurt Barker, dalam Nasir

(2007 :) maskulin merupakan hasil konstruksi kelaki - lakian. Laki – laki tidak

19
dilahirkan begitu saja dengan sifat maskulinya secara alami, maskulinitas

dibentuk oleh kebudayaan.

Maskulin sering dianggap ditandai dengan sifat rasional, independen,

kuat, pelindung, diikuti dengan peran – peran publik yang harus dijalaninya.

Sedangkan feminim ditandai dengan sifat irasional, emosional, ketergantungan,

butuh perlindungan, serta peran-peran domestik dan pelayanan yang

mengikutinya.

Berikiut adalah karateristik maskulin dan feminim menurut para ahli

dalam jurnal yang dipublikasi oleh Ryani Dhyan Parashakti (2015) “Perbedaan

gaya kepemimpinan dalam perspektif maskulin dan feminim” dalam kajiannya

menjabarkan sebagai berikut :

Tabel Perbedaan Maskulin dan Feminim

Maskulinitas Femininitas

Capra Banyak tuntutan Seimbang

Agresif Responsive

kompetitif Kerjasama

Intuitif

Mempersatukan

Boydell dan Logis Tidak logis

Hammond

20
Pisah dari sifat alamiah Bagian dari sifat

alamiah

Makanis Sistematis

Otak kiri Otak kanan

Bersifat dominan Bersifat patuh

Pemisah Penyatu

Keras Lunak

Menang-kalah Menang-menang

Berentetan Berjarak

Mengontrol Membebaskan

Marshall Penonjolan diri Saling bergantung

Pemisah Penggabungan

Independent Mendukung

Control Kerjasama

kompetisi Kemauan menerima

Waspada terhadap pola-

pola keseluruhan

Keberadaan

Sumber : Sparrow, J., and Rigg, C., (1993)

Sementara itu, Chafez membagi menjadi tujuh area maskulinitas dalam

masyarakat yaitu :

21
1. Fiksik : jantan, atletis, kuat, berani, ceroboh, tidak peduli penampilan

dan proses penemuan

2. Fungsional : pencari nafkah, penyedia

3. Intelektual : logis, intelektual, rasional, objektif, ilmiah, praktis,

mekanis, kesadaran masyarakat, beraktifitas, memberi kontribusi

kepada masyarakat, dogmatis

4. Interpersonal : pemimpin, mendominasi, disiplin, mandiri, bebas,

individualis, menuntut

5. Karateristik pribadi lain : beriorentasi pada kesuksesan, ambisius,

sombong, bermoral, penentu, kopetitif, berjiwa petualang.

Menurut teori neture, perbedaan perempuan dan laki- laki adalah

kodrati, sehingga harus diterima apa adanya. Perbedaan biologis itu

memberikan indikasi dan implikasi bahwa dari keduanya memiliki peran dan

tugas berbeda. Ada tugas yang memang dapat dipertukarkan dan ada juga tugas

yang berbeda dan tidak dapat dipertukarkan.

2.3.2 Makulinitas Masa ke Masa

Tahap penyebaran kosep maskulinitas tidak lepas dari keberadaan

media. Media sebagai alat penyebar sebuah informasi dan alat komunikasi telah

menjadi bagian penting bagi kehidupan sosial masyarakat, karena dianggap

sebagai agen sosialisasi gender yang penting dalam keluarga dan masyarakat.

media mengungkapkan kepada kita tentang sosok pria dan wanita dari sudut

22
pandang tertentu. Media seringkali dikatakan sebagai penciptakan nilai – nilai

maskulinitas laki- laki , baik media cetak maupun media elektronik. Televisi

misalnya, lebih bayak menggambar sesosok pria yang ditampilkan dalam peran

pemimpin.

Konsep maskulinitas dari masa ke masa mengalami perkembangan. Hal

itu seperti yang di kemukakan oleh Beyon dalam jurnal yang dipublikasikan

oleh Argyo Demartoto pada tahun 2010 yang berjudul “ konsep maskulinitas

dari jaman ke jaman” beyon membagi maskulin dengan ide tren perkembangan

zaman sebagai berikut :

1. Makskulin sebelum tahun 1980-an

sosok maskulin yang muncul adalah sosok figure laki – laki

kelas pekerja dengan bentuk tubuh dan perilaku yang dominan terutama

atas perempuan.

a. No Sissy Stuff : sesuatu yang berkaitan dengan hal –

hal yang berbau feminim dilarang, seorang laki – laki

sejati harus menghindari perilaku atau karateristik

yang bersosialisasi dengan perempuan

b. Be A Big Wheel : Maskulin dapat di ukur dari

kesuksesan, kekuasaan dan pengakuan dari orang

23
lain. Seseorang harus mempunyai kekayaan,

ketenaran dan status yang sangat lelaki

c. Be A Sturdy Oak: kelakian membutuhkan rasionalis,

kekuatan, dan kemandirian. Tidak menunjukan

emosi dan kelemahan.

d. Give em Hell: lelaki harus mempunyai aura

keberanian dan agresif, serta harus mampu

mengambil resiko walaupun alasan dan rasa takut

mengiginkan hal yang sebaliknya.

2. Maskulini tahun 1980-an

sosok maskulin kemudian berkembang pada tahun 1980-an.

