Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

KECEMASAN (ANSIETAS)

Disusun Oleh :

ANISAH AZZAH MUMTAZAH

P27220022201

POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA


PRODI PROFESI NERS
2023
LAPORAN PENDAHULUAN

KECEMASAN (ANSIETAS)

A. Pengertian Kecemasan
Kecemasan adalah suatu perasaan yang sifatnya umum, dimana seseorang merasa
ketakutan atau kehilangan kepercayaan diri yang tidak jelas asal maupun wujudnya.
(Sutardjo, 2015).
Kecemasan merupakan suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan mental yang
menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu masalah
atau tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menentu tersebut pada umumnya
tidak menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan atau disertai perubahan
fisiologis dan psikologis (Kholil, 2021).
Jadi, kecemasan adalah rasa takut atau khawatir pada situasi tertentu yang sangat
mengancam yang dapat menyebabkan kegelisahan karena adanya ketidakpastian
dimasa mendatang serta ketakutan bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi.

B. Etiologi
Secara umum, ansietas terjadi ketika seseorang mengalami kesulitan menghadapi
situasi, masalah, dan tujuan hidup.
1. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart dan Laraia, terdapat beberapa teori yang dapat menjelaskan
ansietas, diantaranya:
a. Teori Biologis
Setiap orang mempunyai potensi mengalami kecemasan yang
kemungkinan besar dipengaruhi oleh ketidakseimbangan senyawa kimia di
dalam otak yang membuat kecemasan atau ketakutan menjadi abnormal. Hal
ini terjadi karena seseorang mengalami abnormalitas elektroensefalografik
pada lobus temporal yang biasanya berespons terhadap karbamazepin (suatu
antikonvulsan) atau obat-obatan lain. (Sullivan & Coplan, 2017).
b. Teori Genetik
Ansietas dapat memiliki komponen yang diwariskan karena kerabat tingkat
pertama individu yang mengalami peningkatan ansietas memiliki kemungkinan
lebih tinggi mengalami ansietas dengan wanita berisiko dua kali lipat lebih
besar daripada pria. Horwath dan Weissman (2016) menjelaskan bahwa suatu
kemungkinan “sindrom kromosom 13 yang dapat terlibat dalam hubungan
genetika yang mungkin pada gangguan panik, seperti sakit kepala hebat,
masalah ginjal, kandung kemih, atau tiroid, prolaps katup mitral.
c. Teori neurokimia
Asam gama-amino butirat (GABA) merupakan neurotransmiter asam amino
yang diyakini tidak berfungsi pada gangguan ansietas. GABA, suatu
neurotransmiter inhibitor, berfungsi sebagai agens antiansietas alami tubuh
dengan mengurangi eksitabilitas sel sehingga megurangi frekuensi bangkitan
neuron. GABA tersedia pada sepertiga sinaps saraf, terutama sinaps di sistem
limbik dan lokus seruleus, tempat neurotransmitter norepinefrin diproduksi,
yang menstimulasi fungsi sel. Karena GABA mengurangi ansietas dan
noreepinefrin meningkatkan ansietas, diperkirakan bahwa masalah pengaturan
neurotransmitter ini menimbulkan gangguan ansietas.
d. Teori Psikologis:
1) Teori Perilaku
Ansietas merupakan sesuatu yang diperlajari melalui pengalaman
individu. Pola-pola perilaku tertentu mengajarkan seseorang bertindak
dengan cara berbeda. Misalnya, jika sejak kecil seringkali diterapkan
perilaku main sendiri atau jarang bersosialisasi, maka kondisi tersebut bisa
terbawa hingga dewasa yang membuatnya menjadi takut atau cemas untuk
berhadapan dengan orang lain. Ansietas merupakan segala sesuatu yang
mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Pakar perilaku menganggap sebagai dorongan belajar
berdasarkan keinginan dari dalam untuk menghindari kepedihan. Individu
yang terbiasa dengan kehidupan dini dihadapkan pada ketakutan
berlebihan lebih sering menunjukkan ansietas dalam kehidupan
selanjutnya.
2) Psikodinamik (Pandangan Psikoanalitik)
Ego atau aku berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang
bertentangan dan fungsi ansietas adalah mengingatkan ego bahwa ada
bahaya. Teori psikodinamik berpendapat bahwa beberapa ketakutan
berakar dari trauma atau kekerasan di masa kecil seperti pernah diejek
atau dipermalukan. Ketakutan ini bisa dilupakan tapi dapat muncul
kembali di kemudian hari.
3) Pandangan Interpersonal
Ansietas timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya
penerimaan dan penolakan interpersonal. Ansietas berhubungan dengan
perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang
menimbulkan kelemahan spesifik. Orang yang mengalami harga diri
rendah terutama mudah mengalami perkembangan ansietas yang berat.
e. Sosial budaya
Ansietas merupakan hal yang biasa ditemui dalam keluarga. Ada tumpang tindih
dalam gangguan ansietas dan antara gangguan ansietas dengan depresi. Faktor
ekonomi, latar belakang pendidikan berpengaruh terhadap terjadinya ansietas.
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dibedakan menjadi:
a. Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis
yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas hidup
sehari-hari.
b. Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan identitas ,
harga diri, dan fungsi sosial yang terintegrasi seseorang.

