Anda di halaman 1dari 13

Mekanisme Pertahanan Ego

A. Definisi
Dalam upaya pemenuhan kebutuhannya, individu senantiasa
berperilaku sedemikian rupa sehingga sedapat mungkin meminimalkan
kegagalan. Untuk hal tersebut manusia memiliki kemampuan yang
besar, karena bila seseorang kurang berhasil mencapai pemuasan
kebutuhannya dalam realitas dan kurang berhasil menghindarkan
ancaman kegagalan dalam realitas, ia dapat bergeser ke fantasinya.
Untuk menghadapi masalah tersebut, individu memiliki seperangkat
cara atau metode atau teknik yang akan digunakan bila diperkirakan
efektif untuk menanggulangi masalah yang dihadapi. Cara-cara ini
disebut mekanisme pertahanan atau defensi (Elvira, 2010).
Pada awal tahun 1909, dalam catatan kaki untuk Interpretation
of Dreams, Freud mengemukakan bahwa tindakan kelahiran
merupakan pengalaman pertama kecemasan, dan dengan demikian
menjadi sumber dan prototipe dari afek kecemasan. Bayi diterpa
secara bertubi-tubi oleh stimulus dari dunia yang belum dikenalnya
dan ia belum mampu menyesuaikan diri. Bayi membutuhkan
lingkungan yang terlindungi agar egonya mempunyai kesempatan
untuk berkembang sampai ia dapat menguasai stimulus yang kuat dari
lingkungan. Itulah pengalaman pertama yang berfungsi sebagai model
terhadap mana ego membandingkan situasi-situasi selanjutnya dalam
mengadakan respons terhadap kenyataan, terhadap tuntutan dari id
dan superego. Apabila ego tidak dapat menanggulangi kecemasan
dengan cara rasional, ia akan kembali pada cara-cara yang tidak
realistik. Inilah yang disebut mekanisme-mekanisme pertahanan ego
(Semiun, 2006).
Bagi Freud, mekanisme pertahanan adalah strategi yang dipakai
individu untuk bertahan melawan ekspresi impuls id serta menentang
tekanan superego (Alwisol, 2008). Mekanisme ini penting karena
memperlunak kegagalan, menghilangkan kecemasan, mengurangi
perasaan menyakitkan karena pengalaman yang tidak enak dan juga

1
untuk mempertahankan perasaan layak serta harga diri (Maramis,
2009). Mekanisme defensi dapat ditinjau dalam arti luas dan dalam arti
sempit. Dalam arti luas, yaitu semua cara penanggulangan masalah,
baik yang rasional maupun irasional, yang sadar maupun nirsadar,
yang realistik maupun yang fantastik. Dalam arti sempit, ialah
mekanisme yang dipakai ego untuk menyingkirkan kecemasan dan
yang mengandung potensi patogen (potensi yang membentuk gejala
psikopatologik), yaitu mekanisme yang berlangsung dengan
pemindahan (shift) ke fantasi dan pengolahan fantasi itu dilakukan
dengan berbagai cara, yang tidak disadari dan tidak rasional; dalam
psikiatri lazim dipakai dalam arti sempit (Elvira, 2010).
Mekanisme pertahanan yang digunakan oleh individu
bergantung pada taraf perkembangan dan derajat kecemasan yang
dialaminya (Corey, 1997). Namun semua mekanisme pertahanan
mempunyai tiga persamaan ciri:
1. Mekanisme pertahanan itu beroperasi pada tingkat tak sadar
2. Mekanisme pertahanaan selalu menolak, memalsu, atau
memutar-balikkan kenyataan
3. Mekanisme pertahanan itu mengubah persepsi nyata seseorang,
sehingga kecemasan menjadi kurang mengancam (Alwisol,
2008).
Karena kita harus mencurahkan energi psikis untuk
menggunakan dan mempertahankan mekanisme pertahanan, maka
semakin kita defensif semakin berkurang juga energi psikis yang kita
sisakan untuk memuaskan impuls-impuls id untuk tidak menangani
secara langsung tuntutan insting dan untuk mempertahankan dirinya
terhadap kecemasan yang mengiringi tuntutan itu, sehingga bila
dipakai secara berlebihan, mekanisme itu menyebabkan tingkah laku
kompulsif, repetitif, dan neurotik (Semiun, 2006).

