Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

Di susun untuk memenuhi Mata Kuliah Keperawatan Jiwa


Dosen pengampu : Ns. Ayu Pratiwi, S.Kep, M.Kep

Di Susun Oleh :
Imas Sapitri 21317056

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHHATAN (STIKES) YATSI
TANGERANG 2022
Laporan Pendahuluan Ansietas

1. Definisi Ansietas
Ansietas adalah perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai
respons otonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh
individu), ansietas merupakan perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi
terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang
memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan individu
untuk bertindak menghadapi ancaman. (Herdman & Kamitsuru, 2018).
2. Proses terjadi masalah

Keluhan yang sering ditemukan pada seseorang yang mengalami ansietas


antara lain sebagai berikut (Universitas Indonesia, 2018) :
A. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, dan
mudah tesinggung. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, dan mudah
terkejut.

B. Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang.

C. Gangguan pada pola tidur dan muncul mimpi yang menegangkan.

D. Keluhan somatik, misalnya terjadi rasa sakit pada otot dan tulang,
pendengaran berdenging (tiritus), berdebar-debar, sesak nafas,
gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, dan sakit kepala.
3. Faktor predisposisi
Beck, Amey & Greenberg (Freeman & Di Tomasso dalam Wolman &
Stricker, 1994) dalam (Canisti, 2013) mengemukakan bahwa dari sudut
pandang kognitif (cognitive model), terdapat lima kemungkinan faktor
predisposisi atau faktor yang secara potensial dapat menyebabkan individu
mengalami kecemasan, diantaranya :
A. Generative inheritability (pewarisan genetik)
B. Physical disease states (penyakit fisik)
C. Phychological trauma/mental trauma (trauma mental)
D. Absence of coping mechanisms (tidak adanya mekanisme penyesuaian
diri)
E. Irrational thoughts, assumptions and cognitive processing errors.
(pikiran-pikiran irasional, asumsi dan kesalahan proses kognisi)

4. Faktor presifitasi

Selain faktor predisposisi kecemasan, Freeman dan Di Tomasso (dalam


Wolman & Stricker, 1994) dalam (Canisti, 2013) mengungkapkan bahwa
terdapat beberapa faktor pencetus atau faktur presifitasi kecemasan, yaitu :
A. Masalah fisik, dapat menyebabkan kelelahan sehingga mempengaruhi
ambang toleransi individu untuk menghadapi stressor dalam
kehidupan sehari-hari.

B. Stressor eksternal yang berat, seperti kematian orang yang dicintai


atau kehilangan pekerjaan.

C. Stressor eksternal yang berkepanjangan dan berlangsung dalam jangka


waktu lama, sehingga membuat usaha coping individu menjadi lemah.

D. Kepekaan emosi, dimana sesuatu yang menimbulkan kecemasan pada


seseorang belum tentu memiliki pengaruh yang sama pada orang lain.

5. Mekanisme koping

Ketika seseorang mengalami kecemasan, orang tersebut menggunakan


bermacam-macam mekanisme koping untuk mencoba mengatasinya. Dalam
bentuk kecemasan ringan dapat diatasi dengan menangis, tertawa, tidur, dan
olahraga. Bila terjadi kecemasan berat sampai panik akan terjadi ketidak
mampuan mengatasi kecemasan secara konstruktif merupakan penyebab utama
perilaku yang patologis, seseorang akan menggunakan energi yang lebih besar
untuk dapat mengatasi ancaman tersebut.