C. Tanda dan Gejala


Awitan gangguan ansietas sangat bervariasi. Awitanldi secara akut atau bertahap.
Awitan dapat timbul tanpa peristiwa pencetus atau terjadi karena peritiwa akut yang
menimbulkn stress atau bahkan stressor kronis seperti masalah kesehatan, pekerjaan,
nutrisi, medikasi atau keluarga. Gangguan ansietas ditandai dengan tingkat ansietas
yang tinggi, yang terlihat pada perilaku yang tidak lazim, misalnya khawatir, panik,
pikiran dan tindakan obsesif-kompulsif atau takut terhadap objek atau peristiwa yang
tidak sesuai dengan realitas situasi. Kecemasan dapat diekspresikan secara langsung
melalui perubahan fisiologis dan psikologis (Sheila, 2018):
1. Respon fisiologis
a. Kardiovaskuler : tekanan arteri meingkat, denyut jantung meningkat,
konstruksi pembuluh darah perifer, tekanan darah meningkat, tekanan darah
menurun, denyut nadi menurun
b. Pernafasan : nafas cepat dan pendek, nafas dangkal dan terengah-engah
c. Gastrointestinal : nafsu makan menuru, tidak nyaman pada perut, mual dan
diare
d. Neuromuskular : tremor, gugup, gelisah, insomnia dan pusing
e. Traktus urinarius : sering berkemih
f. Kulit : keringat dingin, gatal dan wajah kemerahan
2. Respon perilaku
Respon perilaku yang sering muncul adalah gelisah, tremor, ketegangan fisik,
reaksi terkejut, gugup, bicara cepat, menghindar, kurang koordinasi, menarik diri
dari hubungan interpersonal dan melarikan diri dari masalah.
3. Respon kognitif
Respon kognitif yang muncul adalah perhatian terganggu, pelupa, salah dalam
memberikan penilaian, hambatan berpikir logis, tidak mampu berkonsentrasi,
tidak mampu mengambil keputusan, menurunnya lapangan persepsi dan
kreatifitas, bingung, takut, kehilangan kontrol, takut pada gambaran visual dan
takut cedera atau kematian.
4. Respon afektif
Respon afektif yang sering muncul adalah mudah terganggu, tidak sabar, gelisah,
tegang, ketakutan, waspada, gugup, mati rasa, rasa bersalah dan malu.