Beyon (natsir,2007:3) mengatakan bahwa decade 80-an itu “new man as

nurture dan new man as narcist” new man as nurture merupakan

gelombang awal reaksi laki-laki terhadap feminisme. Laki- laki pun

menjalani sifat alamiah seperti perempuan sebagai makluk yang

mempunyai rasa perhatian. Misalnya laki-laki yang mempunyai sifat

kelembutan menjadi seorang bapak mengasuh anak. Anggapan ke dua

yaitu new mas as narcist hal ini berkaitan dengan komersialisme terhadap

maskulinitas dan komsumerisme semenjak akhir tahun perang dunia ke

dua. Para pemuda generasi tahun 60-an zaman hippies yang tertarik

dengan gaya pakaian dan musik pop. Banyak produk komersil untuk

24
laki-laki yang bermunculan. Bahkan sosok laki laki menjadi objek

seksual menjadi bisnis yang amat luar biasa. Di masa ini menunjukkan

maskulitasnya sebagai laki – laki yang semakin suka memanjakan diri

dengan produk komersil yang tampaknya membuat kelihatan sukses,

seperti mobil, property, pakaian. Kaum ini disebut kaum yuppies.

3. Maskulinin tahun 1990-an

Diera ini kemudian muncul juga sesosok yang disebut maskulin

dekade tahun 1990-an. Laki- laki kembali bersifat acuh dan tidak peduli

dengan sifat maskulin yuppies yang peduli akan penampilan. The new

lad ini berasal dari musik pop dan football yang mengarah kepada sifat

yang keras, macho, dan holigansem. Pada dekade 90-an laki-laki masih

mementingkan leisure time mereka sebagai massa untuk bersenang

senang, menikmati hidup bebas, seperti apa adanya. Seperti laki – laki

yang bersenang-senang dengan temanya, menonton bola, minum bir,

dan membuat lelucon yang dianggap merendahkan perempuan.

2.3.3 Maskulinitas Dalam Iklan Televisi Produk Perawatan Wajah

iklan adalah media promosi produk tertentu dengan tujuan produk

yang ditawarkan terjual laris. Namum iklan bukan hanya sekedar menjual

suatu produk melainkan iklan adalah sebuah media yang menawarkan

sebuah ideologi, gaya hidup, dan imaji. Dengan kelihaian dan trik tertentu

produsen memiliki cara masing-masing dalam mengemas suatu iklan

25
sehinga dapat menimbulkan kesan positif agar dapat mensugesti khalayak

agar mengkonsumsi produk yang diiklankan. Melalui produk yang

dipromosikan. Iklan merepresentasikan sesuatu, iklan menjadi sarana

pengantar makna yang ingin disampaikan oleh produsen kepada konsumen.

Dalam kehidupan manusia selalu melakukan proses representasi

untuk memberi makna pada semua hal disekitar, baik manusia maupun

benda, objek atau kejadian. Suatu makna dipertukarkan melalui Bahasa.

Demikian pula halnya dengan iklan. Makna yang dipertukarkan kepada

manusia melalui Bahasa. Representasi berkaitan erat dengan identitas

karena suatu eksitensi atau keberadaan seseorang dimaknai oleh

lingkungannya, berarti lingkungan memberi indentitas tertentu kepada

seseorang. Orang yang memiliki indentitas tertentu tersebut menjadi

representasi dari kelompok masyarakat tertentu pula. Oleh karena itu

memberi makna eksistensi seseorang atau sekelompok orang berarti

masyarakat telah mengkonstruksi identitas tertentu pada orang atau

sekelompok orang tertentu. Hal tersebut dikonstrukis oleh iklan. Konstruksi

yang melakat dalam masyarakat saat ini adalah konstrukis gender. Identitas

maskulin dan feminim dikonstrukis sedemikian rupa, sehingga terlihat

bahwa sifat maskulin dan feminim merupakan sifat ilmiah laki-laki dan

perempuan.

26
Wernik(1992:32) dalam jurnal yang di publikasi oleh Novia kurnia

(2004) “Representasi maskulinitas dalam iklan” melihat iklan sebagai

media promosi budaya dan iklan adalah sebuah sarana ekspresi ideologi

dan ekspresi simbolik budaya. Iklan dapat menjadi wacana dalam

masyarakat, karena iklan bermain dalam dunia tanda dan Bahasa. Melalui

ideologi kapitalis, iklan mulai maju dan berkembang, muncul stereotype

mengenai maskulin dan feminim dalam iklan.

Umumnya pecitraan yang dikonstruksi oleh iklan televisi

disesuaikan dengan kedekatan jenis obyek iklan yang diiklankan, walaupun

tidak jarang pecitraan dilakukan secara ganda, artinya iklan menggunakan

beberapa pecitraan. Salah satunya adalah pecitraan penggambaran

perempuan dalam iklan televisi, dimana yang dijelaskan oleh

Tomagola(1998:333:334) dalam Bungin (2008 :122-123), citra perempuan

ini tergambarkan sebagai citra pigura, citra pilar, citra pinggan, dan citra

pergaulan. Yang kedua ialah citra maskulin. Iklan juga mempertontonkan

kejantanan, otot laki-laki, ketegasan, keperkasaan, keberanian, menantang

bahaya, keuletan,ketangguahan hati, bagian-bagian tertentu dari kekuatan

daya Tarik laki-laki sebagai bagian dari citra maskulin.

Dalam banyak iklan terjadi penekanan terhadap pentingnya

perempuan untuk selalu tampil dengan mempertegas sifat kewanitaannya

secara biologis misalnya waktu menstruasi (iklan-iklan pembalut),

27
berambut panjang (iklan-iklan shampoo). Secara luas perempuan memiliki

tanggng jawab terhadap persoalan domestik, ruang domestik perempuan

digambarkan dengan tiga hal utama : pertama “keapikan” fisik dari rumah

suaminya (iklan super pel), kedua pengelolahan sumber daya rumah tangga

sebagai istri dan ibu yang baik dan bijaksana (iklan Pepsodent dan iklan

susu Dancow). Dan ketiga, ibu sabagai guru dan sumber legitasi bagi anak-

anaknya (iklan Dancow madu). Perempuan dalam iklan televisi juga

digambarkan memiliki citra pinggan, yaitu perempuan tidak bisa

melepaskan diri dari dapur karena dapur adalah dunia perempuan (iklan

indomie).