Mekanisme koping untuk mengatasi kecemasan :


A. Reaksi yang berorientasi pada tugas (taks oriented reaction)
merupakan pemecahan masalah secara sadar yang digunakan untuk
menangulangi ancaman stressor yang ada secara ralistis terbagi
menjadi tiga yaitu (a). Perilaku menyerang (Agresif) : Biasanya
digunakan seseorang untuk mengatasi rintangan agar memenuhi
kebutuhan. (b). Perilaku menarik diri : Digunakan untuk
menghilangkan sumber ancaman baik secara fisik maupun psikologis.
(c). Perilaku kompromi : Digunakan untuk merubah tujuan-tujuan
yang akan dilakukan atau mengorbankan kebutuhan personal untuk
mencapai tujuan.
B. Mekanisme pertahanan ego (Ego oriented reaction) mekanisme ini
membantu mengatasi kecemasan ringan dan sedang yang digunakan
untuk melindungi diri dan dilakukan secara sadar untuk
mempertahankan keseimbangan. Mekanisme pertahanan ego terbagi
menjadi beberapa bagian yaitu : (a). Disosiasi adalah pemisahan dari
proses mental atau perilaku dari kesadaran atau identitasnya. (b).
Indentifikasi (identification) merupakan proses dimana seseorang
menjadi yang ia kagumi berupaya meniru pikiran, perilaku, dan selera
orang tersebut. (c). Intelektualisasi (intellectualization) adalah
penggunaan logika dan alasan yang berlebihan untuk menghindari
pengalaman yang menggunakan perasaannya. (d). Introjeksin
(introjection) merupakan suatu jenis identifikasi yang dimana
seseorang mengambil dan melebur nilai-nilai dan kualitas seseorang
atau suatu kelompok kedalam struktur egonya sendiri berupa hati
nurani. (e). Kompensasi adalah proses dimana seseorang memperbaiki
harga dirinya yang telah jatuh dengan secara tegas menonjolkan
keistimewaan/ kelebihan yang dimilikinya. (f). Penyangkalan (denial)
merupakan menyatakan ketidaksetujuan terhadap kenyataan yang ada
dengan mengingkari kenyataan tersebut. (g). Pemindahan
(Displacement) adalah pengalihan emosi yang semula ditujukan pada
seseorang atau benda pada orang lain atau benda lain yang biasanya
netral atau kurang mengancam dirinya. (h). Isolasi merupakan
pemisahan unsur emosional dari suatu pikiran yang mengganggu dapat
bersifat sementara atau berjangka lama. (i). Proyeksi adalah
pengalihan buah pikiran atau implus pada diri sendiri untuk orang lain
terutama keinginan, perasaan emosional dan motivasi yang tidak dapat
ditoleransi. (j). Rasionalisasi adalah mengemukakan penjelasan yang
tampak logis dan dapat diterima oleh seseorang untuk membenarkan
perasaan perilaku dan motif yang tidak dapat diterima. (k). Reaksi
formasi merupakan pengembangan sikap dan pola perilaku yang ia
sadari yang bertentangan dengan apa yang sebenarnya ia rasakan atau
ingin dilakukan. (l). Regresi adalah kemunduran akibat sterss terhadap
perilaku dan ciri khas dari suatu taraf perkembangan yang lebih dini.
(m). Represi merupakan penyampingan secara tidak sadar tentang
pikiran, ingatan yang menyakitkan atau bertentangan, dari kesadaran
seseorang, merupakan pertahanan ego yang cenderung diperkuat oleh
mekanisme lain. (n). Pemisahan (splitting) adalah sikap
mengelompokkan orang dianggap semuanya baik atau semuanya
buruk, kegagalan untuk memajukan nilai-nilai positif dan negatif
didalam diri seseorang. (o). Sublimasi penerimaan suatu sasaran
pengganti yang mulia artinya dimata masyarakat untuk suatu dorongan
yang mengalami halangan normal. (p). Supresi suatu proses yang
digolongkan sebagai mekanisme pertahanan tetapi sebetulnya
merupakan analog represi yang disadari, pengesampingan yang
disengaja tentang suatu bahan dari kesadaran seseorang, kadang-
kadang dapat mengarah pada represi yang berikutnya. (q). Undoing
tindakan/ perilaku atau komunikasi yang menghapuskan sebagaian
dari tindakan atau komunikasi sebelumnya, merupakan mekanisme
pertahanan primitif (Dalami et al, 2009).
Sedangkan menurut Yusuf, Fitryasari & Nihayati (2015) tingkat
ansietas sedang dan berat menimbulkan dua jenis mekanisme koping
yaitu reaksi yang berorientasi pada tugas merupakan upaya yang
disadari dan berorientasi pada tindakan untuk memenuhi secara
realistik tuntutan situasi stres, misalnya perilaku menyerang untuk
mengubah atau mengatasi hambatan pemenuhan kebutuhan. Menarik
diri untuk memindahkan dari sumber stres. Kompromi untuk
mengganti tujuan atau mengorbankan kebutuhan personal. Sedangkan
pertahana ego membantu mengatasi kecemasan ringan dan sedang,
tetapi berlangsung tidak sadar, melibatkan penipuan diri, distorsi
realitas, dan bersifat maladaptif.
6. Rentang Respon
Ansietas adalah rasa takut yang tidak jelas disertai dengan perasaan
ketidakpastian, ketidakberdayaan, isolasi, ketidakamanan, dan merasa dirinya
seddang terancam. Pengalaman ansietas dimulai pada masa bayi berlanjut
hingga sepanjang hidup, pengalaman seseorang akan berakhir dengan rasa
takut terbesar terhadap kematian.
Dalam menggambarkan efek yang ditimbulkan oleh ansietas pada respon
pisiologis, tingkat ansietas ringan dan sedang meningkatkan kapasitas
seseorang. Sebaliknya ansietas berat dan panik melumpuhkan kapasitas.
Respon fisiologis yang berhubungan dengan ansietas diatur oleh otak melalui
sistem saraf otonom. Ada dua jenis respon otonom yaitu :