D. Akibat atau Dampak


Rasa takut dan cemas dapat menetap bahkan meningkat meskipun situasi yang betul-
betul mengancam tidak ada, dan ketika emosi-emosi ini tumbuh berlebihan
dibandingkan dengan bahaya yang sesungguhnya, emosi ini menjadi tidak adaptif.
Kecemasan yang berlebihan dapat mempunyai dampak yang merugikan pada pikiran
serta tubuh bahkan dapat menimbulkan penyakit-penyakit fisik (Cutler, 2014)
Menurut Yustinus (2016) membagi beberapa dampak kecemasan ke dalam beberapa
simtom, yaitu:
1. Simtom suasana hati
Individu yang mengalami kecemasan memiliki perasaan akan adanya hukuman
dan bencana yang mengancam dari suatu sumber tertentu yang tidak diketahui.
Orang yang mengalami kecemasan tidak dapat tidur, sehingga dapat
menyebabkan sifat mudah marah.
2. Simtom kognitif
Kecemasan dapat menyebabkan kekhawatiran dan keprihatinan pada individu
mengenai hal-hal yang tidak menyenangkan yang mungkin terjadi. Individu
tersebut tidak memperhatikan masalah-masalah real yang ada, sehingga individu
sering tidak bekerja atau belajar secara efektif, dan akhirnya dia akan menjadi
lebih merasa cemas.
3. Simtom motor
Orang-orang yang mengalami kecemasan sering merasa tidak tenang, gugup,
kegiatan motor menjadi tanpa arti dan tujuan, misalnya jari-jari kaki mengetuk-
ngetuk, dan sangat kaget terhadap suara yang terjadi secara tiba-tiba. Simtom
motor merupakan gambaran rangsangan kognitif yang tinggi pada individu dan
merupakan usaha untuk melindungi dirinya dari apa saja yang dirasanya
mengancam.

E. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


1. Masalah keperawatan (Stuart & Sunden, 2018)
a. Koping individu tidak efektif
b. Anxietas
c. Isolasi sosial : menarik diri
d. Tidak efektifnya koping keluarga
e. Harga diri rendah : Gangguan konsep diri
f. Perilaku kekerasan
g. Tidak efektifnya pelaksanaana regimen terapeutik