B. Macam-macam Mekanisme Pertahanan Ego


Mekanisme pertahanan utama yang diidentifikasikan Freud
adalah represi, pembentukan reaksi, pemindahan dan sublimasi,
fiksasi, regresi, proyeksi, dan introyeksi (Semiun, 2006). Pengikut-

2
pengikutnya, menambah lebih dari 10 dinamika mekanisme
pertahanan (Alwisol, 2008).
Berikut ini klasifikasi beserta penjelasan mekanisme pertahanan
menurut klasifikasi Vaillant (Sadock & Sadock, 2007):
1. Pertahanan Narsistik/ Patologis
Ini adalah pertahanan yang paling primitif dan digunakan oleh
anak-anak dan orang yang mengalami gangguan psikotik
(Sadock & Sadock, 2007), yaitu:

a. Penyangkalan (denial):
Bentuk sederhana defensi ego. Kecemasan dapat dikurangi
atau dihindarkan dengan mengaku tidak ada terhadap
penghayatan yang tidak menyenangkan, menganggap tidak
ada pikiran atau motif perbuatan tertentu yang memalukan
atau membangkitkan rasa bersalah (Lubis, 1979). Penolakan
terhadap persepsi realistis tersebut bisa digantikan dengan
fantasi atau halusinasi. Misalnya seorang ibu yang masih
tetap menata tempat tidur bayi, menyiapkan susu, dll,
padahal bayinya sudah meninggal (Alwisol, 2008).
b. Distorsi
Kenyataan eksternal dibentuk kembali secara kasar untuk
menyesuaikan dengan kebutuhan internal-termasuk
keyakinan megalomanik yang tidak realistik, halusinasi,
waham pemenuhan harapan-dan digunakan untuk
mempertahankan persaan superior atau hak yang bersifat
waham (Sadock & Sadock, 2007).
c. Proyeksi
Menyalahkan orang atau situasi mengenai kesukarannya/
keinginan yang tidak baik (Maramis, 2009). Misalnya, impuls
saya membenci dia menimbulkan kecemasan neurotik
(takut akan dihukum) diproyeksikan menjadi dia membenci
saya (dia yang akan dihukum) (Alwisol, 2008). Pada tingkat
yang lebih gawat, proyeksi bisa berakibat realitas dunia luar
diputarbalikkan sama sekali dengan kemungkinan waham
dan halusinasi (Lubis, 1979).
d. Splitting

3
Sebuah pertahanan primitif. Impuls negatif dan positif yang
memisahkan diri (DSM IV, 1994). Bermanifestasi secara klinis
dalam bentuk:
1) Ekspresi perasaan dan perilaku yang berubah-ubah secara
cepat
2) Memisahkan orang-orang di lingkungannya menjadi dua
macam, yaitu yang baik dan yang buruk
Banyak dijumpai pada pasien dengan kepribadian ambang
(Elvira, 2010).

2. Pertahanan Imatur
Pertahanan ini sering terlihat pada remaja dan beberapa pasien
nonpsikotik (Sadock & Sadock, 2007), yaitu:
a. Memerankan (Acting out)
Mengurangi kecemasan yang dibangkitkan oleh keinginan
yang terlarang dengan membiarkan ekspresinya. Dalam
keadaan biasa hal ini tidak dilakukan, kecuali bila individu itu
lemah dalam pengawasan kesusilaannya. Tetapi, kadang-
kadang manusia mengalami keadaan yang penuh
ketegangan dan kecemasan yang begitu tinggi, sehingga
setiap tindakannya dirasakan sebagai meringankan, agar
hal itu segera selesai (Maramis, 2009).
b. Bloking
Inhibisi sementara atau transien dari pikiran terjadi pada
bloking. Afek dan impuls mungkin juga terlibat.
Penghambatan sangat menyerupai represi tetapi berbeda
dimana ketegangan muncul jika impuls, afek, atau pikiran
dihalangi (Sadock & Sadock, 2007).
c. Hipokondriasis
Celaan yang timbul dari kehilangan, kesepian, atau impuls
agresif yang tidak dapat diterima kepada orang lain diubah
menjadi celaan terhadap diri sendiri dan keluhan nyeri,
penyakit somatik, dan neurastenia. Semua penyakit mungkin
diperberat secara berlebihan sehingga tanggungjawab dapat