A. Parasimpatik : Melindungi respon tubuh

B. Simpatik : Mengaktifkan respon tubuh

Reaksi simpatik yang paling sering terjadi pada respon ansietas,


dimana reaksi ini menyiapkan tubuh untuk menghadapi situasi darurat
dengan reaksi flight-or-flight. Hal ini dapat memicu sindrom adaftif
umum. Ketika korteks merasakan ancaman, otak akan mengirimkan
stimulus ke cabang simpatik dari respon saraf otonom ke kelenjar
adrenal. Karena pelepasan efinefrin maka pernafasan menjadi dalam,
jantung berdetak lebih cepat, dan tekanan arteri meningkat. Darah
bergeser jauh dari lambung dan usus ke arah jantung, respon saraf
pusat dan otot. Glikogenolisis dipercepat dan menyebabkan kadar
glukosa meningkat. Pada beberapa orang reaksi parasimpatik dapat
hidup berdampingan atau mendominasi serta menghasilkan efek yang
berlawanan. Reaksi fisiologis lainnya juga mungkin jelas. Berbagai
respon terhadap ansietas yang dapat diamati oleh perawat pada klien
dapat dilihat dalam gambar berikut.

7. Klasifikasi dan jenis sifat maslah

Rentang respon tingkat kecemasan menurut Yusuf, PK, & Nihayati (2015)
yaitu :

A. Ansietas ringan
Berhubungan dengan adanya ketegangan dalam kehidupan sehari-hari
sehingga menyebabkan seseorang menjadi waspada serta
meningkatkan lahan persepsinya. Ansietas akan menumbuhkan
motivasi belajar serta menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.
B. Ansietas sedang
Memungkinkan seseorang untuk memusatkan perhatian pada hal yang
penting dan mengesampingkan hal lain, sehingga seseorang akan
mengalami perhatian yang selektif tetapi dapat melakukan sesuatu
yang lebih terarah.
C. Ansietas berat
D. Mengurangi lahan persepsi seseorang. Ada kecenderungan untuk
memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat
berfikir tentang hal lain. Semua perilaku yang dilakukan ditujukan
untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut akan memerlukan
banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain.
E. Tingkat panik
Ansietas berhubungan dengan ketakutan dan merasa diteror, serta
tidak mampu melakukan apapun walaupun dengan pengarahan. Panik
dapat meningkatkan aktivitas motorik, menurunkan kemampuan
berhubungan dengan orang lain, persepsi menyimpang, dan kehilangan
pemikiran rasional.
8. Pohon masalah 
Laporan Pendahuluan Keputusasaan