Pecitran maskulin digambarkan sebagai kekuatan otot lelaki yang

menjadi dambaan wanita (iklan extrajoss), atau citra sebagai makluk yang

tangkas, berani, menantang maut (iklan rokok wismilak,djarum super.

Mereka lelaki yang berwibawa, macho, dan sensitive ( iklan rokok

mallboro, Bentoel biru)

Seiring perkembangan zaman, terutama terkait dengan munculnya

gerakan feminis, identitas gender yang membedakan antara feminis dan

maskulinitas sangat tegas perlahan melebur dan kehilangan batasan yang

jelas. Para pria kembali mempertanyakan ke jantanannya, hal ini kemudian

mengakibatkan timbul nilai- nilai maskulin baru yang diusung oleh pria-

pria yang mengeklaim diri mereka sebagai pria modern.

28
Beberapa contoh representasi iklan yang menunjukan gambaran

maskulini dan fiminim. Salah satunya iklan pada produk perawatan wajah,

Dalam iklan Garnier makna maskulinitas baru direpresentasikan melalui

penggunaan model yang memiliki ciri yang sangat lembut dan terawat. Hal

ini menciptakan keyakinan bahwa penampilan bersih lembut dan terawat.

Penghadiran model wanita dalam iklan juga menjadi representasi dari

maskulin terbaru bahwa pria yang memperhatikan keiinginan dari

pasanganya. Dengan kata lain memperhatikan penampilan bukan hanya

untuk menciptakan citra positif dalam kehidupan professional melainkan

juga kehidupan sosial. Dalam iklan L’oreal, maskulinitas baru yang

merepresentasikan sosok maskulinitas baru yang diyakini oleh pria – pria

metroseksual melalui pembawaan karakter yang lembut, cool, dan dapat

diandalkan. Sedangkan iklan pada L,oreal vita lift, yang merepresentasikan

sosok pria metroseksual melalui pembawaan karakter kemacoan jenis baru

yang menjadikan role model baru untuk pria baru dalam maskulinitas

modern. Melalui produk – produk iklan akan terbentuk identitas pria yang

menjadi konsumen produk tersebut. Dengan adanya iklan maka konsep

maskulinitas pria akan mengalami pendefinisian ulang.

Sedangkan pada femininitas pada iklan sabun, lotion, dan parfum

mengidentikkan perempuan dengan kehalusan, yang divisualisasikan

melalui penampakan bagian – bagian tubuh yang hampi memiliki nilai fetis

29
terhadap kosmologi patriaki. Tubuh seorang perempuan seakan-akan

dijadikan sebagai objek komoditas untuk menambah daya tarik suatu

produk.

2.4 Iklan

2.4.1 Iklan Televisi

Secara umum iklan adalah sebuah bentuk informasi yang dilakukan

oleh seseorang, instansi/lembaga, atau perusahaan, yang isinya mengenai

sebuah informasi tentang sebuah produk atau jasa yang ditunjukkan kepada

khalayak, yang dimana maksud dan tujuannya membujuk dan mendorong

masyarakat untuk tertarik, membeli dan menggunakan produk atau jasa yang

ditawarkan. Menurut Thomas M.Garret, S.J yang di kutip oleh Yeremis Jena

dalam artikel etika dalam iklan januari 1997 iklan di pahami sebagai aktifitas-

aktifitas penyampaian pesan visual atau oral kepada suatu khalayak, dengan

maksud menginformasikan atau mempengaruhi merek untuk membeli barang-

barang dan jasa-jasa yang diproduksi atau untuk melakukan tindakan – tindakan

ekonomi terhadap idea-idea, istitusi, atau pribadi yang terlibat dalam iklan

tersebut. Menurut (Kasali 2007:11), iklan adalah segala bentuk pesan tentang

suatu produk yang disampaikan lewat media, ditujukan kepada sebagian atau

seluruh masyarakat

Menurut Fandy Tjiptono, (2005:226) Iklan adalah bentuk komunikasi

tidak langsung yang didasari pada informasi tentang keungulan atau

30
keuntungan suatu produk, yang disusun sedemikian rupa sehingga

menimbulkan rasa menyenangkan yang akan mengubah pikiran seseorang

untuk melakukan pembelian. Sedangkan menurut Kotler & Keller yang dialih

bahasakan oleh Benyamin Molan (2007:244) Iklan adalah segala bentuk

presentasi nonpribadi dan promosi gagasan, barang, atau jasa oleh sponsor

tertentu yang harus dibayar. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan

bahwa iklan adalah semua bentuk presentasi nonpersonal yang dimaksudkan

untuk mempromosikan gagasan, atau memberikan informasi tentang keungulan

dan keuntungan suatu produk yang dibiayai pihak sponsor tertentu. Jadi secara

sederhana iklan didefinisikan sebagai pesan yang menawarkan suatu produk

yang ditujukan kepada masyarakat lewat suatu media. Media tersebut

dimaksud adalah media massa cetak ( surat kabar, majalah,tabloid, buku) dan

media massa elektronik ( Televisi, radio dan film). Banyak kita jumpai iklan -

iklan di media massa, terutamanya iklan di televisi.

