Arinto Nurcahyono
Fakultas Psikologi UNISBA
artnur@gmail.com
@artnur
Vitalisme
Vitalisme adalah suatu aliran yang mengatakan bahwa suatu kehidupan
terletak di luar dunia materi dan karenanya kedua konsep ini, kehidupan dan
materi, tidak bisa saling mengintervensi. Dimana doktrin ini menghadirkan
suatu konsep energi, elan vital, yang menyokong suatu kehidupan dan energi
ini bisa disamakan dengan keberadaan suatu jiwa.
Vitalisme juga memandang bahwa kehidupan tidak sepenuhnya dijelaskan
secara fisika, kimiawi, karena hakikatnya berbeda dengan yang tak hidup.
Henry Bergson (1958-1941) menyebutkan Elan Vital. Dikatakan bahwa Elan
Vital merupakan sumber dari sebab kerja dan perkembangan dalam alam. Asa
hidup ini memimpin dan mengatur gejala hidup dan menyesuaikannya dengan
tujuan hidup. Oleh karena itu Vitalisme sering juga dinamakan finalisme.[2]
Asumsi Vitalisme
hidup. Maka dari itu dalam teori Darwin intelek manusia dan proses
berpikirnya merupakan konstruksi dari tujuan-tujuan praktis.
Tujuan ini digambarkan untuk membantu manusia mengadaptasikan dirinya
dalam dunianya dan juga untuk lebih mudah dalam bertingkah laku.
Dengan melihat pada diri, yang sangat berharga, ia juga megacu
pada pikiran, perasaan, persepsi, dan kemauan yang secara alami
akan selalu berubah.
Perubahan itu ternyata membawa kesenangan baru. Dalam diri itu
ternyata tak ada pengulangan masa lalu sehingga diri akan selalu
menjadi baru. Manusia akan selalu merasa bebas. Ia akan dengan
senang hati menciptakan masa depannya, meskipun masih
mendasarkan pada masa lalu.
Perubahan ini terjadi bukan karena dipikirkan melainkan sebagai
sesuatu yang dialami. Pengalaman menjadi penting dalam suatu
proses dan konsep-konsep intelek mulai ditangguhkan.
MENENTANG MEKANISTIS
Bergson memandang bahwa intelek itu sebagai suatu instrumen atau
alat yang digunakan untuk membantu atau meningkatkan kehidupan .
Dengan begitu tersirat kritiknya yang merupakan pengaruh ilmu alam.
Kritik pertamanya ia tuju pada proses dinamis kehidupan yang terlalu
mekanis ataupun materialis dan proses ini ditempatkan dalam konsep-
konsep fisik.
Dengan begitu masa depan manusia sangat dipengaruhi oleh masa lalu
sehingga durasi, kebebasan, dan kreativitas tidak diakui di dalam
kehidupan ini. Untuk yang kedua ia menolak adanya pandangan akhir
yang menjelaskan bahwa dunia itu, seakan-akan telah ditetapkan,
sedang menuju pada tujuan-tujuan tertentu di masa depan yang
memang tak terhindarkan.
INTUISI dan INTELEK
Dalam realitas sehari-hari, kadang sesuatu yang nisbi atau pasti atau dengan
ilmu pengetahuan sepertinya masih kurang pasti dan sering salah maka
untuk dapat melihat lebih jelas dan menyeluruh diperlukan suatu suplemen
yaitu intuisi.
Dalam pengertian ini ada dua argumen yang berbeda yang berfungsi sama-
sama untuk mengetahui sesuatu. Dua hal tersebut adalah karakteristik dari
intelek yang menggunakan berbagai simbol untuk mengekspresikan
temuannya dan menghasilkan suatu pengetahuan yang relatif.
Kemudian yang kedua adalah proses dari intuisi di mana kita masuk ke
dalam sesuatu dan mengindentifikasikan diri kita dengannya lewat rasa
simpati intelek. Hal ini seperti kita mengindentifikasikan diri kita sebagai aktor
dalam novel yang kita baca . Tidak ada simbol dan pengetahuan yang
didapatkan itu mutlak dan sempurna. Inilah metode yang di sebut metafisika.
Intelek dan intuisi adalah dua jenis pengetahuan yang berbeda. Prinsip-
prinsip sains dimasukan dalam kategori intelek dan prinsip-prinsip
metafisika merupakan intuisi. Sains dan filsafat dapat disatukan dan akan
menghasilkan pengetahuan yang intelektual dan intuitif. Pengetahuan
semacam ini dapat menyatukan dua persepsi realitas yang berbeda.