1. Definisi Keputusasaan
Keputusasaan adalah keadaan emosional subjektif yang terus-menerus
dimana seorang individu tidak melihat ada alternative atau tersedia pilihan
untuk memecahkan masalah-masalah atau untuk mencapai apa yang
diinginkan dan tidak dapat menggerakkan energinya sendiri untuk
menetapkan tujuan. (Lynda Juall Carpenito – Moyet, hal 219) Keputusasaan
adalah Kondisi subjektif yang ditandai dengan individu memandang hanya
ada sedikit atau bahkan tidak ada alternatif atau bahkan tidak ada alternatif
atau pilihan pribadi dan tidak mampu memobilisasi energi demi kepentingan
sendiri ( NANDA 2009, hal 216 )
2. Proses Terjadi Masalah
A. Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon
keputusasaan adalah :
a. Faktor Genetik : Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di
dalam keluarga yang mempunyai riwayat depresi akan sulit
mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi suatu
permasalahan.
b. Kesehatan Jasmani : Individu dengan keadaan fisik sehat,
pola hidup yang teratur, cenderung mempunyai
kemampuan mengatasi stres yang lebih tinggi
dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan
fisik.
c. Kesehatan Mental : Individu yang mengalami gangguan
jiwa terutama yang mempunyai riwayat depresi yang
ditandai dengan perasaan tidak berdaya pesimis, selalu
dibayangi oleh masa depan, yang suram, biasanya sangat
peka dalam menghadapi situasi masalah dan mengalami
keputusasaan.
d. Struktur Kepribadian : Individu dengan konsep yang
negatif, perasaan rendah diri akan menyebabkan rasa
percaya diri yang rendah yang tidak objektif terhadap stres
yang dihadapi.

B. Faktor presipitasi yang dapat menimbulkan perasaan keputusasaan


adalah:
a. Faktor kehilangan
b. Kegagalan yang terus menerus
c. Faktor Lingkungan
d. Orang terdekat ( keluarga )
e. Status kesehatan ( penyakit yang diderita dan dapat
mengancam jiwa)
f. Adanya tekanan hidup
C. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang konstrukstif Melakukan perubahan
perilaku yang menurunkan keputusasaan Beradaptasi dengan
lingkungannya Membangun kepercayaan diri dan bersikap
optimis Memanfaatkan dukungan keluarga/orang terdekat
( Struart, 2017). Fokus pada masalah Mekanisme koping
dektrukstif Tujuan Tindakan keperawatan Klien mampu : Klien
menunjukan keputusasaan akan berkurang yang ditandai dengan
konsisten dalam membuat keputusan, adanya harapan.
Keseimbangan mood, status gizi yang adekuat, asupan makanan
dan minuman yang adekuat, tidur yang adekuat, dan
mengungkapkan kepuasan dalam kualitas hidup.
Laporan Pendahuluan Ketidakberdayaan