Iklan televisi dalam Bugin (2011:107) iklan televisi adalah sebuah dunia

magis yang dapat mengubah komoditas ke dalam gemerlapan yang memikat

dan mempesona menjadi suatu sistem yang keluar dari imajinasi dan muncul

kedalam dunia nyata melalui media. Iklan televisi adalah sebuah program yang

dibayar dan diproduksi oleh suatu organisasi untuk mempromosikan suatu

produk atau jasa yang secara umum memiliki durasi singkat kurang lebih 30

detik sampai 1 menit. Iklan televisi baru muncul di Indonesia pada 24 agustus

1992 di televisi TVRI.

31
Semakin bekembangnya dunia periklanan dewasa ini televisi menjadi

media penting dalam bisnis periklanan di Indonesia, jika di cermati, produk –

produk yang dipasarkan hampir sebagian besar pernah diiklankan lewat

televisi. Bahkan ada biro iklan yang menjadikan televisi sebagai media ampuh

untuk mengadakan perang kilat melawan competitor dalam menawarkan

produk atau jasa. Yang menjadi dasar biro iklan menjadikan televisi media yang

paling ideal untuk promosi adalah kekuatan atau kelebihan media televisi dari

media yang lainnya. Iklan di televisi atau iklan televisi mempunyai dampak

yang sangat kuat terhadap konsumen dengan penekanan pada dua indera

telinga dan mata, serta mampu mendemonstrasikan produk yang diiklankan

serta mampu membangun ingatan yang kuat mengenai produk. Sehingga iklan

televisi merupakan salah satu bentuk strategi media yang di anggap paling

efektif dalam proses pemasaran produk dalam menarik konsumen.

Dilihat dari survei yang dilakukan oleh Nilsen Indonesia, yang di publis

dalam nielsen.com pada tanggal 02 january 2018 bahwa pertumbuhan belanja

iklan menunjukan trend yang positif. Total belanja iklan pada tahun 2017

meningkat 8% dari tahun sebelumnya dengan nilai yang mencapai 145 triliun.

Porsi belanja iklan dalam tahun 2017 masih dinominasi oleh media televisi

yang sebesar 80% dari total belanja iklan yang tumbuh 12% dibandingkan

tahun sebelumnya. Pertumbuhan belanja iklan dalam media televisi ini

mungkin di faktori oleh meningkatnya peminatan masyarakat terhadap media

televisi. Saat ini media televisi masih menjadi media utama bagi masyarakat.

32
Dilihat dari survei yang dilakukan oleh Nielsen Consumer Media View (cmv)

pada tahun 2017 menunjukkan bahwa penetrasi televisi mencapai 96 persen.

Gambar 2.41
Penetrasi Media dari Survei Nielsen Indonesia 2017
(Sumber Gambar: databoks.katadata.co.id)

Media televisi adalah media iklan yang paling ideal, dalam artian

melalui kekuatan televisi dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi

imange produk pemirsa karena media televisi memiliki kekutan pada audio dan

visual. Kategori besar dari sebuah iklan televisi adalah berdasarkan sifat media,

dimana iklan televisi dibangun dengan dari kekuatan visualisasi objek dan

kekuatan audio. Symbol – symbol yang divisualisasikan lebih menonjol bila

dibandingkan dengan symbol – symbol verba. Umumnya iklan televisi

menggunakan cerita – cerita pendek menyerupai karya film pendek. Dan karena

33
waktu tayang yang pendek, maka iklan televisi berupaya keras meninggalkan

kesan yang mendalam kepada pemirsa dalam waktu beberapa detik.

Iklan televisi merupakan salah satu media atau bagian dari klasifikasi

iklan lini atas (above the line) selain tayangan iklan di media cetak, radio,

billboard, dan lain sebagainya (Jeffkins, 1997: 28). Beberapa kelebihan maupun

keunggulan televisi dibandingkan dimedia lain khususnya dalam penayangan

iklan menurut Jeffkins (1997: 109) adalah kesan realistik, masyarakat lebih

tanggap, bersifat repetisi/pengulangan, adanya pemilahan area siaran (zoning)

dan jaringan kerja (networking) yang mengefektifkan penjangkauan

masyarakat, ideal bagi pedagang eceran, serta terkait erat dengan media lain.

Sedangkan menurut Morrisan (2014 : 240) kelebihan televisi diantaranya

mencakup daya jangkau luas, selektifitas dan fleksibilitas, fokus perhatian,

kreatifitas dan efek, serta prestise.Iklan televisi sering disebut sebagai the magic

system hal ini dikarenakan selain menawarakan dunia instan, iklan televisi

merupakan pertunjukan “kecil” dalam dunia komunikasi dengan kesan-kesan

yang”besar” sebagai suatu sistem yang magis (the magic system). Dalam kata

lain iklan televisi mempertontonkan sebuah dunia lain yang menajubkan

kepada pemirsanya.

Iklan televisi dibuat untuk mengkomunikasikan produk kepada

masyarakat luas, namun iklan televisi tidak hanya sekedar menampilkan sebuah

produk saja melainkan mengkomunikasikan menggunakan tanda, ikon, dan

34
symbol – symbol yang mengandung makna – makna tertentu. Hal ini dibuat

untuk mempengaruhi masyarakat, walaupun produk itu sendiri tidak

bermanfaat bagi masyarakat.

2.4.2 Kekuatan dan kelemahan Iklan Televisi

Iklan televisi memiliki karateristik khusus dari media iklan yang lainnya

yaitu dari kombinasi suara dan gambar gerak. Dengan karakteristik tersebut,

televisi banyak dinikmati oleh khalayak dari semua kalangan dan memiliki

berbagai keunggulan dibanding media lainya diantaranya :

Rhenald Kasali (dalam Durianto dan Liana 2004) menjabarkan sebagai

berikut:

a. keunggulan

1. Efiensi biaya

Banyak pengiklan memandang televisi sebagai media paling

efektif untuk menyampaikan pesan – pesan komersilnya.