4
dihindarkan, rasa bersalah dapat dielakkan, dan impuls
instingtual ditangkis (Sadock & Sadock, 2007).
d. Identifikasi
Metode yang digunakan individu untuk mengambil alih ciri-
ciri orang lain dan menjadikannya bagian tak terpisahkan dari
kepribadiannya sendiri. Setiap masa kehidupan cenderung
memiliki tokoh-tokoh identifikasinya sendiri secara khas, dan
yang menjadi model adalah orang-orang yang tampak lebih
berhasil dalam memuaskan kebutuhan daripada kita. Pada
tahun awal kanak-kanak orangtua menjadi model identifikasi
karena orangtuanya tampak mahakuasa (Hall & Lindsay,
1993), ketika beranjak remaja banyak yang mengidentifikasi
diri dengan pahlawan mereka (penyanyi, artis, atlet, dll)
yang dapat menjadikan mereka memiliki rasa mampu dan
harga diri yang lebih tinggi (Maramis, 2009). Identifikasi
umumnya tidak disadari, dan tidak perlu total. Diri orang lain
diidentifikasi tetapi cukup hal-hal yang dianggap dapat
membantu mencapai tujuan diri (Alwisol, 2008). Identifikasi
dapat memukul kembali, misalnya mengidentifikasikan diri
dengan orang-orang yang tidak baik (Maramis, 2009).
Struktur final kepribadian merupakan akumulasi berbagai
identifikasi yang dilakukan pada berbagai masa kehidupan
(Hall & Lindsay, 2009). Ada tiga macam tujuan identifikasi:
1) Untuk mendapatkan kembali objek yang hilang. Anak
yang merasa ditolak orangtuanya cenderung membentuk
identifikasi yang kuat dari orangtuanya agar memperoleh
penerimaan dari orangtuanya
2) Untuk mengatasi rasa takut. Anak mengidentifikasi
larangan-larangan orangtuanya agar terhindar dari
hukuman
3) Agar diperoleh informasi baru dengan mencocokkan
khayalan mental dengan kenyataan. Dalam hal ini akan
menghemat waktu dan energi dengan mengidentifikasi
orang lain yang telah terbukti berguna. Jika seseorang
harus mencoba-coba sendiri dalam belajar mereduksi

5
ketegangan, mungkin manusia tidak pernah cukup
berkembang untuk berfungsi sebagai makhluk yang
independen (Alwisol, 2008).
e. Introyeksi
Memasukkan kualitas-kualitas positif dari perangai orang lain,
nilai-nilai masyarakat, dan kepercayaan ke dalam ego diri
sendiri untuk mereduksikan kecemasan (Semiun, 2006).
Individu dapat menyingkirkan ketakutan terhadap seseorang
dan impuls-impuls permusuhan dengan cara memasukkan ke
dalam diri sendiri sifat-sifat orang tersebut (Elvira, 2010).
Dalam kekuasaan diktatorial misalnya maka banyak orang
akan mengintroyeksikan nilai-nilai serta kepercayaan baru
tersebut untuk melindungi diri supaya tidak menunjukkan
perilaku yang dapat menyusahkan diri sendiri (Maramis,
2009). Hal ini dapat menjadi gejala psikopatologik bila ia
kemudian merasa terancam dari dalam yang menjelma
dalam kecenderungan untuk menghukum diri dan
perasaan bersalah irasional yang tidak dapat dikuasai (Elvira,
2010).
f. Perilaku pasif agresif
Agresi kepada orang lain diekspresikan secara tidak langsung
melalui pasivitas, masokisme, dan berbalik menentang diri
sendiri. Manifestasi perilaku pasif agresif adalah kegagalan,
penundaan, dan penyakit yang lebih mempengaruhi orang
lain dibandingkan diri sendiri (Sadock & Sadock, 2007).
g. Fiksasi
Pertumbuhan psikis biasanya berjalan secara
berkesinambungan melalui berbagai tahap perkembangan.
Akan tetapi, proses ini kadang menimbulkan banyak
kecemasan, sehingga ego mungkin akan mengambil strategi
untuk tetap tinggal pada tahap sekarang yang secara
psikologis lebih menyenangkan. Orang yang terus menerus
memeperoleh kenikmatan dari makan, merokok, atau
berbicara mungkin mengalami fiksasi oral, sedangkan orang