1. Definisi
NANDA Internasional (2012) mendefinisikan ketidakberdayaan sebagai
persepsi bahwa tindakan seseorang secara signifikan tidak akan mempengaruhi
hasil; persepsi kurang kendali terhadap situasi saat ini atau situasi
yang akan segera terjadi. Ketidakberdayaan juga didefinisikan sebagai
kondisi ketika individu atau kelompok merasakan kurangnya control
personal terhadap sejumlah kejadian atau situasi tertentu akan
mempengaruhi tujuan dan gaya hidupnya (Carpenito, 2019).
2. Proses Terjadi Masalah
Menurut Stuart & Laraia (2005) patofisiologi masalah psikososial pada
individu yang mengalami ketidakberdayaan saat ini belum diketahui secara
pasti, namun jika dianalisa dan proses terjadinya berasal dari ketidakmampuan
individu dalam mengatasi masalah sehingga menimbulkan stress yang diawali
dengan perubahan respon otak dalam menafsirkan perubahan yang terjadi.
Stres akan menyebabkan korteks serebri mengirimkan sinyal menuju
hipotalamus. Hipotalamus kemudian akan menstimuli saraf simpatis untuk
melakukan perubahan, sinyal dari hipotalamus ini kemudian ditangkap oleh
sistem limbic dimana salah satu bagian pentingnya adalah amigdala yang akan
bertanggung jawab terhadap status emosional individu terhadap akibat dari
pengaktifan system hipotalamus pituitary adrenal (HTA) dan menyebabkan
kerusakan pada hipotalamus membuat seseorang kehilangan mood dan
motivasi sehingga kurang aktivitas dan malas melakukan sesuatu, hambatan
emosi pada klien dengan ketidakberdayaan, kadang berubah menjadi sedih
atau murung sehingga merasa tidak berguna atau merasa gagal terus menerus.
A. Faktor presisposisi
a. Biologis
b. Psikologis
c. Sosial budaya
B. Faktor presipitasi
Faktor presifitasi dapat menstimulasi klien jatuh pada kondisi
ketidakberdyaan dipengaruhi oleh kondisi internal dan eksternal.
Kondisi internal dimana pasien kurang dapat menerima perubahan
fisik dan psikologis yang terjadi. Kondisi eksternal biasanya keluarga
dan masyarakat kurang mendukung atau mengakui keberadaannya
yang sekarang terkait dengan perubahan fisik dan perannya.
Sedangkan durasi stressor terjadi kurang lebih 6 bulan terakhir, dan
waktu terjadinya dapat bersamaan, silih berganti atau hampir
bersamaan, dengan jumlah stressor lebih dari satu dan mempunyai
kualitas yang berat. Hal tersebut dapat menstimulasi ketidakberdayaan
bahkan memperberat kondisi ketidakberdayaan yang dialami oleh
klien. Faktor-faktor lain yang berhubungan dengan faktor presiptasi
timbulnya ketidakberdayaan adalah sebagai berikut:
a. Biologis
b. Psikologis
c. Sosial budaya
C. Mekanisme koping
A. Konstruktif
a. Menilai pencapaian hidup yang realistis
b. Mempunyai penilaian yang yang nyaman dengan
perubahan fisik dan peran yang dialami akibat
penyakitnya
c. Dapat menjalankan tugas perkembangannya
sesuai dengan keterbatasan yang terjadi akibat
perubahan status kesehatannya
d. Kreatif: pasien secara kreaktif mencari informasi
terkait perubahan status kesehatannya sehingga
dapat beradaptasi secara normal
e. Di tengah keterbatasan akibat perubahan status
kesehatan dan peran dalam kehidupan sehari-hari,
pasien amsih tetap produktif menghasilkan
sesuatu
f. Mampu mengembangkan minat dan hobi baru
sesuai dengan perubahan status kesehatan dan
peran yang telah dialami
g. Peduli terhadap orang lain disekitarnya walaupun
mengalami perubahan kondisi kesehatan
B. Destruktif
a. Tidak kreatif/kurang memiliki keinginan dan
minat melakukan aktivitas harian (pasif)
b. Perasaan menolak kondisi perubahan fisik dan
status kesehatan yang dialami dan marah-marah
dengan situasi tersebut
c. Tidak mampu mengekspresikan perasaan terkait
dengan perubahan kondisi kesehatannya dan
menjadi merasa tertekan atau depresi
d. Kurang atau tidak mempunyai hubungan akrab
dengan orang lain, kurang minat dalam interaksi
sosial sehingga mengalami menarik diri dan
isolasi sosial
e. Tidak mampu mencari informasi kesehatan dan
kurang mampu berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan yang dapat berakhir pada penyerangan
terhadap orang lain
f. Ketergantungan terhadap orang lain (regresi)
g. Enggan mengungkapkan perasaan yang
sebenarnya (represi/supresi).
D. Rentang respons