Salah satu keunggulannya adalah menjangkau khalayak

sasaran yang sangat luas

2. Dampak yang kuat

Kemampuan menimbulkan dampak yang kuat terhadap

konsumen, dengan tekanan pada alat dua indera penglihatan

dan pendengaran.

35
3. Pengaruh yang kuat

Televisi mempunyai kekuatan yang kuat untuk

mempengaruhi persepsi khalayak

b. Kekurangan

1. Biaya yang sangat besar

Kelemahan yang paling serius adalah biaya yang sangat

besar untuk biaya produksi dan penayangan iklan.

2. Khalayak yang tidak selektif

Iklan disiarkan televisi memiliki kemungkinan

menjangkau konsumen atau pasar yang tidak tepat

3. Kesulitan teknis

Media ini luwes dalam pengaturan teknis. Iklan tidak dapat

diubah begitu saja diubah jadwal penayanganya.

Menurut Morisson (2012:240) iklan televisi memiliki kekuatan

tersendiri karena televisi mempunyai banyak kelebihan dibanding media

lainnya, yaitu Morisson menjabarkan sebagai berikut :

a. Kekuatan

1. Daya jangkau yang sangat luas

Semakin murah harga televisi saat ini membuat daya

jangkaunya semakin luas yang menyebabkan banyak orang

dapat menikmati siaran televisi. Hal ini juga mendukung

36
para pengiklan untuk memperkenalkan kepada khalayak

produk dan jasa yang diiklankan

2. Selektivitas dan fleksibilitas

Televisi kerapkali dianggap media yang sukar dalam

menjangkau penonton/pemirsa yang khusus atau tertentu.

Sebenarnya televisi dapat menjangkau pemirsa tertentu

melalui variasi komposisi pemirsa sebagai hasil dari isi

program, waktu siaran dan cangkupan goegrafis siaran

televisi. Sebagai contohnya adalah program siaran pada hari

sabtu dan minggu ditujukan untuk permirsa anak-anak.

3. Fokus perhatian

Audiens akan memperhatikan siaran iklan saat iklan muncul

dilayar televisi dan harus menyaksikannya secara fokus

perhatiannya hingga tuntas.

4. Kreatifitas dan efek

Iklan yang disiarkan pada televisi dapat menggunakan

kekuatan personalitas manusia untuk mempromosikan

produk atau jasa. Cara penyampaian dan Bahasa tubuh

seseorang yang ditampilkan dapat mempengaruhi pemirsa

untuk membeli dan menggunakan produk atau jasa yang

diiklan tersebut.

5. Prestise

37
Sebuah perusahaan yang mengiklankan produknya di

televisi tentunya akan dikenal oleh khalayak dan tentunya

juga perusahan juga akan dikenal oleh khalayk luas dan

produk tersebut mendapatkan prestise tersendiri.

6. Waktu tertentu

Produk yang diiklankan akan tepat sasaran untuk

menjangkau pasar maka dari itu produk yang diiklankan

memiliki waktu dan ruang tayang tersendiri untuk

menjangkau pasar yang tepat, contohnya : iklan alat – alat

dapur atau alat perlengkapan rumah di tayangkan pada siang

hari karena ditujukan kepada ibu – ibu rumah tangga.

b. Kelemahan

1. Biaya mahal

Televisi merupakan media paling mahal untuk beriklan.

Biaya yang mahal ini disebabkan tarif penayangan iklan,

biaya yang dikenakan kepada pemasangan iklan televisi

dihitung berdasarkan detik, dan juga biaya produksi iklan

tidak murah juga namun dengan harga yang tidak murah

tentunya sangat berkualitas.

2. Informasi terbatas

Durasi iklan yang sangat pendek sekitar 30 detik sampai 1

menit dalam sekali tayang menyebabkan terbatasnya

38
informasi yang akan didapat oleh pemirsa atau audiens.

Meyampaian informasi yang singkat tersebut teratasi dengan

penayangan iklan yang berulang- ulang.

3. Selektiftas yang terbatas

Media televisi bukan pilihan bagi pemasang iklan yang

bertujuan untuk menjangkau pasar atau pemirsa yang lebih

spesifik dan khusus. Televisi masih belum bisa menandingi

radio, surat kabar dalam menjangkau pemirsa yang khusus.

4. Penghindaran

Biasanya para pemirsa atau audiens menghindar pada saat

iklan ditayangkan. Pemirsa lebih memilih melakukan

kegiatan lain pada saat iklan ditayangkan atau memindah

program acara/channel.

5. Tempat terbatas

Stasiun televisi tidak bisa sembarang memperpanjang waktu

siaran iklan dalam suatu program, pada media cetak apabila

jumlah pemasang iklan meningkat, maka jumlah halam pada

media tersebut akan ditambah. Di stasiun televisi tidak dapat

memperpanjang waktu penayangan iklan karena hal itu

dapat merusak penayang program dan program itu sendiri.

Memperpanjang waktu siaran iklan akan melanggar

peraturan pemerintah yang menetapkan bahwa siaran iklan

39
Lembaga penyiaran swasta paling bayak 20 persen dari

seluruh waktu siaran setiap hari. Hal tersebut dijelaskan di

peraturan pemerintah No. 50 Tahun 2005, pasal 21 (5).