2. Data yang perlu dikaji :


Pengkajian ditujukan pada fungsi fisiologis dan perubahan perilaku melalui
gejala atau mekanisme koping sebagai pertahanan terhadap kecemasan.
a. Kaji faktor predisposisi
Faktor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat
menyebabkan timbulnya kecemasan seperti:
1) Peristiwa traumatic yang dapat memicu terjadinya kecemasandengan
krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau situasional.  
2) Konflik emosional yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan
baik. Konflik antara id dan super ego atau antara keinginan dan kenyataan
dapat menimbulkan kecemasan  pada individu.
3) Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu
berpikir secara realistissehingga akan menimbulkan kecemasan.
4) Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil
keputusan yang  berdampak terhadap ego.
5) Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan
ancaman terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri
individu.
6) Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani setres
akan mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang
dialami karena pola mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam
keluarga.
7) Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respon
individu dalam  berespon terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya.
8) Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan
yang mengandung  benzodiepin, karena benzodizepin dapat menekan
neurotrasmiter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol
aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan
b. Kaji stressor presipitasi
Stressor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang
dapat mencetuskan timbulnya kecemasan. Stressor presipitasi kecemasan
dikelompokkan menjadi dua bagian:
1) Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam
integritas fisik meliputi:
a) Sumber internal, mrliputi kegagalan mekanisme fisiologis system
imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (mis.hamil).
b) Sumber eksternal, meliputi paparan terhadapinfeksi virus dan bakteri,
polutan lingkungan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat
tinggal.
2) Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.
a) Sumber internal: kesulitan dalam berhubungan interpersonal dirumah
dan di tempat kerja,  penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai
ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancanm harga diri
b) Sumber eksternal: kehilangan orang yang dicintai, perceraian,
perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, social budaya
c. Kaji perilaku
Secara langsung kecemasan dapat di ekspresikan melalui respon fisiologis
dan  psikologis dan secara tidak langsung melalui pengambangan mekanisme
koping sebagai  pertahanan melawan kecemasan.
1) Respon fisiologis: Mengaktifkan system saraf otonom (simpatis dan
parasimpatis)
2) Respon psikologologis: Kecemasan dapat mempengaruhi aspek
intrapersonal maupun personal.
3) Respon kognitif: Kecemasan dapat mempengaruhi kemampuan berpikir
baik proses pikir maupun isis pikir, diantaranya adalah tidak mampu
memperhatikan, konsentrasi menurun, mudah lupa, menurunya lapangan
persepsi, bingung.
4) Respon afektif : Klien akan mengekspresikan dalam bentuk kebingungan
dan curiga berlebihan sebagai reaksi emosi terhadap kecemasan
d. Kaji penilaian terhadap stressor
1) Kognitif (kerusakan perhatian, kurang konsentrasi, pelupa, kesalahan
dalam menilai, preokupasi, bloking, penurunan lapangan pandang,
berkurangnya kreativitas, produktivitas menurun, bingung, sangat
waspadai, berkurangnya objektivitas, takut kehilangan kontrol, takut
bayangan visual, takut akan terluka atau kematian, kesadaran diri
meningkat, mimpi buruk).
2) Afektif (mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, nervous, takut,
alarm, frustasi, teror, gugup, gelisah, merasa bersalah, pemalu, frustasi).
3) Fisiologik
a) Kardiovaskular (palpitasi, jantung berdebar, tadi meningkat, rasa mau
pingsan, pingsan, TD menurun, denyut nadi menurun).
b) Pernafasan (nafas cepat, nafas pendek, tekanan pada dada, nafas
dangkal, pembengkakan pada tenggorok, sensasi tercekik, terengah-
engah).
c) Neuromuskular (refleks meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-
kedip, insomnia, tremor, rigiditas, gelisah, wajah tegang).
d) Gastrointestinal (kehilangan nafsu makan, menolak makanan, rasa
tidak nyaman pada abdomen, mual, rasa terbakar di perut, diare, perut
melilit).
e) Traktus urinarius (tidak dapat menahan kencing, sering berkemih).
f) Reproduksi (tidak datang bulan/amenore, darah haid berlebihan,
darah haid amat sedikit, masa haid berkepanjangan, masa haid amat
pendek, haid beberapa kali dalam sebulan, menjadi dingin, ejakulasi
dini).
g) Integumen (wajah kemerahan, berkeringat setempat/telapak tangan,
gatal, rasa panas dan dingin pada kulit, wajah pucat, berkeringat
seluruh tubuh).
4) Behavioral (gelisah, ketegangan fisik, tremor, gugup, bicara cepat,