6
yang terobsesi dengan kerapian dan keteraturan (ketertiban)
mungkin mengalami fiksasi anal (Semiun, 2006).
h. Regresi
Segera setelah melewati suatu tahap perkembangan, pada
saat mengalami stress dan kecemasan mungkin akan
kembali lagi ke tahap perkembangan sebelumnya. Misalnya,
seorang anak yang sudah disapih mungkin akan minta botol
susu lagi bila adiknya lahir. Perhatian kepada bayi yang lahir
itu merupakan ancaman bagi anak yang lebih tua tersebut
(Semiun, 2006).
i. Fantasi
Kecenderungan untuk mundur ke fantasi dalam rangka untuk
menyelesaikan dan konflik (DSM IV, 1994). Keinginan yang
tidak terkabul dipuaskan dalam imajinasi. Misalnya,
pedagang yang mengalami kerugian besar berkhayal
memenangkan undian berhadiah utama (Maramis, 2009).
j. Somatisasi
Asal psikis diubah menjadi gejala tubuh, dan orang
cenderung bereaksi dengan manifestasi somatik, bukannya
manifestasi psikis (Sadock & Sadock, 2007).
3. Pertahanan Neurotik
Sering ditemukan pada pasien obsesif kompulsif, pasien
histerikal, dan pada orang dewasa dalam stress (Sadock &
Sadock, 2007), yaitu:
a. Pengendalian
Usaha berlebihan untuk menangani atau mengatur peristiwa
atau objek dalam lingkungan untuk memecahkan konflik
dalam diri (Sadock & Sadock, 2007).
b. Pengalihan (displacement)
Mengalihkan dorongan-dorongan yang tidak dapat diterima
kepada bermacam-macam objek atau orang sehingga
dorongan asli disamarkan atau disembunyikan. Misalnya
seseorang yang marah kepada teman sekamarnya mungkin
mengalihkan kemarahannya itu kepada kucing (Semiun,
2006).
c. Disosiasi
Modifikasi sementara tetapi drastik dari karakter atau
identitas pribadi seseorang yang terjadi untuk menghindari

7
ketegangan emosional. Manifestasi yang sering terjadi adalah
reaksi histerik konversi, counterphobic, gangguan identitas
disosiatif, penggunaan perangsang farmakologis, dan
kegembiraan religius (Sadock & Sadock, 2007). Dalam
disosiasi terjadi penyekatan antara pemikiran dan emosi atau
antara berbagai sikap yang bertentangan. Misalnya, seorang
pedagang yang kasar dan tidak jujur dapat menjadi ayah
yang lemah lembut atau seorang penyokong keadilan sosial.
Dalam keadaan ekstrem dapat terjadi kepribadian ganda
(Maramis, 2009).
d. Inhibisi
Pembatasan atau penolakan fungsi ego terjadi secara
disadari, bisa sendirian atau kombinasi, untuk menghilangkan
kecemasan yang ditimbulkan konflik dengan impuls
instinktual, superego, atau kekuatan, atau tokoh dalam
lingkungan (Sadock & Sadock, 2007).
e. Intelektualisasi
Pemakaian berlebihan proses intelektual untuk menghindari
ekspresi atau pengalaman afektif. Tekanan yang tidak
semestinya dipusatkan pada benda mati untuk menghindari
keintiman dengan orang, perhatian diberikan kepada
kenyataan eksternal untuk menghindari ekspresi perasaan
internal, dan penekanan secara berlebihan diberikan pada
perincian yang tidak relevan untuk menghindari merasakan
secara keseluruhan (Sadock & Sadock, 2007). Misalnya rasa
sedih karena kematian seorang kekasih dikurangi dengan
mengatakan sekarang ia sudah tidak menderita lagi
(Maramis, 2009).
f. Isolasi
Mempertentangkan antara komponen afektif dengan kognitif,
dimana dorongan insting yang tidak dapat diterima ego
bertahan di kesadaran. Misalnya perampok yang tega
merampas harta hanya memikirkan keuntungan (harta)
(insting tak sadar menguasai pikiran sehingga proses afektif