Menurut Wells, Bunett, dan Moriarty (1995:377) dalam Rio Setiawan

(2011) “ pengaruh penggunaan celebrity endorse media televisi dan pesan iklan

televisi terhadap efektifitas iklan serta dampaknya dalam menumbuhkan

brandawarnes pada program periklanan produk” kekuatan dan kelemahan iklan

televisi sebagai berikut :

a. Kekuatan

1. Dapat menikmati oleh siapa saja

2. Dapat menjangkau daerah yang sangat luas

3. Waktu siarannya sudah tertentu

4. Memiliki daya penyampaian dan pengaruh yang kuat

karena dapat memberikan kombinasi antara suara

dengan gambar (gamabar gerak)

5. Tidak memerlukan keahlian membaca seperti media

cetak.

b. Kekurangan

1. Biaya relative tinggi

2. Hanya dapat dinikmati sebentar (informasi singkat)

40
3. Khalayak yang selektif (tidak setajam media yang lainya

kemungkinan menjangkau segmen tidak tepat karena

pemborosan)

4. Kesulitan teniks, tidak bisa luwes pindah jam tayang

5. Tidak semua orang memiliki pesawat televisi.

2.4.3 Realitas sosial media massa bentukan iklan televisi

Pengiklan melakukan berbagai cara atau startegi persuasive untuk

mayakinkan konsumen dengan menghilangkan keraguan - keraguan yang tidak

beralasan tentang produk yang dipromosikan melalui iklan. Maka, dalam

melakukan strategi, pengiklan tidak hanya sekedar menjual manfaat sebuah

produk, tetapi sistem ide dengan menyisipkan sebuah simbolik secara otonom

sebagai suatu upaya mengkonstruksi realitas atas produk yang dipromosikan.

Realitas yang dibangun oleh produsen sebagai cara mempengaruhi suatu sikap

cara untuk mempengaruhi suatu sikap dan cara pandang terhadap suatu realitas.

Apa yang kita rasakan sebagai “pertukaran nilai simbolik” seperti coca cola,

dimana produk tersebut telah menjadi salah satu minuman utama yang disajikan

pada berbagai kegiatan seremoni seperti seminar, pernikahan, dan bahkan hari

raya keagamaan. Begitu juga indomie telah menjadi salah satu makanan yang

selalu disediakan pada setiap saat dan setiap waktu. Iklan telah menciptakan

sistem gagasan yang tanpa disadari telah mejadi realitas sosial budaya di mana

makna – makna produk yang diproduksi telah menjadi budaya dominan,

sesuatu yang dianggap alamiah dan wajar dalam kehidupan manusia.

41
Kita pun dapat menyaksikan tayangan – tayangan iklan komersil di televisi

yang tidak lagi menekankan fungsi atau kegunaan produk, tetapi lebih kepada

fungsi sosial. Iklan produk kesahatan khusus perempuan lebih menekankan

pada bagaimana menjaga hubungan keharmonisan dalam sebuah keluarga dan

bagaimana seorang perempuan sebagai salah satu solusi meningkatkan

hubungan keharmonisan dalam rumah tangga. Produk perawatan wajah pria

merepresentasikan sosok lali – laki yang ganteng, putih dan maskulin. Contoh

– contoh iklan yang disebutkan di atas menunjukan betapa kekuatan iklan

dalam mengkonstruksi realitas yang tertanam dalam pikiran konsumen.

2.5 Semiotika dalam Ilmu Komunikasi

2.5.1 konsep Semiotika

Semiotika merupakan suatu kajian ilmu tentang mengkaji tanda. Dalam

kajian semiotika menganggap bahwa fenomena sosial pada masyarakat dan

kebudayan itu merupakan tanda – tanda, semiotik itu mempelajari sistem

sistem, aturan –aturan dan konvensi – konvensi yang mengaitkan tanda –

tanda tersebut mempunyai arti. Kajian semiotika berada pada dua paradigma

yakni paradigma konstruktif dan paradigma kritis.

Secara etimologi semiotik berasal dari kata Yunani simeon yang berarti

“tanda” secara terminologis, semiotik dapat didefinisikan sebagai ilmu yang

mempelajari sederetan luas objek – objek, peristiwa – peristiwa seluruh

42
kebudayaan sebagai ilmu tanda dan segala yang berhubungan dengannya :

cara berfungsinya, hubunganya dengan kata lain, pengirimanya, dan

penerimaanya oleh mereka yang mempergunakanya”

Secara singkat sobur ( 2004 :15) mengungkapkan semiotika adalah

tanda suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda – tanda

disini yaitu perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di

dunia ini, di tengah tengah manusia dan bersama sama manusia. Semiotika,

atau dalam istilah Barthes, semiologi pada dasarnya hendak mempelajari

bagaimana kemanusiaan memakai hal – hal. Sedangkan menurut Lacte dalam

Sobur (2004 : 16) semiotika adalah tentang teori tanda – tanda dan penandaan.

2.5.2 Teori Tanda Chaeles Sander Peirce

Charles Sander Peirce adalah seorang fisuf Amerika yang orisinal dan

multidimensional. Pierce terkenal melalui teori tentang tanda. teori yang

dibawa oleh Pierce didasarkan kepada logika karena manyangkut tentang

penalaran dan menurut Pierce, ketika melakukan penalaran melalui tanda-

tanda. Tanda ini menurut Pierce menyebabkan masyarakat kemudian berpikir,

berhubungan dengan orang lain, serta dapat memberikan makna apapun itu

kepada orang lain.

Charles Sander Peirce mengatakan bahwa ada 10 tanda dalam teori

semiotika yang dapat berupa diskusi ataupun komunikasi dengan diri sendiri

43
terdapat beberapa kualifikasi yang membagi beberapa tanda dalam pendapat

dan fakta dari Pierce.

- Qualisign, yaitu kualitas dari suatu tanda, misalnya orang yang

berbicara keras maka ia sedang marah, orang yang tertawa

maka ia sedang bahagia. Dapat dikatakan juga misalnya warna

merah yang menunjukan keberanian ataupun putih yang

menunjukan kesucian, serta hitam yang menunjukan kejahatan.