kurang koordinasi, cenderung mendapat cedera, menarik diri dari
hubungan interpersonal, menghalangi, melarikan diri dari masalah,
menghindar, hiperventilasi).
5) Respon sosial (kadang kadang menghindari kontak sosial/ aktivitas sosial
menurun, kadang-kadang menunjukkan sikap bermusuhan).
e. Kaji sumber dan mekanisme koping
1) Sumber koping
Individu dapat menanggulangi stress dan kecemasan dengan
menggunakan atau mengambil sumber koping dari lingkungan baik dari
sosial, intrapersonal dan interpersonal. Sumber koping diantaranya adalah
aset ekonomi, kemampuan memecahkan masalah, dukungan sosial
budaya yang diyakini. Dengan integrasi sumber-sumber koping tersebut
individu dapat mengadopsi strategi koping yang efektif (Suliswati, 2015).
2) Mekanisme koping
Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi
merupakan faktor utama yang membuat klien berperilaku patologis atau
tidak. Bila individu sedang mengalami kecemasan dia mencoba
menetralisasi, mengingkari atau meniadakan kecemasan dengan
mengembangkan pola koping. Pada kecemasan ringan, mekanisme
koping yang biasanya digunakan adalah menangis, tidur, makan, tertawa,
berkhayal, memaki, merokok, olahraga, mengurangi kontak mata dengan
orang lain, membatasi diri pada orang lain (Suliswati, 2015). Mekanisme
koping untuk mengatasi kecemasan sedang, berat dan panik
membutuhkan banyak energi. Menurut Suliswati (2015), mekanisme
koping yang dapat dilakukan ada dua jenis, yaitu :
a) Task oriented reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas.
Merupakan pemecahan masalah secara sadar digunakan untuk
menanggulangi ancaman stressor yang ada secara realistis, yaitu:
- Perilaku menyerang (agresif)
Biasanya digunakan individu untuk mengatasi rintangan agar
memenuhi kebutuhan.
- Perilaku menarik diri
Digunakan untuk menghilangkan sumber ancaman baik secara
fisik maupun secara psikologis.
- Perilaku kompromi.
Digunakan untuk mengubah tujuan-tujuan yang akan dilakukan
atau mmengorbankan kebutuhan personal untuk mencapai tujuan.
b) Ego oriented reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Mekanisme
pertahanan Ego membantu mengatasi ansietas ringan maupun sedang
yang digunakan untuk melindungi diri dan dilakukan secara tidak
sadar untuk mempertahankan ketidakseimbangan. Adapun
mekanisme pertahanan ego adalah:
- Kompensasi
Adalah proses dimana seseorang memperbaiki penurunan citra
diri dengan secara tegas menonjolkan keistimewaan/kelebihan
yang dimilikinya.
- Penyangkalan (Denial)
Menyatakan ketidaksetujuan terhadap realitas dengan
mengingkari realitas tersebut. Mekanisme pertahanan ini paling
sederhana dan primitif.
- Pemindahan (Displacement)
Pengalihan emosi yag semula ditujukan pada seseorang/benda
tertentu yang biasanya netral atau kurang mengancam terhadap
dirinya.
- Disosiasi
Pemisahan dari setiap proses mental atau prilaku dari kesadaran
atau identitasnya.
- Identifikasi (Identification)
Proses dimana seseorang mencoba menjadi orang yang ia kagumi
dengan mengambil/menirukan pikiran-pikiran,prilaku dan selera
orang tersebut.
- Intelektualisasi (Intelektualization)
Penggunaan logika dan alasan yang berlebihan untuk
memghindari pengalaman yang mengganggu perasaannya.
- Introjeksi (Intrijection)
Mengikuti norma-norma dari luar sehingga ego tidak lagi
terganggu oleh ancaman dari luar (pembentukan superego).
- Fiksasi
Berhenti pada tingkat perkembangan salah satu aspek tertentu
(emosi atau tingkah laku atau pikiran) sehingga perkembangan
selanjutnya terhalang.
- Proyeksi.
Pengalihan buah pikiran atau impuls pada diri sendiri kepada
orang lain terutama keinginan. Perasaan emosional dan motivasi
tidak dapat ditoleransi.
- Rasionalisasi
Memberi keterangan bahwa sikap/tingkah lakunya menurut alasan
yang seolah-olah rasional,sehingga tidak menjatuhkan harga diri.
- Reaksi formasi
- Bertingkah laku yang berlebihan yang langsung bertentangan
dengan keinginan-keinginan,perasaan yang sebenarnya.
- Regressi
Kembali ketingkat perkembangan terdahulu (tingkah laku yang
primitif), contoh; bila keinginan terhambat menjadi marah,
merusak, melempar barang, meraung, dan sebagainya.
- Represi
Secara tidak sadar mengesampingkan pikiran, impuls, atau
ingatan yang menyakitkan atau bertentangan, merupakan
pertahanan ego yang primer yang cenderung diperkuat oleh
mekanisme ego yang lainnya.
- Acting Out
Langsung mencetuskan perasaan bila keinginannya terhalang.
- Sublimasi
Penerimaan suatu sasaran pengganti yang mulia artinya dimata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami halangan
dalam penyalurannya secara normal.
- Supresi
Suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme pertahanan
tetapi sebetulnya merupakan analog represi yang
disadari;pengesampingan yang disengaja tentang suatu bahan dari
kesadaran seseorang;kadang-kadang dapat mengarah pada represif
berikutnya.
- Undoing
Tindakan/perilaku atau komunikasi yang menghapuskan sebagian
dari tindakan/perilaku atau komunikasi sebelumnya merupakan
mekanisme pertahanan primitif.