8
terisolasi, tidak timbul rasa kasihan dalam diri perampok)
(Alwisol, 2008).
g. Rasionalisasi
Berusaha untuk membuktikan bahwa perbuatannya rasional
(tetapi sebenarnya tidak baik), supaya dibenarkan dan
diterima. Misalnya, bukan korupsi, hanya menerima uang
jasa, tidak dapat mengikuti pertandingan bulutangkis karena
badan kurang enak (padahal takut kalah). Tanda-tanda
rasionalisasi adalah:
1) Mencari-cari alasan untuk membenarkan perbuatan atau
kepercayaannya
2) Tidak sanggup menghadapi hal-hal yang tidak tetap atau
yang bertentangan
3) Menjadi bingung atau marah bila alasannya diragukan
orang (Maramis, 2009).
h. Pembentukan reaksi
Tindakan defensif dengan cara mengganti impuls atau
perasaan yang menimbulkan kecemasan dengan impuls atau
perasaan lawan/kebalikannya. Biasanya reaksi formasi
ditandai oleh sifat serba berlebihan, ekstrim, dan kompulsif
(Alwisol, 2008). Misal, seorang istri yang benci kepada
mertuanya bersikap hormat berlebihan terhadap mertuanya
untuk menghilangkan rasa salahnya. Mekanisme ini
membantu individu untuk mempertahankan perilaku yang
disetujui masyarakat serta untuk menghindari konfrontasi,
akan tetapi sebagai akibatnya terjadi pengurangan rasa
harga diri. Sering pula berakibat ketakutan dan kepercayaan
yang kaku dalam penyesuaian diri, sehingga membangkitkan
kekerasan dalam mengahadapi kesalahan orang lain
(Maramis, 2009).
i. Represi
Adalah proses ego memakai kekuatan antikateksis untuk
menekan segala sesuatu (ide, insting, ingatan, fikiran) yang
dapat menimbulkan kecemasan keluar dari kesadaran
(Alwisol, 2008). Ego merepresikan insting, yakni dengan
memaksa perasaan yang tidak dikehendaki itu masuk ke

9
dalam ketidaksadaran, untuk melindungi dirinya sendiri.
Dalam banyak hal, repsresi digunakan terus selama hidup.
Misalnya, seorang perempuan mungkin merepresikan
permusuhannya terhadap adik perempuannya. Freud
berpendapat, ada beberapa hal yang terjadi setelah impuls-
impuls menjadi tak sadar:
1) Dorongan-dorongan itu mungkin tetap tidak berubah
dalam ketidaksadaran.
2) Dorongan-dorongan itu dapat berusaha memasuki
kesadaran dalam bentuk yang tidak berubah yang
menyebabkan kecemasan lebih hebat dan tidak dapat
ditangani orang itu.
3) Insting-insting itu dapat mengungkapkan diri dalam
bentuk yang berubah dan tersamar. Dorongan-dorongan
yang direpresikan mungkin menyamar sebagai simptom-
simptom fisik, mungkin juga dorongan yang direpresikan
menemukan jalan keluar dalam mimpi-mimpi dan keseleo
lidah.
Represi dikatakan mekanisme defensi yang sangat mendasar
karena mekanisme ini juga terlibat dalam mekanisme lainnya
(Semiun, 2008), sebagai contoh represi+ displacement: gadis
yang takut mengekspresikan kemarahannya kepada
orangtuanya menjadi memberontak dan ngamuk kepada
gurunya (Alwisol, 2008).