- Inconic sinsign, merupakan tanda yang mencoba menunjukan

suatu kemiripan, misalnya foto dan peta.

- Rhematic Indexical Sinsign, adalah tanda yang berkaitan

dengan pengalaman langsung dimana keberadaannya

disebabkan oleh suatu hal. Misalnya adalah jalur yang sering

memakan korban karena kecelakaan maka dipasang tanda

tengkorak yang menandakan jalur tengkorak dengan tujan agar

yang melintas lebih berhati-hati.

- Dicent Sinsign, adalah jenis tanda yang menunjukan informasi

tentang tempat ataupun informasi lokasi. Melihat rambu

bergambar masjid atau SPBU yang juga menandakan bahwa

tidak jauh lagi terdapat masjid maupun SPBU.

- Iconic Legisgn, merupakan jenis tanda yang berupa perintah

dan larangan yang erat kaitannya dengan norma atau hukum.

44
Misalnya rambu lalu lintas yang memberikan kita perintah dan

juga larangan guna menertibkan saat berkendara.

- Rhematic Indexical Legisign, adalah tanda yang merujuk pada

objek tertentu. Misalnya gambar pada toilet yang menunjukan

toilet untuk pria ataupun wanita.

- Deicent Indexical Legisign, adalah tanda yang merujuk pada

subjeknya atas suatu informasi tertentu. Misalnya saat ada

sebuah mobil yang menyatakan lapu hazard menunjukan bahwa

mobil tersebut sedang mengalami masalah.

- Rhematic Symbol atau Symbol Rheme, adalah tanda yang

menunjukan keterkaitan dengan objek secara umum disepakati,

misalnya saat kita melihat gambar mobil kita mengatakan

bahwa itu gambar mobil dan orang lain pun demikian

mengatakan hal yang sama.

- Dicent Symbol atau Proposition (porposisi), adalah tanda yang

secara langsung menghubungkan antara objek dengan

penangkapan otak. Misalnya seorang mengatakan pada kita

untuk keluar, maka kita langsung keluar dari tempat kita berada.

Hal ini menunjukan bahwa tanda tersebut langsung dengan otak

kita menjadi sebuah perintah yang kita laksanakan.

- Argument, merupakan jenis tanda yang merupakan pendapat

hasil berfikir seseorang atas suatu pertimbangan dan alasan

45
tertentu. Misalnya seseorang mengatakan bahwa sebuah

ruangan yang ia masuki memiliki nuansa yang terang. Maka

terang disini telah dipertimbangkan olehnya atas pertimbangan,

baik cahaya dan lainya sebagainya yang menurutnya ruangan

itu memang terang.

2.5.3 Teori tanda Ferdinand De Saussure

Ferdinand De Saussure adalah toko besar asal Swiss. Saussure terkenal

karena teori symbol. Teori dari Saussure ini memberikan dan menciptakan

semiotika yang berangkat dari pemahaman linguistik. Oleh karena itu, teori

semiotika Saussure dikenal dengan Teori Semiotika Lingustik. Menurut

Saussure (dalam junal Mudjiyanto dan Nur, 2013 “ semiotika dalam metode

penelitian komunikasi) ada tiga kata dalam Bahasa prancis yang merujuk pada

“Bahasa”. Yakni parole, langage, langue. Parole adalah jenis ekspresi Bahasa

yang ada di dalam masing-masing pemikiran individu. parole tidak dapat

dikatakan sebagai fakta dikarenakan setiap pribadi dan pemikiran setiap

individu sudah pasti berbeda-beda terlepas dari bahasa yang digunakan oleh

semua masyarakat, tetapi masih tidak dapat dikatakan sebagai fakta sosial juga

dikarenakan, dalam langage, ekspresi dan pendapat masing-masing individu

masih cukup besar di dalamnya. Kemudian ada langue, yaitu kaidah-kaidah

Bahasa yang biasanya digunakan oleh sekelompok masyarakat. Langue dapat

memungkinkan semua orang untuk dapat saling memahami. Sehingga pada

46
intinya dalam semiotika Saussure, lingustik awalnya akan mencari pola-pola

yang sama kemudian dicocokan dengan realitas yang ada dalam masyarakat.

Ada lima hal yang dapat dikatakan sebagai hal yang penting dalam

semiotika model Saussure yaitu:

- Signifier

- Signified

- Form

- Synchronic dan diachronic

- Symtagmatic dan paradigmatic

Tanda terdiri atas gambar atau bunyi-bunyi yang disebut dengan

signifier. Kemudin konsep dari adanya bunyi atau gambar tersebut yang sudah

disepakati sebelumnya disebut dengan signified. Signifier sendiri merupakan

ekspresi dari masyarakat yang menghendaki adanya komunikasi tersebut.

Sedangkan signified merupakan interpretasi tanda atau gambar yang

diterimanya tersebut.

Signified dan signifier merupakan kedua hal yang tidak dapat

dipisahkan dalam penggunaan untuk memahami suatu makna dan dalam tanda,

oleh karena itu, dalam komunikasi juga harus memiliki pemahaman yang sama

sehingga tidak akan dalam sebuah hambatan ketika melakukan proses

komunikasi.

47
Kode dapat diartikan sebagai Bahasa lain yang dapat diketahui pula

secara individu maupun kelompok, Saussure memiliki dua acara untuk

mengorganisasikan tanda dalam kode.

- Paragmatik, sekumpulan tanda yang didalamnya dipilih satu

untuk digunakan. Contoh : lampu lalu lintas. Dari berbagai

bentuk yang dimiliki oleh lampu lalu lintas bentuk lingkaran.