Respon adaftif Respon Maladaftif

Harapan Kesempatan Ketidakpastian Bahaya Tidak Bedaya Putus Asa

a. Harapan
Harapan akan mempngaruhi respons psikologis terhadap penyakit
fisik. Kurangnya harapan dapat meningkatkan stres dan berakhir
dengan penggunaan mekanisme koping yang tidak adekuat. Pada
beberapa kasus, koping yang tidak adekuat dapat menimbulkan
masalah kesehatan jiwa.
b. Ketidakpastian
Ketidakpastian adalah suatu keadaan dimana individu tidak mampu
memahami kejadian yang terjadi. Hal ini akan mempengaruhi
kemmapuan individu mengkaji situasi dan memperkirakan upaya
yang akan dilakukan. Ketidakpastian menjadi berbahaya jika disertai
rasa pesimis dan putus asa.
c. Putus asa
Putus asa ditandai dengan perilaku pasif, perasaan sedih dan harapan
hampa, kondisi ini dapat membawa klien dalam upaya bunuh diri.
E. Klasifikasi jenis dan sifat maslah
Menurut NANDA (2011) dan Wilkinson (2007) ketidakberdayaan
yang dialami klien dapat terdiri dari tiga tingkatan antara lain:
1. Rendah
Klien mengungkapakan ketidakpastian tentang fluktuasi
tingkat energi dan bersikap pasif.
2. Sedang
Klien mengalami ketergantungan pada orang lain yang dapat
mengakibatkan ititabilitas, ketidaksukaan, marah dan rasa
bersalah. Klien tidak melakukan praktik perawatan diri ketika
ditantang. Klien tidak ikut memantau kemajuan pengobatan.
Klien menunjukkan ekspresi ketidakpuasan terhadap
ketidakmampuan melakukan aktivitas atau tugas sebelumnya.
Klien menujukkan ekspresi keraguan tentang performa peran.
3. Berat
Klien menunjukkan sikap apatis, depresi terhadap perburukan
fisik yang terjadi dengan mengabaikan kepatuhan pasien
terhadap program pengobatan dan menyatakan tidak memiliki
kendali (terhadap perawatan diri, situasi, dan hasil). Pada klien
NAPZA biasanya klien cenderung jatuh pada kondisi
ketidakberdayaan berat karena tidak memiliki kendali atas
situasi yang memepngaruhinya untuk menggunakan NAPZA
atau ketidakmampuan mempertahankan situasi bebas NAPZA.

C. Pohon masalah
Harga diri rendah

Ketidak berdayaan

Perawatan / pengobatan jangka panjang


Laporan pendahuluan distres spiritual
A. Definisi
Distres spiritual adalah rentang terhadap gangguan kemampuan
merasakan dan mengintegrasikan makna dan tujuan hidup melalui
kekuatan yang lebih besar dari diri sendiri, yang dapat menggangu
kesehatan (NANDA, 2015).
B. Proses terjadinya masalah
1. Faktor predisposisi
a. Gangguan pada dimensi biologis akan
mempengaruhi fungsi kognitif seseorang
sehingga akan mengganggu proses interaksi
dimana dalam proses interaksi ini akan terjadi
transfer pengalaman yang pentingbagi
perkembangan spiritual seseorang.
b. Faktor frediposisi sosiokultural meliputi usia,
gender, pendidikan, pendapattan, okupasi,
posisi sosial, latar belakang budaya,
keyakinan, politik, pengalaman sosial,
tingkatan sosial.
2. Faktor presifitasi
a. Kejadian Stresful
Mempengaruhi perkembangan spiritual
seseorang dapat terjadi karena perbedaan
tujuan hidup, kehilangan hubungan dengan
orang yang terdekat karena kematian,
kegagalan dalam menjalin hubungan baik
dengan diri sendiri, orang lain, lingkungan dan
zat yang maha tinggi.
b. Ketegangan Hidup
Beberapa ketegangan hidup yang
berkonstribusi terhadap terjadinya distres
spiritual adalah ketegangan dalam
menjalankan ritual keagamaan, perbedaan
keyakinan dan ketidakmampuan menjalankan
peran spiritual baik dalam keluarga, kelompok
maupun komunitas.
3. Mekanisme koping
Menurut Safarino (2002) terdapat lima tipe dasar
dukungan sosial bagi distres spiritual :