j. Seksualisasi
Suatu objek atau fungsi ditempel dengan kepentingan
seksual yang tidak dimiliki sebelumnya atau yang dimilikinya
dengan derajat lebih kecil untuk menangkis kecemasan yang
berhubungan dengan impuls atau turunannya yang dilarang
(Sadock & Sadock, 2007).
k. Undoing
Meniadakan atau membatalkan suatu pikiran,
kecenderungan, atau tindakan yang tidak disetujui. Individu
tidak menyadari hal yang ditiadakan olehnya; ia hanya

10
mengalami suatu dorongan yang kuat untuk melakukan
suatu perbuatan tertentu, yang biasanya berulangkali.
Contoh, seseorang berkumur-kumur untuk menghapus
perkataan yang baru dikatakannya namun disesalkan karena
terdengar memalukan (Elvira, 2010).
4. Pertahanan Matur
Adalah mekanisme adaptasi yang normal dan sehat dari
kehidupan dewasa (Sadock & Sadock, 2007), yaitu:
a. Altruisme
Menangguhkan atau menganggap tidak penting kebutuhan
atau minat pribadi dibandingkan dengan orang lain (Elvira,
2010).
b. Antisipasi
Perencanaan yang cermat atau antisipasi akan adanya
ketidaknyamanaan atau kemungkinan hasil yang
mengecewakan (Sadock & Sadock, 2007).
c. Asceticisme (pertapaan)
Efek yang menyenangkan dihilangkan. Terdapat elemen
moral dalam menentukan nilai kesenangan tertentu.
Pertapaan diarahkan menentang semua kesenangan dasar
yang dirasakan secara sadar (Sadock & Sadock, 2007).
d. Humor
Kemampuan membuat hal-hal yang lucu untuk diri sendiri
atau pada situasi tempat individu berada, yang merupakan
bagian dari jiwa yang sehat (Elvira, 2010).

e. Sublimasi
Penyaluran impuls-impuls primitif pada usaha-usaha yang
positif dan konstruktif. Misalnya, seseorang yang
mengarahkan energi agresivitasnya pada olahraga yang
bersifat kompetitif (Nevid., et al, 2005).
f. Supresi
Membuang pikiran-pikiran dan perasaan yang tidak dapat
diterima secara sadar (Elvira, 2010). Dengan supresi individu
secara sadar menolak pikirannya keluar dari alam sadarnya
dan memikirkan hal lain (Maramis, 2009). Proses sadar
mendorong pemikiran ke prasadar tersebut dapat menunda
memperhatikan emosi atau kebutuhan untuk mengatasi

11
kenyataan ini; sehingga memungkinkan untuk kemudian
mengakses emosi yang tidak nyaman saat individu dapat
menerimanya (DSM IV, 1994).

C. Simpulan
Semua mekanisme pertahanan melindungi ego terhadap
kecemasan. Pengetahuan mengenai mekanisme pertahanan ego
berguna dalam mendapatkan gambaran tentang terbentuknya
psikopatologi dan bagaimana caranya seseorang mengatasi
problemnya.

DAFTAR PUSTAKA

Alwisol. 2008. Psikologi Kepribadian. Edisi revisi. Yogyakarta: UMM


Press.

Corey, Gerald. 1997. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi.


Bandung: PT Eresco.

Elvira, Sylvia D., 2010. Psikodinamika dalam Buku Ajar Psikiatri.


Jakarta: BP FKUI.

Hall, Calvin S., Lindzey, Gardner. 1993. Teori-Teori Psikodinamik Klinis.


Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

12
Lubis, D., Bachtiar. 1979. Ikhtisar Teori dan Klinik Neurosa. Jakarta: PT
Bumi Grafika Jaya.

Maramis, Willy F., Maramis, Albert A., 2009. Catatan Ilmu Kedokteran
Jiwa. Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press.

Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcot. 2007. Sigmund Freud:


Founder of Classic Psychoanalysis dalam Kaplan & Sadock's
Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry,
10th Ed. Lippincott Williams & Wilkins.

Semiun, Yustinus. 2006. Teori Kepribadian dan Terapi Psikoanalitik


Freud. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

13

Anda mungkin juga menyukai