- Sedangkan Syntagmatik, merupakan pesan yang dibangun dari

tanda-tanda yang susah dilihat.

Teori yang dicetuskan oleh Saussure, kemudian dikembangkan oleh

murid dari Saussure sendiri, yaitu Roland Barthes. Teori Barthes dikembangkan

dari teori penanda dan pertanda yang dicetuskan oleh Ferdinand de Saussure,

salah satu teori Saussure yang dikembangkan Barthes adalah signifikasi.

2.5.4 Teori tanda Roland Barthes

Roland Barthes dikenal sebagai salah satu seorang pemikir struktualis

yang getol mempraktikan model lingustik dan semiologi saussure. Ia juga

intelektual dan kritikus sastra Prancis yang ternama, eksponen penerapan

struktualisme dan semiotika pada studi sastra. Barthes (2001:2008) dalam

Sobur (2003: 63) menyebutkan sebagai tokoh yang memainkan peranan sentral

dalam struktualisme tahun 1960.an dan 1970.an.

48
Barthes mengembangkan sebuah akses model relasi antara apa yang

disebut sistem yaitu perbendaharaan tanda (kata, visual, gambar, benda) dan

sintagma, yaitu cara pengkombinasian tanda berdasarkan aturan main tertentu

(Roland Barthes, Element os semiolog, dalam Pilang, 2012, :303).

Roland Barthes, sebagai salah satu tokoh semiotika, melihat signifikasi

(tanda) sebagai sebuah proses yang total dengan suatu susunan yang sudah

terstruktur. Signifikasi itu tidak terbatas pada bahasa, tetapi terdapat pada pula

hal-hal yang bukan bahasa. Pada akhirnnya Barthes menganggap pada

kehidupan sosial, apapun bentuknya, merupakan suatu sistem tanda tersendiri

pula ( Kurniawan, 2001 : 53).

Semiotika (atau semiologi) Roland Barthes mengacu pada Saussure

dengan menyelidiki hubungan antara penanda dan tanda pada sebuah tanda.

Hubungan penanda dan petanda ini bukanlah kesamaan, tetapi ekuivaen.

bukanya yang satu kemudian membawa pada yang lain, tetapi korelasihlah

yang menyatukan keduanya (Hawkes dalam Kurniawan, 2001 : 22).

Roland Barthes mengungkapkan bahwa bahasa terdiri dari sebuah

sistem tanda yang mencerminkan asumsi – asumsi dari suatu masyarakat

tertentu dalam waktu tertentu Sobur (2004: 63). Barthes sendiri dalam (Cobley

& Janz, dalam sobur, 2004 : 68) kerap membahas fenomena keseharian yang

kadang luput dari perhatian. Barthes juga mengungkapkan adanya peran

pembaca dengan tanda yang dimaknainya. Dia berpendapat bahwa “ konotasi”

49
walaupun merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar

dapat berfungsi.

Tataran Signifikasi Roland Barthes

1. Signifier 2. Signified
(penanda) (petanda)
3. Denotative sign (tanda
deonotatif)

4. Connotative signifier (penanda 5. Connotative


konotatif) signified sign
(petanda
konotatif)
6. Connotative sign (tanda konotatif)

Gambar 2.5.4
Tabel Peta Penanda Roland Barthes
(Sumber: PaulCobley&Litza Janz, 1999; dalam Sobur, 2004: 69)

Dari peta Barthes diatas terlihat bahwa tanda denotasi (3) terdiri atas

penanda (1) dari petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotatif

adalah juga penanda konotatif (4). Dengan kata lain, hal tersebut merupakan

unsur materiel : hanya jika anda mengenal tanda “singa” barulah konotasi

seperti harga diri, kegarangan, dan keberanian menjadi mungkin (Cobley dan

Janz, 1999:51 dan sobur, 2004 : 69). Tahap konotasi pun dibagi menjadi 2.

Tahap pertama memiliki 3 bagian yaitu efek tiruan, sikap, dan objek.

Sedangkan 3 tahap terakhir adalah : fotogenia, estetisme, dan sintaksis. Jadi

50
dalam Roland Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna tambahan

namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi

keberadaannya. Sesungguhnya, inilah sumbangan Barthes yang sangat berarti

bagi penyempurna semiologi Saussure, yang berhenti pada penandaan dalam

tataran denotatif (Sobur,, 2004 :69).

Barthes tidak berhenti memahami proses penandaan, tetapi dia juga

melihat aspek lain dari penandaan, yaitu mitos yang menandai suatu

masyarakat. Mitos atau mitologi sebenarnya merupakan istilah lain yang

dipergunakan oleh Barthes untuk ideologi. Mitos ini tidak di pahami pengertian

klasiknya, tetapi lebih diletakkan pada proses penandaan ini sendiri, artinya

mitos berada dalam diskursi semiologinya tersebut. Menurut Barthes mitos

berada pada tingkatan kedua penandaan, jadi setelah terbentuk sistem tanda –

penanda – petanda, maka tanda tersebut akan menjadi penanda baru yang

kemudian memiliki petanda kedua dan membentuk tanda baru. Konstruksi

penandaan pertama adalah bahasa, sedang konstruksi penandaan kedua mitos,

dan konstruksi penandaan tingkat kedua ini dipahami oleh Barthes sebagai

metabahasa. Perpektif Barthes tentang mitos ini menjadi salah satu ciri khas

semiologi yang membuka ranah baru semiologi, yakni penggalian lebih jauh

penandaan untuk mencapai mitos yang bekerja dalam realitas keseharian

masyarakat ( Kuniawan, 2001 : 22-23).

51

Anda mungkin juga menyukai