F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan pada kecemasan:
1. Kecemasan berhubungan dengan adanya ancaman pada lingkungan.
2. Panik berhubungan dengan penolakan keluarga.

G. RENCANA TINDAKAN
1. Tujuan Umum:
Klien akan menunjukkan mekanisme koping adaptif dalam mengatasi stres dan
mampu mengurangi ansietasnya dari tingkat ringan hingga panik.
2. Tujuan Khusus:
a. Klien mampu mengenal ansietas.
b. Klien mampu mengekspresikan dan mengidentifikasi tentang ansietasnya.
c. Klien mampu mengidentifikasi situasi yang menyebabkan ansietas.
d. Klien mampu mengatasi ansietas melalui teknik relaksasi.
e. Klien mampu memperagakan dan menggunakan teknik relaksasi untuk
mengatasi ansietas.
f. Klien mampu membina hubungan saling percaya.
g. Klien mampu melakukan aktifitas sehari-hari.
h. Klien mampu meningkatkan kesehatan fisik dan kesejahteraannya.
i. Klien terlindung dari bahaya.

3. TINDAKAN KEPERAWATAN:
a. Bina hubungan saling percaya
1) Pertimbangkan agar pasien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi.
2) Tindakan yang harus dilakukan dalam membina hubungan saling percaya
meliputi:
a) Mengucapkan salam terapeutik
b) Berjabat tangan
c) Menjelaskan tujuan interaksi
d) Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien
atau klien.
b. Bantu pasien mengenal ansietas
1) Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan menguraikan perasaannya.
2) Bantu pasien menjelaskan situasi yang menimbulkan ansietas.
3) Bantu pasien mengenal penyebab ansietas.
4) Bantu klien menyadari perilaku akibat ansietas.
c. Ajarkan pasien teknik relaksasi untuk meningkatkan kontrol dan rasa percaya
diri.
1) Pengalihan situasi
2) Latihan relaksasi:
a) Tarik nafas dalam
b) Mengerutkan dan mengendurkan otot-otot.
3) Hipnotis diri sendiri (latihan 5 jari).
d. Motivasi klien melakukan teknik relaksasi setiap kali ansietas muncul.

4. TINDAKAN KEPERAWATAN: SP 1
a. Membina hubungan saling percaya.
b. Membantu pasien mengenal ansietas.
c. Mengajarkan tehnik relaksasi dengan pengalihan situasi.
d. Memasukkan ke dalam jadwal kegiatan sehari-hari.

5. TINDAKAN KEPERAWATAN: SP 2
a. Mengevaluasi latihan teknik pengalihan situasi.
b. Mengajarkan dan melatih tehnik relaksasi nafas dalam.
c. Memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian.

6. TINDAKAN KEPERAWATAN: SP 3
a. Mengevaluasi latihan teknik tarik nafas dalam
b. Mengajarkan dan melatih tehnik relaksasi progresif: mengerutkan dan
mengendurkan otot.
c. Memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian.

7. TINDAKAN KEPERAWATAN: SP 4
a. Mengevaluasi latihan tehnik relaksasi progresif mengerutkan dan
mengendurkan otot.
b. Mengajarkan dan melatih tehnik relaksasi lima jari.
c. Memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian.