a. Dukungan emosi yang terdiri atas rasa empati, caring,


memfokuskan pada kepentingan orang lain.
b. Tipe yang kedua adalah dukungan esteem yang terdiri
atas ekspresi positif thingking, mendorong atau setuju
dengan pendapat orang lain.
c. Dukungan yang ketiga adalah dukungan instrumental
yaitu menyediakan pelayanan langsung yang berkaitan
dengan dimensi spiritual.
d. Tipe keempat adalah dukungan informasi yaitu
memberikan nasehat, petunjuk dan umpan balik
bagaimana seseorang harus berperilaku berdasarkan
keyakinan spiritualnya.
e. Tipe terakhir atau kelima adalah dukungan network
menyediakan dukungan kelompok untuk berbagai
tentang aktifitas spiritual. Taylor, dkk (2003)
menambahkan dukungan apprasial yang membantu
seseorang untuk meningkatkan pemahaman terhadap
stresor spiritual dalam mencapai keterampilan koping
yang efektif.
D. Rentang respons
ketidakmampuan menjalankan peran spiritual baik dalam
keluarga, kelompok maupun komunitas. (Hamid & Ester
2008)
Rentang Respon
Adaptif Maladaptif
1.Harapan yang realistis keputusasaan
Gangguan biologis,
sosiokultural, kejadian stresful, tekanan spiritual

2.Tabah dan sabar


3.Pandai mengambil hikmah Keputusasaan
(Nursalam & Kurniawati 2017)
E. Pohon masalah
Harga diri rendah

Koping individu tidak efektif

Distres Spiritual
Laporan pendahuluan kehilangan
A. Definisi
Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu
selama rentang kehidupannya. Sejak lahir, individu sudah mengalami kehilangan
dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang
berbeda. Setiap individu akan berekasi terhadap kehilangan. Respons terakhir
terhadap kehilangan sangat dipengaruhi oleh respons individu terhadap
kehilangan sebelumnya (Hidayat, 2009 : 243).
B. Proses maslah terjadi
1. Faktor predisposisi
a. Genetic
b. Kesehatan jasmani Individu dengan keadaan fisik sehat, pola
hidup yang teratur, cenderung mempunyai kemampuan mengatasi
stress yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang
mengalami gangguan fisik (Prabowo, 2014 : 116).
c. Kesehatan mental Individu yang mengalami gangguan jiwa
terutama yang mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan
perasaan tidak berdaya pesimis, selalu dibayangi oleh masa depan
yang suram, biasanya sangat peka dalam menghadapi situasi
kehilangan (Hidayat, 2009 : 246).
d. Pengalaman kehilangan dimasa lalu Kehilangan atau perpisahan
dengan orang yang berarti pada masa kanak – kanak akan
mempengaruhi individu dalam mengatasi perasaan kehilangan
pada masa dewasa (Hidayat, 2009 : 246). 5) Struktur kepribadian
Individu dengan konsep yang negative, perasaan rendah diri akan
menyebabkan rasa percaya diri yang rendah yang tidak objektif
terhadap stress yang dihadapi (Prabowo, 2014 : 116).
2. Faktor presifitasi
Faktor presipitasi Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan
perasaan kehilangan. Kehilangan kasih sayang secara nyata ataupun
imajinasi individu seperti: kehilangan sifat bio-psiko-sosial antara lain
meliputi :
1) Kehilangan kesehatan
2) Kehilangan fungsi seksualitas
3) Kehilangan peran dalam keluarga
4) Kehilangan posisi dimasyarakat
5) Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai 6) Kehilangan
kewarganegaraan (Prabowo, 2014 : 117).
3. Rentang respons

Anda mungkin juga menyukai