Teknik relaksasi progresif:

a. Otot yang dapat dilatih mulai dari otot muka sampai otot kaki.
b. Kerutkan otot muka, kendurkan, 3-10 kali.
c. Otot punggung
d. Otot perut
e. Otot tangan
f. Otot kaki.

Teknik relaksasi lima jari:

a. Membayangkan, distraksi.
b. Sentuhkan ibu jari dengan telunjuk, sambil melakukannya, kenang saat
merasa sehat, menikmati kegiatan fisik yang menyenangkan, misalkan
membayangkan ketika baru saja selesai mengikuti pertandingan bulu tangkis
dan bapak menjadi pemenangnya.
c. Kedua, sentuhkan ibu jari dengan jari tengah, sambil melakukannya, kenang
saat pertama kali jatuh cinta, saat pertama kali bertemu dengan istri dan
kenangan indah yang lain.
d. Ketiga, sentuhkan ibu jari dengan jari manis dan bayangkan ketika saat
pertama menerima pujian yang paling berkesan.
e. Terakhir, sentuhkan ibu jari dengan kelingking dan bayangkan berada di satu
tempat yang paling disukai, misalnya pantai, bayangkan berjalan di sekeliling
pantai, kembangkan imajinasi.

8. TINDAKAN KEPERAWATAN KELUARGA


Tujuan tindakan untuk keluarga:
a. Keluarga mampu mengenal masalah ansietas pada anggota keluarganya.
b. Keluarga mampu memahami proses terjadinya masalah ansietas.
c. Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami ansietas.
d. Keluarga mampu mempraktekkan cara merawat pasien dengan ansietas.
e. Keluarga mampu merujuk anggota keluarga yang mengalami ansietas.

Tindakan keperawatan keluarga yang dapat dilakukan adalah:

a. Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien.


b. Diskusikan tentang proses terjadinya ansietas serta tanda dan gejala.
c. Diskusikan tentang penyebab dan akibat dari ansietas.
d. Diskusikan cara merawat pasien dengan ansietas dengan cara mengakarkan
teknik relaksasi:
1) Mengalihkan situasi
2) Latihan relaksasi
3) Menghipnotis diri sendiri (latihan 5 jari).
e. Diskusikan dengan keluarga perilaku pasien yang perlu dirujuk dan
bagaimana merujuk pasien.
f. Terapi Aktivitas Kelompok.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J.2017.Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta:EGC.


Cutler, Howard C. 2014. Seni Hidup Bahagia. Alih Bahasa: Alex Tri Kantjono Widodo. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama
David AT. 2014. Buku Saku Psikiatri.Ed.6. Jakarta:EGC.
Keliat, Budi Anna. 2018. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Editor Yasmin Asih, Jakarta :
EGC.
Potter Patricia A, Anne Griffin, P. 2015. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep Klinis,
Proses dan Praktik. Alih Bahasa: Yasmin Asih dkk. Editor edisi bahasa Indonesi: Dewi
Yulianti. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Editor Yasmin Asih, 2018. Jakarta :
EGC.
Rasmun, 2014, Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga. Edisi
Pertama, Jakarta : CV, Sagung Seto.
Rochman, Kholil Lur. 2015. Kesehatan Mental. Purwokerto: Fajar Media Press
Struart, G.W., Sundeen, S.J., 2018. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3.Jakarta: EGC
Stuart & Sundeen.2015. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Alih Bahasa: Achir Yani S Hamid.
Editor: Yasmin Asih. Cetakan 1. Jakarta: EGC.
Suliswati.2015. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Townsend, M. C., 2018. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri. Edisi
3. Alih Bahas Novi Helena. Editor Monica Ester, Jakarta : EGC.
Videbeck, S.J., 2018, Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC
Wiramihardja, Sutardjo. 2015. Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung: Refika Aditama
Yustinus, Semium. 2016. Kesehatan Mental 2. Yogyakarta: Kanisius

Anda mungkin juga menyukai